• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1 Kerangka Teoritis

3.1.1 Teori Permintaan dan Penawaran

Permintaan adalah jumlah barang yang sanggup dibeli oleh para pembeli pada tempat dan waktu tertentu dengan harga yang berlaku pada saat itu. Menurut Daniel (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan adalah:

1. Harga barang yang bersangkutan

Keadaan harga suatu barang mempengaruhi jumlah permintaan terhadap barang tersebut. Bila harga naik maka permintaan akan barang tersebut akan turun. Sebaliknya, bila harga turun maka permintaan akan barang tersebut akan naik. Hubungan harga dengan permintaan adalah hubungan yang negatif dengan catatan faktor lain yang mempengaruhi jumlah permintaan dianggap tetap.

2. Harga barang lain

Terjadinya perubahan harga pada suatu barang akan berpengaruh pada permintaan barang lain. Keadaan ini bisa terjadi bila kedua barang tersebut mempunyai hubungan, apakah saling menggantikan (substitusi) atau saling melengkapi (komplemen). Bila tidak berhubungan, maka tidak akan ada saling pengaruh.

3. Selera

Selera merupakan variabel yang mempengaruhi besar-kecilnya permintaan. Selera dan pilihan konsumen terhadap suatu barang bukan

saja dipengaruhi oleh struktur umur konsumen, tetapi juga karena faktor adat dan kebiasaan setempat, tingkat pendidikan, atau lainnya.

4. Jumlah penduduk

Semakin banyak jumlah penduduk makin besar pula barang yang dikonsumsi dan semakin besar/naik juga jumlah permintaan akan barang tersebut.

5. Tingkat pendapatan

Perubahan tingkat pendapatan akan mempengaruhi banyaknya barang yang dikonsumsi. Secara teoritis, peningkatan pendapatan akan meningkatkan konsumsi.

Penawaran adalah jumlah suatu barang atau jasa yang rela dan mampu dijual oleh para produsen dalam jangka waktu tertentu dan kondisi tertentu (Pappas dan Hirschey, 1995). Jumlah produksi yang ditawarkan di pasaran berasal dari produksi pada waktu tertentu dan persediaan (inventory) dari periode-periode sebelumnya. Perubahan pada penawaran dapat terjadi karena adanya pengaruh dari beberapa faktor, seperti:

1. Harga komoditi itu sendiri

Harga komoditi itu sendiri mempunyai hubungan yang positif dengan jumlah yang ditawarkan, cateris paribus. Semakin tinggi harga suatu komoditi, maka semakin banyak jumlah komoditi yang akan ditawarkan oleh para produsen/penjual. Sebaliknya, semakin rendah harga suatu komoditi, maka semakin sedikit jumlah komoditi yang ditawarkan oleh para produsen/penjual.

Berbagai komoditi dapat disubstitusi atau saling komplemen dalam produksi maupun dalam konsumsi. Jika harga komoditi substitusi meningkat, maka penawaran komoditi yang bersangkutan akan menurun. Sebaliknya, penurunan harga komoditi substitusi aka n meningkatkan penawaran komoditi yang bersangkutan. Sementara untuk barang komplementer, kenaikan harga komoditi tersebut akan menyebabkan peningkatan komoditi yang bersangkutan. Demikian juga sebaliknya, penurunan harga barang komplementer akan menyebabkan turunnya penawaran komoditi yang bersangkutan.

3. Teknologi

Bila terjadi perubahan atau peningkatan pada teknologi dalam proses produksi maka akan terjadi perubahan pada produksi yang cenderung meningkat. Bila produksi meningkat karena perubahan teknologi berarti penawaran pun akan meningkat.

4. Harga input (faktor-faktor produksi)

Apabila harga faktor produksi turun, maka produsen akan menambah penggunaan faktor produksi sehingga produksi akan meningkat. Jika harga faktor produksi meningkat, maka produsen akan cenderung mengurangi penggunaan faktor produksi sehingga produksi akan menurun. Turunnya hasil/produksi secara otomatis menyebabkan turunnya penawaran.

