• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Perilaku

2.1.2 Domain Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2012) yang mengutip pendapat Bloom (1908), membagi perilaku manusia itu kedalam tiga domain, sesuai dengan tujuan pendidikan. Bloom menyebutkan ranah atau kawasan yakni: a) kognitif (cognitive), b) afektif (affective), c) psikomotor (psychomotor).

Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni:

a. Pengetahuan (Knowledge) 1) Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetauan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).

2) Tingkat Pengetahuan di dalam Domain Kognitif

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan. a) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

b) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c) Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau pengguna hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu stuktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan. Dan sebagainya terhadap suatu materi dan rumusan-rumusan yang telah ada. f) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.

Menurut Arikunto (2006) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :

1. Baik : Hasil presentase 76%-100% 2. Cukup : Hasil presentase 56%-75% 3. Kurang : Hasil presentase < 56%

3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan (Wawan dan Dewi, 2011) a) Faktor Internal

(1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kea rah cita-cita tertentu yang

menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip Notoadmojo (2003), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan (Nursalam, 2003) pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.

(2) Pekerjaan

Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membesonkan, berulang dan tantangan. sedangkan pekerjan umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga

(3) Umur

Menurut Elisbeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok (1999) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir

dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang belum tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman dan kematangan jiwa.

b) Faktor Eksternal

(1) Faktor Lingkungan

Menurut Ann. Mariner yang dikutip Nursalam (2003), lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok

(2) Sosial Budaya

Kebiasaan, nilai-nilai, tradisi-tradisi, sumber-sumber di dalam masyrakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan terbentuk dalam waktu lama sebagai akibat dari kehidupan suatu masyrakat bersama. Kebudayaan selalu berubah, baik secara lambat maupun cepat, sesuai dengan peradaban umat manusia.

b. Sikap (attitude) 1) Pengertian Sikap

Menurut Notoatmodjo (2012), sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. beberapa batasan lain tentang sikap ini dapat dikutip sebagai berikut.

“An individual’s social attitude is a syndrome of rensponse consistency with regard to social object” (Campbell,1950)

“Attitude entails an existing predisposition to response to social objecs which in interation with situational and other dispositional variables,guides and direct the overt behavior of the individual” (Cardno, 1955)

Dari batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan merupakan reaksi yang bersifat emisional terhadap stimulus sosial.

Newcomb, salah seorang psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reasik terbuka atau tingkah laku yang terbuka.Sikap suatu kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

2) Komponen Pokok Sikap

Menurut Notoatmodjo (2012) mengutip pendapat Allport (1954), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok.

1) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. 2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketika komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Suatu contoh misalnya, seorang ibu telah mendengar tentang penyakit campak (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya).

3) Tingkatan Sikap

a) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap imunisasi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang imunisasi.

b) Merespons (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berati bahwa orang menerima ide tersebut.

c) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang mengajak ibu yang lain (tetangganya, saudaranya dan sebagainya) untuk

pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang imunisasi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap kesehatan anak.

d) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mengimunisasi anaknya, meskipun mendapat tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.

4) CaraPengukuran Sikap

Menurut Wawan dan Dewi (2011) yang mengutip pendapat Azwar (2005), pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuat mengenai obyek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap mungkin berisi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai obyek sikap, yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau memihak pada obyek sikap. Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yang favourabel. Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula hal-hal negative mengenai obyek sikap yang bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap obyek sikap. Pernyataan seperti ini disebut dengan pernyataan yang tidak favourabel. Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan favourabel dan tidak favourabel dalam jumlah yang seimbang. Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif dan tidak semua negative yang seolah-olah ini skala memihak atau tidak

mendukung sama sekali obyek sikap.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaiman pendapat/pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoadmojo, 2003).

Ada beberapa factor yang mempengaruhi hasil pengukuran sikap (Hadi,1971), yaitu: keadaan obyek yang diukur, situasi pengukuran, alat ukur yang digunakan, penyelenggaraan pengukuran, dan pembacaan atau penilaian hasil ukuran.

Salah satu problem metodologi dasar dalam psikologi sosial adalah bagaimana mengukur sikap seseorang. Beberapa teknik pengukuran sikap: antara lain: Skala Thurstone, Likert, Unobstruisive Measures, Analisis Skalogram dan Skala Kumulatif, dan Multidimensional Scaling.

a) Skala Thurstone (Method of Equel-Appearing Intervals)

Metode ini mencoba menempatkan sikap seseorang pada rentangan kontinum dari yang sangat unfavorabel hingga sangat favorabel terhadap suatu obyek sikap. Caranya dengan memberikan orang tersebut sejumlah item sikap yang telah ditentukan derajad favorabilitasnya. Tahap yang pakling kritis dalam menyusun alat ini seleksi awal terhadap pernyataan sikap dan penghitungan ukuran yang mencerminkan derajad favorabilitas dari masing-masing pernyataan. Ukuran favorabilitas ini disebut nilai skala.

