• Tidak ada hasil yang ditemukan

Budidaya Tebu

Tanaman tebu (Saccharum spp.) merupakan tanaman perkebunan semusim

yang mempunyai sifat tersendiri, sebab di dalam batangnya terdapat zat gula. Tebu termasuk keluarga rumput-rumputan (Graminae) seperti halnya padi,

glagah, jagung, bambu, dan lain-lain. Tanaman tebu dibedakan menjadi dua rumpun, yaitu rumpun benua (continental family / Group A) dan rumpun pulau

(island family / Group B). Tanaman tebu yang termasuk Group A diantaranya

adalah Saccharum spontaneum, Saccharum sinense (Cina), dan Saccharum barberi (India). Tanaman tebu yang termasuk Group B diantaranya adalah Saccharum robustum dan Saccharum officinarum (tebu unggul/noble canes).

Nama Saccharum berasal dari bahasa Sanskrit (Sansekerta) “SARKARA”

yang berarti gula pasir, sedangkan dalam bahasa Arab “SAKAR”, bahasa Belanda “SUIKER”, bahasa Inggris “SUGAR”, bahasa Jerman “ZUCKER”, bahasa Spanyol “AZUKAR”, dan bahasa Perancis “SUCRE” (PTPN VII, 1998).

Anatomi tanaman tebu terdiri dari tiga bagian pokok, yaitu batang (stem/stalks), akar (roots), dan daun (leaves). Tebu merupakan tanaman berbiji

tunggal yang diameter batangnya selama pertumbuhan hampir tidak bertambah besar. Tinggi tanaman tebu bila tumbuh dengan baik dapat mencapai 3 – 5 meter. Namun bila pertumbuhannya jelek tingginya kurang dari 2 meter. Batang tebu padat seperti batang jagung, di mana bagian luar berkulit keras dan bagian dalam lunak dan mengandung air gula. Tanaman tebu yang masih muda belum terlihat jelas batangnya karena masih tertutup daun. Namun bila daun tebu sudah mengering dan luruh maka batang tebu mulai dapat dilihat. Pada batang tebu terdapat ruas dan buku. Pada batas antar 2 ruas (internodia) terdapat kuncup/mata (bud). Irisan batang tebu biasanya bulat panjang dan pada buku (nodia) terdapat bekas duduknya daun. Bentuk dari ruas ada tiga, yaitu tong, silinder, dan kumparan (klos). Duduknya ruas satu dengan yang lain ada dua, yaitu tegak dan zigzag. Pada batang yang tumbuh normal dan panjang, maka ruas dari bawah ke atas makin panjang hingga ke tengah, sedangkan ke arah atas makin pendek. Bila

batang tebu akan berbunga, maka pada ujungnya terbentuk ruas-ruas kecil dan panjang sekali. Tebal ruas bagian batang yang ada dalam tanah (dongkelan/tunggul/stubble) makin ke atas makin besar sampai dekat permukaan

tanah, kemudian berangsur kecil. Panjang dan bobot batang tergantung pertumbuhan. Tanaman yang melalui musim kering panjang/kurang air, dan pada musim hujan mendapatkan cukup air, maka seringkali terdapat ruas-ruas pendek dan di atasnya ruas-ruas panjang. Kekuatan dan kekerasan batang tergantung dari susunan batang dari dalam, dan setiap jenis tebu berlainan. Warna batang dipengaruhi cahaya matahari, jenis tebu, dan umur tebu. Warna dipengaruhi oleh kombinasi sel kulit warna merah dan lapisan khlorofil berwarna hijau di bawahnya. Batang tebu banyak dilapisi lilin yang berfungsi antara lain sebagai penghalang serangan hama/penyakit, dan lingkaran lilin terdapat di bawah buku. Kuncup/mata (bud) terletak berselang-seling pada batang, bentuk kuncup

bermacam-macam (bulat dan panjang). Di atas lingkaran tumbuh terdapat suatu pita yang sempit sekali mengelilingi ruas dan acapkali berwarna lain. Di sini batang mudah putus karena terdiri dari sel-sel yang masih memanjang dan lembek. Jika tebu roboh, maka batang dapat berdiri lagi karena bagian bawah lebih cepat tumbuhnya daripada bagian atas pada lingkaran tumbuh tersebut.

