• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IX. PENUTUP

Lampiran 8. Dokumentasi

Salah Satu Homestay Formal Wisatawan yang Sedang Menginap 8.2 Usaha Rumah Makan

Restoran di Gosong Pulau Pramuka Salah Satu Warung Nasi 8.3 Usaha Perdagangan

8.4 Usaha Transportasi

Kapal Ojek Muara Angke Kapal Ojek Antar Pulau

Kapal Snorkeling Suasana di Pelabuhan Muara Angke 8.5 Usaha Jasa

ABSTRACT

DIAN WIDYA SETIYANTI. Impact Tourism on Off Farm Business and Employment Opportunities in Coastal Area : Case in Pramuka Island, Pulau Panggang Village, Kepulauan Seribu Utara Subdistrict, Kepulauan Seribu Administrative District, DKI Jakarta. Supervised by DWI SADONO.

The tourism has a very significant role in national economic development. Social changes occured as a result of direct contacts from tourism in tourist areas. One of consequence from the tourism activities is emergence of businesses and employment opportunities which can encourage local economies. The purpose of this research was to identify business and employment opportunities as a result of tourism activities at Pramuka Island and also to identify characteristics of the community. Another purpose is to analyze level of income, linkages between agriculture sector and non agriculture sector, and transfer of resources (land) that arise due to tourism activities. The research methods are qualitative method which supported by quantitative methods. The results showed that tourism activities in Pramuka island has created business and employment opportunities for local community. Opportunities are predominantly used by natives. Tourism businesses and employment tend to be main livelihood of local people although their income are still at low-income levels. Linkage between agriculture sector and non agriculture sector in Pramuka Island is shown by the increasing demand in fisheries sector as raw material for some businesses. Transfer of resources tends to occur among natives and there is one policy that prohibits people to build a building around the island ring road.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Keberadaan sektor pariwisata sebagai salah satu sektor andalan pembangunan perekonomian nasional, merupakan peran yang signifikan. Secara nasional, sektor pariwisata sejak awal tahun 1990an sudah dicanangkan menjadi sumber devisa negara. Hal tersebut didorong oleh terjadinya penurunan pemasukan devisa dari sektor migas pada era 1980-1990an akibat merosotnya harga migas di pasaran dunia. Sektor pariwisata diharapkan negara sebagai sumber penghasilan lain di luar migas, karena Indonesia memiliki potensi pariwisata yang sangat besar untuk dikembangkan. Pada tahun 1999, sektor pariwisata di Indonesia telah menunjukkan menjadi penghasil devisa nomor satu untuk sektor non migas dengan jumlah US$ 4,7 milyar dimana pencapaian tersebut berada di atas sektor garment, tekstil dan hasil hutan atau kayu1.

Berbagai kebijakan mengenai pengembangan sektor pariwisata pun telah banyak ditempuh oleh pemerintah, diantaranya melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Pasal 4, yang menjelaskan bahwa sektor kepariwisataan merupakan pilar strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional. Rencana Pembangunan Nasional Jangka Pendek (RPJM) 2010-2014 juga menjelaskan beberapa sasaran pembangunan pariwisata yaitu meningkatkan destinasi pariwisata yang berdaya saing tinggi di pasar global, meningkatkan kesadaran dan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan, serta mengembangkan usaha, industri dan investasi pariwisata2.

Kemudian sebagai kelanjutan dari program pembangunan tersebut, maka disusun Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang (RPJP) 2009-2025 dengan tujuan meningkatkan keunggulan banding dan keunggulan saing kepariwisataan Indonesia dalam peta kepariwisataan regional maupun internasional, membangun sektor pariwisata sebagai salah satu pilar utama

1 Paparan Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata pada Rakorbangpus di BAPPENAS tanggal 16-17

September 2002.

2

pembangunan perekonomian nasional yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta membangun sektor pariwisata sebagai instrumen strategis dalam rangka penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat di berbagai wilayah dan destinasi pariwisata3.

