• Tidak ada hasil yang ditemukan

jumlah Spanduk yang diturunkan berdasarkan jenisnya

(Tinjauan Aspek Persaingan yang Bebas dan Adil) Erifan Manullang

Chart 1: jumlah Spanduk yang diturunkan berdasarkan jenisnya

Spanduk Provokatif

Spanduk tidak sesuai aturan 776 1882 0 500 1000 1500 2000

Sumber: Press Rilis Bawaslu DKI Jakarta,

17 April 2017

Kasus intimidasi lainnya juga terjadi di Jakrta Barat. Berdasarkan pantauan peneliti yang melihat langsung kejadian di TPS 13 dan TPS 14 di Kelurahan Kamal, Jakarta Barat. Sejumlah Polisi mengamankan sejumlah pria yang diduga melakukan provokasi di TPS yang ada di Kamal. Mereka sempat terlibat ribut dengan warga sekitar. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari warga setempat, ada sekelompok orang yang untuk mempersulit warga untuk mencoblos. Mereka bertanya dengan nada tinggi dan sedikit mengancam. Padahal sebelum mereka datang tidak ada persoalan di TPS tersebut. Hal itu kemudian memicu keributan. Kejadian selanjutnya berada di TPS 13 yang lokasinya berdekatan dengan Kantor Kelurahan Kamal. Ada upaya dari kelompok tertentu untuk memprovokasi warga.

Terkait dengan hal tersebut, peneliti juga melakukan rekaman terhadap siaran Radio Elsintha tanggal 19 April 2017 pukul 13.30. Berdasarkan hasil laporan

Reporter Jumadi di Jakarta Barat bahwa personil TNI dan Brimob didatangkan ke Kelurahan Kamal Kalideres Jakarta Barat pasca terjadinya kericuhan di TPS 14. Kericuhan itu sendiri diketahui dipicu ada beberapa orang datang memprovokasi warga.

Hal tersebut diperkuat dengan hasil wawancara Reporter Elsintha dengan Dandim 0503 Jakarta Barat Letkol Inf. Wahyu Yudayana yang. Wahyu menjelaskan bahwa pasukan TNI yang didatangkan ke Kamal untuk membantu jalannya pilkada. TNI datang memperkuat pasukan Polri yang kebetulan sedang melaksanakan patroli dengan Kepolisian rutenya melewati Kelurahan Kamal untuk meyakinkan wilayah ini tetap aman.

Dugaan terjadinya tindakan intimidasi juga terjadi beberapa tempat. Berdasarkan hasil pantauan dari Tim Perguruan Tinggi yang bekerjasama dengan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta bahwa di Kel. Cipinang TPS 43 dan 44 bahwa banyak warga yang memakai baju kotak-kotak di pintu masuk TPS dan ada juga yang memakai motor yang mencoba untuk mengintimidasi

Gambar 2. Sejumlah pria yang

diamankan yang diduga membuat keributan di TPS 13 dan 14 Kelurahan

Kamal Jakarta Barat, 2017.

warga dan juga terdapat ada pendukung yang memakai baju jawara melakukan keamanan sehingga berpotensi memicu perselisihan. Warga yang memakai baju kotak-kotak yang dimaksud adalah simpatisan pendukung Ahok-Djarot sedangkan baju Jawara merupakan pendukung Anis-Sandi. Temuan lain yang didapat adalah di Kecamatan Pancoran Kelurahan Rajawali TPS 27 dan 28, di lokasi TPS di pintu masuk diduga ada pengerahan dari simpatisan kedua pasangan calon dan terjadi perdebatan antar kedua belah pihak sehingga pihak keamanan melerainya kemudian dan meminta orang-orang tersebut untuk menjahui TPS radius 200 meter

Berdasarkan fakta-fakta yang telah diungkap di atas, peneliti beranggapan bahwa pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta masih menunjukkan adanya tindakan kekerasan non fisik, baik melalui kegiatan kampanye oleh simpatisan, relawan maupun aktifitas masyarakat lainnya yang dapat dikategorikan sebagai malapraktik pemilu.

Pelaksanan Pilkada DKI Jakarta putaran kedua juga tidak terlepas dari dugaan politik uang (money politic). Hal ini dapat dilihat dari adanya pengaduan masyarakat. Bawaslu DKI Provinsi Jakarta menerima 7 kasus dugaan money politic yang laporannya masuk dari Bawaslu Provinsi DKI Jakarta sebanyak 4 kasus, Panwaslih Kota Jakarta Barat sebanyak 1 kasus dan Jakarta Utara sebanyak 2 kasus.

