• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. METODE PENELITIAN

5.3 Dugaan Model Ekonometrika

Setelah melakukan beberapa alternatif spesifikasi model, maka diperoleh model harga gula domestik dan industri gula Indonesia yang terdiri dari delapan persamaan struktural dengan menggunakan data-data dari tahun 1975-2004.

5.3.1 Luas Areal Perkebunan Tebu

Hasil pendugaan parameter luas areal perkebunan tebu di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4, nilai koefisien determinasi (R2) dari model luas areal perkebunan tebu adalah sebesar 0,96467 yang artinya 96,467 persen keragaman luas areal perkebunan tebu dapat diterangkan oleh keragaman variabel-variabel eksogen di dalam model, yaitu variabel harga provenue gula, harga dasar gabah, dan luas areal perkebunan tebu tahun sebelumnya sedangkan

sisanya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model tersebut dengan nilai statistik Fhitung sebesar 227,57. Dengan kata lain, bahwa

model atau persamaan tersebut mampu menjelaskan peubah endogennya dengan baik.

Tabel 4. Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Luas Areal Perkebunan Tebu

Variabel Koefisien thitung P

Elastisitas

Nama Variabel

Pendek Panjang

Intercep 31257.32 1,48 0,1506 (E) - - Intersep

HPROV 0.058795 1,84 0,0781 (C) 0.18 1,77 Harga Provenue Gula

HDG -0.11284 -2,21 0,0366 -0.15 -1,47 Harga Dasar Gabah

LLAPT 0.898103 22,91 < 0,0001 (A) - - Lag LAPT

R-Sq 0,96467 0,96044 227,57 2,27184 Adj R-Sq F Stat DW Stat

Selain itu, dapat juga diketahui bahwa luas areal perkebunan tebu berhubungan positif dengan harga provenue gula dan luas areal perkebunan tebu tahun sebelumnya. Hasil uji statistik-t menunjukkan bahwa masing-masing variabel,yaitu harga provenue gula, harga dasar gabah, dan luas areal perkebunan tebu tahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap luas areal perkebunan tebu pada taraf nyata masing-masing sebesar sepuluh persen, lima persen, dan satu persen.

Koefisien dugaan variabel harga provenue gula sebesar 0,058795. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan harga provenue gula sebesar satu Rupiah per ton akan meningkatkan luas areal perkebunan tebu sebesar 0,058795 hektar, cateris paribus. Luas areal perkebunan tebu juga dipengaruhi secara nyata oleh harga dasar gabah yang memiliki hubungan negatif dengan luas areal perkebunan tebu dengan koefisien dugaan sebesar 0,11284. Artinya, jika terjadi penurunan harga dasar gabah sebesar satu Rupiah per ton akan menurunkan luas areal perkebunan tebu sebesar 0,11284 hektar, cateris paribus. Hal ini disebabkan

tanaman padi merupakan kompetitor kuat tanaman tebu. Apabila harga dasar gabah meningkat, sementara harga provenue gula tetap, maka petani akan berfikir secara rasional untuk menanam padi yang bertujuan meningkatkan penerimaannya. Menurut Soentoro dalam Suparno (2004), dampak perubahan harga komoditas pertanian berpengaruh terhadap perubahan luas areal tanam komoditas tersebut. Artinya, respon petani terhadap perubahan harga dapat dilihat dari perubahan areal tanaman komoditas pertanian itu sendiri. Namun, respon tersebut tidak terlihat langsung pada saat terjadi perubahan harga karena penanaman komoditas pertanian hanya mungkin dilakukan pada musim selanjutnya.

