(Tinjauan Aspek Persaingan yang Bebas dan Adil) Erifan Manullang
Chart 2: Dugaan Pelanggaran Kampanye
pada putaran kedua berkaitan dengan aspek pesaingan yang bebas dan adil Sumber: Press Rilis Bawaslu DKI Jakarta,
17 April 2017
Dugaan pelanggaran terhadap data pemilih terjadi di Jakarta Utara. Dugaan terhadap pelanggaran pemberitahuan kampanye terdapat 10 laporan masyarakat yang terdiri dari 1 laporan di Jakarta Pusat, 8 laporan di Jakarta Barat dan 1 laporan di Jakarta Selatan. Dugaan pelanggaran kampanye berupa penolakan kampanye terhadap pasangan calon. Ada 2 laporan terhadap dugaan pelanggaran ini. Satu laporan terdapat di Jakarta Barat berupa penolakan kampanye pasangan nomor urut 2 (Ahok-Jarot) di Rawa Belong dan Kedoya, Jakarta Barat saat Djarot datang ke Kembangan, Jakarta Barat. Laporan kedua terjadi di penjaringan Jakarta Utara yang melakukan penolakan pada kampanye nomor urut 2. Dugaan terkait dengan kampanye diluar jadwal sebanyak 1 laporan yang terjadi di Jakarta Utara. Keempat, kampanye di tempat Ibadah, terdapat 5 laporan.
Menurut peneliti, adanya dugaan pelanggaran kampanye ini menandakan bahwa tim kampanye, relawan maupun simpatisan dari pasangan calon masih
10 8 6 4 2 0 2 2 1 1 2 2 7 5 4 5 10 SARA Data P emilih Penolak an... Fasilit as Neg ara... Politik Uang Black CampaignTempa
t Ibadah Diluar Jadw al Netralit as ASN Kode E tik Pembe ritahuan...
menempuh segala cara; baik yang benar maupun yang salah untuk memengaruhi pemilih menentukan pilihannya. Hal ini ditambah dengan pemahaman tentang aturan main kampanye belum diketahui sepenuhnya diketahui. Sehingga dalam pelaksaaanya ada upaya untuk menghalang-halangi pasangan calon lain untuk melaksanakan kampanye dan kampanye di rumah ibadah dan kampanye berunsur SARA
Ketiga, petahana tidak menggunakan
jabatan publik (kewenangan, anggaran, fasilitas dan jam dinas untuk kepentingan kampanye pilkada). Untuk mencegah penyalahgunaan jabatan publik pada putaran kedua, KPU Provinsi DKI Jakarta kembali menegaskan, calon Gubernur dan Wakil Gubernur petahana wajib cuti diputaran kedua. KPU mendasarkan frasa kata ‘kampanye’ dalam pasal 70 ayat 3 huruf (a) UU 10/2016 serta pasal 88 PKPU 9/2016 dimana calon petahana menyerahkan surat izin cuti kampanye kepada penyelenggara pemilu selama masa kampanye. Namun berdasarkan laporan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta bahwa terdapat 1 kasus dugaan pelanggaran fasilitas negara di Jakarta Timur. Kasus ini terkait dengan ada dugaan pelanggaran penggunaan fasilitas negara, dengan hadirnya Veronica Tan, istri calon petahanan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di kegiatan Posyandu RW 04 Kelurahan Cipinang Melayu, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur. Pada awalnya ada informasi kalau Partai Nasdem (salah satu partai pengusung pasangan petahana) memberikan sumbangan untuk Posyandu, kemudian diterima salah satu kader Posyandu. Dugaan menguat karena karena sebelum pemberian sumbangan
tersebut, tidak ada informasi yang menyebut bahwa Veronica Tan akan hadir. Menurut peneliti, bahwa dugaan pelanggaran ini dapat disebut sebagai penggunaan fasilitas negara karena kegiatan Posyandu selama ini merupakan program pemerintah daerah dan pelaksanaannya difasilitasi oleh negara. Kehadiran partai pengusung petahana untuk memberikan bantuan patut diduga mempunyai motif lain. Jika bukan karena dalam masa tahapan pilkada, mungkin sumbangan tersebut tidak dapat dikaitkan dengan kampanye tersembunyi, namun pemberian sumbangan dilakukan pada saat tahapan putaran kedua.
Keempat, ketentuan dana kampanye
menjamin transparansi dan akuntabilitas penerimaan dan pengeluaran ditegakkan secara konsisten. Terkait dengan aktivitas dana kampanye telah diatur oleh KPU Provinsi DKI Jakarta melalui Surat Keputusan Nomor: 59/Kpts/Kpu-Prov-010/Tahun 2016 tentang Pedoman Teknis Dana Kampanye Peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2017. KPU Provinsi DKI Jakarta menunjuk tiga Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk melakukan pemeriksaan LPPDK hingga 28 Februari 2017. Berdasarkan salinan surat pengumuman pengadaan KPU DKI Nomor 625/PPK-PL/KPU-DKI/II/2017. Masing-masing KAP ini ditugaskan memeriksa LPPDK masing-masing pasangan calon. Kewajiban semua pasangan calon untuk melaporakan dana kampanye, diaudit dan diumumkan di publik sebagai bentuk tanggung jawab partai/ pasangan calon kepada publik. Seluruh pasangan calon melaporkan dana kampenye sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta. Setelah
audit selesai dilakukan KPU DKI Jakarta mengumumkannya di website.
