• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kendala BMT Al-Karim Dalam Memberlakukan Pembiayaan

BAB IV : PROSEDUR PEMBIAYAAN MUDHARABAH BAGI USAHA

D. Kendala BMT Al-Karim Dalam Memberlakukan Pembiayaan

Dalam memberlakukan prosedur pembiayaan mudharabah, sejauh ini pihak BMT Al-Karim belum menemukan kendala apapun karena dinilai oleh para pedagang atau nasabah dapat memenuhi segala prosedur dan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak BMT Al-Karim untuk memperoleh pembiayaan mudharabah. Namun kendala yang dihadapi oleh pihak BMT Al-Karim adalah rendahnya tingkat pendidikan dari kebanyakan nasabah usaha kecil dan sangat kecil, BMT Al-Karim menemukan sedikit kendala yaitu ketika bagian marketing menjelaskan bagaimana sistem pembiayaan di BMT Al-Karim seperti halnya tentang penetapan bagi hasil, tabungan maupun jaminan, sehingga terjadi kesalahan komunikasi antara marketing dan pihak nasabah.6 Akan tetapi dengan penuh kesabaran, pihak marketing akhirnya dapat menjelaskan secara rinci sehingga tidak ada lagi kesalahpahaman antara kedua belah pihak.

Kemudian kendala lainnya yang dihadapi oleh pihak BMT Al-Karim dalam memberlakukan pembiayaan mudharabah terutama bagi usaha menengah adalah adanya nasabah yang kurang jujur dalam memberikan alasan untuk pengembalian pembiayaan mudharabah dengan mengatakan bahwa dagangannya sepi atau proyeknya tidak berjalan dan bahkan ada yang nasabah yang memohon untuk ditangguhkan pembagian hasilnya. Namun kendala-kendala tersebut lambat laun dapat diproses oleh BMT Al-Karim, sehingga BMT ini tidak terjebak dalam permasalahan yang ada.

6

77

Untuk mengantisipasi kendala-kendala tersebut, maka pihak BMT Al-Karim membuat ketentuan pembiayaan mudharabah. Ketentuan-ketentuan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal diserahkan secara tunai, dan dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap, maka tahapannya harus jelas dan disepakati bersama.

2. Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan cara perhitungan dari pendapatan proyek dan perhitungan dari keuntungan proyek.

3. Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam aqad, pada setiap bulan atau waktu yang telah disepakati. BMT Al-Karim selaku pemilik modal menanggung seluruh kerugian, kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan dari pihak nasabah.

4. BMT Al-Karim berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan nasabah, namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan atau usaha nasabah. Jika nasabah tidak mau membayar kewajiban atau menunda kewajiban pembayarannya, maka ia dapat dikenai sanksi administrasi. 7

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, maka diharapkan tidak ada lagi kesalahpahaman dengan alasan-alasan lain yang menjadi kendala bagi BMT Al- Karim. Bila hal ini terjadi, maka dapat mengancam kehidupan BMT Al-Karim, karena modal pembiayaan mudharabah yang disalurkan sebagian besar berasal dari simpanan masyarakat. Jika hal ini tidak segera diatasi, maka BMT Al-Karim dapat dikatakan gagal dalam upaya menumbuhkembangkan ekonomi kerakyatan. Kegagalan ini merupakan kendala dan sekaligus ancaman yang serius bagi BMT Al- Karim dalam memberlakukan pembiayaan mudharabah bagi usaha kecil dan menengah.

7

78

A. Kesimpulan

Dari uraian, penjelasan dan analisa di atas sebagai hasil penelitian yang berkenaan dengan mekanisme pembiayaan mudharabah bagi usaha kecil dan menengah, maka sebagai upaya mengakhiri pembahasan skripsi ini, penulis mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Mekanisme pembiayaan mudharabah bagi usaha kecil dan menengah pada BMT Al-Karim adalah secara administrasi nasabah harus memenuhi persyaratan- persyaratan antara lain photo copy Kartu Tanda Penduduk, photo copy Kartu Keluarga, Surat Keterangan Domisili dan jaminan khusus bagi usaha menengah. Setelah nasabah melengkapi permohonan pembiayaan mudharabah, maka selanjutnya pihak BMT Al-Karim akan melakukan analisa usaha dengan berbagai pertimbangan melalui sirkulasi pembiayaan dan prosedur penyaluran pembiayaan mudharabah.