Hasil estimasi berdasarkan nilai elastisitas menunjukkan bahwa variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap perubahan luas areal perkebunan tebu adalah harga provenue gula dengan nilai elastisitas yang lebih besar dibandingkan nilai elastisitas variabel lainnya. Nilai elastisitas harga provenue gula di tingkat produsen baik dalam jangka pendek dan jangka panjang masing-masing sebesar 0,18 dan 1,77. Nilai ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan harga provenue gula sebesar satu persen, maka luas areal perkebunan tebu akan meningkat sebesar 0,18 persen dalam jangka pendek dan 1,77 persen dalam jangka panjang, cateris paribus. Nilai tersebut juga menunjukkan bahwa dalam jangka pendek luas areal perkebunan tebu tidak responsif terhadap perubahan harga provenue gula di tingkat produsen (bersifat inelastis) tetapi luas areal perkebunan tebu responsif (bersifat elastis) terhadap perubahan harga provenue gula dalam jangka panjang.

Luas areal perkebunan tebu tidak responsif terhadap perubahan harga dasar gabah dalam jangka pendek dan responsif dalam jangka panjang. Hal ini

terlihat dari nilai elastisitasnya sebesar -0,15 dalam jangka pendek dan -1,47 dalam jangka panjang. Artinya, jika terjadi kenaikan harga dasar gabah sebesar satu persen, maka luas areal perkebunan tebu akan turun sebesar 0,15 persen dalam jangka pendek dan 1,47 persen dalam jangka panjang, cateris paribus. Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, luas areal perkebunan tebu juga dipengaruhi secara nyata oleh peubah bedakala. Koefisien dugaan luas areal perkebunan tebu tahun sebelumnya sebesar 0,898103. Artinya, setiap kenaikan luas areal perkebunan tebu tahun sebelumnya sebesar satu hektar akan meningkatkan luas areal perkebunan tebu sebesar 0,898103 hektar, cateris paribus.

5.3.2 Produktivitas Tebu

Hasil pendugaan parameter dan elastisitas produktivitas tebu di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Produktivitas Tebu

Variabel Koefisien thitung P

Elastisitas

Nama Variabel

Pendek Panjang

Intercep 62,57156 4,17 0,0004 (A) - - Intersep

IMG -0,00001 -2,49 0,0209 (B) -0,08 -0,11 Impor Gula

TAR 0,000018 2,08 0,0491 (B) 0,03 0,03 Tarif Impor

CH 0,002217 0,93 0,3629 - - Curah Hujan

HDG -0,00003 -1,39 0,1788 (E) -0,17 -0,23 Harga Dasar Gabah

HRIG 4,59x10-12 1,70 0,1035 (D) -0,0004 -0,0005 Harga Impor Gula

LY 0,276116 1,86 0,0766 (C) - - Lag Y R-Sq 0,57804 0,46294 5,02 2,304022 Adj R-Sq F Stat DW Stat

Berdasarkan hasil pendugaan parameter pada Tabel 5, nilai koefisien determinasi (R2) dari model produktivitas tebu sebesar 0,57804 yang menunjukkan bahwa 57,804 persen keragaman produktivitas tebu dapat diterangkan oleh keragaman variabel-variabel eksogen, yaitu impor gula, tarif impor, curah hujan, harga dasar gabah, harga impor gula, dan produktivitas tebu

tahun sebelumnya, sedangkan sisanya sebesar 42,196 persen dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model. Koefisien dugaan variabel tarif impor gula sebesar 0,000018 yang menyatakan bahwa setiap kenaikan tarif impor gula sebesar satu Rupiah per ton akan meningkatkan produktivitas tebu sebesar 0,000018 ton per hektar, cateris paribus. Hal ini dapat dijelaskan dengan teori ekonomi bahwa penerapan tarif akan memperbesar harga gula impor melebihi harga dunianya dan kelebihannya itu sama dengan besaran tarif yang diterapkan sehingga para produsen gula domestik dapat menjual produknya dengan harga yang sama dengan harga dunia plus tarif ke pasar domestik (Mankiw, 2000). Oleh karena itu, para produsen masih mempunyai rangsangan untuk mengusahakan tanaman tebu.