Sebagai tanaman yang berbiji tunggal, maka tanaman tebu berakar serabut banyak, yang keluar dari lingkungan akar di bagian pangkal batang. Akar-akar tersebut tidak banyak cabangnya dan hampir lurus. Pada tanah yang subur dan gembur, akar tebu menjalar sampai 1 – 2 meter, tapi sebaliknya pada tanah yang miskin hara atau keras dan padat strukturnya maka akar-akarnya hanya pendek, demikian juga akar serabutnya bercabang pendek. Beberapa minggu setelah kuncup dari stek tebu tumbuh jadi tanaman muda, maka tanaman muda tersebut segera membentuk akarnya sendiri. Pada bagian bawah dari tunas itu yang berdekatan dengan stek akan keluar beberapa akar panjang yang tebal berwarna putih dan tida k bercabang. Ujung dari akar ditutup dengan tudung akar (calytra),

pada jarak beberapa millimeter dari tudung akar itu terdapat bulu-bulu halus yang disebut bulu akar (hairwortels). Adanya bulu-bulu akar ini suatu tanda bahwa

akar masih tumbuh dengan baik. Bagian ujung yang tidak tertutup oleh bulu akar itu adalah bagian yang tumbuh dan disebut titik tumbuh. Bila bagian tersebut

putus, maka akar tidak dapat tumbuh lagi, akan tetapi terbentuk cabang-cabang baru pada bagian akar yang lebih tua. Makin besar tanaman tebu, maka makin banyak akar yang dibentuk, antara lain ada yang tumbuh pada bagian batang akibat dibumbun/digulud. Akar baru ini umumnya juga berwarna putih dan yang lebih tua berubah warnanya menjadi kecoklat-coklatan dan kebanyakan bercabang banyak. Pada tanah dengan lapisan padas, mengakibatkan susunan akar banyak menyebar ke samping, sedangkan pada air tanah yang dangkal, akar banyak yang tumbuh menuju ke atas karena akar membutuhkan zat asam (oksigen) untuk pernapasan. Tujuh puluh persen akar rambut tanaman tebu berada dalam bagian atas (kedalaman 30 cm) dan 30 persen tersebar di sekitar lebih dari 30 cm dari pusat akar.

Daun pada tanaman tebu berpangkal pada buku daun dan duduk pada batang secara berseling. Daun terdiri dari helai daun (lamina), pelepah daun

(sheath), lidah daun (ligule), telinga daun (auricula), dan kuncup/mata (bud).

Helai daun berbentuk garis yang panjangnya 1 – 2 meter dan lebar 4 – 7 cm, dengan tepi dan permukaannya kasap tidak licin. Pelepahnya di bagian bawah membalut batang seluruhnya. Daun yang keluar dari kuncup mempunyai helai yang kecil dengan pelepah yang membungkus batangnya dan setelah umur 5 – 6 bulan batang tebu itu masih dibalut seluruhnya oleh pelepah sehingga bukunya tidak kelihatan. Daun-daun ya ng sudah tua menjadi kering dan mati. Daun yang kering tersebut ada yang lepas dengan sendirinya dari batang sehingga batang tebu kelihatan, ada pula jenis tebu yang daunnya tidak mudah lepas dari batangnya setelah kering dan mati. Pada tanaman tebu yang menderita kekurangan air, maka daun-daun tebu menggulung untuk mengurangi penguapan. Jika keadaan air sudah baik lagi, maka daun akan terbuka lagi. Pada waktu tanaman tebu akan berbunga, helai daun yang kecil di atas pelepah daun akan keluar. Helai daun yang kecil ini berdiri tegak seperti bendera dan disebut daun bendera, dalam pelepah yang panjang tersebut terdapat kuncup bunga yang akan keluar dari pelepah sebagai malai.