5. Jumlah produsen

Jika jumlah produsen bertambah, maka produksi yang ditawarkan akan meningkat.

6. Tujuan perusahaan

Dalam teori ekonomi, perusahaan diasumsikan bertujuan untuk mencapai laba yang sebesar-besarnya. Akan tetapi, terdapat juga perusahaan yang tidak berorientasi kepada maksimisasi laba sehingga perusahaan tersebut dapat meningkatkan ataupun menurunkan produksinya tanpa terlalu memperhitungkan laba atau rugi yang akan diperoleh perusahaan.

7. Pajak dan subsidi

Adanya pajak seperti pajak penjualan, pajak penghasilan akan mengakibatkan kenaikan pada ongkos produksi sehingga mengurangi insentif untuk berproduksi. Dengan demikian, penawaran komoditi tersebut akan berkurang. Sebaliknya, pemberian subsidi akan mengurangi ongkos produksi dan meningkatkan keuntungan sehingga penawaran komoditi tersebut akan meningkat.

3.1.2 Harga

Harga barang-barang yang diperdagangkan ditentukan oleh penawaran dan permintaan (Krugman dan Obstfeld, 2003). Perpotongan kurva permintaan dengan kurva penawaran suatu barang dalam suatu pasar menentukan harga pasar (harga keseimbangan) untuk barang tersebut. Pada kondisi itu, kuantitas barang yang diminta oleh pembeli adalah sama dengan kuantitas yang ditawarkan oleh penjual. Dengan kata lain, keseimbangan harga pasar merupakan hasil interakasi kekuatan penawaran dan permintaan barang di pasar.

Dalam perekonomian pasar, harga merupakan tanda atau sinyal yang mengarahkan keputusan ekonomi sehingga melakukan alokasi terhadap sumberdaya yang langka. Untuk setiap barang dalam perekonomian, harga barang

memberikan jaminan bahwa penawaran dan permintaan berada dalam keseimbangan. Menurut Nicholson (1995), harga pasar mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai: 1) pemberi informasi tentang jumlah komoditi yang sebaiknya dipasok oleh produsen untuk memperoleh laba maksimum dan 2) penentu tingkat permintaan bagi konsumen yang menginginkan kepuasan maksimum. Kenaikan dalam permintaan menyebabkan keseimbangan harga meningkat sehingga permintaan mempengaruhi harga secara positif, sedangkan penawaran mempengaruhi harga secara negatif, dimana jika penawaran meningkat maka harga akan cenderung turun disebabkan kuantitas barang yang ditawarkan produsen lebih besar daripada yang dibutuhkan atau yang diinginkan oleh konsumen.

3.1.3 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional dalam arti sempit merupakan suatu gugus masalah yang timbul sehubungan dengan pertukaran komoditi (fisikal) antar negara (Gonarsyah, 1983). Dengan meningkatnya taraf hidup dan kebutuhan masyarakat, kemajuan teknologi dan komunikasi serta terjadinya perubahan politik di dunia, tidak ada satu negara atau kelompok ma napun yang terisolasi dari negara lain. Perdagangan internasional berlangsung atas dasar saling percaya dan saling menguntungkan, mulai dari barter hingga transaksi jual-beli antara para pedagang (traders) dari berbagai belahan wilayah hingga di luar batas negara. Menurut Mahardhika (2004), pada dasarnya faktor yang mendorong timbulnya perdagangan internasional dari suatu negara ke negara lain bersumber dari keinginan memperluas pemasaran komoditi ekspor dan memperbesar penerimaan devisa dalam penyediaan dana pembangunan dari negara yang bersangkutan.

Perdagangan internasional terutama timbul karena adanya perbedaan- perbedaan harga relatif di antara negara (Ball dan McCulloch, 2000). Perbedaan- perbedaan ini berasal dari perbedaan dalam biaya produksi, yang diakibatkan oleh:

1. Perbedaan dalam karunia Tuhan atas faktor produksi. Tidak semua negara memiliki dan mampu menghasilkan komoditas yang diperdagangkan karena faktor-faktor alam yang tidak mendukung.