Perubahan impor gula berpengaruh nyata secara negatif terhadap produktivitas tebu, namun tidak responsif (inelastis) baik jangka pendek dan jangka panjang dengan nilai elastisitas masing-masing sebesar -0,08 dan -0,11. Artinya, jika impor gula naik satu persen akan menurunkan produktivitas tebu sebesar 0,08 persen dalam jangka pendek dan 0,11 persen dalam jangka panjang, cateris paribus. Hal ini disebabkan impor gula yang meningkat akan mendorong harga gula domestik menjadi turun dengan asumsi permintaan tetap, cateris paribus sehingga para produsen khususnya petani malas menanam tebu dan pada akhirnya akan menurunkan produktivitas tebu. Curah hujan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan produktivitas tebu. Hal ini diduga disebabkan oleh pengelolaan tataguna air yang mulai membaik.

Selain impor gula, harga dasar gabah juga berpengaruh nyata secara negatif terhadap produktivitas tebu dengan nilai elastisitas sebesar -0,17 dalam

jangka pendek dan -0,23 dalam jangka panjang. Artinya, jika harga dasar gabah meningkat sebesar satu persen, maka produktivitas tebu akan turun sebesar 0,17 persen dalam jangka pendek dan 0,23 persen dalam jangka panjang, cateris paribus. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa harga dasar gabah tidak responsif baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Perubahan tarif impor, harga impor gula berpengaruh nyata secara positif terhadap produktivitas tebu tetapi tidak responsif baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Penelitian ini juga membuktikan bahwa produktivitas tebu tahun sebelumnya berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas tebu dengan nilai koefisien dugaan sebesar 0,276116. Artinya, jika terjadi kenaikan produktivitas tebu tahun sebelumnya sebesar satu ton per hektar, maka produktivitas tebu akan meningkat sebesar 0,276116 ton per hektar, cateris paribus.

5.3.3 Harga Provenue Gula

Koefisien determinasi (R2) dari model harga provenue gula sebesar 0,83394 yang menyatakan bahwa 83,394 persen keragaman harga provenue gula dapat diterangkan oleh variabel-variabel eksogen di dalam model, yakni harga dasar gabah, impor gula, harga gula eceran, harga dunia, dan harga provenue gula tahun sebelumnya sementara sisanya sebesar 16,606 persen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak terdapat dalam model tersebut. Hasil dugaan parameter dan elastisitas harga provenue gula dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan tabel tersebut, menunjukkan bahwa secara statistik harga provenue gula dipengaruhi secara nyata oleh harga dasar gabah, impor gula, harga gula eceran, dan harga provenue gula tahun sebelumnya dengan hubungan positif. Kebijakan harga provenue gula mulai diterapkan pemerintah sejak tahun 1975

sejalan dengan program TRI. Salah satu argumen penting dalam kebijakan harga provenue gula adalah memberi jaminan harga output untuk mengurangi risiko yang dihadapi oleh produsen gula, khususnya petani tebu. Harga provenue gula biasanya ditetapkan pemerintah menjelang musim tanam tebu dimulai. Dengan demikian, petani memiliki kepastian harga output sehingga petani memiliki informasi yang cukup untuk dapat mengambil keputusan menanam tebu atau komoditas lainnya (Susila, 2005).