Tanaman tebu cocok ditanam pada daerah yang memiliki curah hujan di atas 200 mm per bulan selama 5 – 6 bulan, curah hujan 125 mm per bulan selama 2 bulan, dan curah hujan di bawah 75 mm per bulan selama 4 – 5 bulan.

Kecepatan angin yang cocok adalah di bawah 10 km/jam, beda suhu minimum tidak boleh lebih dari 6°C, pH tanah yang baik berada pada selang 5.5 – 7.0 (Mubyarto dan Daryanti, 1991). Mangelsdorf (1950) menyatakan bahwa kondisi iklim yang ideal bagi tanaman tebu adalah cuaca panas yang panjang pada masa pertumbuhan dengan curah hujan yang cukup, hampir kering dan sejuk tetapi bebas embun pada masa pemasakan dan panen, serta bebas dari badai tropis.

Tanaman dalam hidupnya membutuhkan 13 unsur, yaitu C, H, O, N, S, P, K, Ca, Mg, Fe, Bo, Cu, dan Zn. Unsur -unsur C, H, dan O terdapat di udara, sedangkan yang lainnya berasal dari ta nah. Di antara unsur-unsur yang berasal dari tanah, maka zat-zat yang harus ada adalah N, P, K, S, Ca, Fe, dan Mg (Notojoewono, 1968).

Penanaman tebu dapat menyebabkan hilangnya unsur hara esensial melalui panen, apalagi diusahakan secara terus menerus. Dengan demikian kesuburan suatu tanah akan menurun secara terus-menerus, sehingga mencapai suatu keadaan dimana penambahan unsur hara melalui pemupukan mutlak diperlukan untuk memperoleh hasil tebu yang menguntungkan. Oleh karena itu kesuburan suatu tanah berhubungan langsung dengan pertumbuhan tanaman, maka penilaian kesuburan suatu tanah mutlak diperlukan. Ada beberapa cara dalam mempelajari status hara tanah untuk menilai kesuburan tanah, yaitu: (1) melihat citra tanaman di lapangan (gejala -gejala kekurangan unsur hara), (2) uji tanaman, (3) uji biologi, dan (4) uji tanah.

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman terdiri dari dua fase, yang berbeda walaupun juga tumpang tindih (overlapping), yaitu: fase vegetatif dan

fase reproduktif (Setyati, 1979). Fase vegetatif terutama terjadi pada perkembangan akar, daun, dan batang baru. Fase ini berhubungan dengan 3 proses penting, yaitu pembelahan sel, perpanjangan sel, dan tahap pertama dari diferensiasi sel. Dalam fase vegetatif suatu perkembangan, karbohidrat dipergunakan dan tanaman menggunakan sebagian besar karbohidrat yang dibentuknya. Sedangkan fase reproduktif terjadi pada pembentukan dan perkembangan kuncup-kuncup bunga, bunga, buah dan biji, atau pada pembesaran dan pendewasaan struktur penyimpanan makanan, akar-akar dan batang yang berdaging. Fase reproduktif berhubungan dengan beberapa proses penting, yaitu

pembuatan sel-sel yang secara relatif sedikit, pendewasaan jaringan-jaringan, penebalan serabut-serabut, pembentukan hormon-hormon yang perlu untuk perkembangan kuncup bunga (primordial), serta perkembangan kuncup bunga,

bunga, buah dan biji. Pada fase reproduktif dari perkembangan tanaman, karbohidrat disimpan (ditimbun) dan tanaman tersebut menyimpan sebagian besar karbohidrat yang dibentuknya berupa pati dan gula.

Daur kehidupan tanaman tebu dimulai dari fase perkecambahan, fase pertumbuhana anakan, fase pemanjangan batang, fase kemasakan, dan diakhiri dengan fase kematian. Fase perkecambahan dimulai dengan pembentukan taji pendek dan akar ste k pada umur 1 minggu, kemudian pada minggu kedua tinggi taji mencapai 12 cm dan akan makin banyak. Pada minggu ketiga, daun terbuka dan tinggi tunas 20 – 25 cm. Pada minggu keempat, jumlah daun 4 helai dan tinggi sekitar 50 cm. Pada minggu kelima, akar tunas dan anakan keluar.