2. Dalam praktek pembiayaan mudharabah bagi usaha kecil dan menengah, BMT Al-Karim berpedoman pada jenis-jenis pembiayaan mudharabah yang terdiri atas

mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah. Mudharabah mutlaqah

merupakan salah satu jenis mudharabah yang digunakan BMT Al-Karim sebagai pedoman untuk memberikan pembiayaan mudharabah bagi usaha kecil dan

79

menengah. Sedangkan mudharabah muqayyadah adalah salah satu jenis mudharabah yang digunakan BMT Al-Karim sebagai pedoman untuk memberikan pembiayaan mudharabah bagi usaha menengah.

3. Secara umum, BMT Al-Karim belum menemukan kendala dalam memberlakukan prosedur pembiayaan mudharabah. Namun ketika berhadapan dengan pengusaha kecil dan sangat kecil, BMT Al-Karim menemukan kendala yaitu rendahnya tingkat pendidikan nasabah terutama bagi usaha kecil dan sangat kecil. Hal ini dapat dibuktikan pada saat bagian marketing menjelaskan bagaimana sistem pembiayaan di BMT Al-Karim seperti halnya tentang penetapan bagi hasil, tabungan dan jaminan, sehingga terjadi kesalahapahaman antara marketing dengan pihak nasabah. Adapun kendala yang dihadapi BMT Al-Karim dalam menyalurkan pembiayaan bagi usaha menengah adalah adanya nasabah yang kurang jujur dalam memberikan alasan untuk pengembalian pembiayaan mudharabah dengan mengatakan bahwa dagangannya sepi atau proyeknya tidak berjalan, dan lain sebagainya.

4. Dalam prakteknya, BMT Al-Karim menerapkan jenis mudharabah mutlaqah bagi usaha kecil dan mikro. Sedangkan bagi usaha menengah, BMT Al-Karim menerapkan jenis mudharabah muqayyadah. Mudharabah mutlaqah merupakan jenis pembiayaan yang diberikan BMT Al-Karim tanpa ada batasan untuk melakukan investasi oleh pemilik modal. Sedangkan mudharabah muqayyadah adalah jenis pembiayaan yang diberikan kepada pengusaha menengah dan haknya

dibatasi oleh pemilik modal antara lain dalam jenis usaha, waktu, tempat usaha, dan lain-lain.

5. Penyaluran pembiayaan mudharabah bagi usaha kecil dan mikro tidak memerlukan persyaratan yang relatif rumit, karena modal yang disalurkan juga relatif kecil. Sedangkan penyaluran pembiayaan bagi usaha menengah diperlukan persyaratan yang cukup lengkap guna memperoleh pembiayaan mudharabah. Dalam melakukan pembiayaan mudharabah bagi usaha menengah, pihak BMT Al-Karim selalu berpedoman pada 5C yaitu character, capacity, capital, condition dan collateral yang kesemuanya itu diharapkan dapat memberikan informasi tentang i’tikad baik dan kemampuan membayar nasabah guna melunasi kembali pinjaman.

B. Saran-saran

Dari hasil studi dan penela’ahan tentang observasi yang tertuang dalam pembahasan skripsi ini, kiranya tidak berlebihan jika penulis mengemukakan saran- saran sebagai berikut :

1. Salah satu jenis pembiayaan yang ada pada BMT Al-Karim adalah pembiayaan mudharabah. Oleh sebab itu, BMT Al-Karim diharapkan agar lebih selektif dalam pendistribusian pembiayaan mudharabah bagi usaha kecil dan menengah, sehingga dana tersebut sampai kepada nasabah yang benar-benar membutuhkan dan memiliki usaha yang produktif.

81

2. Kemampuan sumber daya manusia sangat dibutuhkan dalam pengelolaan BMT Al-Karim. Oleh karena itu, BMT Al-Karim hendaknya meningkatkan kemampuan pengelolaan sehingga pengelola terutama staf marketing mampu menjadi katalisator bagi perkembangan nasabah BMT Al-Karim.

3. Dalam hal aktivitas pembiayaan, BMT Al-Karim memiliki kinerja yang baik dan dapat dikatakan berhasil karena memiliki nasabah yang cukup banyak, akan tetapi keberadaannya dinilai kurang dirasakan oleh masyarakat sekitar. Untuk itu, BMT Al-Karim hendaknya banyak melakukan adaptasi dengan lingkungan sekitar demi terlaksananya syi’ar dakwah melalui ekonomi syari’ah.

