• Tidak ada hasil yang ditemukan

DRAMA FAUST I KARYA JOHANN WOLFGANG VON GOETHE: KAJIAN SEMIOTIKA RIFFATERRE

Dalam dokumen metode penelitian sastra feminis dan (Halaman 41-45)

Tesis oleh Isti Haryati A. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan mengungkapkan makna tanda-tanda penting dalam drama Faust I yang berkaitan dengan hubungan antara manusia dan setan.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: drama Faust I dalam sastra Jerman, tragedi yag terjadi pada tokoh-tokoh dalam drama Faust I, struktur dan tekstur drama Faust I, makna tanda-tanda yang berhubungan dengan hubungan manusia dan setan dalam drama Faust I, hipogram-hipogram makna drama Faust I. C. Penelitian yang relevan:

a. Naluri Beragama Tokoh Utama dalam Drama Faust I Karya Johann Wolfgang von Goethe oleh Is’adiyah Utami (2000). Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa hal-hal yang mendorong bangkitnya naluri beragama tokoh utama (Faust) di antaranya dalah terlepasnya Faust dari niat buruk untuk bunuh diri setelah mendengar lagu-lagu suci yang merupakan peringatan Tuhan. Faust juga meminta perlindungan Tuhan saat pertama bertemu dengan setan yang baginya menakutkan. Terakhir, ia juga menyebutkan nama Tuhan saat mengagumi keindahan ciptaan Tuhan, yakni kecantikan Margarette (Gretchen).

b. Kajian Sosiologi Drama Iphiginie auf Tauris Karya Johann Wolgang von Goethe (Pendekatan

Strukturalisme Genetik) tahun 2005 oleh Indah Aini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa situasi dan

kondisi yang melatarbelakangi lahirnya pandangan dunia dalam drama Iphiginie auf Tauris adalah sepertiga abad ke-18 ketika kekuasaan para raja absolut dan pertentangan terhadap gereja atau agama sedemikian kuat. Drama ini ditulis pada periode klasik ketika para tokohnya memperjuangkan humanisme sekuler, yaitu aliran yang menganggap kemanusiaan murni sebagai segala-galanya bagi kehidupan manusia dan menganggap agama sebagai sumber permasalahan kehidupan manusia.

c. Godot di Amerika dan Indonesia, Suatu Studi Banding (2002) sebuah buku yang merupakan karya disertasi oleh Soebakdi Soemanto. Dalam buku tersebut, Soebakdi membahas tanggapan beberapa drama di Indonesia atas drama Waiting for Godot karya Samuel Becket, di mana judul aslinya adalah En Ettendant

Godot. Aspek yang dikaji pada buku ini adalah tekstur dan struktur dari drama-drama tersebut. Pada bagian

struktur, Soebakdi menguraikan plot, karakter, dan tema, sedangkan analisis terhadap tekstur meliputi dialog, suasana hati (mood), dan spektakel.

d. Senandung Semenanjung, Sebuah Analisis Intertekstualitas (2003) oleh Cahyaningrum Dejowati. Penelitian ini membahas hubungan intertekstualitas antara drama Senandung Semenanjung karya Wisran Hadi dengan

Hikayat Hang Tuah. Dalam penelitian ini diadakan analisis struktur dan tekstur drama dan data tersbut

digunakan untuk melihat hubungan intertekstualitas antara drama Senandung Semenanjung dan Hikayat

D. Landasan Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotika Riffaterre. Menurut Riffaterre, karya sastra merupakan dialektika antara tataran mimetik dengan tataran semiotik. Pembaca yang bertugas memberi makna pada sebuah karya sastra, tidak dapat tidak (mutlak) harus mulai dengan menemukan arti unsur- unsurnya, yaitu kata-katanya, menurut kemampuan bahasanya, yang berdasarkan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Fungsi mimetik kemudian meningkat menuju tataran semiotik, di mana kode karya sastra akan dibongkar secara struktural atas dasar signifikansinya.

Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam pemaknaan puisi atau karya sastra menurut Riffaterre, yaitu: (1) puisi itu merupakan ekspresi yang tidak langsung, (2) pembacaan heuristik dan hermeneutik, (3) matriks, model, varian, (4) hipogram. Dalam memaknai karya sastra yang berbentuk puisi, keempat hal tersebut dapat dilakukan, tetapi untuk memaknai karya sastra yang berbentuk prosa dan drama, tidak semua aspek dapat diterapkan.

Untuk memahami semiotika karya sastra, dilakukan dua tahap pembacaan terhadap karya sastra, yakni heuristik dan hermeneutik, karena sebelum mencapai signifikansi, pembaca harus memahami mimesis. Pembacan heuristik merupakan interpretasi tahap pertama yang bergerak dari awal ke akhir teks sastra, dari puncak hingga dasar halaman dan mengikuti pemekaran sintagmatik. Pembacaan tahap kedua merupakan pembacaan retroaktif, yaitu pembacaan yang didasarkan pada konvensi sastra, merupakan saat interpretasi yang kedua. Dalam pembacaan ini, pembaca harus bergerak lebih jauh untuk memperoleh kesatuan maknanya dari pemahaman makna sebelumnya yang masih beraneka ragam.

Menurut Riffaterre, karya sastra (terutama puisi) dipahami menyerupai bentuk donat, yang mempunyai lubang di tengahnya. Apa yang hadir secara tekstual adalah daging donat, sedngkan yang tidak hadir adalah ruang kosong berbentuk bundar yang ada di tengahnya dan sekaligus menopang dan membentuk daging donat itu menjadi donat. Ruang kosong yang tidak ada secara tektual tetapi mnentukan terbentuknya puisi ini disebut sebagai hipogram.