Fase pertumbuhan anakan tebu (pertunasan) dimulai dari umur 5 minggu sampai umur 3.5 bulan tergantung varietas dan lingkungan tebu. Jumlah anakan tertinggi terjadi pada umur 3.5 bulan dan setelah itu turun atau mati 40 – 50% akibat terjadinya persaingan sinar matahari, air, dan sebagainya. Hal yang menunjang pertunasan tebu antara lain air, oksigen, sinar matahari, unsur hara utama yaitu N dan P, serta suhu tanah.

Fase pemanjangan batang terjadi pada umur 3 – 9 bulan. Kecepatan pembentukan ruas adalah 3 – 4 ruas/bulan. Makin tua tanaman tebu, makin lambat pemanjangannya. Hal yang mempengaruhi pemanjangan batang antara lain adalah kadar air tanah, sinar matahari, dan kadar N dalam daun.

Fase kemasakan merupakan fase yang terjadi setelah pertumbuhan vegetatif menurun dan sebelum batang tebu mati. Pada fase ini gula di dalam batang tebu mulai terbentuk hingga titik optimal dan setelah itu rendemennya berangsur-angsur menurun. Tahap pemasakan inilah yang disebut dengan tahap penimbunan rendemen gula. Fase pemasakan pada tanaman keprasan (ratoon)

terjadi lebih awal disbanding tanaman baru (plant cane/PC). Fase ini dipengaruhi

oleh varietas, cara budidaya (terutama pupuk N dan P), serta kondisi lingkungan seperti suhu, cahaya matahari, dan air.

Komposisi vegetatif tanaman tebu menunjukkan bagian dari organ secara terpisah/individu (batang, daun, akar) dalam berat kering total dari tanaman tebu. Bagian tanaman tebu di atas permukaan tanah (above ground portion) terdiri atas

batang tebu (stem/stalks) yang dapat digiling (millable cane), bagian pucuk (leafy top) termasuk bagian batang yang tidak dapat digiling (non-millable) dan daun-

daun yang menempel pada pucuk, serta daun-daun yang lain (trash) yang secara

terpisah dikategorikan sebagai bagian yang berada pada permukaan tanah (on groun portion). Bagian tanaman tebu di bawah permukaan tanah (below ground portion) terdiri atas dongkelan/tunggul (stubble) dan akar (roots). Di negara-

negara dimana bagian batang di bawah permukaan tanah dipanen, maka tunggul termasuk bagian tebu yang dapat digiling (millable cane). Contoh komposisi

vegetatif tanaman tebu umur 12 bulan untuk varietas 37-1933 disajikan pada Gambar 1.

Bagian tebu yang dapat digiling hanya merupakan sebagian dari bahan kering total tanaman (50 sampai 60 %). Akar dan pada sebagian besar kasus termasuk juga tunggul (stubble), ditinggalkan di lahan. Pucuk tebu juga tetap di

lahan atau digunakan sebagai makanan ternak. Daun-daun tebu sebagai seresah (trash) juga tetap di lahan atau digunakan sebagai bahan bangunan di pabrik.

Bahan kering organ tanaman tebu berisi lebih dari 90% bahan organik, dan ketika usaha penyuburan tanah dengan bahan organik menjadi masalah yang serius, maka pengetahuan penggunaan kembali bahan organik dalam tanaman tebu tersebut menjadi penting.