Kelima, ketentuan yang mengatur
pemasangan iklan kampanye pemilu di media masa menjamin kesempatan yang sama begi setiap peserta pemilu. Untuk regulasi pemasangan iklan dan materi iklan, KPU Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: 58/Kpts/Kpu-Prov-010/Tahun 2016 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2017. Dalam ketentuan tersebut kampanye yang difasilitasi oleh KPU Provinsi DKI Jakarta dilaksanakan dengan metode debat publik atau debat terbuka antar pasangan calon, penyebaran bahan kampanye kepada umum, pemasangan alat peraga kampanye dan iklan di media massa cetak dan/atau media massa elektronik. Namun kegiatan kampanye yang dilakukan oleh partai politik dan tim kampanye pasangan calon melalui penyebaran bahan kampanye dan pemasangan alat peraga sulit untuk dikontrol. Hal ini dapat dilihat ada sebanyak 2.658 spanduk yang diturunkan. Yang terdiri dari berupa spanduk yang profokatif sebanyak 776 buah dan spanduk yang tidak sesuai aturan sebanyak 1.882. Terkait dengan kampanye di media massa, KPU Provinsi DKI Jakarta telah memfasilitasi debat publik/debat terbuka kepada pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur. Pada putaran pertama dilaksanakan sebanyak 3 tahap. Sedangkan pada putaran kedua hanya dilakukan penajaman visi misi sebanyak satu kali.
5. Simpulan
Pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta belum sepenuhnya mencerminkan prinsip
persaingan yang bebas dan adil. Sejumlah dugaan pelanggaran berupa laporan dan temuan dan berbagai aktivitas di masyarakat mencerminkan adanya tindakan kekerasan non fisik yang dapat dikategorikan sebagai malapraktik pemilu. Tindakan yang paling menonjol adalah politisasi isu-isu yang sensitif seperti suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) dalam pemilu. Bila ditinjau dari proses penyelenggaraan pilkada, penyelenggara telah menjamin prinsip persaingan yang bebas dan adil bagi semua pasangan calon, namun persaingan yang bebas dan adil antar pasangan calon dalam praktiknya masih mendapat banyak catatan.
Pada kesempatan ini peneliti memberikan rekomendasi kepada s t a ke h o l d e r p e m i l u b a i k b a i k penyeleng gara (KPU), pangawas (Bawaslu), Kepolisian dan Kejaksaaan agar dapat mengambil kebijakan khusus sebagai langkah penanganan serius terhadap politisasi isu-isu yang sensitif seperti suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) dalam pemilu maupun pilkada. Penggunaan isu-isu sensitif ini dapat mengancam jaminan persaingan yang bebas dan adil bagi seluruh peserta pemilu. Langkah ini dapat dilakukan dengan memaksimalkan peran Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) yang telah dibentuk disetiap Kantor Bawaslu. Peningkatan peran dari Sentra Gakkumdu ini harus diikuti dengan peningkatan sumber daya disemua sektor. Pemerintah sebagai pihak yang berhak mengusulkan Undang-undang harus membuat formulasi kebijakan hukum pidana dengan menjadikan isu SARA sebagai delik khusus pada pelaksanaan pilkada.
DAFTAR PUSTAKA
Birch, Sarah. (2011). Electoral Malpractice, New York, NY: Oxford University Press. Electoral Integrity Group (2011). Towards An International Statement of The Principles
of Electoral Justice (The Accra Guiding Principles), Accra, Ghana.
Hadari, Nawawi. (2003). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39372353 https://kpujakarta.go.id/
Keputusan KPU Provinsi DKI Jakarta Nomor: 15/Kpts/KPU-Prov-010/2017 tentang Jadwal Kampanye Rapat Umum dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2017
Keputusan KPU Provinsi DKI Jakarta Nomor: 55/Kpts/KPU-Prov-010/TAHUN 2016 tentang Penetapan Pasangan Calon dalam Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2017
Keputusan Nomor: 57/Kpts/KPU-Prov-010/TAHUN 2016 tentang Penetapan Nomor Urut Pasangan Calon Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2017
Lestari, Sri (2017, Maret 24). Isu SARA meningkat di Pilkada DKI Jakarta, salah siapa? Diakses dari:
Lim, Marlyna (2017). Freedom to hate: social media, algorithmic enclaves, and the rise of tribal nationalism in Indonesia, Critical Asian Studies (June 2017), http://dx.doi.org/10.1080/14672715.2017.1341188
Muthmainah, Dinda Audriene. (2017, April 1). Kasus Intimidasi Pemilih Warnai
Putaran Dua Pilkada DKI diakses dari: https://www.cnnindonesia.com/
kursipanasdki1/20170401151254-516-204253/kasus-intimidasi-pemilih-warnai-putaran-dua-pilkada-dki/
Nailufar, Nibras Nada (2017, Maret 4). Kampanye Pilkada DKI Putaran Kedua
dari 7 Maret - 15 April 2017. Diakses dari: http://megapolitan.kompas.
com/read/2017/03/04/13031061/kampanye.pilkada.dki.putaran.kedua. dari.7.maret.-.15.april.2017/
Noris, Pipa. (2014). Making Democratic Governance Work: The Impac of Regime of
Prosperity, Walfare and Peace, New York: Cambridge University Press.
Sumardiana, Benny. (2009). Formulasi Kebijakan Penanganan Tindak Pidana Berbasis Isu Saradalam Pemilihan Umum. Pandecta, Volume 11. Nomor 1. June 2016, hlm. 80-95 http://dx.doi.org/10.15294/pandecta.v11i1.5254
Surat Keputusan Nomor: 58/Kpts/Kpu-Prov-010/Tahun 2016 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2017
Surbakti, Ramlan & Karim, Abdul Gaffar. (2014). Integritas Pemilu 2014; Kajian
Pelanggaran, Kekerasan, dan Penyelahgunaan Uang pada Pemilu 2014. Jakarta,
Undang-undang Dasar 1945
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang
Arifudin.
Vol.3 No. 3 2017, Hal. 393-407