• Tidak ada hasil yang ditemukan

DITUNTUN UNTUK MANDIRI

Dalam dokumen OM MANI PADME HUM. Penulis. Pendahuluan (Halaman 93-97)

30.TITAH KAISAR LANGIT SUNGGUH PUNYA KEKUATAN BESAR

31. DITUNTUN UNTUK MANDIRI

Sekembalinya aku dari Guangzhou China, aku mendapatkan kabar duka. Ayah dari orang yang bernama Melia meninggal dunia pada hari kembalinya aku ke

Jakarta. Ayahnya itu sudah masuk rumah sakit karena gagal ginjal sebelum aku pergi ke China, aku pernah datang kerumah sakit untuk menengoknya dan memohon para Buddha dan Bodhisattva menolong dia dari penderitaan itu serta menyembuhkannya.

Tapi kata Guruku sudah tidak bisa ditolong dan waktunya tidak akan lama lagi, karmanya terlalu berat pada kehidupan lalu dan kehidupan saat ini dia tidak melatih dirinya untuk mengikis karma. Oleh karena itu pada kehidupan ini dia mengalami kekurangan pada beberapa bagian tubuhnya, tapi dia masih beruntung bisa berkeluarga

dan mempunyai anak, sehingga dikehidupan ini dia bisa mendapatkan pahala kebajikan yang ditanamkan anak, istri dan keluarganya walaupun dia tidak bisa berbuat apapun.

Aku tidak bisa mengatakan yang sebenarnya kepada keluarganya saat mereka ingin tahu bagaimana keadaannya dan apakah bisa disembuhkan. Aku hanya bisa

mengatakan bahwa bagaimanapun hasilnya kita tetap harus berusaha untuk membantunya agar bisa mendapatkan kebaikan, dengan mengumpulkan pahala kebajikan untuknya agar karma masa lalunya bisa terkikis. Ayahnya harus menjalani cuci darah selama dirumah sakit.

Saat Guruku memberi tugas untuk pergi ke China, aku ragu untuk pergi karna satu hal ini. Aku tidak ingin terjadi sesuatu hal yang tidak baik, tapi Guruku mengatakan agar aku tidak perlu kuatir. Memang selama aku di China aku tidak mendapatkan kabar-kabar buruk, aku bisa menjalankan tugasku dengan tenang. Tapi sekembalinya aku ke Jakarta, aku harus mendapatkan kabar duka ini. Aku amat bersedih, dan sedikit kecewa mengapa Buddha – Bodhisattva tidak bisa menolongnya dan menyembuhkan

penyakitnya, walaupun aku tahu hal ini akan terjadi.

Guruku mengetahui kesedihanku dan dia mengatakan bahwa ayah Melia akan direinkarnasi kembali, karena keluarganya telah mengumpulkan pahala kebajikan untuknya, dan pahala kebajikan tertinggi yang dia dapatkan sehingga karma buruknya bisa seimbang dengan karma baiknya saat ini adalah, ketika ada seseorang yang

memberikan jasa pahala dengan mendanakan rupang Ksitigarbha Bodhisattva untuk dialtarkan di cetya Sukhavati Prajna atas namanya.

Itulah yang membuat dia diberi kesempatan oleh Buddha-Bodhisattva untuk reinkarnasi kembali menjadi manusia dengan kondisi tubuh yang sempurna tidak kekurangan, agar dikehidupan yang akan datang dia bisa membina dirinya sehingga bisa terlahir di Tanah Suci Sukhavati. Mendengar hal itu aku menjadi bersemangat dan bahagia, ternyata tidak sia-sia keluarganya berbuat kebajikan untuknya, sehingga dia bisa mendapatkan kebaikan ini.

Mendapatkan kesempatan untuk mengikis karma adalah keberuntungan manusia, bisa terlahir menjadi manusia adalah keberuntungan besar, karena dengan menjadi manusia baru bisa membina diri untuk mencapai keBuddhaan dan terlepas dari tumimbal lahir. Tidak mudah terlahir kembali menjadi manusia, paling tidak karma buruk dan baiknya harus seimbang, jika karma buruk lebih besar maka harus menjalani penghukuman di alam neraka, jika penghukuman di alam neraka sudah selesai belum tentu bisa langsung

terlahir menjadi manusia, tapi mungkin masih harus terlahir di alam binatang, bukankah itu sangat menyedihkan.

Aku merasa sejak kembali dari China, cuaca tidak menentu. Seperti hari ini, aku melihat langit gelap, hujan turun lumayan keras dan gemuruh guntur sepertinya tidak biasa. Aku merasakan para Dharmapala melindungiku, tapi aku belum mengerti untuk apa hari ini mereka begitu melindungi aku.

Aku diberi petunjuk untuk memasang hio 5 batang di altar Chi Thien Ta Sen, dan 8 batang di altar Dewa Bumi. Karena sepulang aku dari China, alam Dewa, alam Buddha dan juga alam Mara kegelapan mengetahuinya dan mara kegelapan tidak senang akan hal itu. Mereka mencoba mempengaruhiku dangan membuat cuaca mendung dan bunyi guntur dan petir terus menerus.