4. Modal yang disalurkan oleh BMT Al-Karim sebagian besar berasal dari simpanan masyarakat. Oleh sebab itu, para nasabah hendaknya berusaha meningkatkan sektor-sektor industri yang lebih potensial dengan cara memperluas ruang lingkup usaha melalui penggunaan modal yang diberikan oleh BMT Al-Karim dan bertanggung jawab atas pengembalian pembiayaan mudharabah yang telah disalurkan oleh BMT Al-Karim.

5. Usaha kecil dan menengah merupakan urat nadi perekonomian bangsa yang banyak memberikan kontribusi bagi bangsa dan negara. Oleh karena itu, pemerintah hendaknya lebih memperhatikan para pengusaha kecil dan menengah terutama dalam hal pemberian dana ataupun fasilitas dan pelayanan lainnya yang mendukung perkembangan usaha kecil dan menengah.

82

Al-Qur’an dan Terjemahnya, Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1984

A. Rasyid, Saefuddin, Konsep Dasar BMT dalam Republika On Line, Edisi 14 Desember 2001

Abdul Madjied, Baihaqi, et.al., Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem

Syari’ah; Perjalanan Gagasan dan Gerakan BMT di Indonesia, Jakarta: PINBUK Press, 2000

Abidin Basri, Ikhwan, Islam dan Tantangan Ekonomi, Jakarta: Gema Insani Press, 2000

al-Shan’any, Subul Al-Salaam, Bandung: Dahlan Press, t.th., Juz II

al-Syarbasi, Ahmad, Al-Mu’jam Al-Iqtishad Al-Islam, Beirut: Daar Al-‘Alimil Kutub, 1987

Amin Azis, M., Pedoman Pendirian BMT, Jakarta: PINBUK Press, 2006

Amin, Hasan, Dasar-Dasar Ekonomi Perusahaan, Jakarta: Pradnya Utama, 1976 Andrie, Staf HRD dan Administrasi Pembiayaan BMT Al-Karim, Wawancara

Pribadi, Jakarta, 15 Juli 2009

Arikunto, Suharsimi, Prosedur PenelitianSuatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1998

Azwar Karim, Adiwarman, Bank Islam; Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta: IIIT Indonesia, 2003, Cet. ke-1

Balbaki Al-Maurid, Rosi, A Modern Arabic-English Dictionary, Mesir: Daar Al- Maliyiin, 1993, Edisi IV

Biro Hukum dan Organisasi Departemen Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah,

Instruksi Presiden No. 10 Tahun 1999, Jakarta: Tpn, 1999

Bukhari, Imam, Shahih Al-Bukhari, Beirut: Maktabah Al-Syiriyyah, 1997, Jilid II Dawam Rahardjo, M., Islam dan Tranformasi Sosial Ekonomi, Jakarta: LSAF, 1999

83

---, Pembangunan Ekonomi Nasional; Suatu Pendekatan

Pemerataan, Keadilan dan Ekonomi Kerakyatan, Jakarta: PT. Internusa,

1997, Cet. ke-1

Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan

Syari’ah Nasional No. 07/DSN-MUI/IV/2000, Jakarta: MUI, 2000, Edisi I Direktorat Jenderal Fasilitas Pembiayaan dan Simpan Pinjam, Himpunan Ketentuan Skim

Kerdit Program Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, Jakarta: Tpn, 1999

Haikal, Muhammad, Sejarah Hidup Muhammad, Bandung: Mizan, 1997

Ibnu Hajar Al-Asqalani, Al-Hafidz, Bulug Al-Marram Min Adillatil Ahkam, Beirut: Daar Al-Ihya, 1973

Ismawan, Indra, Sukses di Era Ekonomi Liberal Bagi Koperasi Perusahaan Kecil dan

Menengah, Jakarta: Grasindo, 2001

J. Maleong, Lexy, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998, Cet. ke-2

Ja’far Hafsah, Muhammad, Kemitraan Usaha Kecil; Konsepsi dan Strategi, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000

Kasmir, Manajemen Perbankan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001

Lathif, Azharuddin, Fiqh Mu’amalat, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005, Cet. ke-1 Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005

---, Manajemen Dana Bank Syari’ah, Yogyakarta: Ekonosia, 2005, Cet. ke-2

Peraturan Bank Indonesia No. 5/7/PBI/2003, tanggal 19 Mei 2003

Perwaatmadja, Karnaen, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta: Dana Bhakti Primayasa, 1992, Cet. ke-1

Remy Sjahdeini, Sutan, Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum

Indonesia, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999

Ridwan, Muhammad, Manajemen Baitul Maal Wattamwil, Yogyakarta: UII Press, 2004, Cet. ke-1

