• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Pengambilan Keputusan Pembuatan Mini Video Pornografi Pada Remaja Yang Berpacaran (Studi Kasus Pada Sepasang Remaja SMU di Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Proses Pengambilan Keputusan Pembuatan Mini Video Pornografi Pada Remaja Yang Berpacaran (Studi Kasus Pada Sepasang Remaja SMU di Kota Medan)"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, yaitu suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar, adapun meningginya emosi terutama karena remaja berada di bawah tekanan sosial dan kondisi baru (Hurlock, 1998). Sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru, misalnya masalah yang berhubungan dengan percintaan yang merupakan masalah pelik pada periode yang berada pada usia 15-18 tahun (Monks, 1996).

Ma`shum & Wahyurini (2004) menyatakan remaja mengalami suatu perubahan dalam perkembangan sosialnya, menjalin hubungan dengan orang lain, seperti berteman, bersahabat, pacaran, yang merupakan perwujudan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Hurlock (1998) menambahkan membentuk hubungan baru dan lebih matang dengan lawan jenis merupakan tugas perkembangan pertama yang berhubungan dengan seks dan harus dikuasai oleh remaja. Perkembangan minat terhadap lawan jenis ini lebih dikenal dengan istilah pacaran dalam masyarakat. Biasanya pacaran dimulai dari rasa saling tertarik dan sayang antara dua manusia yang kemudian memilih untuk mengikatkan rasa tersebut secara resmi (persetujuan untuk mejadi pasangan kekasih) diantara pasangan tersebut atas nama pacaran (Ma’shum & Wahyurini, 2004).

Pacaran merupakan kelanjutan dari perkenalan dan diteruskan dengan hubungan individu terhadap lawan jenis. Jadi di dalam pacaran ini laki-laki dan wanita saling menjajaki seberapa cocok atau tidaknya mereka berdua, termasuk latar belakang watak, sifat, pendidikan, dan lain-lainnya. Pacaran ini melebihi hubungan sekadar teman, atau teman dekat, namun ini adalah teman paling dekat (Saumiman, 2005).

Pacaran juga seringkali dianggap sebagai pintu masuk hubungan yang lebih dalam lagi, yaitu melakukan berbagai aktivitas perilaku seksual seperti touching, kissing, necking, petting hingga

sexual intercourse sebagai wujud kedekatan antara dua orang yang sedang jatuh cinta (De Guzman

& Diaz, 1999). Hal ini terungkap dari komunikasi personal penulis dengan salah seorang pelajar yang masih duduk di kelas 2 SMA yang bernama Gigo (nama samaran) yang berusia 17 tahun :

”Buatku...yang namanya pacaran itu harus seneng-seneng...banyak yang bisa dilakuin bareng-bareng...kan udah suntuk tu dirumah..jadi ya...bisa lah cium-cium bibir dikit ngobatin suntuk

kak...

(2)

Hanifah (2002) menyatakan bahwa berbagai banyak aktivitas seksual terjadi tanpa disadari atau direncanakan, hal ini disebabkan oleh tidak terdapatnya komitmen yang jelas mengenai batasan pacaran yang mendorong individu untuk melakukan berbagai aktivitas seksual seperti touching,

kissing, necking, petting hingga pada puncaknya melakukan hubungan seksual dengan pacarnya.

Lebih lanjut Hurlock (1998) memaparkan berbagai alasan melakukan hubungan seksual dalam berpacaran, salah satunya keyakinan bahwa hubungan seksual dalam pacaran adalah hal yang “harus dilakukan” karena semua orang melakukannya, bahwa laki-laki dan perempuan yang masih berstatus perawan berarti “berbeda” dan hal ini menimbulkan rasa rendah diri pada individu tersebut serta perilaku seksual yang seperti ini merupakan ungkapan dari hubungan yang bermakna memenuhi kebutuhan untuk mengadakan hubungan yang intim dengan orang lain, sebagai bukti cinta, sayang, dan pengikat hubungan. Pernyataan ini didukung oleh dua penelitian yang dilakukan Damayanti (2008) yang melibatkan 8.941 pelajar dari 119 SMU di Jakarta. Hasil yang didapat, 5% pelajar telah melakukan hubungan seksual pranikah, lebih lanjut penelitian yang dilakukan di Yogyakarta mendapatkan hasil 88,9% responden di kota pelajar tersebut mengaku pernah melakukan hubungan seksual pranikah dan 75% diantaranya telah melakukannya lebih dari sekali. Hurlock (1998) menyatakan mempunyai pasangan tetap tidak berarti harus melibatkan rencana untuk masa depan atau berjanji untuk menikah akan tetapi hal itu sering kali menyebabkan timbulnya alasan untuk melonggarkan nilai-nilai dengan diperbolehkannya dilakukan bentuk-bentuk perilaku seksual yang lebih lanjut. Sebagai buktinya, terdapat salah satu bentuk-bentuk perilaku seksual yang diterima misalnya, berciuman pada kencan pertama dan mulai bercumbu pada kencan-kencan berikutnya. Bagi remaja masa kini, berkencan-kencan dan mempunyai pasangan tetap, prosesnya dianggap terjadi lebih awal dibandingkan dengan remaja di masa lampau, mereka terlibat dalam keakraban seksual pada usia yang lebih muda dan bersenggama sudah biasa bagi remaja yang mempunyai pasangan tetap.

Bersenggama atau melakukan hubungan seksual untuk pertama kalinya, tidak selalu diawali dengan permintaan lisan tetapi dengan stimulasi atau rangsangan langsung yang merupakan bagian dari perilaku seksual terhadap pasangan. Pasangan yang awalnya menolak pada akhirnya bersedia dan menjadi mau melakukannya karena berada dalam keadaan terangsang. (Hanifah, 2002). Sebagaimana yang diungkap oleh Prily (nama samaran) yang berusia 16 tahun berikut ini :

”Ya... mau gimana lagi yah... soalnya kemaren tu lagi sepi dirumahnya... trus... bisa dibilang kebawa sikon (situasi kondisi)... duduknya deket-deket... trus... mulai dipegang-pegang... sampe-sampe aku gak kuat lagi kak...ya udah... mau ajalah aku nge-seks sama pacarku itu...”

(3)

terbuai rayuan pacar, butuh kasih sayang, terpengaruh budaya atau gaya hidup bebas, takut kehilangan pacar, terlanjur sayang dengan pacar, dan tidak sadar sepenuhnya. Sebagaimana yang diungkap oleh Prily (nama samaran) yang berusia 16 tahun berikut ini :

”Sebenernya...Prily agak-agak takut sih kak awal-awalnya...cuman karena dibujuk-bujuk sama pacar Prily..katanya dia...gak sayang...gak cinta kalo gak buat kayak gitu...jadi ya Prily takut aja pacar Prily putusin Prily kalo Prily gak turutin maunya dia buat ML (Making Love)...”

(Komunikasi Personal, Medan, 04 April 2008) Pada masa pacaran terdapat berbagai perilaku yang ditampilkan oleh para remaja untuk menunjukkan rasa cinta masing-masing, baik dalam tingkah laku yang sangat banyak berkorban dalam hal apapun untuk memenuhi keinginan pasangan mereka dalam perkataan maupun tindakan, termasuk didalamnya melakukan aktivitas seksual (Saumiman, 2005).

Fenomena melakukan berbagai aktivitas seksual dalam pacaran ini semakin marak, hal ini disebabkan oleh globalisasi informasi, salah satunya terlihat dari semakin berkembangnya teknologi di bidang komunikasi dan informasi yang memungkinkan terjadinya pertukaran nilai-nilai dari berbagai budaya serta gaya hidup dari berbagai tempat di dunia. Termasuk kebiasaan dan batas-batas dalam menjalin hubungan dengan pacar yang tidak sesuai dengan budaya timur yang identik dengan kesopanan(Yuliandini, 2006).

Teknologi berfungsi sebagai sarana pemberi informasi, pemberi identitas pribadi, sarana intergrasi, interaksi sosial dan sebagai sarana hiburan (Hidayat, 2006). Oleh karena itu kemajuan dalam teknologi berkomunikasi merupakan sesuatu yang patut disyukuri, sebab berbagai pemenuhan kebutuhan hidup manusia menjadi lebih mudah. Pada dasarnya, teknologi membawa implikasi positif dalam sejarah kehidupan manusia, bahkan kemajuan teknologi menjadi bukti perkembangan kemampuan manusia untuk menggunakan nalar dan pikirannya dalam mengelola alam dan potensi diri manusia itu sendiri, serta tergabung dalam masyarakat modern yang menurut Denis McQuail ditandai oleh individu yang menghabiskan sebagian besar waktu untuk bertukar informasi dengan media komunikasi dan pemakaian teknologi seperti telepon dan komputer (Raharjo, 2007).

(4)

pengetahuan dan teknologi yang tidak tercapai, namun penyalahgunaan rekayasa teknologi itu sendiri akan membuat hidup manusia semakin sulit bahkan tidak terkendali (Raharjo, 2007).

Data statistik menunjukkan tidak kurang dari 3 juta orang di Indonesia sekarang sudah menggunakan handphone sebagai alat komunikasinya. Sepertiganya telah menggunakan handphone keluaran terbaru yang menggabungkan kemampuan fotografi dan videografi. Maka tumbuhlah sebuah komunitas baru, para pemakai handphone yang menggunakan fungsi lain, lebih dari sekedar untuk menelpon dan berkirim pesan. Kini mereka menjadi pemakai, penikmat dan pelaku pembuatan tayangan audio visual dengan menggunakan fasilitas teknologi terkini yang terdapat di dalam handphone. Tumbuh dan berkembangnya teknologi handphone mempermudah setiap orang untuk mengekspresikan rasa seni dan eksplorasi peralatan audio visual yang murah meriah, ringan dan instan. Setiap pemakai handphone, mendadak ikut serta berkarya membuat apa saja atas nama seni instan. Membuat berbagai macam dokumentasi, memotret apa saja hingga kecenderungan untuk hal-hal lain yang kadang menyimpang (Sony, 2007).

