• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOSIMETER LUMINESENSI

DOSIMETER LUMINESENSI SEBAGAI DOSIMETRI PERSONAL DALAM PEMANTAUAN DOSIS RADIASI EKSTERNAL

II. DOSIMETER LUMINESENSI

Dosimeter luminesensi telah digunakan secara luas untuk mengukur dosis radiasi sinar-X, ,  dan neutron. Dalam aplikasinya, beberapa dosimeter luminesensi akan kehilangan informasi dosis setelah menerima stimulasi panas pada saat proses pembacaan tanggapan dan annealing [11-13], namun dengan menggunakan metode PTTL (photo-transferred thermoluminecent) informasi dosis dapat dibaca ulang. Metode

PTTL kurang diminati karena berpeluang untuk terjadinya penumpukan informasi dosis yang berasal dari radiasi latar, sehingga dapat menyebabkan kesalahan yang cukup signifikan dalam estimasi dosis. Radiasi latar pada dosimeter akan mengalami peningkatan jika penyimpanan dalam waktu yang cukup lama atau di lokasi yang memiliki paparan radiasi latar relatif tinggi [11]. Penelitian yang dilakukan P. Askounis dkk [3], membuktikan bahwa dalam mengevaluasi dosis rendah hasil pemantauan paparan radiasi pekerja, keberadaan radiasi latar sangat mempengaruhi intensitas luminesensi dosimeter. Besarnya nilai paparan radiasi latar sangat bervariasi dan bergantung pada karakteristik dan kondisi lingkungan. Secara umum tanggapan dosimeter luminesensi personal dapat dinyatakan sebagai [14],

G

r

r

r

N

M

env E n , 0

... (1)

Dengan N0 : faktor kalibrasi, rn : faktor tanggapan dosis non linier relatif, rE, : tanggapan terhadap sudut dan energi, renv : tanggapan relatif paparan lingkungan. Nilai rn dan rE, adalah kuantitas tidak independen untuk luminesensi detektor karena dengan pertambahan densitas ionisasi supralinieritas/ sublinieritas akan mengalami penurunan tanggapan dosis dan terjadinya peningkatan saturasi dosis [4]. Supralinieritas pada TLD merupakan normalisasi fungsi tanggapan dosis yang didefinisikan sebagai tanggapan dosis pada dosis tertentu terhadap tanggapan dosis linier untuk dosis rendah [13].

ThermoLuminescence Dosimeter

Thermoluminescence (TL) merupakan fenomena luminesensi dari bahan insulator atau semi-konduktor berbentuk kristal fosfor yang dapat diamati ketika bahan padat tersebut menerima stimulasi panas (thermally stimulated). Fenomena luminesensi ini, tidak sama dengan bentuk cahaya yang dipancarkan secara spontan oleh bahan padat yang dipanaskan sampai berpijar. Pada TL, cahaya luminesensi yang dipancarkan sebanding dengan besarnya energi radiasi pengion yang diserap bahan fosfor sebelumnya. Secara umum, dosimeter TL (TLD) yang mengalami proses pemanasan pada saat pembacaan dapat menyebabkan seluruh perangkap menjadi kosong dari elektron-elektron yang terjebak. Elektron yang kemungkinan masih terperangkap setelah proses pembacaan dapat diabaikan atau dikosongkan dengan

annealing yaitu memberikan perlakuan panas. Pada pembacaan TLD rutin dengan waktu pembacaan pendek dan laju pemanasan (heating rate) tinggi serta tanpa di-annealing, elektron-elektron pada perangkap stabil atau perangkap lebih dalam tidak seluruhnya dibersihkan [13,15-18]. Oleh karena itu, proses pembacaan tambahan akan menghasilkan kurva cahaya tersendiri yang dapat digunakan sebagai informasi dosis setelah dosimeter dipapari radiasi pengion [11].

Dalam pemantauan dosis radiasi personal secara rutin, fading dosimeter

merupakan parameter penting yang dapat mempengaruhi hasil perkiraan dosis. Fenomena fading dapat menyebabkan TLD kehilangan sensitivitas bahan yang dapat terjadi sebelum TLD diiradiasi ( pre-irradiation fading) dan/atau kehilangan sinyal setelah TLD diiradiasi (post-irradiation fading). Fading yang terjadi pada setiap dosimeter tidak sama dan sangat bergantung pada jenis bahan TLD, mekanisme pembacaan, proses annealing, parameter tempat dan lamanya waktu penyimpanan, serta puncak kurva yang digunakan dalam menentukan dosis [18-21]. Sampai saat ini, penelitian dan pengembangan bahan fosfor yang digunakan sebagai TLD terus dilakukan untuk memenuhi keperluan dalam menentukan dosis serap radiasi pengion yang presisi dan akurat. Beberapa bahan TLD yang digunakan dalam pemantauan dosis radiasi eksternal diantaranya adalah LiF:Mg,Ti; LiF:Mg,Cu,P; LiF:Mg,Cu,Na,Si; LiF:Mg,Cu,Si; CaF2:Dy; CaF2:Tm; CaF2:Mn; CaSO4:Dy; Li2B4O7:Mn dan Al2O3:C [3,4,15,22-27].

