• Tidak ada hasil yang ditemukan

Crop Scouting, Data Analysis, dan VRA

DOSIS PUPUK KEDUA

untuk menghitung dosis pupuk N dan K

B

ANALISA

KERAGAMAN SPASIAL III untuk mengetahui nilai keragaman

(sill) hasil pengamatan

pertumbuhan vegetatif II, hasil analisa kemasakan, taksasi awal,

taksasi akhir, gulma, kadar air tanah, dan biomassa tebu

Gambar 59 Diagram alir tata laksana penelitian. (lanjutan)

PEMBUATAN PETA INFORMASI LAHAN untuk mengetahui gambaran sebaran spasial hara tanah,

hara daun, pertumbuhan vegetatif, taksasi awal, taksasi akhir, gulma, kadar air tanah, dan biomassa tebu

PEMBUATAN PROGRAM TERPADU Sistem Pendukung Keputusan

dan

Sistem Informasi Geografis

ANALISA

PERTUMBUHAN VEGETATIF pembuatan grafik hubungan respon perlakuan

pemupukan terhadap pertumbuhan vegetatif (jumlah daun, jumlah anakan, tinggi batang,

dan diameter batang) terhadap waktu

UJI BEDA NYATA untuk mengetahui tingkat perbedaan perlakuan pemupukan dari setiap plot

percobaan

C

SELESAI ANALISA BIAYA

untuk mengetahui biaya pemupukan, biaya produsi gula, manfaat hasil gula berdasarkan taksasi, keuntungan yang

Hasil pembuatan sel dan pemetaan petak percobaan disajikan pada Gambar 64 – 68. Sedangkan deskripsi setiap plot percobaan disajikan pada Tabel 10.

Gambar 62 Pembuatan sel-sel di dalam plot percobaan.

Gambar 67 Pembagian sel pada Plot Percobaan D-DS.

Tabel 10 Deskripsi plot percobaan

Plot

Percobaan

A-PF

B-PF

C-DS

D-DS

E-PF

Lokasi Petak 60 TU 3 Blok 1 TU 6 Divisi II Petak 58 TU 3 Blok 1 TU 6 Divisi II Petak 56 TU 3 Blok 1 TU 6 Divisi II Petak 100 TU 60 Blok 6 TU 10 Divisi I Petak 100 TU 60 Blok 6 TU 10 Divisi I Luas 4.11 ha 5.82 ha 3.58 ha 3.07 ha 9.2 ha

Kategori Ratoon 1 Ratoon 1 Ratoon 1 Ratoon 3 Ratoon 3

Varietas GP 94-2027 GP 94-2027 GP 94-2027 P P Tanggal kepras 26 – 9 - 2002 24 – 9 – 2002 26 – 9 – 2002 3 – 9 – 2002 3 – 9 – 2002 Perlakuan pemupukan Precision farming dengan rekomendasi pustaka Precision farming dengan target produktivitas Dosis seragam

dari PT GPM Dosis seragam dari PT GPM

Precision farming dengan rekomendasi pustaka Jenis pupuk Pupuk I : N + P Pupuk II : N + K Pupuk I : N + P Pupuk II: N + K Pupuk I: N+ P Pupuk II : K Pupuk I : N + P Pupuk II : K Pupuk I : N + P Pupuk II: N+ K Jumlah sel 33 32 16 15 45 Cara

pemupukan Manual Manual Manual Pupuk I: Mekanis Pupuk II: Manual Pupuk I: Mekanis Pupuk II: Manual