Fenomena ini yang sekarang menjadi trend di kalangan remaja berstatus pelajar. Sebagaimana diungkapkan sejumlah media massa, banyak pelajar yang sudah menggunakan handphone dengan berbagai fasilitas canggih di dalamnya untuk hal-hal yang tak wajar. Salah satunya berhubungan dengan pembuatan dan penyebarluasan gambar-gambar dan video porno, pernyataan ini didukung oleh fakta dan data di lapangan tentang meledaknya pornografi di Indonesia yang sudah semakin mengkhawatirkan. Indikator mengkhawatirkan dapat dilihat dari jumlah penyebaran materi pornografi yang dikemas menjadi industri fotografi, film, mini video dan lain sebagainya. Industri film dengan kemasan pornografi yang kental, ditenggarai telah menjadi pemicu suatu budaya menonton materi serba porno (Apriyanti, 2007).

Berdasarkan hasil riset seorang pemerhati perilaku seksual Dr. Andik Wijaya terhadap 202 remaja di kota Malang pada september 2001, diketahui data-data sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil Riset Perilaku Seksual Remaja di Malang

NO KETERANGAN JUMLAH

1 Remaja terlibat materi-materi pornografi 93%

2 Pernah melihat materi berbau pornografi 82%

3 Sering melihat materi berbau pornografi 10%

4 Setiap hari melihat materi pornografi 1%

5 Remaja memilih perilaku seks bebas 12 %

6 Pernah melakukan hubungan seks sebelum

menikah

15%

7 Remaja yang sudah bertunangan telah

melakukan hubungan seks sebelum menikah

100%

(5)

Dari data di atas terlihat persentase yang hampir seimbang antara remaja yang kecanduan pornografi (10%) dengan remaja yang setuju perilaku seks bebas (12%), bahkan persentase perilaku seks bebas sebelum menikah lebih besar lagi, 15%. Dari 15% pelaku seks bebas sebelum menikah, dua pertiganya (10%) respondennya sangat terkait dengan hobi mengkonsumsi pornografi (Nusantari, 2005).

Terdapat sejumlah penelitian yang dilakukan terhadap para remaja yang mendukung data diatas, seperti survei yang dilakukan oleh Synovate Research tentang perilaku seksual remaja di 4 kota, yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan, pada September 2004. survei ini mengambil 450 responden dari 4 kota tersebut dengan rentang usia 15-24 tahun. Hasil dari survei tersebut dipaparkan lebih jelas dalam tabel di bawah ini :

Tabel 2. Hasil riset dari Synovate Research tentang perilaku seksual remaja NO KETERANGAN JUMLAH

1 Remaja yang memiliki

pengalaman seksual di usia 16-18

tahun

Kasus generasi muda Indonesia yang terjebak pengaruh kultur pornografi ini juga muncul ke permukaan satu persatu. Kasus ‘Bandung Lautan Asmara’, ‘Lombok Lautan Asmara’, atau kasus ‘Medan Membara’ hingga klip singkat ’Pamer Dada’ pelajar SMP yang beredar melalui telepon genggam (Bakuama, 2006). Setelah Bandung Lautan Asmara, Lombok Membara dan Medan Membara, adegan rekaman porno ABG yang diperankan pelajar SMU dari Pekanbaru mencuat ke permukaan dari berita media cetak dan media elektornik. Mulanya via handphone ke handphone di lingkungan sekolah, namun lambat laun menyebar hingga sampai ke situs porno (Basri, 2006). Tahun 2001 dunia pendidikan di Pekanbaru juga terkesima oleh adegan pornografi tersebut. Dua pasangan yang dimabuk asmara melakukan adegan porno yang direkam melalui kamera telepon genggam. Rekaman yang berdurasi sekitar 27 detik ini memperlihatkan adegan hubungan seksual yang selayaknya dilakukan oleh suami istri. Rekaman ini dibagi ke dalam 2 sesion. Sesion pertama berdurasi 13 detik sedangkan sesion ke dua berdurasi 14 detik (Basri, 2006).

(6)

dan cemas, sedangkan aktor pria terlihat memaksa untuk melakukan hubungan seks sesegera mungkin. Rekaman ini juga menjadi mini video seks pertama di Indonesia yang dibuat dengan visualisasi kekerasan (Sony, 2007).

Tercatat hingga akhir tahun 2006 angka koleksi video porno handphone di internet buatan Indonesia yang beredar di masyarakat jumlahnya mencapai 500 lebih dan 90% yang melibatkan pelajar SMA dan mahasiswa. Video-video yang beredar ada beberapa kategorinya. Pertama, memang dibuat dan diedarkan dengan sengaja oleh pelakunya. Kedua, berupa dokumentasi pribadi yang diedarkan tanpa sepengetahuan pembuatnya. Ketiga adalah video yang dibuat dan diedarkan tanpa sepengetahuan pelakunya (Apriyanti, 2007). Selain itu jenis video pornografi dilihat berdasarkan pelakunya juga bermacam-macam, dari pasangan selingkuh, sex party, kejahatan dan perkosaan, homoseksual dan lesbian, dan sepasang remaja yang sedang berpacaran (Sony, 2007). Indonesia sendiri tercatat sebagai negara surga pornografi dan pornoaksi terbesar ke-3 di dunia setelah Rusia dan Scandinavia (Nusa, G, 2006). Bagi publik negeri ini, Pornografi (tulisan, gambar, dan lain sebagainya) atau pornoaksi (perbuatan memamerkan anggota tubuh yang digelar dan ditonton secara langsung) selalu jadi tema hangat. Namun, semua hal tersebut seperti lingkaran, yang tidak bisa dikenali pangkal dan ujungnya, namun rasa ketakutan akan semakin meluasnya kasus-kasus penyalahgunaan teknologi menjadi sebuah kenyataan pahit (Bakuama, 2006).

Hal ini didukung oleh semakin tingginya jumlah pengguna handphone di Indonesia yang tidak dibarengi dengan kesadaran moral dan etika untuk tidak menyalahgunakan teknologi sebagai alat untuk membuat tayangan pornografi. Salah satu dari para pengguna yang menyalahgunakan teknologi tersebut menjelaskan beberapa hal yang mendorong mereka membuat tayangan porno tersebut, salah satunya berawal dari perbuatan iseng yang kemudian berkembang menjadi suatu kecerobohan (Bakuama, 2006). Hal ini terungkap saat penulis melakukan komunikasi personal dengan Gigo (nama samaran), seorang pelajar putri berusia 17 tahun (bulan Maret 2008) :

”ehm...buat rekaman-rekaman gitu...kenapa...bisa dibilang iseng kali ya kak...tadinya sih asik-asik aja. Soalnya aku sama pacarku enjoy ngebuatnya...biar pacaran kerasa beda...he he...”

(Komunikasi Personal, Medan, 27 Maret 2008)

(7)

hubungan seks mereka menggunakan handphone hanya karena iseng, sebagai manifestasi hubungan cinta mereka. Alasan lain yang menggambarkan mengapa anak muda Indonesia nekat memutuskan untuk melakukan penyalahgunaan teknologi dan membuat video porno adalah karena rasa sayang yang berlebihan kepada pacar (Sony, 2007).

Meskipun fenomena mini video pornografi pelajar saat ini sedang menjadi trend, tidak semua remaja memiliki pemikiran yang sama. Hal ini didukung dengan pernyataan salah satu responden yang memutuskan tidak melakukan perekaman saat responden dan pacarnya melakukan hubungan seksual. Adapun pernyataan responden bernama Sheila (nama samaran), seorang pelajar putri berusia 16 tahun (bulan Mei 2008) yang terungkap saat penulis melakukan komunikasi personal adalah :

”Buat Sheila sih....ngerekam-ngerekam kek gitu bahaya banget...kalo kesebar gimana? Kalo sampe masuk internet...trus beredar disekolah...belon lagi kalo ketauan mami papi? Belun lagi udah dosa ngelakuin kek gitu ditambah lagi direkam...ada bukti lah jadinya...wah...bisa mati Sheila kak...jadi...waktu itu Sheila bilang aja Sheila malu kalo direkam...jadi...gak mau...

(Komunikasi personal, Medan 19 Mei 2008)

Proses pengambilan keputusan membuat mini video pornografi pada remaja yang berpacaran menarik untuk diteliti, karena setiap hari baik sadar ataupun tidak kita membuat banyak keputusan. Kebanyakan dari keputusan yang kita buat adalah keputusan yang dianggap tidak begitu penting, misalnya apa yang akan kita makan sewaktu sarapan, baju apa yang akan kita pakai untuk tidur dan lain sebagainya. Tetapi disisi lain, keputusan untuk membeli mobil, rumah atau memilih pekerjaan adalah keputusan-keputusan yang termasuk penting. Membuat keputusan merupakan suatu hal yang sulit dilakukan karena beberapa pilihan biasanya melibatkan banyak aspek, dan sangat jarang satu pilihan terbaik dapat mencakup semua aspek yang diinginkan (Eysenck & Keane, 2001).