2. Kemampuan suatu negara dalam menyerap dan menerapkan teknologi untuk menghasilkan komoditas tertentu pada tingkat yang lebih efisien. 3. Perbedaan dalam efisiensi pemanfaatan faktor produksi.

4. Nilai tukar suatu negara terhadap negara lain.

Berdagang dengan negara lain kemungkinan dapat memperoleh keuntungan, yakni dapat membeli barang yang harganya lebih rendah dan mungkin dapat menjual ke luar negeri dengan harga yang relatif lebih tinggi. Perdagangan internasional juga dapat terjadi karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran suatu negara. Permintaan akan sesuatu barang sangat ditentukan oleh selera dan pendapatan. Selera dapat memainkan peranan penting dalam menentukan permintaan akan sesuatu barang antar berbagai negara. Apabila persediaan suatu barang di satu negara tidak cukup untuk memenuhi permintaan, negara tersebut dapat mengimpor dari negara lain. Selain itu, permintaan akan sesuatu barang ditentukan oleh pendapatan. Kita dapat menduga bahwa ada hubungan antara pendapatan satu negara dengan pembelian barang luar negeri (impor). Jika pendapatan naik, maka pembelian barang-barang dan jasa (dari dalam negeri maupun impor) dapat mengalami kenaikan. Teori perdagangan

internasional menunjukkan bahwa bangsa-bangsa atau suatu negara akan memperoleh suatu tingkat kehidupan yang lebih tinggi dengan melakukan spesialisasi dalam barang-barang dimana mereka memiliki keunggulan komparatif dan mengimpor barang-barang yang mempunyai kerugian komparatif.

Pasar di Hubungan Perdagangan Pasar di Negara 1 Internasional Negara 2

Px Px Px Sx A” P3 A’ P3 Ekspor Sx E* S P2 B* B’ E’ B E P1 Impor A A* D Dx Dx 0 x 0 x 0 x Sumber: Salvatore, 1997

Gambar 1. Kurva Terjadinya Perdagangan Internasional

Pada Gambar 1, sebelum terjadinya perdagangan internasional, harga di negara 1 adalah sebesar P1 sedangkan harga di negara 2 sebesar P3. Penawaran di

pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih besar daripada P1,

sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari P3. Pada saat harga internasional sama dengan harga P2, maka di

negara 2 terjadi kelebihan permintaan sebesar A’B’E’. Jika harga internasional sebesar P2, maka di negara 1 akan terjadi excess supply sebesar ABE. Perpaduan

antara kelebihan penawaran di negara 1 dan kelebihan permintaan di negara 2 akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional, yaitu sebesar P2.

sebesar ABE, sedangkan negara 2 akan mengimpor gula sebesar A’B’E’. Besar ABE akan sama dengan A’B’E’ di pasar internasional. Dengan kata lain, besarnya ekspor suatu komoditi dalam perdagangan internasional akan sama dengan besarnya impor komoditi tersebut. Harga yang terjadi di pasar internasional merupakan harga keseimbangan antara penawaran dan permintaan dunia. Perubahan dalam produksi dunia akan mempengaruhi penawaran dunia, sedangkan perubahan dalam konsumsi dunia akan mempengaruhi permintaan dunia. Kedua perubahan tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi harga dunia.

3.1.4 Ke untungan dan Kerugian bagi Indonesia Sebagai Negara Pengimpor Gula

Sebelum adanya perdagangan, harga domestik ternyata lebih mahal/tinggi daripada harga yang berlaku di pasar dunia. Pada saat perdagangan antar negara dilangsungkan, harga domestik akan bergerak atau langsung turun menyesuaikan dengan harga yang berlaku di pasar internasional (Gambar 2). Pada Gambar 2 tersebut, kurva penawaran menunjukkan produksi gula domestik, sedangkan kurva permintaan menunjukkan kuantitas konsumsi gula domestik. Garis horizontal yang ditarik dari titik harga dunia dapat ditafsirkan sebagai kurva penawaran negara-negara lain. Kurva penawaran ini bersifat elastis sempurna karena Indonesia adalah perekonomian kecil, sehingga berapa pun ia membeli, ia harus tunduk pada harga dunia yang berlaku. Impor sama dengan selisih antara kuantitas permintaan domestik dengan kuantitas penawaran gula di dalam negeri berdasarkan harga dunia atau harga yang berlaku di pasar internasional.