DD – 13 DD – 14 DD – 15

DD – 12 DD – 11 DD – 10

DD – 7 DD – 8 DD – 9

DD – 6 DD – 5 DD – 4

Gambar 68 Pembagian sel pada Plot Percobaan E-PF. EE – 45 EE – 44 EE – 43 EE – 40 EE – 41 EE – 42 EE – 39 EE – 38 EE – 37 EE – 34 EE – 35 EE – 36 EE – 33 EE – 32 EE – 31 EE – 28 EE – 29 EE – 30 EE – 27 EE – 26 EE – 25 EE – 22 EE – 23 EE – 24 EE – 21 EE – 20 EE – 19 EE – 16 EE – 17 EE – 18 EE – 15 EE – 14 EE – 13 EE – 10 EE – 11 EE – 12 EE – 9 EE – 8 EE – 7 EE – 4 EE – 5 EE – 6 EE – 3 EE – 2 EE – 1

3 Pengambilan sampel tanah I

Cara tanam pada plot percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alur tanam ganda (double row planting) seperti disajikan pada Gambar 69.

Gambar 69 Alur tanam ganda (double row planting).

Sampel tanah diambil pada lokasi yang ditunjukkan oleh anak panah pada Gambar 68 di atas. Sampel tanah diambil pada kedalaman 0-30cm (top soil) dan

30-60cm (sub soil). Pengambilan sampel tanah I diambil pada umur tebu 1

minggu (Plot Percobaan A-PF, B-PF, C-DS) dan 2 bulan (Plot Percobaan D-DS dan E-PF). Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan metode grid center.

Setiap plot dibagi dalam sel-sel (grid sampling). Setiap sel pada plot percobaan

diambil satu sampel tanah yang merupakan gabungan dari empat titik pengambilan sampel berjarak masing-masing ±2m dari titik tengah selmenurut

anak panahseperti disajikan pada Gambar 70.

Gambar 70 Titik pengambilan sampel tanah pada setiap sel. ± 2m

: titik pengambilan : titik

4 Analisa hara tanah I

Sampel tanah yang sudah diperoleh kemudian dianalisa di Group Agro Laboratory Division, Sugar Group Company di wilayah PT Gula Putih Mataram.

Analisa hara tanah I dilakukan untuk mengetahui jumlah hara N dan P yang tersedia di dalam tanah.

5 Analisa keragaman spasial I

Analisa keragaman spasial dilakukan untuk unsur hara tanah N dan P dengan piranti lunak GS+ (Geostatistics for the Environmental Sciences) dari Gamma Design Software sehingga diperoleh parameter semi -variogram seperti nugget, sill, effective range, nilai Q, bentuk semi-variogram, dan r2. Analisa

dilakukan berdasarkan model isotropik dengan asumsi tidak ada pengaruh kelerengan, angin, dan cahaya matahari pada semi -variogram. Pada penenlitian

ini tidak dikaji interaksi hara (multivariate geostatistics).

Untuk dapat mengetahui tingkat keragaman spasial hasil analisa semi- variogram maka dibuat klasifikasi keragaman spasia l dengan menggunakan

Persamaan 64 – 68. Zmaks – Zmin

IK =      ………..………. (64) JK – 1

keterangan

IK : interval regionalized variable yang dikehendaki Zmaks : nilai maksimum dari sekumpulan regionalized variable

Zmin : nilai minimum dari sekumpulan regionalized variable

JK : jumlah kelas keragaman yang dikehendaki

Zi = Zmin + IK ( i – 1 ) ………. (65)

atau

Zi = Zmaks – IK ( i – 1 ) ; i = 1 …….. JK ………(66)

keterangan

Zi : nilai regionalized variable ke-i pada pengurutan i : nomor urutan (1 …….. JK)

( Zmin – Zi )2 ãi =      ……….. (67) 2 atau ( Zmaks – Zi )2 ãi =      ……….. (68) 2

yang mana ãi adalah nilai semivarian ke-i yang menunjukkan batas interval nilai keragaman spasial.

Selanjutnya dapat dibuat standar klasifikasi keragaman spasial seperti disajikan pada Tabel 11 dan 12.

