• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi Pembiayaan Mudharabah Bagi Usaha Kecil dan

BAB IV : PROSEDUR PEMBIAYAAN MUDHARABAH BAGI USAHA

B. Distribusi Pembiayaan Mudharabah Bagi Usaha Kecil dan

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemerataan distribusi dan manfaat pembiayaan mudharabah di kalangan para nasabah yang salah satu di antaranya adalah keragaman status sosial ekonomi nasabah. Analisa kelayakan usaha yang dilakukan pengelola BMT Al-Karim menunjukkan status sosial ekonomi nasabah dalam mempengaruhi besarnya pembiayaan mudharabah yang mereka peroleh. Hal ini sangat berkaitan dengan kemampuan mereka dalam pengembalian pembiayaan mudharabah dalam bentuk bagi hasil.2

Faktor lain yang dapat mempengaruhi pemerataan distribusi dan manfaat pembiayaan mudharabah di kalangan para nasabah adalah penetapan batas maksimal

2

67

jumlah pembiayaan mudharabah. Pembiayaan mudharabah yang diberikan oleh BMT Al-Karim bagi usaha kecil dan sangat kecil berkisar antara Rp. 100.000,- sampai dengan Rp. 5.000.000,- Sedangkan bagi usaha menengah berkisar antara Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 600.000.000,- Dalam satu bulan, BMT Al-Karim menetapkan seluruh pinjaman bagi usaha kecil dan sangat kecil sebesar Rp. 60.000.000,- Sedangkan bagi usaha menengah sebesar Rp. 150.000.000,- BMT Al- Karim menyalurkan pembiayaan mudharabah antara tanggal 1 sampai dengan 15 tiap bulannya dan setelah itu ada waktu penarikan angsuran. Penyaluran pembiayaan mudharabah setiap harinya dibatasi oleh BMT Al-Karim sebesar Rp. 4.000.000,- bagi usaha kecil dan sangat kecil, sedangkan bagi usaha menengah sebesar Rp. 50.000.000,-

Persetujuan tentang besarnya pembiayaan mudharabah dan prakteknya mau tidak mau dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan pihak pengelola yang sifatnya subyektif. Namun subyektivitas ini tidak selalu merugikan nasabah yang status sosial ekonominya rendah atau miskin, sehingga terlihat bahwa ketentuan besar kecilnya pembiayaan mudharabah yang diberikan antara nasabah diukur menurut kemampuan ekonominya. Akan tetapi ada batas maksimum pembiayaan mudharabah yang terhindar dari terjadinya peminjaman yang berlebihan oleh nasabah yang termasuk dalam kategori mampu.

Faktor lain yang tidak kalah pentingnya yang dapat mempengaruhi pemerataan distribusi dan manfaat pembiayaa mudharabah di kalangan para nasabah adalah batas frekuensi peminjaman. Frekuensi peminjaman nasabah ditentukan oleh kecepatan nasabah dalam mengembalikan pinjaman dalam bentuk bagi hasil. Jika

nasabah melunasi pembiayaan mudharabah sebelum jatuh tempo, maka ia dibolehkan mengajukan pembiayaan mudharabah. Hal ini memungkinkan nasabah yang lebih mampu untuk meminjam lebih sering dari nasabah yang kurang mampu. Jika para nasabah mampu mengembalikan pembiayaan mudharabah ini secara tepat waktu, maka pihak BMT Al-Karim akan mudah menyalurkan pembiayaan mudharabah ini.

Penyaluran pembiayaan mudharabah bagi usaha kecil dan sangat kecil tidak memerlukan persyaratan yang relatif rumit, karena modal yang disalurkan juga relatif kecil. Sedangkan penyaluran pembiayaan bagi usaha menengah diperlukan persyaratan yang cukup lengkap dalam memperoleh pembiayaan mudharabah. Dalam menyalurkan pembiayaan mudharabah bagi usaha menengah, pihak BMT Al-Karim selalu berpedoman pada prinsip 5C yang diharapkan dapat memberikan informasi tentang itikad baik dan kemampuan membayar nasabah untuk melunasi kembali pinjaman. Salah satu dari prinsip 5C tersebut adalah karakter.

Karakter yaitu penilaian watak atau kepribadian calon debitur dimaksudkan untuk mengetahui kejujuran dan itikad baik calon debitur untuk melunasi atau mengembalikan pinjamannya. Selain karakter, prinsip dari 5C lainnya adalah kapasitas, yaitu BMT Al-Karim harus meneliti tentang keahlian calon debitur dalam bidang usahanya dan kemampuan manajerialnya, sehingga BMT Al-Karim yakin bahwa usaha yang akan dibiayainya dikelola oleh orang-orang yang tepat, sehingga calon debiturnya dalam jangka waktu tertentu mampu melunasi pinjamannya.