Sektor pariwisata merupakan sebuah katalisator pembangunan (agent of development) yang akan mempercepat proses pembangunan itu sendiri (Yoeti, 2008). Beberapa organisasi internasional seperti PBB, Bank Dunia dan

World Tourism Organization (WTO) juga telah mengakui bahwa pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Seiring dengan berkembangnya pariwisata dan adanya kenaikan jumlah kunjungan wisatawan, hal ini telah membawa konsekuensi tersendiri khususnya pada daerah tujuan wisata dan masyarakat lokal. Kehadiran pariwisata pada dasarnya mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, meningkatkan penghasilan, meningkatkan standar hidup, serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya (Pendit, 2006). Karyono (1997) menjelaskan bahwa tumbuhnya peluang usaha dan kerja akibat pariwisata menyebabkan permintaan terhadap tenaga kerja meningkat. Makin banyak wisatawan yang berkunjung maka makin banyak pula jenis usaha yang tumbuh di daerah wisata, sehingga makin luas lapangan kerja yang tercipta. Lapangan kerja yang tercipta tidak hanya yang langsung berhubungan dengan pariwisata, tetapi juga di bidang yang tidak langsung berhubungan dengan pariwisata. Hal tersebut menunjukkan bahwa pariwisata mempunyai potensi yang besar dalam menyediakan lapangan kerja bagi para tenaga kerja yang membutuhkan lapangan kerja baru.

Kawasan pesisir Indonesia, merupakan salah satu kawasan yang kaya akan potensi sumberdaya alam dan juga mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi objek wisata. Pengembangan kawasan pesisir untuk keperluan rekreasi di Indonesia cenderung meningkat bersamaan dengan semakin digiatkannya bidang kepariwisataan. Sektor pariwisata di kawasan pesisir juga berpotensi untuk meningkatkan kegiatan ekonomi lokal dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan

3 Hutabarat, Arifin. 2009. (http://traveltourismindonesia.wordpress.com/2009/06/11/tujuan-kebijakan-pariwisata-yad/).

kesejahteraan masyarakat pesisir serta pembangunan wilayah di daerah wisata yang bersangkutan. Salah satu kawasan pesisir di Indonesia adalah Kepulauan Seribu. Kepulauan ini merupakan sebuah kawasan kota perairan Jakarta yang terdiri dari pulau-pulau kecil sebanyak 110 buah. Pulau-pulau tersebut memiliki kekayaan sumberdaya alam yang istimewa seperti keindahan alam, keanekaragaman jenis flora dan fauna, kekayaan biota laut serta terumbu karang. Dengan segala kekayaan alam yang dimiliki oleh Kepulauan Seribu, maka pemerintah melihat potensi yang besar untuk menjadikan Kepulauan Seribu sebagai daerah tujuan dan objek wisata. Prioritas pembangunan di Kepulauan Seribu salah satunya adalah pada sektor pariwisata, sesuai dengan salah satu misi

Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu yaitu “Mewujudkan Wilayah Kepulauan Seribu Sebagai Kawasan Wisata Bahari yang Lestari”. Harapannya

adalah bahwa dengan berkembangnya sektor pariwisata di daerah ini mampu meningkatkan pembangunan di sektor lainnya seperti sektor perikanan dan usaha lainnya yang nantinya dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat disana.

Terdapat sekitar 45 buah pulau di kawasan Kepulauan Seribu yang dikembangkan sebagai pulau wisata, baik untuk wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik, dan 11 diantaranya merupakan tempat terkonsentrasinya pemukiman penduduk. Pulau-pulau pemukiman tersebut adalah Pulau Sebira, Pulau Harapan, Pulau Kelapa, Pulau Kelapa Dua, Pulau Panggang, Pulau Pramuka, Pulau Lancang, Pulau Pari, Pulau Tidung Besar, Pulau Payung dan Pulau Untung Jawa. Pulau Pramukaadalah salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu yang merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu sejak tahun 20014 (Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999, PP Nomor 55 Tahun 2001, dan Perda Nomor 21 Tahun 2001). Kebijakan peningkatan Kecamatan Kepulauan Seribu menjadi Kabupaten Administrasi adalah dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat serta dalam upaya pengendalian fungsi kawasan Kepulauan Seribu sebagai kawasan Taman Nasional Laut, pariwisata, pusat pemerintahan kabupaten dan kawasan pemukiman (Mujiyani et al. 2002).