Tabel 11 Standar umum klasifikasi keragaman spasial

Kelas Interval Nilai Keragaman 1 ã1 < ã < ã2 2 ã2 ã < ã3 . . . i ãi ã < ãi+1 . . . JK – 1 ãJK-1 ã < ãJK JK ã = ãJK

Tabel 12 Standar khusus klasifikasi keragaman spasial untuk 11 kelas

Kelas Interval Nilai Keragaman Tingkat Keragaman 1 ã1 < ã < ã2 amat sangat rendah 2 ã2 ã < ã3 sangat rendah 3 ã3 ã < ã4 rendah 4 ã4 ã < ã5 cukup rendah 5 ã5 ã < ã6 agak rendah 6 ã6 ã < ã7 sedang 7 ã7 ã < ã8 agak tinggi 8 ã8 ã < ã9 cukup tinggi 9 ã9 ã < ã10 tinggi 10 ã10 ã < ã11 sangat tinggi

11 ã = ã11 amat sangat tinggi

6 Penentuan dosis pupuk pertama

Penentuan dosis pupuk pertama yang ditambahkan dilakukan untuk menentukan dosis pupuk Urea (N) dan pupuk TSP (P). Dosis pupuk yang ditentukan meliputi dosis seragam (Plot Percobaan C-DS dan D-DS) dan dosis dengan konsep precision farming (Plot Percobaan A-PF, B-PF, dan E-PF). Dosis

seragam untuk Plot Percobaan C dan D ditentukan berdasarkan rekomendasi dari PT Gula Putih Mataram, yaitu 543 kg/ha Urea (250 kg/ha N) dan 217 kg/ha TSP (100 kg/ha P2O5).

Penentuan dosis pupuk dengan konsep precision farming dibedakan

menjadi dua, yaitu berdasarkan rekomendasi pustaka (Plot Percobaan A-PF dan E-PF) dan berdasarkan target produktivitas (Plot Percobaan B-PF). Rekomendasi pustaka yang digunakan adalah dari De Geus (1973) yaitu bahwa untuk menghasilkan 100 ton tebu per hektar diperlukan 200 kg/ha N, 80 kg/ha P2O5, dan 240 kg/ha K2O. Rekomendasi tersebut sebagai hasil dari percobaan pemupukan

pada lahan tebu di Hawai dengan konsep pemupukan konvensional (dosis seragam) karena belum adanya konsep precision farming. Pupuk N yang

dibutuhkan pada pemupukan pertama adalah setengah dari rekomendasi yaitu 100 kg/ha sedangkan setengahnya lagi diaplikasikan pada pemupukan kedua. Perhitungan dosis pupuk pertama untuk target produktivitas dengan program

Artificial Neural Network (ANN) ber dasarkan data sekunder pada Tabel 13.

Program ANN yang dipakai adalah Backpro2N yang telah dibuat oleh Rudiyanto

dan Budi Indra Setiawan (2003). Akurasi dari program ANN tersebut disajikan pada Lampiran 1.

Tabel 13 Data untuk training pada program komputer penentuan dosis pupuk Artificial Neural Network dengan metode back-propagation

Dosis (kg/ha)

Produkstivitas Kadar gula Pupuk Dasar Pupuk Susulan Sumber data (ton tebu/ha) (%) N P2O5 N K2O GPM 1997 88.28 16.60 73 69 58 180 GPM 1998 75.31 14.27 46 63 92 180 GPM 1999 86.64 16.25 119 69 0 150 GPM 2000 64.55 15.26 123 138 0 150 SIL 1995 72.30 18.24 46 138 92 180 SIL 1996 81.32 17.56 46 108 92 180 SIL 1997 73.20 18.55 54 138 69 180 SIL 1998 75.60 15.45 46 63 92 180 SIL 1999 81.25 18.06 46 108 69 150 SIL 2000 75.82 18.40 54 108 92 150 SIL 2001 101.78 18.25 54 138 69 150