Pembukaan hubungan dagang antar negara oleh Indonesia menimbulkan keuntungan dan kerugian serta tidak semua pihak memperoleh keuntungan. Dalam kasus ini, perdagangan membuat harga domestik turun menyamai harga

dunia. Para produsen domestik jelas dirugikan karena harga yang mereka peroleh lebih rendah. Sebaliknya, konsumen domestik akan memperoleh keuntungan karena mereka dapat membeli gula dengan harga yang lebih murah.

Harga Penawaran dalam negeri A Harga sebelum perdagangan B D Harga sesudah

perdagangan C IMPOR Harga Dunia

Permintaan dalam negeri

Qs Qd Kuantitas

Sumber: Mankiw, 2000

Gambar 2. Perdagangan Internasional di Sebuah Negara Pengimpor

Perubahan-perubahan atau surplus konsumen dan surplus produsen yang mengukur kenaikan atau kesejahteraan konsumen dan produsen tersebut juga digambarkan pada Gambar 2. Sebelum hubungan dagang dibuka, surplus konsumennya dilambangkan oleh bidang A, surplus produsen oleh bidang B + D, dan surplus totalnya bidang A + B + C. Pada saat harga domestik turun setelah perdagangan internasional dibuka, surplus konsumen naik menjadi A + B + D, surplus produsennya menjadi C. Dengan demikian, surplus total sesudah perdagangan menjadi A + B + C + D.

Kalkulasi tersebut secara jelas menunjukkan siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan oleh dibukanya hubungan dagang di sebuah negara

pengimpor. Konsumen diuntungkan karena surplus konsumennya bertambah senilai bidang B + D. Sebaliknya, produsen mengalami kerugian karena surplus produsen turun senilai bidang B. Namun karena keuntungan yang diterima konsumen itu melebihi kerugian produsen, yakni senilai bidang D, maka surplus total Indonesia mengalami peningkatan. Menurut Mankiw (2000), analisis terhadap kasus negara pengimpor ini menghasilkan dua kesimpulan pokok sebagai berikut:

1. Jika suatu negara membuka hubungan dagang internasional dan menjadi pengimpor atas suatu barang, maka produsen domestik barang itu akan dirugikan, sedangkan konsumen domestik akan barang itu akan diuntungkan.

2. Pembukaan hubungan dagang itu akan menguntungkan negara yang bersangkutan secara keseluruhan karena keuntungan yang terjadi melebihi kerugiannya.

3.1.5 Tarif

Tarif (tariff) adalah pajak yang dikenakan terhadap barang-barang yang diproduksi di luar negeri dan dijual di dalam negeri (Mankiw, 2000). Pemberlakuan tarif terhadap impor gula tidak akan memunculkan dampak yang berarti, jika ternyata Indonesia menjadi pengekspor gula. Jika tidak ada perusahaan atau penduduk Indonesia yang mengimpor gula, maka tentunya tarif impor itu tidak dipersoalkan. Tarif itu akan bernilai penting jika Indonesia menjadi negara pengimpor gula setelah ia menjalin hubungan dagang dengan negara-negara lain. Gambar 3 memperlihatkan situasi pasar gula Indonesia. Jika perdagangan bebas dimungkinkan, maka harga domestik akan sama dengan harga

dunia. Penerapan tarif akan memperbesar harga gula impor melebihi harga dunianya dan kelebihannya itu sama dengan besaran tarif yang diterapkan. Dengan adanya tarif itu, para produsen gula domestik dapat menjual produknya dengan harga yang sama dengan harga dunia plus tarif ke pasar domestik. Akibatnya, harga gula baik impor maupun produk domestik di Indonesia akan naik sebanyak tarif tadi sehingga mendekati harga domestik yang berlaku sebelum Indonesia menjalin hubungan dagang dengan negara-negara lain.