Ada dua macam hipogram, yakni hipogram potensial dan hipogram aktual. Hipogram potensial merupakan segala macam bentuk impliksi makna kebahasaan, baik yang berupa presuposisi (penganggapan) bahasa, makna-makna konotatif yang sudah dianggap umum, dan sebagainya. Hipogram potensial tidak tereksplisitkan dalam teks, tetapi harus diabstrasikan dari teks, yang berupa aplikasi makna kebahasaan baik yag berupa presuposisi maupun sistem deskriptif atau kelompok asosiasi konvensional. Hiprogram aktual dapat berupa teks nyata, kata, kalimat, peribahasa, dan seluruh kata. Hipogram aktual menjadi latar penciptaan teks baru. Hipogram aktual terwujud dalam teks-teks yang sudah ada sebelumnya, baik yang berupa mitos maupun karya sastra lainnya.

Ruang kosong yang berbentuk bundar dan menopang daging donat serta manjdikan donat benar-benar menjadi donat merupakan pusat makna karya sastra. Pusat makna ini disebut sebagai matriks yang merupakan konsep abstrak dan dapat berupa satu kata atau satu kalimat yang tidak selalu teraktualisasikan dalam teks. Aktualisasi pertama dari matriks adalah model, yang berupa satu kata atau kalimat tertentu. Untuk membedakan kata-kata biasa dengan model adalah dengan memperhatikan kualitas puitisnya. Sifat puitis tersebut haruslah dipahamidengan memperhatikan tanda tersebut apakah tanda tersebut bersifat

hipogramatik (menjadi latar penciptaan sebuah teks), atau bersifat monumental. Model kemudian diperluas menjadi varian-varian sehingga menurunkan teks secara keseluruhan.

E. Metode Penelitian

a. Objek material penelitian: drama Faust I karya Johann Wolfgang von Goethe yang diterbitkan tahun 1982 oleh Diogenes Verlag AG, Jerman. Teks drama ini terdiri dari 3 pra-adegan dan 25 adegan.

b. Objek formal penelitian: tanda-tanda semiotik penting yang berkaitan dengan hubungan antara manusia dan setan dalam drama Faust I yang dicari maknanya dengan menggunakan semiotika Riffaterre.

c. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian pustaka. d. Langkah-langkah penelitian:

1. Menetapkan objek penelitian, yaitu drama Faust I karya Johann Wofgang von Goethe, melakukan studi pustaka untuk mencari dan mengumpulkan data-data yang mendukung objek penelitian.

2. Melakukan kajian terhadap drama Faust I.

3. Melakukan pembacaan heuristik terhadap drama Faust I. 4. Melakukan pembacaan hermeneutik terhadap drama Faust I.

5. Mencari matriks, model, dan varian-varian drama Faust I serta memaknai drama Faust I berdasarkan hipogramnya.

6. Membuat kesimpulan dan melaporkan hasil penelitian. F. Kesimpulan Penelitian:

a. Drama Faust I karya Johann Wolfgang von Goethe adalah karya yang ditulis pada masa kalasik dalam kesusasteraan Jerman sehingga ciri khas karya sastra pada masa klasik tercermin pada drama ini.

b. Drama Faust I adalah sebuah tragedi sehingga permasalahan yang muncul di dalamnya adalah tragedi yang terjadi pada tokoh-tokohnya, yakni pada Faust dan Gretchen.

c. Melalui pembacaan heuristik dan hermeneutik ditemukan ketidaklangsungan ekspresi pada drama Faust I, yaitu penggantian arti yang berupa metafora. Melalui pembacaan hermeneutik disimpulkan bahwa hubungan manusia dengan setan yang terjadi dalam drama Faust I muncul dalam beberapa bentuk, yaitu dengan mempelajari Magie, mengadakan perjanjian dengan setan dan akhirnya menjual jiwanya pada setan.

d. Hipogram drama Faust I adalah kisah Ayub dalam Injil dan Al-Quran, cerita rakyat Historia von D. Johann Fausten yang diterbitkan oleh Johann Spies, drama The Tragical History of Doktor Faustus oleh Christopher Marlowe, kisah nyata pembunuhn anak (Kindesmörderin) dan gerakan Freemansory.

e. Dengan drama Faust I ini Goethe ingin menegaskan keberadaan manusia yang mengadakan hubungan dengan setan karena hasratnya yang tinggi untuk menguasai ilmu pengetahuan berhadapan dengan keterbatasannya. Keterbatasan manusia tidak akan menyebabkan manusia menempuh jalan yang salah apabila manusia tersebut mempunyai suatu sebagai pegangan yang kuat dalam hidupnya. Keberadaan setan bias mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh manusia kerena setan mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh manusia. Akan tetapi, dengan mengadakan hubungan dan meminta bantuan kepada setan, berarti manusia telah dikalahkan oleh setan dan kepercayaannya kepada Tuhan telah ternodai. Persekutuan manusia dengansetan menyebabkan manusia tergantung kepada setan dalam mengatasi permasalahan hidupnya, seperti kondisi manusia di zaman modern ini yang tergantung pada modernitas karena telah mengikatkan diri padanya. Pengagungan manusia kepada teknologi yang mewakili modernitas bias menyebabkan manusia merasa menjadi manusia unggulan (Übermensch) yang bias mengatasi permasalahn hidupnya tanpa campur tangan Tuhan.

PENELITIAN II

MITOS MODERN DALAM ROMAN DIE VERWANDLUNG KARYA FRANZ KAFKA MELALUI

Dalam dokumen metode penelitian sastra feminis dan (Halaman 41-45)

Dokumen terkait