Pengambilan keputusan didefinisikan oleh Shull, Delbecq & Cummings sebagai suatu kesadaran dalam proses manusia, menyangkut individu dan fenomena sosial, berdasarkan hal-hal yang fakta dan aktual yang menghasilkan pilihan dari satu aktivitas perilaku yang berasal dari satu atau lebih pilihan (Taylor, 1994). Pengambilan keputusan memiliki beberapa komponen seperti yang dipaparkan oleh Martin Starr (dalam Syamsi, 1995) yaitu : Memiliki tujuan, tujuan harus ditegaskan dalam pengambilan keputusan. Apa tujuan pengambilan keputusan itu. Identifikasi Alternatif, untuk mencapai tujuan tersebut, perlu dibuat beberapa alternatif yang nantinya akan dipilih salah satu yang dianggap paling tepat. Faktor yang tidak dapat diketahui sebelumnya, keberhasilan pemilihan alternatif itu baru dapat diketahui setelah keputusan dilaksanakan, salah satu yang mempengaruhinya adalah uncontrollable events pada masa yang akan datang yang tidak dapat diketahui dengan pasti. Dibutuhkan sarana untuk mengukur hasil yang dicapai, masing-masing alternatif perlu disertai akibat positf dan negatifnya, termasuk sudah diperhitungkan didalamnya

(8)

Pengambilan keputusan sendiri meliputi suatu proses ataupun tahapan. Dunn (dalam Syamsi, 1995) menyatakan lima tahapan pengambilan keputusan, yaitu: Policy Problems, mengambil keputusan pada tahap ini berarti perlu menggunakan metode perkiraan yang akan menghasilkan pilihan-pilihan keputusan untuk memecahkan masalah. Pilihan-pilihan keputusan tersebut berisi tentang perkiraan mengenai akibat dan konsekuensi baik positif atau negatifnya. Policy

Alternatives, pada tahap ini pengambil keputusan memilih satu diantara pilihan-pilihan keputusan

yang tersedia, yang dianggap paling tepat untuk memecahkan masalah itu. Policy Action, pada tahap ini diperlukan pemantauan agar jangan sampai berlarut-larut jika ternyata pilihan yang dipilih dan diputuskan itu kurang tepat. Policy Outcomes, Pada tahap ini perlu diadakannya evaluasi dengan menggunakan cara yang tepat, jika ternyata hasil evaluasi menunjukkan bahwa hasil pelaksanaan pilihan kurang tepat maka kembali pada tahap Policy Alternatives untuk mengambil pilihan yang lainnya. Policy Performance, pada tahap ini dilakukan penyusunan dan perumusan masalah. Ini berarti bahwa dari hasil yang telah dicapai atas keputusan yang telah diambilnya kemudian untuk memecahkan masalah yang sama dengan situasi yang sama perlu dirumuskan dan disusun terlebih dahulu dengan jelas permasalahan yang sebenarnya.

Sedangkan menurut Janis (1987) Tahapan ataupun proses pengambilan keputusan tersebut meliputi lima hal yaitu : Appraising the Challenge, Surveying Alternatives, Weighing Alternatives,

Deliberating About Commitment, Adhering Despite Negative Feedback yang akan dipaparkan lebih

lengkap pada bab 2.

Berangkat dari pemaparan di atas peneliti tertarik dan memfokuskan arah penelitian ini berdasarkan satu kasus yang terjadi di Medan pada Desember 2007 yang melibatkan pasangan remaja yang sedang berpacaran Prily dan Gigo (nama samaran). Sekitar 8 (delapan) bulan yang lalu, tepatnya bulan September 2007 Prily dan Gigo memutuskan untuk meningkatkan keintiman diantara mereka dengan merubah status mereka dari teman menjadi pacar. Secara gamblang mereka memaparkan mereka sangat enjoy dalam menjalani hubungan tersebut, berbagai aktifitas layaknya remaja lainnya mereka lakukan, mulai dari menghabiskan waktu bersama makan dikantin, ’nongkrong’ ditaman sekolah seusai jam sekolah, jalan ke mal sampai ’ngapel’ saat malam minggu tiba (Komunikasi Personal, Medan 29 Mei 2008).

(9)

Dilakukannya seluruh aktifitas seksual tersebut tidak begitu saja membuat pasangan remaja ini puas, mereka terus mengeksplorasi hal apa lagi yang bisa membuat pacaran mereka terasa lebih ’menyenangkan’ dan ’berbeda’. Dorongan tersebut akhirnya sampai pada pemikiran Gigo saat usia pacaran mereka 3 (tiga) bulan untuk mengajak Prily merekam akitivitas mereka saat berhubungan seksual, puncaknya adalah tersebarnya rekaman berorientasi seksual tersebut dikalangan teman Gigo dan Prily melalui perantara handphone hingga situs porno yang ada di internet (Komunikasi Personal, 29 Mei 2008).

Banyak hal yang sangat mungkin terjadi pada remaja yang berpacaran, salah satunya ketertarikan pada aktifitas seksual baru berupa keputusan untuk melakukan perekaman saat melakukan aktifitas seksual dengan handphone seperti kasus di atas dengan salah satu tujuan, memberi dampak berbeda pada hubungan pacaran tersebut. Bagi sebagian pasangan terdapat sesuatu yang dirasakan dapat merubah hubungan, namun sebagian lagi ada yang merasa tidak akan terjadi perubahan apapun, namun ada juga yang merasa bahwa hubungan pacaran tersebut bisa saja berakhir (Caroll, 2005). Peneliti berharap akan dapat tergali lebih banyak lagi mengenai fenomena pembuatan mini video pornografi pada remaja yang berpacaran seperti perilaku pacaran pada remaja yang memiliki mini video pornografi, tahapan pembuatan mini video pornografi, motif pembuatan, faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan mini video, proses pengambilan keputusan membuat mini video, yang dapat menambah informasi dan menjadi sesuatu yang bermanfaat.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah penelitian ini adalah : bagaimana proses pengambilan keputusan membuat mini video pornografi.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memperoleh pemahaman mengenai bagaimana proses pembuatan mini video pornografi pada remaja yang berpacaran.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis penelitian ini adalah untuk menambah khasanah dalam pembelajaran mengenai proses pembuatan mini video pornografi pada remaja yang berpacaran dan memberi sumbangan bagi ilmu psikologi khususnya Psikologi Sosial.

2. Manfaat praktis

Manfaat praktis penelitian ini diharapkan dapat :

(10)

kemungkinan munculnya berbagai bentuk perilaku dalam pacaran yang mengarah pada pemanfaatan untuk kepentingan pornografi yang ada dalam hubungan pacaran.

2. Pihak-pihak yang terkait seperti pasangan remaja yang sedang berpacaran, orang tua, pihak sekolah dapat melakukan antisipasi ketika indikasi perilaku muncul sehingga dapat mencegah munculnya hal-hal yang bersifat pornoaksi yang melibatkan remaja.

3. Menjadi acuan bagi yang tertarik dengan fenomena mini video pornografi pada remaja yang berpacaran.

E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disajikan dalam beberapa bab dengan sistematika penelitian sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan

Bab I berisi tentang uraian singkat mengenai latar belakang masalah, pertanyaan

penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penelitian. BAB II : Landasan Teori

Bab II berisi uraian teori yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori-teori tentang pengambilan keputusan yang terdiri dari definisi, proses pengambilan keputusan, pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Teori pornografi dan pornoaksi yang terdiri dari definisi, kategori mini video pornografi serta alasan mengapa remaja membuat mini video porno. Teori remaja dan pacaran.

BAB III : Metode Penelitian

Bab III berisi uraian yang menjelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan, partisipan penelitian, lokasi penelitian, prosedur pengambilan partisipan, metode pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data, prosedur penelitian.

Bab IV : Analisa Data dan Hasil Analisa Data

Bab ini menguraikan mengenai data pribadi partisipan, data observasi, data wawancara yang berupa analisa data dan hasil analisa data perpartisipan yang meliputi faktor-faktor yang memicu munculnya aktifitas seksual, bentuk-bentuk aktifitas seksual, proses pengambilan keputusan pembuatan mini video pornografi, faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan dan alasan mengapa remaja membuat mini video pornografi.

(11)

PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBUATAN MINI VIDEO

PORNOGRAFI PADA REMAJA YANG BERPACARAN

(Studi Kasus Pada Sepasang Remaja SMU di Kota Medan)

Skripsi

Guna Memenuhi Persayaratan

Sarjana Psikologi

Oleh :

INDIH ROZA PRIMADIYANTI LUBIS

041301020

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(12)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah segala puji penulis panjatkan ke-hadirat Allah SWT, karena atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya penulis dapat merampungkan skripsi ini serta salawat beriring salam atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp. A (K) selaku Dekan Fakultas Psikologi USU.

2. Ibu Dra. Rika Eliana, M. Si selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar, telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan memberikan petunjuk, saran, semangat untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Ibu Prof. Dr. Irmawati, M. Si sebagai pembimbing akademis, Bapak Ari Widiyanta, S.Psi. Psi. M.Psi dan Ibu Ridhoi Meilona Purba, M. Si sebagai penguji seminar, terima kasih untuk masukan, saran, kesempatan dan waktunya.

4. Keluarga besar Psikologi USU. Pak Iskandar, Pak Aswan, Kak Ari, Kak Devi, Bang Ronal dan Kak Ade. Terima kasih untuk waktu serta jawaban-jawaban ketika saya bertanya.