Prinsip 5C lainnya bagi usaha menengah yang berkaitan dengan penyaluran pembiayaan mudharabah adalah capital atau modal. Dalam hal ini, pihak BMT Al-

69

Karim harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara menyeluruh tentang masa lalu dan yang akan datang, sehingga dapat diketahui kemampuan permodalan calon debitur dalam menunjang pembiayaan proyek atau usaha calon debitur yang bersangkutan. Persoalan lainnya yang harus diperhatikan oleh BMT Al-Karim dalam prinsip 5C adalah kondisi.

Kondisi yang harus diperhatikan oleh BMT Al-Karim dalam memberikan pembiayaan mudharabah bagi usaha menengah antara lain adalah kondisi ekonomi yang akan mempengaruhi perkembangan usaha calon nasabah, kondisi calon nasabah yang dibandingkan dengan usaha satu jenis dan lokasi di lingkungan usahanya, keadaan pemasaran dari calon nasabah, prospek usaha di masa yang akan datang dan kebijakan pemerintah yang mempengaruhi prospek industri di mana perusahaan calon nasabah terkait di dalamnya.

Prinsip dari 5C yang tidak kalah pentingnya yang dijadikan pedoman oleh pihak BMT Al-Karim dalam menyalurkan pembiayaan mudharabah bagi usaha menengah adalah collateral atau jaminan. Jaminan merupakan barang yang harus diberikan oleh calon nasabah kepada pihak BMT Al-Karim selaku shohibul maal. Jaminan dapat berupa fisik dan non fisik. Jaminan dimaksud harus mampu mengcover resiko bisnis calon nasabah.

Untuk mengantisipasi penyimpangan modal yang telah disalurkan oleh pihak BMT Al-Karim kepada calon nasabah usaha menengah, maka BMT Al-Karim menerapkan prinsip prudensial dalam manajemen pembiayaan mudharabah yang dibagi menjadi dua tahap yaitu sebelum realisasi pembiayaan mudharabah dan

sesudah realisasi pembiayaan mudharabah. Sebelum realisasi pembiayaan mudharabah ada beberapa tahap yang harus diperhatikan oleh pihak BMT Al-Karim. Tahap-tahap tersebut adalah tahap permohonan pembiayaan mudharabah, tahap analisa pembiayaan mudharabah, tahap persetujuan, tahap perjanjian dan tahap pencairan.

Setelah realisasi pembiayaan, maka dana diarahkan kepada pembiayaan sebagaimana yang diajukkan dalam persetujuan antara pihak BMT Al-Karim dengan pihak nasabah. Untuk menghindari penyimpangan modal oleh pihak nasabah usaha menengah, maka pihak BMT Al-Karim harus melakukan pemantauan atas aktivitas bisnis nasabah, sehingga dapat diketahui secara dini apabila terjadi ketidaksesuaian dengan tujuan pembiayaan mudharabah yang telah disepakati bersama. Tahap pemantauan ini dimulai dari pencairan pembiayaan mudharabah dan berakhir setelah kewajiban kepada BMT Al-Karim dilunasi nasabah.

Selain itu, tidak semua pembiayaan mudharabah yagn telah disalurkan BMT Al-Karim bagi usaha menengah dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan tujuannya, ada di antaranya yang tidak produktif dan mengalami kemacetan. Hal ini dapat mengancam kehidupan BMT Al-Karim, karena dana pembiayaan mudharabah yang disalurkan sebagian besar berasal dari simpanan masyarakat. Demikian pula dengan penghasilan utama BMT Al-Karim berasal dari bagi hasil dan margin yang ditentukan pada jenis-jenis pembiayaan yang disalurkan. Oleh sebab itu, BMT Al- Karim sangat hati-hati dalam menentukan nasabah usaha menengah yang menggunakan jenis pembiayaan mudharabah.

71

Selain menyalurkan pembiayaan mudharabah, BMT Al-Karim memiliki produk-produk simpanan yang salah satunya adalah simpanan mudharabah. Simpanan mudharabah adalah simpanan dana pihak ketiga yang dapat diinvestasikan oleh BMT Al-Karim dan pihak nasabah akan mendapatkan bagi hasil dari pendapatan atas dana tersebut. Simpanan ini dapat diambil setiap saat oleh pihak nasabah.

C. Proses Pembiayaan Mudharabah Bagi Usaha Kecil dan Menengah Pada

Dokumen terkait