Perhitungan dosis pupuk pertama yang ditambahkan dilakukan dengan Persamaan 43 dan 44. Bulk density diketahui berdasarkan hubungannya dengan

tekstur tanah seperti disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Hubungan antara tekstur tanah dan bulk density

Tekstur tanah Bulk density (g/cm3)

Sand 1.6 Sandy loam 1.5 Loam 1.4 Silt loam 1.3 Clay loam 1.2 (Sumber: Thompson, 1957)

7 Aplikasi dosis pupuk pertama

Aplikasi dosis pupuk pertama terlambat dari jadwal yang semestinya (umur tebu 2 minggu) karena musim kemarau yang panjang sehingga menyebabkan kekeringan di areal kebun. Irigasi tidak dapat dilakukan karena sangat terbatasnya peralatan dan biaya yang tinggi. Pemupukan yang dilakukan pada kondisi kering efektivitasnya rendah karena penguapan yang tinggi. Di samping itu pelaksanaan penggemburan sebagai prakondisi pemupukan tidak dapat dilakukan karena tanah yang keras.

Pada awalnya aplikasi pemupukan akan dilakukan secara mekanis dengan

fertilizer applicator tetapi dijumpai beberapa kendala yang nyata. Kendala

pertama adalah kesulitan pelaksanaan pemupukan dengan ukuran sel yang kecil untuk operasi mekanis, sementara setiap se l menghendaki dosis yang berbeda. Kendala berikutnya adalah ketidakakuratan pengaturan dosis pada fertilizer applicator, penyumbatan pada device, dan kebocoran. Untuk itu pemupukan

pertama pada Plot Percobaan A-PF, B-PF, dan C-DS dilakukan secara manual. Sedangkan pemupukan dengan fertilizer applicator dilakukan pada Plot

Percobaan D-DS dan E-PF. Percobaan dengan corong pupuk dilakukan untuk mengurangi ketidakakuratan faktor manusia.

Karena hasil kalibrasi dan uji coba pemupukan manual dengan corong tidak memuaskan maka pemupukan pertama untuk Plot Percobaan A-PF, B-PF, dan C-DS dilakukan dengan cara tabur oleh tenaga manusia. Hal ini dilakukan dengan memilih tenaga pemupuk yang dapat dipercaya dan diawasi secara ketat oleh mandor. Pemupukan pertama secara manual disajikan pada Gambar 71.

8 Pengamatan pertumbuhan vegetatif I

Pengamatan pertumbuhan vegetatif yang dilakukan meliputi pengamatan jumlah anakan, tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, dan persentase gap. Pengamatan pertumbuhan vegetatif sebelum pemupukan pertama dilakukan pada umur tebu 1 bulan untuk Plot Percobaan A-PF, B-PF, dan C-DS dan umur tebu 2 bulan untuk Plot Percobaan D dan E. Pengamatan pertumbuhan vegetatif setelah pemupukan pertama dilakukan pada umur tebu 2 bulan untuk Plot Percobaan A-PF, B-PF, dan C-DS dan umur tebu 2.5 bulan untuk Plot Percobaan D-DS dan E-PF.

Pada setiap sel dalam plot percobaan, pengamatan dilakukan pada tiga jurungan (alur tanama n) yang ditentukan sedemikian rupa sehingga apabila tanaman sudah tinggi maka pengamat tidak mengalami kesulitan untuk menemukan lokasi pengamatan (Gambar 72). Karena cara tanam pada penelitian ini adalah double row maka panjang juringan pengamatan adalah (10,000m2 :

1.8m) x 1000 = 5.5 m.

Pada setiap sel dalam plot percobaan terdapat 13 juringan/alur tanaman tebu. Dalam pengamatan pertumbuhan vegetatif, pada juringan pertama setiap sel, pengamat masuk sejauh 15m (Plot Percobaan A-PF, B-PF, dan C-DS) atau 30m (Plot Percobaan D-DS dan E-PF) akan menemukan juringan pengamatan pertama sepanjang 5.5m. Untuk menemukan juringan pengamatan kedua, pengamat bergeser sejauh 6 juringan/alur tanaman. Juringan pengamatan ketiga dapat ditemukan setelah bergeser 6 juringan dari juringan pengamatan kedua.