5. Keluarga besar tersayang khususnya untuk Papa Ir. Hendi Ramon Roza Lubis, MM dan Mama Toty Suhariyanti yang telah mengizinkan saya lahir dan memberikan dukungan serta kepercayaan untuk dapat mengecap kerasnya kehidupan. Adik-adikku Suci (si cuek), Dinda (si tomboi, bawel, temen curhat dan berantem, judes semua buat dia) dan Hafiz (si hitam penakut dan longoh teruskan mimpi kakakmu jadi entertainer dan broadcaster sejati). Keluarga Johor, Alm. Mbah Kakung, Mbah (terima kasih buat pertanyaan kapan saya tamat), T`dang (terima kasih untuk sindirannya), T`by (terima kasih untuk subsidi pulsa, tempat curhat saat sedang kesal), Neobin (Gaia dan Barney yang membuat bosan dan tingkahnya menghadirkan tawa), T`Ny, T`Pa, Bu`de Nining, Wa`Ismet, Om Paul, Om Ipul, Om Riza, Lisa, Rizka, Farhan, Liby, Nabila, Manda, Uti, Fikri, Alya dan Alm. Bintang. Keluarga Utama, Atok dan Nenek (terima kasih atas nasehat yang selalu di berikan), T`Bebi, Om Ben, Om Emil, T`Yoyo, T`Popi, T` Upah, Wa` Bahren, Tete, Wak Gadang, Fira dan Ozan (tetep semangat ya) serta Fadlan. Keluarga Sumarsono, Opa dan Oma, Om Roni dan T`Wulan.

6. Harry Agus Perdana, S. Stp terima kasih atas segala bentuk omelan, celaan, gangguan-gangguan, masalah buat diberantemin, cinta, dukungan, kesetiaan, perhatian serta pengertian sehingga saya dapat tertawa melepaskan penat melewati segala rintangan dalam penulisan skripsi ini.

(13)

yang kita lalui bersama semoga persahabatan ini kekal abadi selamanya. Teman-teman seperjuangan angkatan 2004, Bima, Rayez, Asroni, Yuliana, Bo-Kris, Stefani, Johan, Zoel, Sugi, Hotpascaman, Agnes, Yolanda dan masih banyak lagi yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas perhatian, saran, kritik, bantuan secara fisik maupun psikologis yang sangat berarti bagi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Para Angkatan senior Psikologi, Bang Iksan, Bang Fero, kak kiki, kak Dwi, Kak Juli Kak Nina, kak Jube, kak Rima, Kak Nela, Bang Bobby yang telah bersedia mendengarkan keluh kesah penulis serta memberikan masukan bagi skripsi.

9. Teman-teman angkatan 2005, Anthony, Andry, Hanan, Geo, Ujek, Stevie, Sevieria, Acid, Eno, Indy, Mitha, Haryo. Angkatan 2006 sarah dan Rizky serta angkatan 2007 Iksan dan Ali. Terima kasih atas waktu dan perhatian yang diberikan untuk menenangkan hati serta menyemangati saya meneruskan skripsi ini.

10. Saudaraku, Endy (terima kasih sepatunya), B`Toey (terima kasih curhat gratisnya), B`Ary Flashter (terima kasih buat judulnya), Abdi FK Methodist dan Wanda FE UISU (terima kasih atas bantuannya), B`Bosek, Ibam, Yudi, B`Memet, yang rela meluangkan waktunya dan memberikan segelas Milo O-Ice di killiney untuk membantu melewati masa stres yang luar biasa dalam proses penyelesaian skripsi ini, B`Dody (maaf atas segala sikap yang telah terbuat yang kurang berkenan di hati), B`Odil (kurangin nyontek lewat SMS-nya ya abangku), Heru (si jaim), Keluarga besar Harry Agus Perdana (tante dan Om akhirnya si halus lulus), B`Endank, B`Hendra, B`Ary, Fitrah yang selalu setia dilorong penuh derita yang membuat motivasi bertambah karena karaokean pake gitar kopong (lagu wajib-D`massive...hahaha). FK UISU crew, Geo, Udaq, Diponk, Ewin, Iir, Kiki, Citra dan Feel My

pain.

11. Partisipan penelitian ini Prily dan Gigo yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membantu penyelesaian penelitian. Prily harus percaya kalau banyak cinta untukmu serta terima kasih atas segala kisah yang membuat saya terharu, Gigo harus percaya kalau Bunda sayang dan menginginkan yang terbaik untuk Gigo.

12. Instrumen yang melengkapi penelitian ini laptopku tercinta (jangan kena virus lagi ya), MP3 (miss independent-Neyo, I`m Yours-Jason Mraz, Dewi-Alexa,) terima kasih telah menemani dan mengisis di setiap kesempatan, Waroeng 99, Killiney, QQ, Fountaine dan kedai 24 yang menjadi tempat persinggahan ketika hati ini gundah.

(14)

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan penelitian ini serta penulis berharap kiranya hasil dari penelitan ini nantinya dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu psikologi

Medan, Desember 2008

Penulis,

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 16

C. Tujuan Penelitian ... 16

D. Manfaat Penelitian ... 16

1. Manfaat teoritis ... 16

2. Manfaat praktis ... 16

E. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengambilan Keputusan ... 20

1. Definisi pengambilan keputusan ... 20

2. Proses pengambilan keputusan... 21

3. Pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan... 24

B. Pornografi dan Pornoaksi ... 26

(16)

2. Mini video pornografi ... 28

3. Alasan mengapa remaja membuat mini video porno ... 27

C. Remaja dan Pacaran ... 29

D. Paradigma Penelitian ... 32

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Kualitatif ... 40

B. Partisipan dan Lokasi Penelitian ... 44

1. Partisipan penelitian ... 44

a. Karakteristik partisipan ... 44

b. Jumlah Partisipan Penelitian ... 44

c. Prosedur Pengambilan Partisipan ... 45

d. Lokasi Penelitian ... 46

C. Metode Pengumpulan Data ... 46

1. Wawancara ... 46

2. Analisa Dokumen ... 47

D. Alat Bantu Pengumpulan Data ... 48

1. Alat Perekam (tape recorder) ... 48

2. Pedoman wawancara... 48

3. Lembar Observasi dan Catatan Partisipan ... 49

E. Kredibilitas (Validitas) Penelitian ... 49

F. Prosedur Penelitian ... 50

1 Tahap Persiapan Penelitian... 50

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 53

3. Tahap Pencatatan Data ... 55

(17)

BAB IV DESKRIPSI DATA DAN INTERPRETASI A. Partisipan I

1. Analisa Data... 53

a. Identitas Diri ... 53

2. Data Observasi ... 54

3. Data Wawancara ... 56

IV.A.2. Hasil Analisa Data ... 86

IV.B. Partisipan II IV.B.1. Analisa Data... 100

IV.B.1.1. Identitas Diri ... 100

IV.B.1.2. Data Observasi ... 101

IV.B.1.3. Data Wawancara ... 104

IV.B.2. Hasil Analisa Data ... 139

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN A. Kesimpulan ... 162

B. Diskusi ... 167

C. Saran... 172

1. Saran Praktis... 172

2. Saran Penelitian Lanjutan... 174

(18)

DAFTAR GAMBAR

(19)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Riset Perilaku Seksual Remaja di Malang ... 7 Tabel 2. riset dari Synovate Research tentang perilaku seksual remaja 100... 8 Tabel 3. Gambaran Umum Partisipan I ... 59 Tabel 4. Gambaran Umum Partisipan II ... 96 Tabel 5. Analisa Proses Pengambilan Keputusan Pembuatan Mini

Video Pornografi Partisipan I ... Tabel 6. Analisa Proses Pengambilan Keputusan Pembuatan Mini

(20)

DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN A

(21)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengambilan Keputusan

1. Definisi pengambilan keputusan

Menurut Terry (Syamsi, 1995) pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku dari dua alternatif atau lebih, tindakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi melalui pemilihan satu diantara alternatif-alternatif yang memungkinkan. Hal ini didukung oleh pernyataan Siagian (dalam Syamsi, 1995) bahwa pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.

Shull, Delbecq & Cummings (dalam Taylor, 1994) mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai suatu kesadaran dalam proses manusia, menyangkut individu dan fenomena sosial, berdasarkan hal-hal yang fakta dan aktual yang menghasilkan pilihan dari satu aktivitas perilaku yang berasal dari satu atau lebih pilihan.

Definisi di atas senada dengan pernyataan Morgan (1986) bahwa pengambilan keputusan merupakan salah satu jalan dari penyelesaian masalah dimana kita dihadapkan dengan berbagai pilihan yang harus kita pilih. Menurut Baron & Byrne (2005) pengambilan keputusan merupakan tindakan menggabungkan dan mengintegrasikan informasi yang ada untuk memilih satu dari beberapa kemungkinan tindakan.

Dari pengertian-pengertian tentang pengambilan keputusan di atas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah tindakan yang diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan, dengan memilih berbagai alternatif yang tersedia dengan penentuan yang matang dengan tujuan menyelesaikan suatu permasalahan.

2. Proses pengambilan keputusan

Janis (1987) mengemukakan lima tahapan dalam mengambil keputusan, yaitu:

1. Appraising the Challenge

(22)

Pemahaman yang baik akan tantangan yang dihadapi penting, agar pengambil keputusan terhindar dari asumsi-asumsi yang salah atau sikap terlalu memandang remeh masalah yang kompleks.

2. Surveying Alternatives

Ketika individu telah percaya diri (yakin) dalam menentukan kebijakan yang dipilih, maka individu akan mulai memfokuskan perhatian pada satu atau lebih pilihan. Menerima permasalahan, individu mulai mencari pilihan-pilihan tindakan yang akan dilakukan di dalam memorinya, mencari saran dan informasi dari orang lain mengenai bagaimana cara untuk mengatasi ancaman tersebut. Individu biasanya mencari saran dari apa yang diketahui orang yang ia kenal baik dan menjadi lebih perhatian pada informasi yang berkaitan pada media massa. Individu lebih menaruh perhatian pada rekomendasi berupa saran-saran untuk menyelesaikan permasalahan, meskipun saran tersebut tidak sesuai dengan keyakinannya sekarang ini.