4Soebagio. 2004. “Analisis Kebijakan Pemanfaatan Ruang Pesisir dan Laut Kepulauan Seribu dalam Meningkatkan

Pulau Pramuka merupakan pulau berpenduduk yang mulai berkembang menjadi daerah pariwisata beberapa tahun belakangan ini karena keindahan alam di sekitar pulau. Sebagai pusat pemerintahan Kepulauan Seribu, Pulau Pramuka memiliki fasilitas-fasilitas yang diperlukan warga atau wisatawan seperti tempat penginapan, rumah makan, rumah sakit, masjid, lapangan olahraga, dan fasilitas lainnya yang lebih lengkap dibandingkan dengan pulau-pulau di sekitarnya. Kondisi tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk datang ke Pulau Pramuka, sehingga pulau ini menjadi salah satu lokasi tujuan wisata favorit di Kepulauan Seribu selain Pulau Untung Jawa, Pulau Tidung, dan Pulau Bidadari. Letaknya yang strategis membuat pulau ini dijadikan lokasi penginapan yang ideal untuk mengunjungi pulau-pulau lain yang berada di Kepulauan Seribu.

Perubahan-perubahan dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat dapat terjadi sebagai akibat hadirnya sektor pariwisata di Pulau Pramuka. Adanya kegiatan pariwisata telah memunculkan suatu bentuk peluang usaha dan kerja di daerah ini. Potensi pariwisata dalam menyerap tenaga kerja terlihat pada bentuk- bentuk usaha seperti penginapan, rumah makan, penyewaan alat snorkeling, dan lain-lain. Peluang usaha dan kerja yang ditawarkan oleh pariwisata pada umumnya berada di luar sektor pertanian dan bersifat formal, sedangkan masyarakat yang diharapkan menggunakan peluang tersebut umumnya berada dalam sektor pertanian dan bersifat informal (merujuk pada penelitian Tando,1992 dan Sadono et al.,1992). Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi mengenai dampak pariwisata terhadap peluang usaha dan kerja luar pertanian yang muncul terutama pada daerah pesisir seperti di Pulau Pramuka. Penelitian dampak pariwisata umumnya mengkaji dampak terhadap sosial ekonomi maupun sosial budaya seperti dalam penelitian Wijaya (2007), Mardiyaningsih (2003), Swarsi et al. (1996), dan Windiyarti et al. (1994), serta melihat kontribusi sektor pariwisata terhadap pendapatan dan kesejahteraan masyarakat seperti dalam penelitian Sulaksmi (2007), Minullah (1997), dan Sudirman (1991). Masih sedikit yang mengkaji dampak pariwisata dengan fokus pada peluang usaha dan kerja luar pertanian, diantaranya penelitian Sadono, et al.

1.2Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka secara spesifik masalah penelitian yang akan dikaji dalam penelitian adalah : 1. Peluang usaha dan kerja apa saja yang tumbuh karena adanya kegiatan

pariwisata di Pulau Pramuka dan bagaimana karakteristik masyarakat yang memanfaatkan peluang usaha dan kerja tersebut?

2. Bagaimana pengaruh pemanfaatan peluang usaha dan kerja yang muncul karena adanya kegiatan pariwisata di Pulau Pramuka terhadap tingkat pendapatan?

3. Sejauhmana terjalin keterkaitan antara sektor pertanian dengan luar pertanian di Pulau Pramuka dalam upaya memanfaatkan peluang usaha dan kerja yang muncul karena adanya kegiatan pariwisata?

4. Sejauhmana telah terjadi alih sumberdaya (dari milik penduduk lokal menjadi milik pendatang) dalam upaya memanfaatkan peluang usaha dan kerja yang muncul karena adanya kegiatan pariwisata?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui, mengidentifikasi dan menganalisis :

1. Peluang usaha dan kerja yang tumbuh sebagai akibat adanya kegiatan pariwisata di Pulau Pramuka dan karakteristik masyarakat yang memanfaatkan peluang usaha dan kerja tersebut.

2. Pengaruh pemanfaatan peluang usaha dan kerja yang muncul karena adanya kegiatan pariwisata di Pulau Pramuka terhadap tingkat pendapatan.

3. Keterkaitan antara sektor pertanian dengan luar pertanian di Pulau Pramuka dalam upaya memanfaatkan peluang usaha dan kerja yang muncul karena adanya kegiatan pariwisata.