Rizky, Awalil, Fakta dan Prospek Baitul Maal Wattamwil, Yogyakarta: UCY Press, 2007, Cet. ke-1

Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, Bandung: Al-Ma’arif, 1987, Jilid XII

Sartiko Partomo, Titik, et.al., Ekonomi Skala Kecil, Menengah dan Koperasi, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002, Cet. ke-1

Syafi’i Antonio, Muhammad, Bank Syari’ah; Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, Cet. ke-1

Siddiqi, Nejatullah, Kemitraan Usaha dan Bagi Hasil Dalam Hukum Islam, Yogyakarta: Dana Bhakti Primayasa, 1996

Sinungan, Muchdarsyah, Dasar-Dasar dan Teknik Manajemen Kredit, Jakarta: Bina Aksara, 1983, Cet. ke-1

Singarimbun, Masri, et.al., Metodologi Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES, 1994, Cet. ke-1

Soetrisno, Noer, Peranan Perbankan Sebagai Sumber Pembiayaan Usaha Golongan

Lemah dan Koperasi, Jakarta: Badan Hukum Nasional Departemen

Kehakiman, 1998

Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah; Deskripsi dan Ilustrasi, Yogyakarta: Ekonosia, 2003, Cet. ke-2

Sumarni, Murti, Marketing Perbankan, Yogyakarta: Liberty, 1997

Sumitro, Warkum, Azas-Azas Perbankan Islam dan Lembaga Terkait di Indoensia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997

T.H. Tambunan, Tulus, Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia; Beberapa Isu

Penting, Jakarta: Salemba Empat, 2002, Edisi I

Umar Chapra, M., Toward A Just Monetary System, London: The Islamic Foundation, 1985

Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998, Jakarta: Sinar Grafika, 2001, Cet.

ke-1

Widodo, Hartono, et.al., Panduan Praktis Operasional Bank, Bandung: Mizan, 1999

www.bi.com, diakses pada tanggal 25 Juli 2003

Zulkifli, Sunarto, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syari’ah, Jakarta: Zikrul Hakim, 2007, Cet. ke-3

Narasumber : Andrie

Jabatan : HDR dan Administrasi Pembiayaan Hari/Tanggal : Selasa, 28 Juli 2009

Tempat : BMT Al-Karim

Cipulir Center Blok B-8 Jl. Ciledug Raya Kebayoran Lama – Jakarta Selatan 12230 Telp. (021) 7227204

Pertanyaan dan jawaban

Tanya : Mohon bapak jelaskan tentang sejarah singkat berdirinya BMT Al- Karim ?

Jawab : BMT Al-Karim berdiri pada tanggal 15 Juli 1995 di masjid raya Pondok Indah – Pondok Pinang – Kebayoran Lama – Jakarta Selatan

Tanya : Apa yang melatarbelakangi didirikannya BMT Al-Karim ?

Jawab : Berdirinya BMT Al-Karim dilatarbelakangi oleh semakin banyaknya lembaga keuangan konvensional yang menerapkan sistem bunga. Untuk mengantisipasi permasalahan itu, maka didirikanlah BMT Al-Karim. Berdirinya BMT ini berawal dari partisipasi para pendidikan dan pelatihan zakat dan ekonomi syari’ah yang diadakan oleh Dhompet Dhu’afa Republika pada tanggal 11 Januari sampai dengan 15 Januari 1995 di Yogyakarta. Diklat ini juga dihadiri oleh beberapa peserta dari berbagai daerah. Dalam acara tersebut hadir pula wakil dari remaja masjid raya Pondok Indah. Setelah mengikuti diklat tersebut kemudian mereka sepakat untuk mendirikan BMT di masjid raya Pondok Indah yang kemudian diberi nama BMT Al-Karim.

Tanya : Apa tujuan didirikannya BMT Al-Karim ?

Jawab : Adapun tujuan dari pendirian BMT Al-Karim ini untuk membantu dan mengembangkan ekonomi masyarakat sekitar, terutama bagi masyarakat yang berekonomi lemah dengan cara memberikan pembiayaan-pembiayaan seperti mudharabah, musyarakah, muzara’ah, dan lain sebagainya.

Tanya : Apa visi dan misi dari BMT Al-Karim ?