Untuk meminimalkan dugaan money

politic, Sentra Gakkumdu Provinsi DKI

Jakarta (terdiri dari unsur Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan) telah memberikan peringatan kepada warga terkait sanksi atas pemberi dan penerima uang dalam pilkada. Hal itu disampaikan

melalui sosialiasi, spanduk, leaf let dan stiker. Sentra Gakkumdu meminta kepada pasangan calon, tim kampanye, relawan dan simpatisan masing-masing pasangan calon untuk tidak melakukan money

politic dalam bentuk apapun karena hal

tersebut dilarang dengan ancaman pidana sesuai dengan Undang-undang No 10 Tahun 2016 pasal 187 A ayat (1) yang berbunyi:

“ Seti ap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada Warga Negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk memengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000. (Satu milyar rupiah)”

Menurut peneliti, pasal ini telah jelas mengatur bagi “setiap orang” yang melakukan money polict dapat dipidanakan. Tidak terikat hanya pada tim kampanye, namun berlaku untuk setiap orang. Dengan masih adanya laporan dugaan money politic, ini menandakan bahwa walaupun sudah

adanya larangan, sanksi dan himbauan untuk tidak melakukan money politic, namun masih ada upaya yang diduga memengaruhi pilihan pemilih untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu yang dilakukan oleh tim kampanye, relawan mapun simpatisan.

Money politic menyebabkan

kontestasi pilkada akan berbiaya tinggi. Pasangan calon yang menggunaan

money politic dalam pilkda akan merusak

bangunan demokrasi, bahkan berpotensi besar menyebabkan korupsi politik yang pada akhirnya merugikan rakyat.

Indikator kedua untuk mengukur persaingan yang bebas dan adil adalah, peserta pemilihan memiliki kebebasan dan kesempatan yang sama untuk meyakinkan pemilih diseluruh wilayah. Sebagai penyelenggara, KPU dan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta telah melaksanakan tugas dan fungsi penyelenggara sebagaimana dalam peraturan undang-undang. KPU DKI Jakarta membuat regulasi tentang kebebasan dan kesempatan yang sama bagi pasangan calon untuk meyakinkan pemilih untuk mendapatkan dukungan melalui kampanye. Sedangkan Bawaslu DKI melakukan pengawasan yang sama pada terhadap aktivitas kampaye pasangan calon.

Berdasarkan Surat Keputusan KPU Provinsi DKI Jakarta Nomor 15/Kpts/KPU-Prov-010/2017 tentang Jadwal Kampanye Rapat Umum Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur adapun jadwal kampanye pasangan calon pada putaran pertama adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Jadwal Kampanye pasangan

calon putaran pertama

No Urut Pasangan

calon Waktu Pelaksanaan

1 Sabtu, 21 Januari 2017 3 Minggu, 29 Januari 2017 2 Minggu, 29 Januari 2017 2 Sabtu, 4 Februari 2017 3 Minggu, 5 Februari 2017 1 Sabtu, 11 Februari 2017

Sumber: Lampiran SK No

15/Kpts/KPU-Prov-010/2017.

Menurut UU No 10 Tahun 2016, kampanye putaran kedua tak banyak berbeda dari putaran pertama. Mengutip berita Megapolitan.Kompas.com (2017) Ketua KPU DKI Jakarta, Sumarno, mengatakan bahwa penyelenggaraan kampanye di putaran kedua harus sesuai dengan UU No 10 Tahun 2016. Hanya ada dua jenis kampanye yang tidak diperbolehkan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta pada putaran kedua yakni rapat umum atau kampanye akbar dan pemasangan alat peraga. Selain dari dua kegiatan yang dilarang tersebut, kegiatan kampanye dalam bentuk lain masih dapat dilakukan. KPU Provinsi DKI Jakarta juga akan memfasilitasi dan menyosialisasikan kepada masyarakat terkait iklan media oleh pasangan calon. Jika ada perubahan bahan kampaye dari pasangan calon KPU Provinsi DKI Jakarta yang akan minta bahannya untuk diperbarui.

Untuk mengatasi pelanggaran terhadap aktivits kampanye, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dalam setiap kesempatan berulang kali meminta kepada pasangan calon, tim kampanye, relawan

dan simpatisan masing-masing pasangan calon tidak melakukan kampanye dalam bentuk apapun atau bentuk lainnya selama masa tenang sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 Pasal 187 ayat (1) yang berbunyi:

“Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditentukan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/ Kota untuk masing-masing calon, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari atau paling lama 3 (tiga) bulan dan/ atau denda paling sedikit Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah), atau paling banyak Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah)”.

Bawaslu juga menegaskan tim kampanye, serta relawan dan simpatisan masing-masing pasangan calon agar tidak melakukan kekerasan, ancaman, serta menghalang-halangi seseorang yang menggunakan hak pilihnya, hal ini sesuai dengan UU No 10 Tahun 2016 pasal 182 A yang berbunyi:

“ Seti ap orang yang dengan

sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, dan menghalang-halangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp. 24.000.000 (dua puluh empat juta rupiah) dan paling banyak Rp.72.000.000 (tujuh puluh dua juta rupiah)”.

Provinsi DKI Jakarta, pada putaran kedua terdapat beberapa jenis dugaan pelanggaran yang berkaitan dengan aktivitas kampanye untuk menciptakan persaingan yang bebas dan adil.