Tabel 6. Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Harga Provenue Gula

Variabel Koefisien thitung P

Elastisitas

Nama Variabel

Pendek Panjang

Intercep -268208 -2,15 0,0426 - - Intersep

HDG 0,457433 1,67 0,1095 (D) 0,21 0,28 Harga Dasar Gabah

IMG 0,063375 1,71 0,0998 (C) 0,04 0,06 Impor Gula

PNE 0,509195 5,09 < 0,0001 (A) 0,70 0,98 Harga Gula Eceran

PW 0,076731 1,18 0,2519 - - Harga Gula Dunia

LHPROV 0,254941 2,05 0,0519 (C) - - Lag HPROV

R-Sq 0,83394 0,79784 23,10 1,5324 Adj R-Sq F Stat DW Stat

Berdasarkan nilai elastisitas, harga dasar gabah bersifat inelastis atau tidak responsif baik jangka pendek maupun jangka panjang dengan nilai elastisitas masing-masing sebesar 0,21 dan 0,28. Hal ini menyatakan bahwa jika terjadi peningkatan harga dasar gabah satu persen, maka harga provenue gula akan meningkat sebesar 0,21 persen dalam jangka pendek dan 0,28 persen dalam jangka panjang, cateris paribus. Harga provenue gula merupakan salah satu kebijakan harga yang ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka melindungi produsen atau petani tebu sehingga mereka terangsang untuk berproduksi. Menurut Sekretariat Dewan Gula Indonesia (2005), harga provenue gula selalu lebih besar daripada harga dasar gabah. Oleh karena itu, kenaikan harga dasar gabah akan diikuti juga oleh kenaikan harga provenue gula.

Koefisien dugaan variabel impor gula sebesar 0,063375. Artinya, jika terjadi peningkatan impor gula sebesar satu ton, maka harga provenue gula akan meningkat sebesar 0,063375 Rupiah per ton, cateris paribus. Seperti terlihat dari tanda koefisien dugaannya, harga gula eceran di Indonesia berpengaruh positif terhadap harga provenue gula. Hal ini dapat dipahami karena kenaikan harga gula eceran akan mendorong peningkatan harga provenue gula. Dilihat dari nilai elastisitasnya, impor gula bersifat inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dengan nilai elastisitas masing-masing sebesar 0,04 dan 0,06. Artinya, jika impor gula naik sebesar satu persen, maka harga provenue gula akan meningkat sebesar 0,04 persen dalam jangka pendek dan 0,06 persen dalam jangka panjang, cateris paribus.

Sementara itu, koefisien dugaan harga gula eceran sebesar 0,509195 yang artinya jika terjadi kenaikan harga gula eceran sebesar satu Rupiah per ton, maka harga provenue gula akan meningkat sebesar Rp 0,509195 per ton, cateris paribus. Harga gula eceran tidak responsif terhadap perubahan harga provenue gula baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal tersebut terlihat dari nilai elastisitasnya yang masing-masing sebesar 0,70 dan 0,98. Artinya, jika terjadi kenaikan harga gula eceran sebesar satu persen, maka harga provenue gula akan meningkat sebesar 0,70 persen dalam jangka pendek dan 0,98 persen dalam jangka panjang. Peubah bedakala berpengaruh nyata terhadap harga provenue gula dengan koefisien dugaannya sebesar 0,254941 yang mengindikasikan bahwa jika terjadi kenaikan harga provenue gula tahun sebelumnya sebesar satu Rupiah per ton, maka harga provenue gula akan meningkat sebesar Rp 0,254941 per ton, cateris paribus.

5.3.4 Stok Gula Indonesia

Nilai koefisien determinasi dari model stok gula Indonesia adalah 0,75899 yang artinya keragaman dari variabel endogen mampu diterangkan oleh variabel- variabel eksogen di dalam model, seperti harga gula dunia, harga gula eceran, konsumsi gula, dan stok gula Indonesia tahun sebelumnya sebesar 75,899 persen, sedangkan sisanya sebesar 24,101 persen diterangkan oleh faktor-faktor lain di luar model. Hasil pendugaan parameter dan elastisitas model stok gula Indonesia dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Stok Gula Indonesia

Variabel Koefisien thitung P

Elastisitas

Nama Variabel

Pendek Panjang

Intercep -254940 -0,85 0,4013 - - Intersep

PW -0,19906 -1,25 0,2223 - - Harga Gula Dunia

PNE 0,844375 3,51 0,0018 (A) 1,24 2,63 Harga Gula Eceran

KG -0,12356 -2,17 0,0400 (B) -0,32 -0,68 Konsumsi Gula LQST 0,529362 4,55 0,0001 (A) - - Lag QST R-Sq 0,75899 0,71882 18,89 2,28256 Adj R-Sq F Stat DW Stat