Kobus dan Van Houwelingen (dalam Dillewijn, 1952) melakukan percobaan untuk mengetahui kecenderungan komposisi vegetatif tanaman tebu yang dibudidayakan di pulau Jawa. Hasil percobaan tersebut membuktikan bahwa komposisi vegetatif tanaman tebu tidak seragam, tetapi dipengaruhi oleh umur, pemupukan, varietas, dan sebagainya. Pengaruh umur adalah yang dominan (Gambar 2). Dengan data yang sama dari percobaan tersebut digambarkan komposisi vegetatif dalam basis persentase dari bahan kering total (Gambar 3). Sedangkan pengaruh pemupukan terhadap komposisi vegetatif tanaman tebu disajikan pada Tabel 1.

Gambar 3 menunjukkan bahwa pada waktu penanaman, tanaman hanya berupa potongan bibit (cutting). Pertumbuhan awal tanaman sebagian besar

terbatas untuk perkembangan daun dan akar yang merupakan peralatan produksi tanaman. Pembentukan batang belum terjadi sepanjang organ asimilasi dan absorbsi belum berkembang sampai tingkat tertentu. Tetapi ketika organ asimilasi dan absorbsi telah berkembang, maka pembentukan batang dimulai dengan laju yang lebih cepat dibanding organ lain.

Gambar 1 Komposisi vege tatif tanaman tebu umur 12 bulan varietas 37-1933 (Dillewijn, 1952). STUBBLE ROOTS TRASH STALKS TOPS

di atas permukaan tanah (above ground)

pada permukaan tanah (on ground)

di bawah permukaan tanah (below ground) 9.0% 49.2% 24.6% 4.5% 12.7% persentase dari bobot kering total tanaman

St : stem (batang tebu)

GT : green top (pucuk tebu)

R : roots (akar)

Gambar 2 Kecenderungan komposisi vegetatif tanaman tebu di Jawa (Dillewijn, 1952).

C : cutting (bibit tebu)

Gambar 3 Kecenderungan komposisi vegetatif tanaman tebu (Dillewijn, 1952).

Tabel 1 Pengaruh pemupukan nitrogen terhadap komposisi vegetatif tanaman tebu

Kadar Nitrogen (% bahan kering total) Bagian tanaman

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi

Batang 57 55 54 53

Pucuk dan seresah 32 35 35 35

Akar dan tunggul 11 10 11 12

Total 100 100 100 100

(Sumber: Dillewijn, 1952)

Proses terbentuknya rendemen gula di dalam batang tebu berjalan dari ruas ke ruas. Ruas di bawah (lebih tua) lebih banyak tingkat kandungan gulanya dibandingkan dengan ruas di atasnya (lebih muda), demikian seterunya sampai ruas bagian pucuk. Oleh karena itu, tebu dikatakan sudah mencapai masak optimal apabila kadar gula di sepanjang batang telah seragam, kecuali beberapa ruas di bagian pucuk. Menurut Supriyadi (1992), faktor-faktor yang mempengaruhi proses kemasakan tanaman tebu adalah:

1) Varietas

Varietas tebu pada garis besarnya dibedakan menjadi tiga, yaitu: a) varietas genjah (masak awal), mencapai masak optimal kurang dari 12 bulan;

b) varietas sedang (masak tengahan) mencapai masak optimal pada umur 12–14 bulan; dan

c) varietas dalam (masak akhir) mencapai masak optimal pada umur lebih dari 14 bulan.

2) Pemberian pupuk nitrogen yang berlebihan

Pemupukan tebu dengan pupuk nitrogen secara berlebihan sangat merugikan karena proses pembentukan rendemen optimal akan terlambat. Pemupukan nitrogen yang berlebihan juga akan merangsang pertumbuhan tunas baru. Proses pertumbuhan tunas baru ini menggunakan gula yang sudah terbentuk di dalam batang, sehingga gula di dalam batang akan terurai kembali.

3) Curah hujan

Curah hujan yang tinggi pada waktu tanaman tebu mencapai umur masak akan menyebabkan pembentukan gula rendah, karena sinar matahari terhalang oleh awan, sehingga proses fotosintesis terhambat sekaligus proses pembentukan gula terhambat, terbentuknya rendemen rendah, dan tebu mencapai masak optimal juga terlambat.