Jawab : Sebagai lembaga keuangan yang Islami, maka BMT Al-Karim memiliki visi yaitu terwujudnya lembaga keuangan Islam yang memilii jaringan luas, berkomitmen terhadap syari’ah serta berorientasi pada usaha mikro dan kecil serta ditunjang oleh sumber daya insani yang profesional, cerdas, inovatif dan bertaqwa. BMT Al-Karim juga

memiliki beberapa misi dalam rangka melakukan aktivitas usahanya. Salah satu misi dari BMT Al-Karim adalah mengembangkan lembaga keuangan Islam yang kuat, terpercaya dan memiliki jaringan yang luas. Tanya : Bagaimana prinsip operasional BMT Al-Karim ?

Jawab : Sebagai lembaga non bank, BMT Al-Karim melakukan kegiatan operasionalnya secara konsisten dengan mengacu kepada ketetapan- ketetapan syari’i sebagaimana terkandung dalam Al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW secara ijma’ dan fatwa ulama. Sedangkan dalam menjalankan aktivitas usahanya, BMT Al-Karim menerapkan prinsip- prinsip syari’ah yang antara lain adalah mudharabah, musyarakah,

murabahah, ba’i al-istishna’ dan ijarah wa itiqna.

Tanya : Produk-produk apa saja yang ada pada BMT Al-Karim ?

Jawab : BMT Al-Karim mengklasifikasikan produk-produknya ke dalam tiga golongan yaitu Baitut Tamwil, Baitul Maal dan sektor riil. Produk Baitut Tamwil yang ada pada BMT Al-Karim adalah produk simpanan. Produk ini terdiri atas simpanan mudharabah, deposito mudharabah, simpanan pendidikan Al-Karim, simpanan Idul Fitri dan simpanan qurban. Sedangan produk Baitul Maal terdiri atas beasiswa, orang tua asuh dan pengobatan gratis. Adapun produk pada sektor riil adalah banyaknya para nasabah yang melakukan beragam jenis usaha yang merupakan potensi bagi pengembangan usaha pada sektor riil.

Tanya : Bagaimana proses pembiayaan mudharabah bagi usaha kecil dan menengah pada BMT Al-Karim ?

Jawab : Dalam menyalurkan pembiayaan mudharabah bagi usaha kecil dan menengah, nasabah BMT Al-Karim mendapatkan perlakuan yang sama. Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan nasabah mendapatkan pembiayaan mudharabah yang salah satunya adalah nasabah yang mengajukan pembiayaan mudharabah melengkapi permohonan pembiayaan yaitu berupa photo copy Kartu Tanda Penduduk, photo copy Kartu Keluarga, Surat Keterangan Domisili dan menyerahkan jaminan bagi usaha menengah. Sedangkan pertimbangan utama yang digunakan BMT Al-Karim dalam memberikan pembiayaan mudharabah salah satunya adalah pertimbangan ekonomis, yaitu dengan cara melakukan analisa kelayakan usaha dalam memberikan pembiayaan mudharabah kepada nasabah yang didasarkan pada kebutuhan modal para nasabah dalam mengembalikan atau membayar angsuran pengembalian.

Tanya : Bagaimana praktek pembiayaan mudharabah bagi usaha kecil dan menengah pada BMT Al-Karim ?

Jawab : Dalam prakteknya, BMT Al-Karim menerapkan jenis mudharabah mutalaqah bagi usaha kecil dan sangat kecil. Artinya para pengusaha kecil dan sangat kecil diberikan kebebasan untuk mengelola usahanya tanpa ikut campur pihak pemilik dana. Sedangkan bagi usaha

modalnya dari resiko kerugian. Bila nasabah tidak mampu memenuhi syarat-syarat atau batasan-batasan itu, maka ia harus bertanggung jawab atas resiko kerugian yang timbul.

Tanya : Bagaimana ketentuan umum pembiayaan mudharabah pada BMT Al- Karim ?

Jawab : Dalam pembiayaan mudharabah, BMT Al-Karim menetapkan beberapa ketentuan umum dalam pembiayaan tersebut. Salah satu ketentuan umum pembiayaan mudharabah pada BMT Al-Karim adalah hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan cara penghitungan dari pendapatan proyek dan penghitungan dari keuntungan proyek.

Tanya : Bagaimana sistem pendistribusian pembiayaan mudharabah bagi usaha kecil dan menengah pada BMT Al-Karim ?

Jawab : Penyaluran pembiayaan mudharabah bagi usaha kecil dan sangat kecil tidak memerlukan persyaratan yang relatif rumit, karena modal yang disalurkan juga relatif kecil. Sedangkan penyaluran pembiayaan bagi usaha menengah, pihak BMT Al-Karim selalu berpedoman pada prinsip 5C yang diharapkan dapat memberikan informasi tentang niat baik dan kemampuan nasabah untuk melunasi kembali pinjamannya.