Harga Penawaran dalam negeri A Harga sesudah B penerapan tarif C D E F Tarif Harga sebelum

Penerapan tarif G Harga Dunia

Permintaan dalam negeri QS1 QS2 QD2 QD1 Kuantitas

Sumber: Mankiw, 2000

Gambar 3. Dampak Pemberlakuan Tarif Impor

Perubahan harga ini tentu saja mempengaruhi perilaku para penjual dan pembeli domestik. Oleh karena tarif itu menaikkan harga domestik, maka kuantitas permintaan gula domestik pun turun dari QD1 menjadi QD2, sedangkan

kuantitas penawaran domestik naik dari QS1 menjadi QS2. Dengan demikian,

penerapan tarif menurunkan kuantitas impor dan mendorong pasar domestik mendekati kondisi equilibrium tanpa perdagangan.

Para penjual domestik diuntungkan karena tarif menaikkan harga domestik sedangkan pembeli domestik mengalami kerugian. Di samping itu, pemerintah akan memperoleh pendapatan baru dari tarif itu. Untuk mengetahui berapa banyak keuntungan dan kerugiannya, dapat dilihat dari perubahan-perubahan atas surplus konsumen, surplus produsen, dan pendapatan pemerintah. Perubahan-perubahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perubahan Kesejahteraan Sebagai Akibat Pemberlakuan Tarif

Uraian Sebelum Tarif Sesudah Tarif Perubahan Surplus Konsumen A + B + C + D + E + F A + B - (C + D + E + F) Surplus Produsen G C + G + C Pendapatan Pemerintah Tidak ada E + E Surplus Total A + B + C + D + E + F + G + B + C + E + G - (D + F) Sumber: Mankiw, 2000.

Sebelum penerapan tarif, harga domestik sama dengan harga dunia. Surplus konsumen, yakni bidang yang terletak antara kurva permintaan dan garis harga dunia, sama nilainya dengan luas bidang A + B + C + D + E + F. Sedangkan surplus produsen, yakni bidang yang terletak antara kurva penawaran dan garis harga dunia, senilai luas bidang G. Pendapatan pemerintah sama dengan nol. Surplus totalnya (penjumlahan surplus konsumen, surplus produsen, serta pendapatan pemerintah senilai luas bidang A + B + C + D + E + F + G.

Begitu pemerintah memberlakukan tarif, maka harga domestik melonjak melebihi harga dunia. Surplus konsumen berkurang menjadi bidang A + B. Surplus produsen bertambah menjadi bidang C + G. sedangkan pendapatan pemerintah, yakni tarif impor dikalikan kuantitas impor setelah pajak ditetapkan, adalah bidang E. Jadi, setelah tarif diterapkan, surplus totalnya menjadi A + B + C