Berdasarkan hasil pendugaan parameter yang terlihat pada Tabel 7 menunjukkan bahwa harga gula eceran dan stok gula Indonesia tahun sebelumnya berpengaruh nyata secara positif dengan taraf a sebesar satu persen terhadap stok gula Indonesia. Harga gula eceran memiliki nilai elastisitas sebesar 1,24 dalam jangka pendek dan 2,63 dalam jangka panjang sehingga harga gula eceran responsif atau bersifat elastis terhadap perubahan stok gula Indonesia baik dalam jangka pendek dan jangka panjang. Jika terjadi kenaikan harga gula eceran sebesar satu persen, maka stok gula Indonesia meningkat sebesar 1,24 persen dalam jangka pendek dan meningkat sebesar 2,63 persen dalam jangka panjang, cateris paribus. Koefisien dugaan harga gula eceran sebesar 0,844375 yang

artinya jika harga gula eceran meningkat sebesar satu Rupiah per ton, maka stok gula Indonesia akan turun sebesar 0,844375 ton, cateris paribus. Berdasarkan Teori Harga, jika harga meningkat maka jumlah yang ditawarkan akan meningkat, cateris paribus dan demikian juga sebaliknya.

Konsumsi gula berpengaruh nyata secara negatif dengan taraf a sebesar lima persen terhadap perubahan stok gula Indonesia. Hal ini dapat dilihat dengan koefisien dugaannya sebesar -0,12356. Artinya, jika terjadi kenaikan konsumsi gula sebesar satu ton, maka stok gula Indonesia akan turun sebesar 0,12356 ton, cateris paribus. Dilihat dari nilai elastisitasnya, konsumsi gula bersifat inelastis atau tidak responsif terhadap perubahan stok gula Indonesia baik jangka pendek (- 0,32) maupun jangka panjang (-0,68). Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan konsumsi gula sebesar satu persen akan menurunkan stok gula Indonesia sebesar 0,32 persen dalam jangka pendek dan 0,68 persen dalam jangka panjang. Penelitian ini juga membuktikan bahwa stok gula Indonesia tahun sebelumnya berpengaruh secara nyata terhadap stok gula Indonesia dengan nilai koefisien dugaannya sebesar 0,529362. Artinya, jika terjadi kenaikan stok gula Indonesia tahun sebelumnya sebesar satu ton, maka stok gula Indonesia akan meningkat sebesar 0,529362 ton, cateris paribus.

5.3.5 Konsumsi Gula

Hasil pendugaan parameter dan elastisitas konsumsi gula dapat dilihat pada Tabel 8. Konsumsi gula dipengaruhi oleh harga gula eceran, jumlah penduduk, produksi gula total, dan konsumsi gula tahun sebelumnya. Hasil dugaan persamaan konsumsi gula menunjukkan bahwa semua koefisien sudah

sesuai dengan tanda yang diharapkan dalam hipotesis dan menurut kriteria ekonomi.

Tabel 8. Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Konsumsi Gula

Variabel Koefisien thitung P

Elastisitas

Nama Variabel

Pendek Panjang

Intercep -416558 -1,00 0,3273 - - Intersep

PNE -0,40684 -2,09 0,0478 (B) -0,23 -0,44 Harga Gula Eceran

POP 0,011077 2,66 0,0136 (B) 8,15 15,52 Jumlah Penduduk

QP 0,176033 1,89 0,0711 (C) 0,13 0,25 Produksi Gula Total

LKG 0,475000 2,93 0,0074 (A) - - Lag KG R-Sq 0,94860 0,94004 110,74 2,50493 Adj R-Sq F Stat DW Stat

Nilai koefisien determinasi (R2) dari model konsumsi gula adalah 0,94860 yang artinya 94,860 persen keragaman konsumsi gula mampu diterangkan oleh keragaman variabel-variabel eksogen di dalam model, yakni harga gula eceran, jumlah penduduk, produksi gula total, dan konsumsi gula tahun sebelumnya, sedangkan sisanya 5,14 persen diterangkan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model. Harga gula eceran dan jumlah penduduk berpengaruh nyata pada taraf a sebesar 0,05 persen. Produksi gula total berpengaruh nyata pada taraf a sebesar 0,1 persen, sedangkan konsumsi gula tahun sebelumnya berpengaruh nyata pada taraf a sebesar 0,01 persen.