4. Alih sumberdaya (dari milik penduduk lokal menjadi milik pendatang) dalam upaya memanfaatkan peluang usaha dan kerja yang muncul karena adanya kegiatan pariwisata.

1.4Kegunaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dipaparkan, maka kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Pihak Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai literatur dan media evaluasi pemerintah dalam melakukan pengembangan dan pengelolaan pariwisata di daerah pesisir, sehingga kebijakan pengembangan pariwisata tidak hanya untuk memperbesar perolehan devisa atau pendapatan daerah saja tapi juga dapat meningkatkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Kepulauan Seribu khususnya di Pulau Pramuka.

2. Pihak Akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur dan wawasan pengetahuan terutama pada bidang ilmu yang bersangkutan dengan penelitian pariwisata dan pesisir.

3. Pihak Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat mengenai dampak pariwisata terhadap peluang usaha dan kerja luar pertanian di daerah pesisir.

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Pariwisata

Menurut Yoeti (1996), bila ditinjau secara etimologi pariwisata berasal

dari bahasa Sansekerta yaitu “pari” dan “wisata”. “Pari” berarti banyak, berkali-

kali, dan “wisata” berarti perjalanan, bepergian. Bila didefinisikan, Yoeti (1996) menjelaskan bahwa pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha (berbisnis) atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna bertamasya, dan rekreasi atau memenuhi keinginan yang beraneka ragam. Pariwisata menurut Murphy (1985) diacu dalam Pitana dan Gayatri (2004) diartikan sebagai keseluruhan elemen-elemen terkait (wisatawan, daerah tujuan wisata, perjalanan, industri dan lain-lain) yang merupakan akibat dari perjalanan wisata ke daerah tujuan wisata, sepanjang perjalanan tersebut tidak permanen. Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 dalam Musanef (1996), pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan objek dan daya tarik serta usaha-usaha yang terkait di bidang ini. Pengertian ini mengandung lima unsur yaitu : (1) Unsur manusia (wisatawan), (2) Unsur kegiatan (perjalanan), (3) Unsur motivasi (menikmati), (4) Unsur sasaran (objek dan daya tarik wisata), dan (5) Unsur usaha.

Berdasarkan definisi pariwisata di atas, maka terdapat beberapa faktor- faktor penting dalam konsep pariwisata. Hal tersebut diantaranya adalah adanya pergerakan orang-orang dari tempat tinggalnya ke tempat lain yang dilakukan hanya untuk sementara waktu, adanya perjalanan dimana bentuknya harus selalu dikaitkan dengan pertamasyaan atau rekreasi, serta adanya orang-orang yang melakukan perjalanan tersebut. Orang-orang tersebut tidak mencari nafkah di tempat yang dikunjungi dan semata-mata sebagai konsumen di tempat tersebut. Kegiatan pariwisata tidak terlepas dari unsur manusia yang merupakan pelaku utama yang melakukan perjalanan, adanya unsur ruang yang merupakan daerah

atau ruang lingkup tempat orang melakukan perjalanan, serta unsur waktu yang digunakan selama dalam perjalanan dan tinggal di daerah tujuan wisata.

The International Union of Official Ttravel Organization (IUTO) dalam

The United Nations Conference on International Travel and Tourism di Roma tahun 1983 (Yoeti, 1996) memberikan batasan tentang wisatawan (pengunjung) dalam dua kategori, yaitu wisatawan (tourist) dan pelancong (excursionist). Wisatawan didefinisikan sebagai pengunjung sementara yang paling sedikit tinggal selama 24 jam di negara yang dikunjunginya dan tujuan perjalanannya untuk mengisi waktu luang (rekreasi, liburan, kesehatan, studi, keagamaan, dan olahraga), keperluan keluarga, bisnis dan konferensi. Pelancong didefinisikan sebagai pengunjung sementara yang tinggal kurang dari 24 jam di negara yang dikunjunginya, tanpa bermalam. Jika melihat sifat perjalanan dimana perjalanan wisata dilakukan, maka wisatawan dapat diklasifikasikan sebagai wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara. Wisatawan mancanegara adalah orang- orang yang sedang mengadakan perjalanan dalam jangka waktu minimal 24 jam dan maksimal tiga bulan ke suatu negara yang bukan negeri dimana ia tinggal, sedangkan wisatawan nusantara adalah seorang penduduk yang melakukan perjalanan ke tempat selain dimana ia tinggal menetap. Perjalanan dimaksud dilakukan dalam ruang lingkup antar daerah di Indonesia, dimana yang bersangkutan tinggal dengan lama perjalanan minimal 24 jam dengan tujuan tidak untuk memperoleh upah atau nafkah (Musanef, 1996).