+ E + G. Untuk mengetahui dampak tarif terhadap kesejahteraan total, perubahan- perubahan pada surplus konsumen (yang negatif) dijumlahkan dengan surplus produsen (positif) dan juga pendapatan pemerintah (positif). Ternyata surplus totalnya menyusut senilai bidang D + F. Penyusutan ini merupakan beban baku (deadweight loss) tarif. Bidang D mencerminkan beban baku akibat produksi gula domestik yang berlebihan, sedangkan bidang F merupakan beban baku akibat konsumsi gula yang terlalu rendah. Beban baku total tarif sama dengan penjumlahan kedua bidang segitiga tersebut.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Volume impor gula ke Indonesia memiliki kecenderungan yang terus meningkat. Pada periode 1989-1999, laju impor gula ke Indonesia sebesar 21,62 persen per tahun, sementara laju impor gula pada dekade sebelumnya (1979-1989) hanya 0,98 persen per tahun. Volume impor gula yang terus meningkat disebabkan konsumsi dalam negeri yang terus meningkat, padahal produksi gula dalam negeri justru menurun dengan laju 2,02 persen per tahun. Kondisi ini tentu saja menimbulkan kekhawatiran terhadap masa depan kemandirian pangan gula Indonesia. Konsumsi gula yang terus meningkat disebabkan jumlah penduduk yang terus meningkat, peningkatan pendapatan masyarakat, pertumbuhan industri pengolahan makanan dan minuman yang berbahan baku gula. Sementara itu, penurunan produksi gula disebabkan oleh penurunan luas areal perkebunan tebu sebagai akibat persaingan yang semakin tinggi dalam penggunaan lahan, khususnya dengan tanaman padi. Pengalihan areal untuk tebu ke padi semakin kuat sebagai akibat bias kebijakan pemerintah ke tanaman padi. Selain itu, dapat

juga disebabkan adanya konversi lahan sawah/tebu untuk industri dan perumahan juga memberi kontribusi terhadap menurunnya areal perkebunan tebu di Indonesia. Distorsi perdagangan dunia dan kebijakan tarif impor gula Indonesia yang relatif rendah juga menjadi penyebab berkurangnya minat petani untuk menanam tebu. Distorsi yang dicerminkan oleh intervensi kuat yang dilakukan hampir oleh semua produsen dan negara konsumen menyebabkan harga gula di pasar internasional cenderung fluktuatif dan menurun. Produktivitas tebu, harga provenue, produksi tebu, dan tingkat rendemen juga mempunyai pengaruh positif terhadap perkembangan produksi gula nasional.

Jika kecenderungan produksi gula terus berlanjut, sementara konsumsi terus meningkat, maka impor gula dari negara-negara lain akan semakin meningkat dan pada akhirnya industri gula Indonesia akan menghadapi berbagai masalah serius. Dampak dari membanjirnya impor tersebut adalah ketidakpastian dan ketidakstabilan harga gula domestik. Selain itu, gula dalam negeri (domestik) menjadi tidak kompetitif lagi dibandingkan dengan gula impor dan tanaman tebu terhadap pesaing utamanya, yaitu padi. Akibat lebih jauh, sejumlah pabrik gula tutup karena harga gula domestik menjadi lebih rendah daripada harga pokok produksi gula.

Berdasarkan uraian di atas, akan dianalisis pengaruh impor gula terhadap harga gula domestik dan industri gula Indonesia. Analisis akan dilakukan dengan menggunakan model persamaan simultan antara industri gula dan harga gula domestik. Model persamaan industri gula Indonesia mencakup produksi gula total, produksi tebu, luas areal perkebunan tebu, produktivitas tebu, harga provenue gula, stok gula, impor gula, harga impor gula sedangkan model

persamaan harga gula domestik mencakup harga gula di tingkat eceran. Dari hasil analisis, diharapkan akan diperoleh rekomendasi kebijakan impor gula yang efektif di Indonesia. Untuk mempermudah pelaksanaan penelitian, maka penulis membuat alur kerangka pemikiran yang digambarkan dalam Gambar 4.

Gambar 4. Diagram Alur Kerangka Berfikir Penurunan Produktivitas Tebu Penurunan Tingkat Rendemen Penurunan Areal Perkebunan Tebu Pertumbuhan Industri Pengolahan Makanan dan Minuman

Produksi Gula Dalam Negeri Turun Konversi Lahan Sawah/Tebu ke Industri Konsumsi Gula Meningkat Penambahan Jumlah Penduduk Peningkatan Pendapatan Masyarakat Impor Gula Meningkat Harga Gula Internasional Rendah Pengalihan Areal Tebu ke Padi Pengaruh Terhadap Harga Gula Domestik Pengaruh Terhadap Industri Gula Model Persamaan Simultan Kebijakan Impor Gula di Indonesia Tarif Impor Rendah

Dokumen terkait