3. Weighing Alternatives

Individu yang mengambil keputusan pada tahap ini melakukan proses pencarian dan evaluasi dengan teliti, berfokus pada mendukung atau tidaknya pillihan-pilihan yang ada untuk menghasilkan tindakan terbaik. Dengan waspada individu membicarakan keuntungan dan kerugian dari masing-masing pilihan hingga individu tersebut merasakan percaya diri dan yakin dalam memilih satu yang dinilai objektif. Individu berusaha memilih alternatif yang terbaik di antara pilihan alternatif yang tersedia baginya. Ia mempertimbangkan keuntungan, kerugian serta kepraktisan dari tiap-tiap alternatif hingga ia merasa cukup yakin untuk memilih satu alternatif yang menurutnya paling baik dalam upayanya mencapai tujuan tertentu. Adakalanya saat ia mempertimbangkan alternatif-alternatif secara bergantian, ia merasa tidak puas dengan semua alternatif yang ada. Ia menjadi stress dan dapat kembali ke tahap dua.

4. Deliberating About Commitment

(23)

5. Adhering Despite Negative Feedback

Banyak keputusan memasuki periode ”Honeymoon”, dimana pengambil keputusan sangat bahagia dengan pilihan yang ia ambil dan menggunakannya tanpa rasa cemas. Tahapan kelima ini menjadi setara dengan tahapan pertama, dalam rasa dimana masing-masing kejadian atau komunikasi yang tidak diinginkan membangun negative feedback yang merupakan sebuah permasalahan potensial untuk mengambil kebijakan yang baru. Tahap kelima menjadi berbeda dengan tahap pertama dalam kejadian ketika sebuah masalah sangat berpengaruh atau sangat kuat dan memberikan respon postitif pada pertanyaan pertama, fokus pada resiko serius ketika tidak dibuat perubahan, pengambil keputusan hanya tergoncang sesaat meskipun permasalahan lebih ia pilih diselesaikan dengan keputusan sebelumnya.

3. Pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.

Pengambilan keputusan melibatkan pertimbangan-pertimbangan. Menurut Janis & Mann (1987) pertimbangan-pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan dapat dibagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu :

1. Pertimbangan-pertimbangan Utilitarian

Merupakan pertimbangan yang berhubungan dengan manfaat dari suatu keputusan. Pertimbangan ini terdiri dari :

a. Pertimbangan keuntungan dan kerugian bagi diri sendiri, didalamnya mencakup antisipasi pengaruh keputusan terhadap kesejahteraan pribadi pengambilan keputusan.

b. Pertimbangan keuntungan dan kerugian bagi orang lain, termasuk hal-hal yang diantisipasikan akan berpengaruh terhadap orang lain atau significant others.

2. Pertimbangan-pertimbangan Nonutilitarian Pertimbangan ini terdiri dari :

a. Penerimaan dan penolakan dari diri sendiri.

Emosi/perasaan dan harga diri termasuk di dalamnya. b. Penerimaan dan penolakan dari orang lain.

Kritik atau penghargaan yang akan diberikan oleh orang lain sehubungan dengan alternatif yang dipilih.

Pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas mempengaruhi proses pengambilan keputusan yan dilakukan serta aternatif yang akan dipilih oleh pengambil keputusan. Selain pertimbangan-pertimbangan di atas, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan yaitu :

(24)

Pada pengambilan keputusan yang bersifat pribadi, proses pengambilan keputusan tidak hanya menuntut kerja dari aspek kognitif semata, namun berkaitan juga dengan lingkungan dan konteks saat keputusan itu dibuat..

2. Pentingnya keputusan yang dibuat

Ada keputusan-keputusan yang dianggap kurang penting yang hanya membutuhkan sedikit pemikiran, sebaliknya ada keputusan-keputusan yang dianggap penting yang membutuhkan pemikiran yang aktif untuk mencapai hasil yang memuaskan bagi pengambil keputusan. Suatu keputusan dianggap penting karena berbagai alasan, diantaranya adanya biaya tinggi atau konsekuensi dari keputusan tersebut berdampak jangka panjang. Selain itu, keputusan juga dianggap penting jika keputusan tersebut berhubungan dengan opini tertentu atau nilai-nilai emosional tertentu dari pengambil keputusan. Penting tidaknya suatu keputusan berpengaruh terhadap keterlibatan (involvement), hal ini berkaitan erat dengan motivasi yang dimiliki seseorang yang juga mempengaruhi usaha kognitif yang dilakukan seseorang untuk memecahkan permasalahan serta strategi yang digunakan dalam pengambilan keputusan.

3. Tekanan (stres)

Tekanan-tekanan yang berupa keterbatasan waktu, tanggung jawab yang berlebihan, kekurangan atau kelebihan informasi serta adanya ancaman sosial atau ancaman fisik dapat menimbulkan stres dan dapat mempengaruhi kualitas keputusan yang dibuat.

4. Preferensi dan nilai-nilai

Suatu keputusan sangat ditentukan oleh preferensi dan nilai-nilai yang dipegang oleh pengambil keputusan. Kedua hal ini terutama akan mengarahkan pengambil keputusan dalam menentukan alternatif tindakan yang dipilihnya.

5. Waktu

Waktu dan sumber daya yang dimiliki oleh pengambil keputusan akan mempengaruhi proses pengumpulan informais dan penelusuran alternatif-alternatif.

B. Pornografi dan Pornoaksi

1. Definisi pornografi dan pornoaksi

Thomas Bombadil (2007) menyebutkan pornografi adalah segala bentuk tindakan melihat orang lain sebagai sesuatu yang digunakan untuk mendapatkan kepuasan seksual. Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi, Pasal 1 menyatakan Pornografi adalah substansi dalam media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan-gagasan yang mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika.

(25)

Greek word pornographia bahwa pornografi adalah tulisan atau gambar yang berbau prostitusi

(Larson, 2007)

The Council of Europe mendefinisikan pornografi sebagai segala bentuk materi audio visual

dalam konteks seksual. International Criminal Police Organisation (INTERPOL) delegates mendefinisikan pornografi sebagai bentuk gambaran dari eksploitasi seksual, yang berfokus pada perilaku seksual atau alat kelamin.

Menurut Family English Dictionary karya Collin, pornografi adalah tulisan-tulisan, gambar atau film yang didisain untuk keperluan kepuasan atau kesenangan seksual. Pendapat ini didukung oleh Risman (2007) yang mendedinisikan pornografi meliputi gambar atau tayangan naked/nudity (ketelanjangan), orang yang berbusana tidak pantas/minim, situasi seksual, kissing, touching antar lawan/sejenis, dan humor porno.

Risman menambahkan pornografi merupakan hasil dari tindakan pornoaksi, dimana pornoaksi merupakan tindakan melakukan eksploitasi seksual. Lebih lanjut pornoaksi menurut Risman (2007) adalah perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan dan/atau erotika dimuka umum maupun melalui sarana seperti media cetak dan elektronik.

The President`s Commission on Obscenity and Pornography (Coleman & Cressey, 1998) menyatakan bahwa pornoaksi merupakan kegiatan mengekploitasi material dan informasi erotis mengenai seks dan hiburan. Pernyataan tersebut didukung oleh definisi pornoaksi dari Gagnes & Simon (dalam Julian & Kornblun, 2002) yaitu sebagai tindakan mengeksploitasi segala sesuatu hal yang berkaitan dengan kegiatan seksual yang bertujuan untuk meningkatkan rangsangan seksual. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka pornografi dapat diartikan sebagai segala bentuk materi baik audio, visual, dan audiovisual yang berada dalam konteks seksual berupa tulisan, gambar, tayangan yang berfokus pada alat kelamin dan perilaku seksual seperti kissing, touching antar lawan jenis maupun sesama jenis untuk keperluan kepuasan atau kesenangan seksual dan pornoaksi adalah perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan dan/atau erotika dimuka umum maupun melalui sarana seperti media cetak dan elektronik.

2. Mini video pornografi

Tumbuh berkembangnya teknologi handphone berkamera mempermudah setiap orang untuk mengekspresikan rasa seni dan eksplorasi peralatan audio visual yang murah, ringan dan instant. Teknologi yang tertanam dalam peralatan telepon terbagi menjadi beberapa tingkatan pemrosesan data dengan sandi G-Technology

(26)

GPRS. Mini video pornografi merupakan media yang paling banyak digunakan pelajar dan

mahasiswa untuk mengabadikan momen kebersamaan mereka dengan kekasihnya (Sony, 2007).

3. Alasan mengapa remaja membuat mini video porno

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Sony (2007) ditemukan beberapa alasan mengapa anak muda Indonesia membuat film porno, yaitu :

1. Iseng

Video porno dibuat atas dasar iseng, demi kepentingan dan kesenangan pribadi. 2. Rasa sayang berlebihan dengan alasan pengorbanan

Sebagian besar pasangan muda-mudi yang melakukan hubungan seks pranikah dan mendokumentasikan ekspresi seksual mereka memiliki alasan bahwa video seks yang dibuat adalah bukti cinta dan pengorbanan.

3. Komersial

Beberapa pelaku pembuat video porno bertindak atas nama uang. Sebagian besar pria melakukan hal tersebut untuk bisnis, mereka berusaha membujuk pasangannya agar bersedia direkam dengan tubuh telanjang dan menjual hasil rekaman tersebut ke situs-situs seks komersial. Sementara para wanita yang dibayar untuk rekaman video porno tersebut mengatakan bahwa mereka melakukan hal tersebut karena membutuhkan uang.