4) Keadaan got

Keadaan got yang dangkal dapat menyebabkan penyebaran akar tebu juga dangkal atau pendek-pendek. Dengan demikian akar tebu tidak dirangsang proses pemanjangannya karena mudah mencapai air tanah. Karena akar yang pendek, maka pengambilan unsur hara dari dalam tanah tidak bisa optimal sehingga proses pembentukan gulapun juga sedikit. Selain itu, pada waktu musim kemarau kadang-kadang tanaman mati kekeringan sebelum rendemen optimal tercapai.

5) Serangan hama dan penyakit 6) Daerah penanaman

Tebu yang ditanam di dataran tinggi, masa hidupnya akan lebih lama dibandingkan dengan tebu yang ditanam di dataran rendah. Tebu yang

ditanam di dataran tinggi akan mendapat sinar matahari lebih lama daripada di dataran rendah sehingga kemasakan optimal dicapai pada masa yang lebih lama.

7) Masa tanam

Tebu yang ditanam pada bulan Mei – Juli akan mempunyai daya tahan yang lebih baik daripada bulan-bulan sebelum atau sesudahnya. Karena daya tahan yang baik, maka tanaman tebu akan bisa sampai mencapai masak optimal pada waktunya.

8) Gulud akhir

Gulud akhir harus dilaksanakan pada tanaman yang sudah berumur 4.5 – 5 bulan. Gulud akhir ini berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar tebu dekat permukaan tanah agar tanaman bisa banyak mengambil unsur hara dan sekaligus untuk mencegah kerobohan tanaman. Kegiatan gulud akhir biasa dilakukan pada sistem reynoso.

9) Kerobohan tanaman

Tebu yang roboh terkena angin ataupun karena terlampau banyak diberi pupuk nitrogen, akan berakibat terhambat proses kemasakannya. Kandungan gula di dalam batang akan diuraikan kembali untuk pertumbuhan tunas baru, dan untuk energi dalam upaya ingin berdiri kembali.

Untuk meningkatkan rendemen tebu, maka upaya-upaya yang dapat dilakukan adalah: (1) pemakaian bibit yang bermutu, (2) masa tanam yang optimal, (3) pengolahan tanah dan pemeliharaan yang optimal, (4) pemupukan berimbang, (5) perlindungan tanaman terhadap hama penyakit dan gulma, (6) pengairan yang sesuai, dan (7) penggunaan zat pengatur tumbuh. Menurut Mangelsdorf (1953), hasil gula tersebut sangat dipengaruhi oleh interaksi antara faktor genotip tebu, kondisi lahan, dan musim.

Pemupukan

Pupuk adalah bahan untuk diberikan kepada tanaman baik langsung maupun tidak langsung, guna mendorong pertumbuhan tanaman, meningkatkan produksi atau memperbaiki kualitasnya, sebagai akibat perbaikan nutrisi tanaman (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998). Definisi lain menyatakan pupuk adalah unsur hara tanaman yang sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan berkembang biak (Purnama, 2002). Unsur hara tanaman terdiri dari unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang relatif banyak, sedangkan unsur hara mikro dibutuhkan dalam jumlah relatif lebih sedikit. Unsur hara makro terdiri dari makro primer dan makro sekunder. Unsur hara makro primer adalah Nitrogen (N), Fosfat (P), dan Kalium (K) yang dikenal sebagai unsur-unsur hara utama.

Walaupun pupuk merupakan salah satu sarana penting dalam kegiatan produksi namun penggunaannya tidak mudah karena menyangkut aspek efisiensi dan penghematan (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998), yaitu bahwa (1) jenis pupuk yang digunakan harus tepat sesuai kebutuhan sehingga metode diagnosis harus baik dan unsur yang ditambahkan hanya yang kurang di dalam tanah saja; (2) perimbangan hara perlu diperhatikan agar lebih bermanfaat; (3) dosis, cara, dan

waktu pemupukan harus benar agar tidak rugi dan tidak merusak lingkungan karena dosis yang berlebihan atau salah caranya; (4) harga pupuk makin mahal karena biaya energi dan bahan baku makin tinggi sementara ketersediaan bahan baku di dunia makin menipis.