Pengamatan pertumbuhan vegetatif dilakukan paling tidak oleh 4 orang. Orang pertama bertugas mengukur tinggi, diameter, dan menghitung jumlah daun. Orang kedua dan ketiga bertugas menghitung jumlah anakan dan mengukur persentase gap. Orang keempat bertugas mencatat data. Tanaman yang dipilih untuk pengukuran tinggi, diameter, dan jumlah daun diberi tanda dengan tali plastik Pengamatan pertumbuhan vegetatif pada tanaman tebu umur 2 bulan disajikan pada Gambar 73 dan 74. Pada pengamatan tebu umur 1 bulan, diameter batang tebu belum dapat diamati karena jika tanaman tebu dikelupas maka titik tumbuh tepat pada permukaan tanah (Gambar 75).

Gambar 74 Pengamatan jumlah anakan dan persentase gap tebu.

( utuh ) ( dikelupas )

9 Pengambilan sampel tanah II dan daun

Cara dan lokasi pengambilan sampel tanah II sama dengan pengambilan sampel tanah I. Sampel tanah II diambil pada umur tebu 3 bulan (Plot Percobaan A-PF, B-PF, C-DS) dan 4 bulan (Plot Percobaan D-DS dan E-PF). Sementara itu untuk sampel daun diambil di bagian tengah sel, yaitu di sekitar juringan pengamatan kedua. Daun yang yang diambil adalah daun keempat sejumlah 40 helai daun (Gambar 76). Sampel daun diambil pa da umur tebu 3, 6½, dan 9½ bulan (Plot Percobaan A-PF, B-PF, C-DS) serta 4, 6, 9½ bulan (Plot Percobaan D-DS dan E-PF).

Gambar 76 Pengambilan sampel daun.

10 Analisa hara tanah II dan hara daun

Sampel tanah dan daun yang sudah diperoleh kemudian dianalisa di Laboratorium Analisis Tanah dan Tanaman, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung karena kerusakan peralatan laboratorium

pada Group Agro Laboratory Division, Sugar Group Company di wilayah PT

Gula Putih Mataram. Analisa hara tanah II dilakukan untuk mengetahui jumlah hara N dan K yang tersedia di dalam tanah. Sedangkan analisa hara daun dilakukan untuk mengetahui jumlah hara daun N dan K yang tersedia pada tanaman.

11 Analisa keragaman spasial II

Analisa keragaman spasial II dilakukan terhadap hasil pengamatan pertumbuhan vegetatif sebelum pemupukan dasar, pertumbuhan vegetatif sesudah pemupukan dasar, hara tanah II, dan hara daun.

12 Penentuan dosis pupuk kedua

Penentuan dosis pupuk kedua dilakukan untuk menentukan dosis pupuk Urea (N) dan KCl (K) yang ditambahkan. Persamaan yang digunakan adalah Persamaan 47 dan 48. Pengamatan bobot kering tanaman dilakukan untuk dapat melakukan konversi jumlah hara yang tersedia dalam tanaman. Perhitungan jumlah pupuk yang dibutuhkan juga menggunakan data sekunder pada Tabel 13 di muka. Dosis seragam untuk Plot Percobaan C-DS dan D-DS berdasarkan rekomendasi dari PT Gula Putih Mataram, yaitu 417 kg/ha KCl (250 kg/ha K2O).