2.1.2 Faktor Pendorong Pariwisata

Meningkatnya kesejahteraan penduduk dunia membuat perjalanan wisata menjadi suatu kebutuhan utama bagi kehidupan modern dalam dua dekade ini. Proses globalisasi telah menjadikan dunia tanpa batas (borderless) yang memberi kemudahan bagi orang-orang untuk saling berkunjung sehingga mendorong

peningkatan kunjungan wisatawan di waktu yang akan datang. Prof. Dr. Dorodjatun Kuntjarajakti (mantan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia) dalam Yoeti (2008) mengatakan bahwa suatu hal yang perlu diperhatikan pada permulaan abad-21 adalah sektor pariwisata. Hal ini karena

mendorong pertumbuhan pariwisata, dimana 3T itu diartikan masing-masing sebagai : Transportation, Telecommunication, dan Tourism atau Travel.

a. Transportation : Beberapa tahun mendatang, diprediksi bahwa kemajuan teknologi transportasi akan mengalami kemajuan yang sangat pesat. Industri pesawat yang biasanya memproduksi pesawat dengan double decker akan menghasilkan pesawat dengan triple decker sehingga kemampuan membawa penumpang menjadi 900-1000 orang dengan kecepatan tinggi yang dapat membuat jarak antara New York dan Biak ditempuh dalam waktu 3 jam saja. Kemajuan transportasi yang pesat tersebut dapat mempermudah orang untuk menempuh jarak jauh dengan waktu yang singkat.

b. Telecommunication : Munculnya teknologi komputer digital yang dapat diakses ke rumah-rumah, kantor-kantor, dan bahkan di desa-desa serta munculnya one touched system membuat informasi lebih mudah diterima. Terjadinya direct communication melalui satelit yang makin berkembang dimana semua peristiwa dunia dapat segera diketahui sehingga kegiatan promosi pariwisata akan lebih banyak menggunakan internet daripada sarana lainnya.

c. Tourism (Travel) : Akibat dari kemajuan dua T di atas, maka akan terjadi

mass tourism” dimana rombongan wisatawan dapat meningkat dengan

jumlah sekali datang 900-1000 orang. Akibatnya akan diperlukan paling sedikit delapan bandara setaraf bandara Soekarno-Hatta di delapan daerah tujuan wisata seperti Juanda, Ujung Pandang, Manado, Sepinggan, Polonia, Kataping, Biak dan Ngurah Ray. Selain itu, diperlukan sistem pelayanan imigrasi dan bea-cukai yang lebih profesional untuk melayani wisatawan global yang datang secara bergelombang dalam waktu yang bersamaan. Perlunya biro perjalanan wisata dan pramuwisata yang profesional, pelayanan industri perhotelan dan restoran yang berkualitas, pelayanan pusat-pusat perbelanjaan serta toko-toko cenderamata yang menarik. Hal lainnya adalah perlunya sumberdaya manusia dan sistem pendidikan pariwisata yang profesional serta kebijakan pariwisata secara terpadu untuk menciptakan kerjasama yang efektif dengan departemen-departemen terkait.

2.1.3 Dampak Pariwisata

Pariwisata merupakan suatu gejala sosial yang kompleks dan menyangkut manusia seutuhnya serta memiliki berbagai aspek seperti sosiologis, psikologis, ekonomis, ekologis dan lain-lain. Aspek yang mendapat perhatian yang paling besar dan hampir merupakan satu-satunya aspek yang dianggap penting adalah aspek ekonomi. Menurut Cohen (1984) dalam Pitana dan Gayatri (2004) dampak pariwisata terhadap kondisi ekonomi masyarakat lokal dapat dikategorikan menjadi delapan kelompok besar yaitu : (1) Dampak terhadap penerimaan devisa, (2) Dampak terhadap pendapatan masyarakat, (3) Dampak terhadap kesempatan kerja, (4) Dampak terhadap harga-harga, (5) Dampak terhadap distribusi manfaat atau keuntungan, (6) Dampak terhadap kepemilikan dan kontrol, (7) Dampak terhadap pembangunan pada umumnya, dan (8) Dampak terhadap pendapatan pemerintah.