Dari beberapa bahan TLD yang sudah dikomersialisasikan secara luas adalah dosimeter LiF dan CaSO4. Bahan fosfor LiF lebih banyak digunakan untuk pemantauan dosis radiasi eksternal sehubungan dengan tingkat sensitivititasnya yang relatif lebih tinggi, informasi dosis stabil dan ekivalensi jaringan yang baik (Zeff=8,14). Dosimeter LiF:Mg,Ti (TLD-100) memiliki rentang dosis antara 10-5 10 Gy dan fading <5%/tahun

pada temperatur 20C terkoreksi. Dibandingkan TLD-100, dosimeter LiF:MgCuP (TLD-100H) memiliki karakteristik yang lebih baik, rentang dosis yang lebih luas (10-6 10 Gy), supralinieriti yang rendah, fading-nya dapat diabaikan dan tingkat sensitivitasnya 15-30 kali lebih tinggi dari TLD-100 [22,28]. Hal ini membuat TLD-100H telah menjadi pilihan dalam program dosimetri skala yang besar, terutama untuk digunakan pada aplikasi dosimetri rutin pemantauan dan evaluasi dosis ekivalen personal dan lingkungan [15,22]. Bahan TLD LiF:Mg,Cu,P telah dikembangkan dan dikomersialisasikan oleh beberapa Negara diantaranya adalah di Cina (GR-200), Polandia (MCP-N) dan di USA (Harshaw

TLD-100H, TLD-600H, TLD-700H) [15].

Optically Stimulated Luminescence Dosimeter (OSLD)

Perkembangan awalnya, OSL merupakan metode yang cukup popular untuk penentuan dosis radiasi lingkungan yang terserap oleh material arkeologi dan geologi. Luminesensi dari material yang distimulasi dengan panjang gelombang dan intensitas cahaya yang tepat merupakan informasi dosis terserap oleh material itu, dan melalui cara penentuan dengan metode terpisah dapat diketahui laju dosis di lingkungan [29]. Dalam pengembangan selanjutnya, teknologi OSL diaplikasikan dalam dosimetri radiasi. Sama seperti TLD, dosimeter OSL juga merupakan kristal yang dibuat dari bahan

fosfor luminesensi dengan penambahan aktivator sebagai pengotor yang akan membentuk pasangan elektron-lubang ketika dosimeter tersebut menerima paparan radiasi. Paparan radiasi akan mengeksitasi elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi dan terperangkap. Pada saat OSL menerima stimulasi cahaya laser dengan panjang gelombang yang cocok, sebagian elektron yang terperangkap akan bergabung kembali dengan lubang pasangannya seperti keadaan awal. Dalam peristiwa ini tidak semua muatan elektron yang dilepaskan dan tidak selalu berasal dari perangkap yang sama [30], sehingga dosimeter OSL dapat dibaca berulangkali. Dari penelitian R.M.Ford [31], menunjukan bahwa pengurangan muatan yang terjadi dari setiap pembacaan dosimeter adalah ( 3,6±0,04)103 per mSv/bacaan (< 0,4%) pada setiap level dosis. Untuk dosimeter OSL Al2O3:C yang digunakan sebagai real-time pada radioterapi dan mamografi diperoleh respon linier sampai beberapa Gy, dan dalam setiap kali pembacaan hanya sejumlah kecil (0,05%/pembacaan) kehilangan informasi dosis [32].

Pemberian stimulasi panas dalam proses pembacaan dan annealing TLD, dapat menyebabkan terjadinya efek thermal quenching yaitu penurunan efisiensi luminesensi dan kehilangan sensitivitas TLD [27]. Dengan teknologi OSL yang menggunakan stimulasi laser hijau/biru untuk proses pembacaan informasi dosis, dosimeter

akan terhindar dari efek thermal quenching. Di samping itu, teknologi OSL memiliki keunggulan dalam proses pembacaan dosis yang menjadi relatif lebih cepat dan dapat dilakukan pada kondisi temperatur kamar. Dengan model band gap, sinyal OSL bergantung pada beberapa faktor, yaitu jumlah perangkap, kapasitas stimulasi sebagai pembawa muatan (dikenal sebagai

photoionization cross section

elektron dalam perangkap setelah terpapar radiasi, dan panjang gelombang stimulasi (terkait dengan jumlah energi yang diberikan ke elektron terjebak). Secara teoritis, fenomena yang kompleks dalam OSL didasarkan pada beberapa asumsi, bahwa hanya ada satu jenis perangkap elektron dan satu jenis pusat rekombinasi, semua perpindahan muatan terjadi melalui pita konduksi, efisiensi luminesensi ( = 1) didefinisikan bahwa semua rekombinasi adalah radiasi, dll [32]. Sehingga, intensitas OSL dapat digambarkan sebagai,