Tanya : Bagaimana sikap masyarakat sekitar BMT Al-Karim terhadap penyaluran pembiayaan mudharabah bagi usaha kecil dan menengah ? Jawab : Masyarakat sekitar BMT Al-Karim sudah barang tentu merasa gembira

dengan adanya penyaluran pembiayaan mudharabah bagi usaha kecil dan menengah. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya nasabah yang mengajukan permohonan pembiayaan mudharabah baik usaha kecil maupun menengah kepada BMT Al-Karim.

Tanya : Metode apa yang digunakan BMT Al-Karim dalam menghadapi nasabah yang tidak menepati janji ?

Jawab : Sebagai lembaga keuangan yang berpedoman kepada syari’ah Islam, maka metode yang digunakan BMT Al-Karim apabila nasabah tidak menepati janji adalah melalui tindakan persuasive dan kebijakan keringanan yaitu dengan cara memperpanjang angsuran dan bagi hasil diperkecil dengan membuat surat penawaran baru atau aqad baru yang dibuat oleh nasabah.

Tanya : Upaya apa saja yang dapat dilakukan BMT Al-Karim untuk mengantisipasi nasabah yang tidak menepati janji ?

Jawab : Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan pihak BMT Al-Karim dalam mengantisipasi nasabah yang tidak menepati janji yang salah satu di

antaranya adalah mempertimbangkan permohonan pembiayaan mudharabah bila nasabah yang bersangkutan melakukan aqad baru. Tanya : Sejauh mana pengaruh pembiayaan mudharabah bagi usaha kecil dan

menengah pada BMT Al-Karim ?

Jawab : Pembiayaan mudharabah yang disalurkan oleh pihak BMT Al-Karim sangat berpengaruh bagi usaha kecil dan menengah. Hal ini mengindikasikan bahwa BMT Al-Karim memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan ekonomi masyarakat terutama bagi usaha kecil dan menengah yang benar-benar menggantungkan harapannya pada pembiayaan mudharabah yang disalurkan oleh pihak BMT Al- Karim.

Tanya : Kendala apa saja yang dihadapi pihak BMT Al-Karim dalam memberlakukan pembiayaan mudharabah bagi usaha kecil dan menengah ?

Jawab : Secara umum, BMT Al-Karim tidak memiliki kendala yang berarti dalam memberlakukan pembiayaan mudharabah bagi usaha kecil dan menengah. Namun kendala yang ditemukan BMT Al-Karim di lapangan yaitu rendahnya tingkat pendidikan dari kebanyakan nasabah usaha kecil dan sangat kecil, sehingga terasa sulit menjelaskan tentang penetapan bagi hasil, tabungan maupun jaminan. Sedangkan kendala yang dihadapi pihak BMT Al-Karim dalam memberlakukan pembiayaan mudharabah bagi usaha menengah adalah adanya nasabah yang kurang jujur dalam memberikan alasan untuk pengembalian pembiayaan mudharabah.

Tanya : Apa yang bapak harapkan dari pembiayaan mudharabah bagi usaha kecil dan menengah pada BMT Al-Karim ?

Jawab : Secara pribadi, saya sangat mengharapkan dari hasil pembiayaan mudharabah bagi usaha kecil dan menengah pada BMT Al-Karim ini adalah dapat membangun ekonomi kerakyatan yang bersifat makro, sehingga tidak ada masyarakat miskin seperti sekarang, karena kemiskinan menurut saya sangat mendekati kepada kekafiran.

Tanya : Bagaimana prospek BMT Al-Karim pada masa yang akan datang, terutama bagi usaha kecil dan menengah ?

Jawab : BMT Al-Karim memiliki prospek yang cukup cerah pada masa yang akan datang. Hal ini disebabkan banyaknya nasabah yang tidak hanya melakukan transaksi peminjaman, akan tetapi banyak juga di kalangan masyarakat yang menyimpan dananya di BMT Al-Karim. Dengan demikian, BMT Al-Karim dipercaya oleh masyarakat dan diberikan kebebasan untuk mengelola dana masyarakat. Untuk itu, BMT Al- Karim menyalurkan pembiayaan mudharabah ini bagi usaha kecil dan sangat kecil serta usaha menengah.

Tanya : Usaha apa yang dapat dilakukan BMT Al-Karim dalam menarik minat

Dokumen terkait