Pemupukan adalah pemberian pupuk kepada tanaman ataupun kepada tanah dan substrat lainnya (Finck, 1982 dalam Leiwakabessy dan Sutandi, 1998). Pemupukan merupakan suatu tindakan yang dilaksanakan sebagai usaha untuk menambah ketersediaan hara dalam tanah dan untuk meningkatkan kesuburan tanah. Kesuburan tanah ialah kemampuan tanah untuk dapat menyediakan unsur hara dalam jumlah berimbang untuk pertumbuhan dan produks i tanaman (DIKTI, 1991). Munir (1996) menyatakan bahwa pemupukan lebih ditujukan untuk menambah jumlah dan tingkat ketersediaan unsur hara di dalam tanah (baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro). Sedangkan Syamsulbahri (1996) menyatakan bahwa pada dasarnya pemupukan bertujuan untuk menjaga dan memulihkan kesuburan tanah yang hilang akibat aktivitas penyerapan oleh akar tanaman dan hanyut karena erosi atau pencucian.

Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (1998), pemupukan di negara berkembang seperti Indonesia mempunyai kelemahan-kelemahan umum yang menyebabkan produksi rendah, yaitu (1) pemupukan bersifat tradisional, tanpa identifikasi masalah hara secara baik; (2) sebagian besar tidak memupuk lengkap dengan N, P, K; (3) kalaupun memupuk dengan N, P, K, tetapi kecukupan unsur lain tidak diperhatikan, pemupukan sering berat sebelah; (4) tidak memupuk dengan unsur-unsur hara yang lain seperti Ca, Mg, dan unsur mikro, karena tidak melakukan diagnosis sebelumnya; (5) salah menduga kebutuhan pupuk dan kurang memperhatikan cara dan waktu pemupukan; (6) kesulitan dalam memperoleh pupuk; (7) tidak mampu menyediakan jumlah dan jenis pupuk yang dianjurkan karena harga yang mahal; (8) mengabaikan sifat tanah lainnya seperti reaksi tanah, struktur tanah, dan lain-lain; ( 9) kurang memperhatikan faktor iklim; (10) tidak mampu melakukan proteksi tanaman dengan baik.

Secara umum sasaran pemupukan mencakup tanah dan tanaman tebu (Usman, 1997). Sasaran pemupukan pada tanah antara lain macam unsur hara dan kondisi lingkunga n tumbuh yang mempengaruhi daya guna pemupukan.

Sedang sasaran pemupukan pada tanaman adalah mutu bahan tanaman dan hasil produksi yang diprogramkan.

Perolehan berat tebu sangat berkaitan dengan potensi lahan. Potensi lahan seringkali beragam, baik dari tahun ke tahun maupun antara lokasi/kebun, karena dipengaruhi oleh hasil interaksi antara faktor agroklimat lingkungan dengan jenis tanahnya. Pengaruh potensi lahan terhadap perbedaan tanggap hasil tebu melalui cara pemupukan disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Pengaruh potensi lahan terhadap hasil tebu dengan cara pemupukan (Usman, 1997).

Dalam Gambar 4, pada kurva A ditampilkan keadaan yang berlawanan yaitu potens i hasil lahan sudah mencapai batas, meskipun sudah dilakukan penambahan pupuk hingga 2 satuan, namun mengakibatkan hasil tebu menjadi menurun. Keadaan semacam ini pada era kemajuan teknologi dapat diatasi melalui sistem manajemen perkebunan dan pengembangan varietas tebu baru yang lebih berpotensi. Sementara itu, pada kurva B, C, dan D ditampilkan hasil interaksi antara sifat tanah dan agroklimat yang sudah mengalami perbaikan sehingga memperbesar keuntungan. Dengan menambah satuan pupuk secara optimal maka keuntungan maksimal dapat tercapai.

Tanaman tebu banyak mengabsorbsi hara makro dan kehilangan unsur