Koefisien dugaan variabel harga gula eceran adalah -0,40684. Artinya, jika terjadi kenaikan harga gula eceran sebesar satu Rupiah per ton, maka konsumsi gula akan turun sebesar 0,40684 ton, cateris paribus. Dilihat dari nilai elastisitasnya, harga gula eceran tidak responsif terhadap perubahan konsumsi gula baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dengan nilai elastisitasnya masing-masing sebesar -0,23 dan -0,44. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan harga gula eceran sebesar satu persen, maka konsumsi gula akan turun

sebesar 0,23 persen dalam jangka pendek dan 0,44 persen dalam jangka panjang, cateris paribus. Hal tersebut sesuai dengan Teori Harga yang menyatakan bahwa apabila harga turun maka konsumsi atau jumlah yang diminta akan meningkat.

Besarnya jumlah penduduk juga ikut mempengaruhi konsumsi gula. Hasil estimasi membuktikan bahwa variabel jumlah penduduk responsif atau bersifat elastis terhadap perubahan konsumsi gula baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dengan nilai masing-masing sebesar 8,15 dan 15,52 yang artinya jika jumlah penduduk naik satu persen, maka konsumsi gula akan meningkat sebesar 8,15 persen dalam jangka pendek dan 15,52 persen dalam jangka panjang, cateris paribus. Produksi gula total juga berpengaruh nyata secara positif terhadap perubahan konsumsi gula. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai koefisien dugaannya sebesar 0,176033. Artinya, jika produksi gula meningkat sebesar satu ton, maka konsumsi gula akan naik sebesar 0,176033 ton, cateris paribus. Selain itu, variabel peubah bedakala yaitu konsumsi gula tahun sebelumnya juga mempengaruhi perubahan konsumsi gula dengan nilai koefisien dugaan sebesar 0,475 yang menunjukkan bahwa kenaikan konsumsi gula tahun sebelumnya sebesar satu ton akan meningkatkan kons umsi gula sebesar 0,475 ton, cateris paribus.

5.3.6 Impor Gula

Persamaan dari pendugaan parameter respon jumlah impor gula dapat dilihat pada Tabel 9. Pada tabel tersebut, dapat diketahui bahwa secara statistik jumlah impor gula dipengaruhi secara nyata oleh tarif impor, harga gula dunia, konsumsi gula, nilai tukar, dan produksi gula total. Nilai koefisien determinasi dari persamaan impor gula sebesar 0,91873. Artinya, keragaman dari variabel

endogen mampu diterangkan oleh variabel-variabel eksogen di dalam model, yaitu tarif impor, harga gula dunia, konsumsi gula, nilai tukar, produksi gula total, dan impor gula tahun sebelumnya sebesar 91,873 sedangkan sisanya sebesar 8,127 persen diterangkan oleh faktor-faktor lain di luar model.