13 Aplikasi dosis pupuk kedua

Aplikasi dosis pupuk kedua menjadi terlambat karena keterlambatan aplikasi dosis pupuk pertama, kerusakan peralatan laboratorium, dan tidak tersedianya pupuk yang diperlukan pada waktunya. Aplikasi pupuk KCl untuk Plot Percobaan A-PF, B-PF, dan C-DS dilakukan pada umur tebu 4 bulan sedangkan untuk Plot Percobaan D-DS dan E-PF dilakukan pada umur tebu 5 bulan. Aplikasi pupuk Urea untuk Plot Percobaan A-PF, B-PF, dan C-DS dilakukan pada umur tebu 4½ bulan, sedangkan untuk Plot Percobaan D-DS dan E-PF dilakukan pada umur tebu 5½ bulan.

Aplikasi dosis pupuk kedua sebaiknya dilakukan pada umur tebu 1½ – 2 bulan dan tidak boleh melebihi umur tebu 6 bulan. Dengan demikian walaupun aplikasi dosis pupuk kedua dalam penelitian ini terlambat tetapi masih dalam

batas toleransi. Aplikasi dosis pupuk kedua dilakukan secara manual pada seluruh plot percobaan. Aplikasi mekanis pada Plot Percobaan D-DS dan E-PF tidak dapat dilakukan karena tanaman sudah cukup tinggi.

14 Pengamatan pertumbuhan vegetatif II, gulma, hama dan penyakit

Pengamatan pertumbuhan vegetatif II dilakukan pada umur tebu 4½, 5½, 6½, dan 9½ bulan untuk Plot Percobaan A-PF, B-PF, dan C-DS. Sedangkan untuk Plot Percobaan D-DS dan E-PF pengamatan pertumbuhan vegetatif II dilakukan pada umur tebu 5½, 6½, dan 9½ bulan. Selain itu juga dilakukan pengamatan tebu roboh untuk mengetahui indikasi kelebihan pemberian pupuk N.

Pada penelitian ini, pelaksanaan tebang tidak dapat dilakukan untuk setiap sel karena kesulitan tenaga tebang, sarana transportasi, dan sarana penimbangan. Untuk itu dilakukan pengambilan sampel batang pada umur tebu 6½, dan 9½ bulan sehingga dapat dilakukan analisa kemasakan dan perhitungan taksasi. Taksasi awal (6½ bulan) dan taksasi akhir (9½) dihitung dengan Persamaan 2 di muka. Pengamatan kadar air tanah juga dilakukan untuk mengetahui kondisi kelengasan tanah pada saat pengambilan sampel batang. Pengambilan sampel batang untuk analisa kemasakan dan taksasi disajikan pada Gambar 77.

Gambar 77 Pengambilan sampel batang untuk analisa kemasakan dan taksasi tebu umur 9½ bulan.

Pengamatan gulma dilakukan dengan mengukur persentase penutupan gulma untuk ketiga juringan pengamatan pada setiap sel dalam plot percobaan. Pengukuran dilakukan pada luasan 1 m2 pada setiap juringan pengamatan. Pengamatan dilakukan pada umur tebu 6½ dan 9½ bulan. Pengamatan persentase penutupan gulma disajikan pada Gambar 78.

Gambar 78 Pengamatan persentase penutupan gulma.

Pengamatan hama dan penyakit tanaman tebu tidak dapat dilakukan pada setiap sel karena keterbatasan tenaga pengamat. Untuk itu pengamatan dilakukan per plot percobaan (Gambar 79).

Pada akhir kegiatan penelitian dilakukan pengamatan biomassa untuk mengetahui bobot kering tanaman (Gambar 80).

Gambar 80 Pengambilan sampel biomassa tanaman tebu.

15 Analisa keragaman spasial III

Analisa keragaman spasial III dilakukan terhadap hasil pengamatan pertumbuhan vegetatif II, analisa kemasakan, perhitungan taksasi, kadar air tanah, gulma, hama, dan biomassa.