Untuk menghitung nilai skala dan memilih pernyataan sikap, pembuat skala perlu membuat sampel pernyataan sikap sekitar lebih 100 buah atau lebih. Pernyataan-pernyataan itu kemudian diberikan kepada beberapa orang penilai (judges). Penilai ini bertugas untuk menentukan derajat favorabilitas masing-masing pernyataan. Favorabilitas penilai itu diekspresikan melalui titik skala rating yang rentang 1-11. Sangat tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Sangat setuju. Tugas penilai ini bukan untuk menyampaikan setuju tidaknya mereka terhadap pernyataan itu. Median atau rerata perbedaan penilaian antar penilai terhadapaitem ini kemudian dijadikan sebagai skala nilai masing-masing aitem. Pembuat skala kemudian menyusun aitem mulai dari aitem yang memiliki nilai skala rendah hingga tertinggi. Dari aitem-aitem tersebut, pembuat skala kemudian memilih aitem-aitem untuk kuisioner skala sikap yang sesungguhnya. Dalam penelitian, skala yang telah dibuat ini kemudian dibreikan pada responden. Responden diminta untuk menunjukkan seberapa besar kesetujuan atau ketidaksetujuannya pada masing-masing aitem tersebut.

Teknik ini disusun oleh Thrustone didasarkan pada asumsi-asumsi: ukuran sikap seseorang itu dapat digambarkan dengan interval skala sama. Perbedaan yang sama pada suatu skala mencerminkan perbedaan yang sama pula dalam sikapnya. Asumsi kedua adalah Nilai skala yang berasal dari rating para penilai tidak dipengaruhi oleh sikap penilai terhadap issue. Penilai melakukan rating terhadap item dalam tataran yang sama terhadap

issue tersebut.

b) Skala Likert (Method of Summateds Ratings)

Likert (1932) mengajukan metodenya sebagai alternative yang lebih sederhana disbandingkan dengan Thurstone. Skala Thurstone yang terdiri dari 11 point disederhanakan menjadi dua kelompok, yaitu yang favorabel dan yang unfavorabel. Sedangkan item yang netral tidak disertakan. Untuk mengatasi hilangnya netral tersebut, Likert menggunakan teknik konstruksi test yang lain. Masing-masing responden diminta melakukan egreement atau disegreemen-nya untuk masing-masing aitem dalam skala yang terdiri dari 5 point ( Sangat setuju, Setuju, Ragu-ragu, Tidak Setuju, Sangat Tidak Setuju). Semua aitemyang favorabel kemudian diubah nilainya dalam angka, yaitu untuk Sangat Setuju nilainya 5 dan untuk yang Sangat Tidak Setuju nilainya 1. Sebaliknya untuk aitem unfavorabel nilai skala Sangat Setuju adalah 1 sedangkan untuk Tidak Setuju nilainya 5. Seperti halnya skala Thurstone, skala Likert disusun dan diberikan skor sesuai dengan skala interval sama (equal-interval scale)

c) Unobstrusive Measures

Metode ini berakar dari suatu situasi dimana seseorang dapat mencatat aspek-aspek perilakunya sendiri atau yang berhubungan sikapnya dalam pernyataan.

d) Multidimensional Scaling

dibandingkan dengan pengukuran sikap yang bersifat unidimensional. Namun demikian, pengukuran ini kadangkala menyebabka asumsi-asumsi mengenai stabilitas struktur dimensial kurang valid treutama apabila diterapkan pada orang lain, lain isu, dan skala lain aitem.

e) Pengukuran Involuntary Behavior (Pengukuran terselubung)

(1) Pengukuran dapat dilakukan jika memang diinginkan atau dapat dilakukan oleh responden

(2) Dalam banyak situasi, akurasi pengukuran sikap dipengaruhi oleh kerelaan responden

(3) Pendekatan ini merupakan pendekatan observasi terhadap reaksi-reaksi fisiologis yang terjadi tanpa disadari dilakukan oleh individu yang bersangkutan.

(4) Obeserver dapat menginterpresentasikan sikap individu mulai dari fasial reaction, voice tones, body gesture, keringat, dilatasi pupil mata, detak jantung, dan beberapa aspek fisiologis lainnya.

5) Faktor-faktor yang Memengaruhi Sikap

Menurut Wawan dan Dewi, 2011) faktor-faktor yang mempengaruhi sikap terhadap obyek sikap antara lain:

a) Pengalaman Pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang

melibatkan factor emosional.

b) Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keninginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

c) Pengaruh Kebudayaan

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang member corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya.

d) Media Massa

Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya factual disampaikan secara obyektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya.

e) Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan system kepercayaan, tidaklah mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

f) Faktor Emosional

Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataanyang disadari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentk mekanisme pertahanan ego. (Azwar, 2005)

c. Praktik atau tindakan (Practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Sikap ibu yang positif terhadap imunisasi harus mendapat konfirmasi dari suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut mengimunisasikan anaknya.

Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya dari suami atau istri, orang tua atau mertua, dan lain-lain. Praktik ini mempunyai beberapa tingkatan.

1) Respons terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh merupakan indikator praktik tingkat pertama. Misalnya, seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotong-motongnya, dan segalanya

2) Mekanisme (mecanisme)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai

praktik tingkat kedua. Misalnya, seorang ibu yang sudah mengimunisasikan bayinya pada umur-umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain.

3) Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiata-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall).

Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengopservasi tindakan atau kegiatan responden. Pengukuran praktik (overt behavior) juga dapat diukur dari hasil perilaku tersebut.

Dokumen terkait