Tabel 9. Hasil Dugaan Para meter dan Elastisitas Impor Gula

Variabel Koefisien thitung P

Elastisitas

Nama Variabel

Pendek Panjang

Intercep 384455.9 1,71 0,1005 (D) - - Intercep

TAR -0,82948 -2,73 0,0121 (D) -0,15 -0,17 Tarif Impor Gula

PW -0,32900 -2,00 0,0577 (C) -0,38 -0,44 Harga Gula Dunia

KG 0,754010 4,38 0,0002 (A) 2,81 3,25 Konsumsi Gula

ER 91,65131 2,40 0,0255 (B) 0,46 0,54 Nilai Tukar

QP -0,89868 -5,20 < 0,0001 (A) -2,46 -2,8 Produksi Gula Total

LIMG 0,133854 0,86 0,4001 - - Lag IMG

R-Sq 0,91783 0,89542 40,96 2,33166 Adj R-Sq F Stat DW Stat

Koefisien dugaan variabel tarif impor gula sebesar -0,82948 yang artinya jika terjadi kenaikan tarif impor gula sebesar satu Rupiah per ton, maka impor gula akan turun sebesar 0,82948 ton, cateris paribus. Jika dilihat dari nilai elastisitasnya, impor gula tidak responsif terhadap perubahan impor gula baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dengan nilai masing-masing sebesar -0,15 dan -0,17. Artinya, jika terjadi kenaikan impor gula sebesar satu persen akan menurunkan impor gula sebesar 0,15 persen dalam jangka pendek dan 0,17 persen dalam jangka panjang, cateris paribus. Penerapan tarif impor yang dilakukan pemerintah Indonesia bertujuan untuk mengurangi jumlah pasokan impor gula dari negara eksportir dengan tujuan untuk meningkatkan produksi dan melindungi produsen atau petani tebu dari merosotnya harga gula di pasaran domestik meskipun bersifat inelastis baik dalam jangka pendek dan jangka panjang.

Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa harga gula dunia bersifat inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini terlihat dari nilai

elastisitasnya yang masing-masing sebesar -0,38 dan -0,44. Artinya, peningkatan harga gula dunia sebesar satu persen akan mengurangi impor gula sebesar 0,38 persen dalam jangka pendek dan 0,44 persen dalam jangka panjang, cateris paribus. Pemerintah akan mengimpor gula dari negara lain apabila harga gula dunia lebih murah dari harga domestik sehingga masih memperoleh keuntungan. Koefisien dugaan variabel konsumsi gula sebesar 0,754010 yang artinya kenaikan konsumsi gula sebesar satu ton akan meningkatkan impor gula sebesar 0,754010 ton, cateris paribus. Variabel ini juga responsif terhadap perubahan impor gula karena memiliki nilai elastisitas sebesar 2,81 dalam jangka pendek dan 3,25 dalam jangka panjang. Artinya, jika terjadi kenaikan konsumsi gula sebesar satu persen akan meningkatkan impor gula sebesar 2,81 persen dalam jangka pendek dan 3,25 persen dalam jangka panjang, cateris paribus. Perdagangan internasional juga dapat terjadi karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran suatu negara. Apabila persediaan suatu barang di suatu negara tidak cukup untuk memenuhi permintaan, negara tersebut dapat mengimpor dari negara lain.

Koefisien dugaan nilai tukar sebesar 91,65131 yang artinya setiap kenaikan nilai tukar sebesar satu Rupiah per Dollar Amerika akan meningkatkan impor gula sebesar 91,65131 ton, cateris paribus. Produksi gula total berpengaruh nyata secara negatif dan bersifat elastis atau responsif terhadap perubahan impor gula. Nilai elastisitas jangka pendek dan jangka panjang produksi gula total masing-masing sebesar -2,46 dan -2,8. Artinya, setiap kenaikan produksi gula total sebesar satu persen akan menurunkan impor gula sebesar 2,46 persen dalam jangka pendek dan 2,8 persen dalam jangka panjang, cateris paribus. Apabila

persedian gula di dalam negeri tidak cukup memenuhi kebutuhan konsumsi, pemerintah dapat meningkatkan persediaan gula dengan cara mengimpor gula.

5.3.7 Harga Impor Gula

Nilai koefisien determinasi dari model harga impor gula adalah 0,70614 yang artinya keragaman dari variabel endogen mampu diterangkan oleh variabel- variabel eksogen di dalam model, seperti impor gula, nilai tukar, harga gula dunia,

Dokumen terkait