16 Pembuatan peta informasi lahan

Pembuatan peta informasi lahan untuk dosis pupuk, populasi tebu, tinggi tebu, dan taksasi tebu. Peta kontur dari peubah-peuba h tersebut sebagai hasil pengolahan data dengan piranti lunak Surfer 8.0 digabungkan (overlay) dengan

17 Analisa biaya

Analisa biaya dilakukan untuk menghitung biaya pemupukan dengan Persamaan 49 – 53, biaya produksi gula dengan Persamaan 54 – 57, manfaat hasil gula dengan Persamaan 58 – 59, keuntungan yang diperoleh dengan Persamaan 60 – 61, dan B/C ratio dengan Persamaan 62 – 63.

18 Pembuatan program terpadu

Pembuatan program komputer yang dapat mengolah secara terpadu model hasil tebu, model pemupukan, model geostatistika, model spasial, dan model biaya. Program komputer dibuat dengan bahasa Delphi 7.0.

19 Analisa pertumbuhan vegetatif

Pembuatan grafik hubungan respon perlakuan pemupukan terhadap pertumbuhan vegetatif (jumlah daun, jumlah anakan, tinggi batang, dan diameter batang) terhadap waktu untuk menganalisa pengaruh pemupukan terhadap kecenderungan pertumbuhan vegetatif.

20 Uji beda nyata

Uji beda nyata dilakukan dilakukan menggunakan metode

A One Sample t-test

Metode ini digunakan untuk mengetahui signifikansi perbedaan rata-rata suatu kelompok sampel dengan nilai pembanding yang ditetapkan, yaitu

a Rata-rata taksasi awal dan akhir pada Plot Percobaan A-PF terhadap target produktivitas 100 ton tebu/ha dan produktivitas Plot Percobaan A -PF pada tahun 2002 (75.57 ton tebu/ha).

b Rata-rata taksasi awal dan akhir pada Plot Percobaan B-PF terhadap target produktivitas 110 ton tebu/ha dan produktivitas Plot Percobaan B-PF pada tahun 2002 (85.42 ton tebu/ha).

c Rata-rata taksasi awal dan akhir pada Plot Percobaan C-DS terhadap target produktivitas 100 ton tebu/ha dan produktivitas Plot Percobaan C-DS pada tahun 2002 (78,03 ton tebu/ha).

d Rata-rata taksasi awal dan akhir pada Plot Percobaan D-DS dan E-PF terhadap target produktivitas 100 ton tebu/ha.

e Rata-rata kadar gula awal dan akhir pada Plot Percobaan A-PF terhadap target kadar gula 20% dan kadar gula Plot Percobaan A-PF pada tahun 2002 (16.5%).

f Rata-rata kadar gula awal dan akhir pada Plot Percobaan B-PF terhadap target kadar gula 20% dan kadar gula Plot Percobaan B-PF pada tahun 2002 (16.5%).

g Rata-rata kadar gula awal dan akhir pada Plot Percobaan C-DS terhadap target kadar gula 20% dan kadar gula Plot Percobaan C-DS pada tahun 2002 (16.5%).

h Rata-rata kadar gula awal dan akhir pada Plot Percobaan D-DS dan E-PF terhadap target kadar gula 20%.

i Rata-rata rendemen awal dan akhir pada Plot Percobaan A-PF, B-PF, C-DS, D-DS, dan E-PF terhadap nilai rendemen 10%.

Rumusan hipotesanya adalah:

Ho : rata -rata kelompok sampel pada setiap Plot Percobaan adalah sama dengan nilai pembanding yang ditetapkan

Ha : rata-rata kelompok sampel pada setiap Plot Percobaan adalah tidak sama dengan nilai pembanding yang ditetapkan

Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan a nilai t

- jika ± thitung < ± ttabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak - jika ± thitung > ± ttabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima b angka signifikansi (α)

- jika α ≥ 0.05, maka Ho diterima dan Ha ditolak - jika α < 0.05, maka Ho ditolak dan Ha diterima