C. Remaja dan Pacaran

Menurut Erickson (dalam Santrock, 2003) pengalaman romantis pada masa remaja dipercaya memainkan peran yang penting dalam perkembangan identitas dan keakraban. Pacaran pada masa remaja membantu individu dalam membentuk hubungan romantis selanjutnya dan bahkan pernikahan pada masa dewasa.

Pacaran (dating) adalah metode yang diterima orang untuk bertemu orang-orang di seluruh dunia (Masland, 1997). Proses pacaran (dating) bertemu dengan orang untuk mencari kemungkinan memilih pasangan, bisa saja terlihat seperti proses yang biasa dan menyenangkan tetapi dalam kenyataannya merupakan persoalan serius. Pacaran (dating) berarti seseorang laki-laki dan seorang perempuan pergi keluar bersama-sama untuk melakukan berbagai aktivitas yang sudah direncanakan sebelumnya. (Baron & Byrne, 1997).

(27)

yang berbeda jenis kelaminnya untuk terikat dalam interaksi sosial dengan pasangannya yang tidak ada hubungan keluarga.

Berdasarkan hal diatas dapat disimpulkan pacaran adalah upaya mengenal karakter seorang yang dicintai, dilakukan dua orang yang berbeda jenis kelamin yang belum menikah dan tidak memiliki hubungan keluarga.

Pada masa pacaran terdapat berbagai perilaku yang ditampilkan oleh para remaja untuk menunjukkan rasa cinta masing-masing, baik dalam perilaku yang sangat banyak berkorban dalam hal apapun untuk memenuhi keinginan pasangan mereka dalam perkataan dan termasuk didalamnya melakukan aktivitas seksual (Saumiman, 2005).

Menurut Mc. Cabe & Cummins (dalam Caroll, 2005) remaja melakukan aktifitas seksual dengan berbagai alasan, studi penelitian membuktikan remaja pada abad 21 berpikir cinta dan seks berkaitan dengan komitmen saat menjalani hubungan intim. Adapun aktifitas seksual tersebut adalah :

1. Sexual Fantasies

Digunakan saat berada dalam dorongan seksual dan menggunakannya untuk menciptakan reaksi emosional untuk menciptakan situasi seksual. Penelitian mengungkapkan pria lebih sering menggunakan visual imagery dalam fantasi seksual mereka

2. Masturbation

Melakukan perangsangan pada daerah kemaluan pada diri sendiri ataupun daerah kemaluan pasangan untuk mencapai kenikmatan seksual.

3. Sexual Contact

a. Touching & Kissing

Bentuk aktifitas seksual ini adalah kontak seksual pertama yang akan diterima sebagai pasangan seksual.

b. Necking

Bentuk aktifitas seksual ini melibatkan aktifitas berciuman hingga ke bagian leher.

c. Petting

Bentuk aktifitas seksual ini dilakukan dengan menggesek-gesekkan alat kelamin ke kelamin pasangan.

d. Oral sex

Bentuk aktifitas seksual ini dilakukan dengan cara menstimulasi alat kelamin untuk mencapai kepuasan seksual. Biasa terjadi dengan menggunakan tangan ataupun mulut.

e. Sexual Intercourse

(28)

Pernyataan tersebut didukung oleh Imran (2000) dalam modul perkembangan seksualitas remaja yang mengatakan bahwa ada beberapa bentuk perilaku dalam berpacaran :

a. Berbincang-bincang

Seseorang dapat semakin mengenal lebih dekat pasangannya dan dapat berbagi perasaannya baik saat senang maupun saat sedang menghadapi masalah tertentu sehingga masalah tersebut menjadi lebih ringan dan dapat diselesaikan.

b. Berciuman

Perilaku berciuman dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Cium Kening

Aktivitas yang dilakukan pasangan berupa sentuhan pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir. Hal ini dapat menimbulkan perasaan sayang jika diberikan pada saat-saat tertentu dan bersifat sekilas, tettapi juga dapat menimbulkan keinginan untuk melanjutkan ke perilakunya.

2. Cium Basah

Aktivitas yang dilakukan pasangan berupa sentuhan bibir dengan bibir. Dapat menimbulkan sensasi seksual yang kuat yang membangkitkan dorongan seksual hingga tidak terkendali. c. Meraba

Kegiatan meraba bagian-bagian sensitif untuk menimbulkan rangsangan seksual, seperti payudara, leheer, paha atas, vagina, penis, pantat dan lain-lain. Hal ini dapat membuat pasangan terangsang secara seksual, sehingga melemahkan kontrol diri yang akibatnya bisa melakukan aktivitas seksual lainnya dalam berpacaran.

d. Berpelukan

Aktivitas yang dilakukan pasangan, dan hal ini dapat menimbulkan perasaan aman, nyaman, dan tenang, juga dapat menimbulkan rangsangan seksual.

e. Masturbasi

Perilaku merangsang organ kelamin untuk mendapatkan kepuasaan seksual. f. Oral

Aktivitas yang dilakukan pasangan berupa memasukkan alat kelamin ke dalam mulut pasangan yang berbeda jenis kelamin.

g. Petting

Kontak fisik dengan menempelkan alat kelamin pria dan wanita sebagai upaya untuk membangkitkan dorongan seksual tanpa melakukan intercourse.

h. Intercourse

(29)

Setelah mengetahui beberapa bentuk perilaku dalam berpacaran, perlu juga untuk mengetahui faktor-faktor yang memicu remaja melakukan perilaku seksual (Widyarso, 2006), yaitu :

1. Faktor Kuat a. Media

Sebagian besar dari 1705 anak SD kelas 4, 5 dan 6 di Jabotabek ternyata telah bersinggungan dengan pornografi, dalam berbagai format dan lewat berbagai media seperti majalah, tabloid, internet dan film porno. Di kalangan remaja, usia rata-rata saat mereka pertama kali bersentuhan dengan pornografi baik melalui majalah, internet, dan lain sebagainya adalah 11 tahun. stimulus (pendorong) awal adalah gambar-gambar dan foto-foto yang memuat pornografi.

b. Perkembangan Teknologi

Teknologi berfungsi sebagai sarana pemberi informasi, pemberi identitas pribadi, sarana intergrasi, interaksi sosial dan sebagai sarana hiburan oleh karena itu kemajuan dalam teknologi berkomunikasi merupakan sesuatu yang patut disyukuri, sebab berbagai pemenuhan kebutuhan hidup manusia menjadi lebih mudah. Handphone adalah Salah satu bukti terjadinya perkembangan pada bidang teknologi komunikasi. Pada dasarnya, teknologi membawa implikasi positif dalam sejarah kehidupan manusia namun implikasi negatif muncul ketika banyak pelajar yang menggunakan handphone dengan berbagai fasilitas canggih di dalamnya untuk hal-hal yang tidak wajar. Salah satunya berhubungan dengan pembuatan dan penyebarluasan gambar-gambar dan video porno. Dengan berkembangnya teknologi sekarang ini maka, alat-alat informasi seperti

handphone berkamera, televisi, majalah, film, dan internet pun menjadi sarana mudah dan tak

terbantahkan yang menjadi media penyebaran informasi dari setiap kasus pornografi. c. Rekan sebaya atau lingkungan pergaulan

(30)

2. Faktor Lemah a. Keluarga

Orang tua mempunyai peranan penting dalam menjaga perilaku generasi muda karena orang tuanya merupakan contoh bagi remaja. Apabila sikap yang buruk dari orang tua tertanam dalam cara bergaul remaja, maka akan menjadi hal yang sulit untuk merubahnya dan mengoreksinya. Sedangkan bagi orang tua, hendaknya mereka lebih menjaga sikap demi generasi muda. Dewasa ini, banyak orang tua yang kurang memperhatikan kondisi psikologi remaja. Hal tersebut disebabkan karena orang tua sudah sibuk dengan pekerjaannya dan tidak mempunyai waktu untuk berkumpul bersama keluarganya. Dalam menjaga pergaulan remaja yang sehat tanpa seks bebas, Orangtua hendaknya memberikan pengarahan, penanaman moral yang kuat, bersikap seimbang antar pengawasan dengan kebebasan serta yang paling penting orang tua dapat mencoba berkomunikasi lebih dekat lagi dengan anak-anaknya. Mereka dapat menjadi tempat anak-anaknya bercerita tentang segala pengalaman hidup sehinga terhindar dari pengaruh pergaulan yang merugikan.

b. Sekolah

Sekolah adalah satu lembaga yang cukup berperan penting. Pendidikan seksual diberikan untuk memberikan informasi kepada pelajar agar mendapatkan informasi yang benar mengenai reproduksi dan pengawasan juga dilakukan karena sebagian besar waktu pelajar dihabiskan untuk sekolah. Salah satu alternatif yang ditawarkan untuk menghindari remaja memiliki perilaku tidak sehat seperti seks bebas adalah dengan mencoba menambah kegiatan di sekolah seperti mengikuti kegiatan ekstrakurikuler diluar jam belajar untuk mengisi waktu luang agar tidak terjerumus pergaulan yang salah.

c. Institusi Agama

Dalam usaha memerangi perilaku seks bebas dalam kehidupan remaja, pendidikan agama juga tak kalah pentingnya dari pendidikan tentang seks. Norma-norma agama dapat ditanamkan dalam gaya hidup remaja untuk mewaspadai hal yang tidak diinginkan.

d. Masyarakat

(31)

e. Pemerintah

Peran Pemerintah adalah melakukan pengontrolan terhadap media dan juga sarana teknologi dengan cara membuat regulasi terhadapnya. Karena lembaga sensor yang sekarang ada dianggap sudah mulai bergeser untuk lebih mengakomodir aktivitas yang mengarah kepada perilaku seks bebas. Hal ini terlihat pada tahun 70-an adegan ciuman tidak diperbolehkan sama sekali, pada tahun 80-an adegan tersebut mulai muncul dan kini di era 2000-an sudah marak film Indonesia yang beradegan ciuman. Ini berarti terdapat pergeseran. Pergeseran juga terjadi dalam hal peredaran VCD porno. Pemerintah perlu membuat regulasi yang jelas untuk menangani permasalahan ini. karena sekarang begitu mudah keberadaannya dapat diakses oleh siapa pun, termasuk anak-anak di bawah umur sekalipun. Lembaga yang turut mendukung lemabaga sensor film adalah lembaga kepolisian yang dapat bekerja sama dengan masyarakat untuk menertibkan peredaran pornografi.