Tadinya aku mengira Dewa Hujan dan Dewa angin sedang menjalankan tugas, atau Dewa Naga sedang menurunkan hujan hari ini. Tapi saat aku mencoba mencari tahu kebenarannya, ternyata bukan seperti yang aku pikirkan karena aku tidak melihat ada Dewa Angin dan Dewa Hujan apalagi Dewa Naga.

Ternyata yang kutemukan saat aku naik ke langit adalah sekawanan makhluk-makhluk bertampang menyeramkan sedang berbuat onar dilangit dan terlihat senang dengan apa yang mereka lakukan. Salah satu makhluk itu ada yang berwujud seperti ular dan

terlihat besar, makhluk itu bicara padaku;

“Desi... akhirnya kau naik juga“ ternyata dia mengenalku. Lalu kenapa dia bilang begitu. Apakah dia memang sedang menungguku. Aku balik bertanya padanya.

“Ada apa ini, kenapa kalian semua membuat cuaca seperti ini?“

“Ha.. ha.. ha.. kami tahu kau baru kembali dari China daratan, dan kami ingin menghalangimu, karena kau telah mengikuti Buddha.”

“Memangnya kenapa, apa masalahnya dengan kalian?”

“Tentu membuat masalah, karena jika kau menjalani hal itu maka pengikut-pengikut kegelapan akan berkurang.”

“Oh... bukankah itu lebih baik?”

“Tidak bisa, kami akan menghalangimu untuk bisa mengikuti Buddha“

Lalu mereka semua berniat menyerangku, aku bingung tak tahu apa yang harus aku lakukan, dan pada saat itu tidak mungkin mengeluarkan Titah Kaisar. Aku berpikir sejenak dan mencoba mengingat benda apa saja yang pernah diberikan oleh Guru-Guruku untuk menghalau mereka.

Akhirnya aku memutuskan untuk mengunakan Rebana dari Dewa Hian Tian Shang Tee yang diberikan saat aku berulang tahun. Rebana itu aku bunyikan dan muncullah sekumpulan Dewa Perang, aku meminta Para Dewa Perang itu membantuku menghadapi makhluk-makhluk Mara kegelapan itu.

Tapi sepertinya tidak bisa menghalangi mereka, lalu aku mengeluarkan Boneka Giok yang diberikan oleh Giok Hong Shang Tee, sinar hijau yang terpancar dari Boneka Giok itu membuat semua makhluk Mara kegelapan itu terpental dan pergi. Setelah itu suara guntur, petir dan hujan berhenti.

Dupa hio yang aku pasang tidak boleh putus dalam beberapa hari sampai keadaan membaik, aku diminta untuk mengingat semua yang diajarkan oleh Guru-Guru Dharmaku, semua benda-benda pusaka yang mereka berikan harus kuingat dan kuketahui kegunaannya. Karena aku akan memerlukannya.

Kejadian ini membuat aku tersadarkan, sejak aku kembali dari China, aku merasa diarahkan untuk bisa mandiri dalam menjalankan Dharma. Selama ini aku selalu

mengandalkan Guru sejatiku dan Buddha selalu menolongku disaat aku terdesak dalam menghadapi cobaan dan rintangan, saat ini sepertinya aku dituntun untuk punya

inisiatif sendiri dalam menjalani Dharma, supaya bisa berpikir sendiri apa yang harus dilakukan jika aku berada dalam situasi apapun. Dalam menghadapi kasus, dalam menghadapi Mara, dan dalam menghadapi diriku sendiri.

Walaupun aku telah menyatu dengan Guru sejatiku, juga telah menyatu dengan Buddha-Bodhisattva dan para Dharmapala, bukan berarti aku hanya mengandalkan mereka. Aku harus dengan sendirinya peka terhadap segala situasi dan keadaan, kapanpun dan dimanapun aku berada.

Kadang aku tidak begitu cepat bertindak dan spontanitas melihat situasi, kadang aku hanya menunggu petunjuk saja dari Guru sejatiku atau para Dewa yang

memanggilku. Tapi ternyata aku salah, aku harus menumbuhkan kepekaan dalam diriku, baik itu kewelas-asihan, tanda-tanda alam dan perubahaan pada tubuh. Agar aku bisa cepat mengetahui apa yang harus aku lakukan.

Sekembalinya aku dari China, beberapa Dharmapala seperti Vajrapani, Yamantaka dan Acalanatha Bodhisattva menyatu denganku, aku bershadana kepada mereka semua, masing-masing selama 7 hari berturut-turut. Energi dan kekuatan mereka sangat besar aku rasakan, aku bersyukur mereka berkenan padaku dan perlindungan Mereka selalu menyertaiku dimanapun aku berada, jika ada roh-roh tidak bersih didekatku, maka para Dharmapala ini dengan segera membantuku untuk membersihkannya.

Dalam dokumen OM MANI PADME HUM. Penulis. Pendahuluan (Halaman 93-97)