Dampak positif dari kegiatan pariwisata adalah adanya penerimaan devisa negara. Semakin besar tingkat belanja para wisatawan asing di suatu negara tujuan, maka akan semakin memperkuat neraca pembayaran. Hasil penelitian Manan et al. (1993) juga menyebutkan bahwa semakin bertambahnya wisatawan asing yang datang ke Indonesia, maka akan semakin banyak devisa yang diterima oleh negara. Masyarakat juga memiliki kesempatan untuk mendapatkan tambahan pendapatan dari aktivitas pariwisata. Pendapatan ini diperoleh dengan menjual atau menyediakan barang dan jasa baik secara langsung maupun tidak langsung. Pariwisata dapat meningkatkan pendapatan sekaligus mempercepat pemerataan pendapatan masyarakat. Adanya peningkatan dan pemerataan pendapatan itu sendiri nantinya dapat berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar lokasi wisata.

Pembangunan industri pariwisata di tingkat lokal seperti pembangunan hotel, restoran dan layanan pariwisata lainnya secara langsung telah membuka lapangan berusaha dan pekerjaan di kawasan tersebut dan dapat dikelola serta memanfaatkan tenaga kerja masyarakat setempat. Datangnya wisatawan ke suatu daerah wisata akan memerlukan pelayanan untuk menyediakan kebutuhan, keinginan dan harapan wisatawan yang berbagai macam, sehingga pariwisata telah memberi serta menambah lapangan dan kesempatan kerja bagi masyarakat

dalam lingkungan dimana industri itu berada. Kesempatan kerja dalam pariwisata tersebut adalah seperti usaha akomodasi, restoran, pemandu wisata, seniman, pengrajin, biro perjalanan, serta bidang kerja dan jasa lainnya. Sebagai industri, kepariwisataan dapat memberikan peluang kepada para petani untuk memasarkan produknya seperti sayur dan buah-buahan, hasil ternak seperti susu dan daging, dan lain sebagainya (Pendit, 2006).

Dampak terhadap harga-harga akibat pariwisata ditunjukkan dengan meningkatnya harga-harga untuk produk–produk yang dibutuhkan baik oleh wisatawan maupun oleh masyarakat seperti meningkatnya harga bahan makanan, dan beberapa kebutuhan pokok lainnya yang dapat meningkatkan inflasi tiap tahun. Damanik dan Weber (2006) menjelaskan bahwa harga-harga akan naik karena pada umumnya wisatawan mau dan memiliki kemampuan untuk membayar berbagai produk dan jasa lebih tinggi dari kemampuan membayar masyarakat lokal. Solusi dari permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan sistem harga yang berbeda antara harga untuk wisatawan dengan harga untuk masyarakat lokal. Hal lainnya yang terjadi adalah mahalnya harga tanah di sekitar lokasi wisata, pantai-pantai dikaveling, sehingga sering terjadi spekulasi harga yang pada akhirnya meningkatkan harga tanah di sekitarnya. Kebutuhan pariwisata akan tanah untuk pengembangan pariwisata menyebabkan harga tanah meningkat terus dan menyebabkan masyarakat setempat tidak mampu membeli bahkan terpaksa menjual tanah mereka untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka yang makin meningkat. Pada akhirnya hal tersebut justru menyingkirkan mereka dari sumberdaya dan lingkungannya.

Dampak dalam distribusi manfaat dan keuntungan ditunjukkan dengan meningkatnya pertumbuhan sektor-sektor ekonomi lainnya akibat pertumbuhan wisata. Kegiatan pariwisata telah menambah pendapatan sektor lainnya seperti pengangkutan dan komunikasi, sektor perdagangan, serta industri kerajinan dan

souvenir. Wisatawan membawa pengaruh terhadap peningkatan barang dan jasa

Dokumen terkait