Interaksi kedua faktor di atas dapat dilihat lebih jelas pada bagan di bawah ini : Gambar 1. Faktor-faktor yang memicu remaja melakukan perilaku seksual

Pengaruh Lemah Pengaruh Kuat Sumber : (Widyarso, 2006)

Dari bagan di atas dapat dilihat bahwa meningkatnya perilaku seks bebas dikalangan remaja merupakan kontribusi dari melemahnya faktor-faktor seperti kontrol masyarakat, peranan agama, kedekatan keluarga, bimbingan dari sekolah, dan lemahnya regulasi dari pemerintah. Sementara di satu sisi terjadi pengaruh yang kuat dari media (baik cetak, maupun elektronik), pengaruh dari lingkungan pergaulan dengan teman sebaya, dan berkembangnya sarana teknologi. Faktor-faktor di atas tentu saja tidak berdiri sendiri-sendiri, namun saling terkait.

KELUARGA

SARANA TEKNOLOGI REKAN SEBAYA

PERILAKU SEKS BEBAS REMAJA

PEMERINTAH INSTITUSI MASYARAKAT

AGAMA

MEDIA

(32)

C. Paradigma Penelitian

Remaja

Pacaran

Perilaku seksual

Proses Pengambilan Keputusan Perekaman

perilaku seksual

Merekam perilaku seksual Melalui kamera

Handphone

Muncul Mini Video Pornoaksi Remaja yang

Berpacaran

(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Penelitian Kualitatif

Metode penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2000) merupakan prosedur penelitian yang akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini juga digunakan untuk menggambarkan dan menjawab pertanyaan seputar partisipan penelitian beserta konteksnya. Penelitian kualitatif dalam hal ini dipandang dapat menyampaikan dunia responden secara keseluruhan dari perspektif partisipan sendiri dan yang menjadi instrumen dalam mengumpulkan data adalah peneliti sendiri (Banister, 1994).

Proses pengambilan keputusan merupakan proses yang dialami setiap orang dan hampir terjadi

setiap hari, berupa tindakan yang diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan dengan memilih berbagai alternatif yang tersedia dengan penentuan yang matang dengan tujuan menyelesaikan suatu permasalahan. Ketika proses pengambilan keputusan dikaitkan dengan pembuatan mini video pornografi serta mengkaji lebih dalam tentang proses pengambilan keputusan pembuatan mini video pornografi pada remaja yang berpacaran, tema tersebut masih jarang untuk dibicarakan dan orisinalitas dari tema ini juga dapat dibuktikan dengan minimnya literatur berkaitan dengan tema ini.

Hal inilah yang menyebabkan ketertarikan dan tantangan tersendiri bagi peneliti mengenai tema tersebut. Alasan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif adalah ketika berbicara mengenai proses pengambilan keputusan pembuatan mini video pornografi yang dialami oleh partisipan penelitian, berarti kita ingin mengetahui bagaimana proses, sikap, perasaan dan perubahan yang dialami oleh partisipan yang akan berbeda pada tiap individunya. Hal ini merupakan sesuatu yang sensitif dan akan melahirkan reaksi-reaksi emosional tertentu, sehingga kemampuan untuk membaca reaksi emosional yang bersifat verbal dan non verbal yang mutlak diperlukan guna menunjang kualitas hasil penelitian.

Hal ini sesuai dengan pendapat Poerwandari (2007) yang menyatakan bahwa salah satu tujuan penting penelitian kualitatif adalah diperolehnya pemahaman yang menyeluruh dan utuh tentang fenomena yang diteliti, sebagian besar aspek psikologis manusia juga sangat sulit direduksi dalam bentuk elemen dan angka sehingga akan lebih ‘etis’ dan kontekstual bila diteliti dalam setting alamiah. Artinya tidak cukup mencari “what” dan “how much”, tetapi perlu juga memahaminya (“why” dan “how”) dalam konteksnya.

Proses pengambilan keputusan pembuatan mini video pornografi merupakan tema yang baru

(34)

pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus sesuai untuk dapat mengetahui bagaimana proses pengambilan keputusan pembuatan mini video pornoaksi pada remaja yang berpacaran. Melalui penelitian ini, diharapkan peneliti akan dapat melihat permasalahan ini dengan lebih mendalam karena turut mempertimbangkan dinamika, perspektif, alasan, dan faktor-faktor eksternal yang turut mempengaruhi partisipan penelitian.

Menurut Yin (1996) secara umum metode studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan How atau Why. Punch (dalam Poerwandari, 2007) menambahkan yang didefinisikan sebagai studi kasus adalah fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatasi (bounded context), meski batas-batas antara fenomena dan konteks tidak sepenuhnya jelas. Kasus itu dapat berupa individu, peran, kelompok kecil, organisasi, komunitas, atau bahkan suatu bangsa.

Kasus dapat berupa keputusan, kebijakan, proses, atau suatu peristiwa khusus tertentu. Beberapa tipe unit yang dapat diteliti dalam bentuk studi kasus : individu-individu, karakteristik atau atribut dari individu-individu, aksi dan interaksi, peninggalan atau artefak perilaku, setting, serta peristiwa atau insiden tertentu (Punch dalam Poerwandari, 2007).

Pendekatan studi kasus membuat peneliti dapat memperoleh pemahaman utuh dan terintegrasi mengenai interrelasi berbagai fakta dan dimensi dari kasus khusus tersebut. Studi kasus dapat dibedakan dalam beberapa tipe (Poerwandari, 2007):

1. Studi kasus intrinsik

Penelitian dilakukan karena ketertarikan atau kepedulian pada suatu kasus khusus. Penelitian dilakukan untuk memahami secara utuh kasus tersebut, tanpa harus dimaksudkan untuk menghasilkan konsep-konsep/teori ataupun tanpa ada upaya menggeneralisasi.

2. Studi kasus instrumental

Penelitian pada suatu kasus unik tertentu, dilakukan untuk memahami isu dengan lebih baik, juga untuk mengembangkan, memperhalus teori.

3. Studi kasus kolektif

Suatu studi kasus instrumental yang diperluas sehingga mencakup beberapa kasus. Tujuannya adalah untuk mempelajari fenomena/ populasi/ kondisi umum dengan lebih mendalam. Karena menyangkut kasus majemuk dengan fokus baik di dalam tiap kasus maupun antar kasus, studi kasus ini sering juga disebut studi kasus majemuk, atau studi kasus komparatif.

(35)

tersebut. Penelitian ini mengkhususkan pada metode studi kasus intristik, penelitian dilakukan karena ketertarikan dan kepedulian pada suatu kasus khusus (Poerwandari, 2007).

B. Partisipan dan Lokasi Penelitian

1. Partisipan penelitian

a. Karakteristik partisipan

Tipe penelitian kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus, yaitu kasus dari sepasang partisipan yang telah dengan sengaja membuat dan menyebarkan mini video pornoaksi. Karakteristik partisipan secara spesifik dipaparkan dibawah ini:

1. Sepasang remaja berusia 15-18 tahun 2. Berstatus pelajar

3. Sedang berpacaran.

4. Pernah melakukan hubungan seksual

5. Pernah merekam aktifitas seksual melalui handphone dan mengedarkannya.

b. Jumlah partisipan penelitian

Banister (dalam Poerwandari, 2007) mengatakan dengan fokus pada kedalaman dan proses, penelitian kualitatif cenderung dilakukan dengan jumlah kasus sedikit. Suatu kasus tunggal dapat dipakai bila secara potensial memang sangat sulit bagi peneliti memperoleh kasus lebih banyak, dan bila dari kasus tunggal tersebut memang diperlukan sekaligus dapat diungkap informasi yang sangat mendalam.

Jumlah partisipan dalam penelitian ini berjumlah dua orang yaitu sepasang remaja yang sedang berpacaran yang dengan sengaja membuat dan menyebarkan mini video pornoaksi, dengan pertimbangan masih sedikit ditemui orang yang mau bertemu dengan menyadari keadaan bahwa mereka adalah oknum atau pelaku dari pembuatan mini video pornografi, terbuka serta berbagi mengenai pengalaman pembuatan mini video pornografi tersebut sehinggan dirasakan semakin sulit untuk mendapatkan jumlah sampel yang lebih besar.

c. Prosedur pengambilan partisipan

Prosedur pengambilan partisipan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik

snowball sampling. Diawali dengan peneliti mencari informasi tentang kasus yang diambil,

menelusuri pihak-pihak yang dianggap mengetahui informasi lebih banyak tentang kasus sampai akhirnya menemukan sepasang partisipan yang terlibat dengan kasus tersebut.

Berdasarkan pemaparan di atas prosedur pengambilan partisipan dalam penelitian ini termasuk

(36)

mengetahui siapa orang yang memiliki kasus yang dapat memberikan informasi yang kaya (Gay, 2003). Pernyataan ini senada dengan Poerwandari (2007) yang mengatakan bahwa pengambilan sampel bola salju/ berantai (snowball/chain sampling) adalah pengambilan sampel yang dilakukan secara berantai dengan meminta informasi pada orang yang telah diwawancarai atau dihubungi sebelumnya, demikian seterusnya.