) ( exp exp 1 2 0 a t kT E a t I IOSL OSL                

... (2) Dengan a1 menggambarkan aksi dari perangkap dangkal (E adalah kedalaman perangkap, T, temperatur dan k, Konstanta Boltzmann), dan a2(t) menggambarkan

Nilai  =()()-1 merupakan lifetime

dengan  adalah intensitas stimulasi optik,  adalah photo-ionization cross section dan 

adalah panjang gelombang optik. Bahan OSL dosimeter yang sudah dikomersialisasikan untuk digunakan sebagai dosimeter personal adalah Al2O3:C [33].

Radio-Photoluminescence Glass Dosimeter

(RPLGD)

Fenomena radio-photoluminescence

(RPL) yang diaplikasikan untuk dosimeter merupakan gejala yang terdapat pada gelas perak (Ag+) diaktivasi dengan fospat (PO4) dan didasarkan pada gelas model jaringan acak. Ketika pusat luminesensi bahan gelas diiradiasi menggunakan sinar UV panjang gelombang 337,1 nm, maka pusat-pusat luminesensi akan tereksitasi dan memancarkan cahaya fluoresensi berwarna oranye (600 700nm) untuk selanjutnya kembali ke tingkat energi yang stabil (pusat luminesensi) seperti pada Gambar 1 [34]. Pusat luminesensi akan kembali kosong ketika dosimeter RPL di annealing dalam oven 400C selama 20 menit atau 1 jam untuk dosis di atas 1 Gy [35], sehingga dapat digunakan kembali mengakumulasi dosis untuk waktu yang lama. Dari penelitian yang dilakukan oleh T. Yamamoto dkk, tidak terlihat adanya efek akibat proses annealing

[34], begitu juga dengan efek UV quenching

dan recovery yang < 1% setelah lebih 3.500 kali pembacaan sehingga kesalahan yang kemungkinan disebabkan oleh faktor ini dapat diabaikan.

Gambar 1. Intensitas RPL dengan beberapa dosis serap yang berbeda pada gelas Ag+ + PO4 [34]

Gambar 2. Ilustrasi model emisi RPL pada Ag+

yang ditambahkan gelas fospat [34].

Jumlah intensitas luminesensi yang dipancarkan RPLGD sebanding dengan besarnya dosis radiasi pengion yang diterima sebelumnya. PO4 tetrahidron pada RPLGD yang terpapar radiasi pengion, akan kehilangan elektron (e ) dan lubang perangkap positif PO4 (h+). Secara simultan, ion Ag+ dalam dosimeter gelas akan memerangkap elektron tunggal dan berubah menjadi ion Ag0 (electron capture), sedangkan h+ diasumsikan akan mengalami perpindahan ke Ag+ dan menghasilkan Ag++

(hole capture) + PO4. Dalam hal ini, Ag0 dan Ag++ pada kondisi temperatur kamar merupakan pusat luminesensi stabil seperti diilustrasikan dalam Gambar 2, dan tidak akan mengalami perubahan menjadi Ag+ (stabil) selama tidak dilakukan proses

annealing [7,34,35]. Sehingga ketika terjadi

kesalahan estimasi dosis, sinyal RPLGD dapat dianalisis kembali untuk menjamin kehandalan hasil. Pusat luminesensi ini akan mengalami peningkatan secara proporsional terhadap kenaikan jumlah paparan radiasi pengion yang diterima, sehingga total iluminasi pada dosimeter merupakan perkiraan total dosis terakumulasi.

Difusi elektron yang terjadi pada RPLGD lebih cepat dibandingkan dengan difusi pada lubang (hole) TLD, dan juga kecepatan akumulasi pada Ag0 lebih tinggi dari Ag++. Dengan sifat ini, telah membuat RPLGD menjadi dosimeter yang memiliki keunggulan untuk dapat dibaca berulang kali. Dibandingkan dengan TLD, teknologi RPL pada dosimeter gelas ini telah menjadikannya cukup popular untuk digunakan dalam pemantauan dosis radiasi eksternal sinar-X,  dan di Jepang [6]. RPLGD sebagai dosimeter zat padat akumulasi dosis memiliki karakteristik yang sangat baik, seperti perbedaan pengulangan (reproducibility) pada nilai bacaan dapat diabaikan, efek

fading yang stabil untuk jangka waktu yang lama (< 1%), tingkat ketergantungan yang rendah terhadap energi foton (± 10% pada energi 0,03 1,3 MeV), linieritas dosis yang baik dengan persamaan y = 0,977 x + 0,1142 pada dosis 0,01 500mGy [6,35].