• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

B. Diskusi

Kasus pembuatan mini video pornografi remaja yang peneliti jadikan sebagai bahan analisa ternyata tidak hanya menghasilkan kesimpulan yang telah peneliti jelaskan sebelumnya, tetapi peneliti juga menemukan hal lain yang menarik untuk menjadi bahan diskusi. Berikut ini adalah temuan yang peneliti dapatkan dari kasus tersebut:

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan teknologi yang begitu pesat menjanjikan beragam kemudahan melalui berbagai fasilitas, salah satunya adalah handphone yang

mendukung kemudahan dalam berkomunikasi, namun pada kasus ini terjadi penyalahgunaan fungsi teknologi yang dilakukan oleh Partisipan I dan II adalah dengan menggunakan fasilitas berupa kamera handphone untuk melakukan aktifititas pemmbuatan mini video pornografi.

Penyalahgunaan fungsi Handphone terus bertambah dengan digunakannya fasilitas 3G sebagai sarana untuk memuaskan kebutuhan seksual partisipan I dan II dengan melakukan aktifitas seksual berupa masturbasi bersama. Perkembangan teknologi lain yang ikut memfasilitasi beredarnya video porno yang dibuat oleh partisipan I dan II adalah internet.

Hal ini sesuai dengan pendapat Sony (2007) dimana data statistik menunjukkan tidak kurang dari 3 juta orang di Indonesia sekarang sudah menggunakan handphone sebagai alat komunikasinya. Sepertiganya telah menggunakan handphone keluaran terbaru yang menggabungkan kemampuan fotografi dan videografi. Maka tumbuhlah sebuah komunitas baru, para pemakai handphone yang menggunakan fungsi lain, lebih dari sekedar untuk menelpon dan berkirim pesan. Kini mereka menjadi pemakai, penikmat dan pelaku pembuatan tayangan audio visual dengan menggunakan fasilitas teknologi terkini yang terdapat di dalam handphone. Tumbuh dan berkembangnya teknologi handphone mempermudah setiap orang untuk mengekspresikan rasa seni dan eksplorasi peralatan audio visual yang murah meriah, ringan dan instan. Setiap pemakai

handphone, mendadak ikut serta berkarya membuat apa saja atas nama seni instan. Membuat

berbagai macam dokumentasi, memotret dan merekam apa saja hingga kecenderungan untuk hal-hal lain yang kadang menyimpang.

Pertama sekali partisipan I dan Partisipan II melihat gambar-gambar dan foto yang mengandung unsur pornografi adalah saat Partisipan II duduk di kelas 5 SD dan partisipan I duduk di kelas 3 SMP. Media seperti komik, tabloid porna, majalah pria dewasa, video porno sampai internet juga menjadi tempat untuk mendapatkan informasi mengenai aktifitas seksual, selain itu media internet dan video porno juga berperan memberikan inspirasi untuk Gigo dalam pembuatan mini video pornografi

Hal ini sesuai dengan Widyarso (2006) yang menyatakan bahwa di kalangan remaja, usia rata-rata saat mereka pertama kali bersentuhan dengan pornografi baik melalui majalah, internet, dan lain sebagainya adalah 11 tahun. Stimulus (pendorong) awal adalah gambar-gambar dan foto-foto yang memuat pornografi.

Teman merupakan salah satu faktor yang membuat partisipan II mendapatkan dan menonton video porno pertamanya. Mengkonsumsi hal-hal berbau pornografi merupakan hal yang biasa saja karena semua remaja seumurannya juga melakukan hal yang sama. Pengalaman mempunyai teman yang membuat video sejenis lebih dulu serta rasa penasaran akan reaksi teman-temannya mengenai pembuatan mini video pornografi, mendorongnya untuk melakukan aktifitas perekaman, tidak berhenti sampai disitu reaksi teman-teman yang diluar dugaan terhadap mini video pornografi yang dibuatnya mendorong partisipan II untuk menyebarkan mini videonya melalui internet. Kegiatan partisipan I dan II setiap harinya adalah berkumpul bersama kelima orang temannya yang tergabung dalam sebuah geng untuk mengisi waktu luangnya. Saling berbagi apa yang sedang dirasakan dan mengalami kesenangan dan kesusahan bersama-sama diakui merupakan syarat untuk tergabung dalam kelompok mereka, setiap tindakan yang dilakukan oleh selalu diceritakan kepada teman-temannya seperti saat pertama kali melakukan aktifitas seksual.

Setiap tindakan yang dilakukan oleh salah seorang anggota tidak jarang menjadi contoh bagi anggota yang lain, hal ini terlihat saat partisipan I merasa gengsi dengan teman-temannya jika ketahuan tidak mahir dalam berciuman dan ketika salah satu anggota belum berani untuk melakukan aktifitas seksual berupa sexual intercourse.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Widyarso (2006) Di kalangan remaja pengaruh teman cukup besar dalam membentuk watak dan kepribadian seseorang ketika remaja. Memiliki banyak teman merupakan satu bentuk prestasi tersendiri. Hampir sebagian besar waktu bagi remaja dihabiskan dengan teman sebaya, karena salah satu ciri khas dari masa perkembangan remaja adalah keterikatan dengan teman sebaya. Hal ini berarti banyak sekali nilai-nilai, cara pandang, prinsip hidup, yang dipertukarkan dalam pergaulan sehari-hari. Terkadang ada hal (nilai-nilai) baik yang

diserap dari pergaulan tersebut, tetapi tidak jarang ada juga beberapa hal yang negatif menjadi lebih menarik untuk ditiru oleh remaja.

Kondisi keluarga juga turut berperan dalam terjadinya pembuatan mini video pornografi. Seringnya ditinggal bersama pekerja di rumah karena kesibukan orang tuanya dan saudara kandung yang dianggap tidak memperdulikan kondisi rumah menciptakan situasi yang aman untuk melakukan aktifitas seksual, sehingga kedua partisipan tidak merasa takut untuk melakukan aktifitas seksual di rumah.

Hal ini sesuai dengan Widyarso (2006) yang menyatakan bahwa Orang tua mempunyai peranan penting dalam menjaga perilaku generasi muda karena orang tuanya merupakan contoh bagi remaja. Apabila sikap yang buruk dari orang tua tertanam dalam cara bergaul remaja, maka akan menjadi hal yang sulit untuk merubah dan mengoreksinya. Dewasa ini, banyak orang tua yang kurang memperhatikan kondisi psikologis remaja. Hal tersebut disebabkan karena orang tua sudah sibuk dengan pekerjaannya dan tidak mempunyai waktu untuk berkumpul bersama keluarganya sehingga remaja rentan terkena pengaruh pergaulan yang merugikan akibat kurangnya pengawasan.

Alasan partisipan I dan II membuat mini video pornografi adalah atas dasar iseng dan manifestasi rasa sayang. Unsur komersialitas bukan menjadi salah satu alasan mereka melakukan tindakan tersebut, meskipun mereka menerima imbalan berupa uang atas hasil penyebaran tersebut namun bagi mereka hal itu hanya menambah keseruan dalam hubungan mereka.

Hal ini bertentangan dengan Sony (2007) yang menyatakan beberapa pelaku pembuat video porno bertindak atas nama uang. Sebagian besar pria melakukan hal tersebut untuk bisnis, mereka berusaha membujuk pasangannya agar bersedia direkam dengan tubuh telanjang dan menjual hasil rekaman tersebut ke situs-situs seks komersial. Sementara para wanita yang dibayar untuk rekaman video porno tersebut mengatakan bahwa mereka melakukan hal tersebut karena membutuhkan uang.

Dokumen terkait