2. Lokasi penelitian

Peneliti akan melakukan penelitian di kota Medan karena berdasarkan kasus diketahui partisipan merupakan penduduk asli Medan dan bertempat tinggal di Medan, oleh karena itu lokasi penelitian akan disesuaikan dengan kesepakatan partisipan dan peneliti sehingga dapat menjalani rangkaian proses penelitian dengan nyaman.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan analisa dokumen.

1. Wawancara

Banister (dalam Poerwandari, 2007) memaparkan bahwa wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna partisipantif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain.

Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dengan pedoman umum dimana dalam proses wawancara ini, peneliti dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum, mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan bahkan mungkin tanpa bentuk pertanyaan eksplisit (Poerwandari, 2007).

Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti mengani aspek-aspek yang harus dibahas sekaligus mnjadi daftar pengecek (check-list) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman demikian peneliti harus memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut akan dijabarkan secara konkrit dalam kalimat tanya sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan konteks aktual saat wawancara berlangsung (Poerwandari, 2007).

(37)

Metode ini peneliti gunakan karena ingin mengetahui secara mendalam mengenai proses pengambilan keputusan pembuatan mini video pornografi pada remaja yang berpacaran. Selain itu, peneliti juga melakukan observasi pada saat wawancara berlangsung untuk melihat ekspresi dari partisipan pada saat wawancara.

2. Analisa Dokumen

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisa dokumen berupa hasil rekaman dengan format mini video pornoaksi berdurasi tiga menit empat puluh satu detik sebagai bukti bahwa rekaman tersebut telah dibuat sebelum penelitian dilakukan dan menjadikan dasar penggalian informasi yang lebih dalam seperti pencarian partisipan.

Dalam studi kasus, penggunaan dokumen/ karya/ produk tertentu terkait dengan kasus, guna mendukung dan menambah bukti dari sumber-sumber lain. Dilihat nilainya secara keseluruhan, dokumen memainkan peran yang sangat penting dalam pengumpulan data studi kasus. Penelusuran yang sistematis terhadap dokumen yang relevan karenanya penting sekali bagi rencana pengumpulan data (Yin, 1996).

D. Alat Bantu Pengumpulan Data

1. Alat perekam (Tape Recorder)

Menuru Poerwandari (2007) wawancara perlu direkam dan dibuat transkripsinya secara verbatim (kata demi kata). Alat perekam digunakan sebagai alat bantu pengumpulan data agar peneliti mudah mengulang kembali rekaman wawancara dan dapat menghubungi partisipan kembali apabila ada hal yang masih belum lengkap atau belum jelas. Dengan adanya alat perekam ini peneliti akan memperoleh data yang utuh karena sesuai dengan yang disampaikan partisipan dalam wawancara. Penggunaan alat perekam ini dilakukan dengan seizin partisipan.

2. Pedoman wawancara

(38)

E. Lembar Observasi Partisipan

Lembar observasi partisipan digunakan untuk mempermudah proses observasi yang dilakukan. Observasi dilakukan seiring dengan wawancara. Lembar observasi antara lain memuat tentang penampilan fisik, setting wawancara, sikap partisipan pada peneliti selama wawancara berlangsung, hal-hal yang tidak biasa dalam wawancara serta hal-hal yang dilakukan partisipan dalam menjawab pertanyaan selama wawancara.

F. Kredibilitas Penelitian

Kredibilitas adalah istilah pertama, paling banyak dipilih dan paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif untuk menggantikankan konsep validitas yang dimaksudkan untuk merangkum bahasan menyangkut kualitas penelitian kualitatif (Poerwandari, 2007). Kredibilitas penelitian kualitatif terletak pada keberhasilan mencapai maksud mengeksplorasi masalah dan mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks.

Kredibilitas penelitian ini nantinya terletak pada keberhasilan penelitian dalam mengungkapkan pemasalahan-permasalahan dalam proses pengambilan keputusan pembuatan mini video pornografi pada remaja yang berpacaran.

G. Prosedur Penelitian

1. Tahap persiapan penelitian

Pada tahap persiapan penelitian, peneliti melakukan sejumlah hal yang diperlukan untuk melaksanakan penelitian (Moleong, 2000) yaitu sebagai berikut:

1. Mengumpulkan informasi dan teori yang berhubungan dengan pengambilan keputusan dan Pornoaksi.

a. Peneliti mengumpulkan berbagai informasi dan teori yang berhubungan dengan pengambilan keputusan, definisi, proses pengambilan keputusan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan.

b. Peneliti mengumpulkan berbagai informasi dan teori yang berhubungan dengan pornografi dan pornoaksi, definisi pornografi dan pornoaksi, kategori mini video pornografi dan alasan mengapa remaja membuat video porno.

c. Peneliti mengumpulkan berbagai informasi dan teori yang berhubungan dengan remaja yang berpacaran, perilaku dalam berpacaran, faktor-faktor pemicu remaja melakukan perilaku seksual, faktor-faktor remaja merekam perilaku seksual.

2. Menyusun pedoman wawancara

(39)

3. Persiapan untuk mengumpulkan data

Peneliti mencari beberapa orang partisipan yang sesuai dengan kriteria sampel yang telah ditentukan, meminta kesediaannya untuk menjadi partisipan dan mengumpulkan informasi tentang calon partisipan tersebut.

Peneliti mengenal Partisipan I melalui salah satu mahasiswa yang sedang menyelesaikan tesisnya mengenai media sebagai pendukung peredaran pornografi, yang masih memiliki hubungan darah dengan peneliti. Peneliti menanyakan apakah orang tersebut mempunyai kenalan yang merupakan salah satu oknum atau pelaku dari pembuatan mini video pornografi remaja dan ternyata orang tersebut memiliki kenalan yang sesuai dengan kategori yang diajukan. Peneliti kemudian dipertemukan dengan partisipan di sebuah rumah makan setelah membuat janji terlebih dahulu, ketika bertemu peneliti mencoba menjalin komunikasi. Saat merasa partisipan memiliki indikasi bersedia untuk menjadi sampel dalam penelitian, peneliti memintanya untuk menjadi sampel, namun sebelumnya peneliti memberitahukan alasan serta meminta kesediaan partisipan I untuk menjadi sampel dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Kemudian peneliti dan partisipan I saling bertukar nomor handpone untuk memudahkan dalam menentukan jadwal pertemuan selanjutnya.

Partispan II adalah kekasih Partisipan I, peneliti mengenalnya bersamaan dengan partisipan I di sebuah rumah makan. Melihat indikasi kesediaan partisipan II untuk menjadi sampel maka peneliti langsung mengemukakan permintaan untuk menjadikan partisipan II untuk menjadi sampel dengan terlebih dahulu memberitahukan alasan dan penelitian yang akan dilakukan. Kemudian peneliti bertukar nomor handphone untuk memudahkan dalam penentuan jadwal pertemuan selanjutnya.

4. Membangun rapport

Setelah memperoleh kesediaan dari partisipan penelitian, peneliti meminta kesediaan untuk bertemu dan mulai membangun rapport sekaligus melakukan informed consent dimana peneliti menjelaskan penelitian secara umum meliputi tujuan dan manfaat penelitian serta aktivitas dan pera partisipan dalam penelitian ini, apa yang diharapkan dari partisipan dan disampaikan bahwa informasi yang mereka berikan hanya akan digunakan untuk tujuan penelitian serta identitas partisipan terjamin kerahasiaannya. Setelah itu peneliti dan partisipan mengadakan kesepakatan tentang pelaksanaan penelitian yang meliputi waktu dan lokasi wawancara.

Gambar

Tabel 1. Hasil Riset Perilaku Seksual Remaja di Malang KETERANGAN JUMLAH
Tabel 2. Hasil riset dari Synovate Research tentang perilaku seksual remaja NO KETERANGAN JUMLAH
Gambar 1. Faktor-faktor yang memicu remaja melakukan perilaku seksual
Tabel 3. Deskripsi Data Partisipan I DIMENSI
+2

Referensi

Dokumen terkait

Lam.) DAN PERASAN DAUN KUMIS KUCING ( Orthosiphon aristatus Mig.) SEBAGAI ANTIINFLAMASI PADA MENCIT ( Mus musculus )..

a) RANCANG BANGUN APLIKASI MULTIMEDIA OBJEK WISATA DI DAERAH BADUNG BERBASIS FLASH DENGAN ACTIONSCRIPT 3.0 [6]. Studi Kasus penelitian ini dilakukan di Badung. Badung

kategori cukup, sebagian besar lansia membersihkan kuku kaki dan tangan kategori cukup, sebagian besar lansia membersihkan rambut kategori baik, hampir seluruh

Informasi yang dihasilkan tersebut dapat mengetahui besaran masalah yang berhubungan dengan masalah gizi pada balita yang berguna untuk melakukan upaya penanggulangan sehingga

Michael Burgoon dan Michael Ruffner dalam buku Human Communication, A Revision of Approaching Speech memberi batasan komunikasi kelompok sebagai interaksi tatap muka dari tiga

kepada wakilnya. Pada kondisi ini Gubernur yang pada saat itu ditahan dan dinonaktifkan sementara. Gubenur Syamsul Arifin masih ditahan sekitar 2 atau 3 bulan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu referensi bagi perusahaan, terutama perusahaan yang bergerak dalam bidang pelayaran untuk dapat tetap mempertahankan

Tulisan ini membahas peran pe- santren dalam mendidik santrinya agar mereka tidak hanya mampu menghadapi tantangan globalisasi, tapi juga tidak kehilangan jati dirinya