Nilai ttabel dicari pada tabel distribusi t, yaitu pada taraf kepercayaan 95% (α= 5%, tetapi karena uji t bersifat dua sisi maka nilai α yang dirujuk pada tabel t

adalah α/2= 0.05/2= 0.025) dan derajat bebas (df) = n-1. Berdasarkan pencarian pada tabel distribusi t dan interpolasi yang dilakukan maka

diperoleh nilai t tabel seperti disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Nilai ttabel untuk uji beda nyata dengan one sample t-test

B Paired Sample t-test

Metode ini dilakukan untuk menguji signifikansi perbedaan rata -rata antara taksasi awal dan akhir pada setiap plot percobaan. Selain itu juga menguji signifikansi perbedaan rata -rata antara rendemen awal dan akhir pada setiap plot percobaan

Rumusan hipotesanya adalah:

Ho : kedua rata-rata taksasi awal dan akhir adalah sama Ha : kedua rata-rata taksasi awal dan akhir adalah tidak sama

Pengambilan keputusan dan nilai ttabel yang diperlukan sama dengan pada uji beda nyata dengan one-sampel t-test di muka.

C One Way ANOVA dengan uji lanjut

Metode ini dilakukan untuk menguji signifikansi perbedaan rata -rata antar varian dari lima plot percobaa n (A-PF, B-PF, C-DS, D-DS, dan E-PF) meliputi peubah

a Populasi tebu pada taksasi awal b Populasi tebu pada taksasi akhir c Tinggi tebu pada taksasi awal d Tinggi tebu pada taksasi akhir e Taksasi awal

f Taksasi akhir g Rendemen Awal h Rendemen Akhir

Plot Percobaan n df α/2 ttabel

A-PF 33 32 0.025 2.038

B-PF 32 31 0.025 2.040

C-DS 16 15 0.025 2.131

D-DS 15 14 0.025 2.145

Pada metode ini dila kukan uji homogenitas sebelum dilakukan uji lanjut

Uji Homogenitas

Rumusan hipotesanya adalah:

Ho : kelima varian populasi adalah homogen Ha : kelima varian populasi adalah tidak homogen Pengambilan keputusan berdasarkan

a nilai probabilitas

- jika probabilitas ≥ 0.05, maka Ho diterima dan Ha ditolak - jika probabilitas < 0.05, maka Ho ditolak dan Ha diterima b nilai F

- jika Fhitung < Ftabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak - jika Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima

Nilai Ftabel dari tabel distribusi F pada taraf kepercayaan 95% (α=5%) serta derajat bebas (df) 1 dan 2 masing-masing adalah df1=5-1=4 dan df2=141- 5=136 adalah 2.4356 (hasil interpolasi).

Jika asumsi homogenitas varian terpenuhi maka uji One Way ANOVA dapat

dilanjutkan.

Uji lanjut One Way ANOVA

Pengambilan keputusan berdasarkan nilai probabilitas - jika probabilitas ≥ 0.05, maka Ho diterima dan Ha ditolak - jika probabilitas < 0.05, maka Ho ditolak dan Ha diterima

Analisa dan interpretasi keluaran dari ketiga metode di muka dilakukan dengan menggunakan piranti lunak SPSS 13.0.

Ringkasan diagram alir tata laksana penelitian disajikan pada Gambar 81, sedangkan tabulasi analisa data disajikan pada Tabel 16.

Pengambilan sampel tanah I Pemetaan sampel

Analisa hara tanah I

Penentuan dosis pupuk pertama

Aplikasi dosis pupuk pertama

Pengambilan sampel tanah II dan daun

Analisa hara tanah II dan daun

Penentuan dosis pupuk kedua

Aplikasi dosis pupuk kedua

Analisa keragaman spasial Pengamatan pertumbuhan vegetatif

Pengamatan pertumbuhan vegetatif

Pembuatan peta informasi lahan

Pembuatan SPK

Analisa pertumbuhan vegetatif Analisa biaya

Uji beda nyata

Selesai

Gambar 81 Ringkasan diagram alir tata laksana penelitian.