• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ina, Dukun Pilihan Ibu Hamil

Terkait dengan persalinan Ibu B sebelumnya, yang ditolong oleh dukun atau ina (panggilan kepada dukun menurut bahasa setempat), perilaku ini merupakan gambaran masyarakat di Desa Hilifadölö. Mereka lebih sering memanfaatkan jasa penyembuh tradisional. Penyembuh tradisional yang dikenal anatara lain tukang kusuk (sondrusi), yaitu orang yang mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan seseorang dengan mengurut/memijat; tukang obat (same’e dalu-dalu) dengan keahlian meramu ramuan tradisional, dan dukun beranak (sondrusi sabeto/sanema iraono/samatumbu’ö iraono) dengan keahlian menolong persalinan dan merawat kehamilan.

Kemampuan dukun beranak mengurut (kusuk) menjadi salah satu penyebab masyarakat masih mendatanginya. Ibu hamil cukup banyak datang ke dukun beranak untuk melakukan kusuk (urut) tersebut setiap bulan jika merasa badannya sakit. Ibu hamil, yang melakukan pekerjaan berat seperti bekerja di kebun, pergi ke tukang kusuk agar posisi kehamilannya diperbaiki dan agar badannya tidak pegal. Ada beberapa orang tukang

kusuk dan dukun beranak di Desa Hilifadölö yang dimanfaatkan oleh para

ibu. Dukun juga melakukan urut pada perut ibu hamil agar posisi bayi tetap baik meskipun ibu hamil harus bekerja berat di kebun, ladang, atau sawah. Kebutuhan akan pelayanan kusuk atau urut oleh dukun beranak terungkap dari penuturan informan berikut (Manalu, dkk., 2012).

“Periksa hamil ke dukun untuk dikusuk, yaitu umur kehamilan 1 bulan

sampai umur 9 bulan setiap seminggu sekali ke dukun untuk dikusuk, karena

bekerja cukup keras (menyadap karet) sehingga harus seminggu sekali di kusuk (diurut) ke dukun. Pada saat dikusuk tersebut, hanya menggunakan minyak untuk mengkusuk. Minyak yang dipakai adalah minyak kelapa ....”

Secara umum, ibu hamil di Desa Hilifadölö masih melakukan pe- kerjaan rumah tangga dan melakukan pekerjaan berat seperti menyadap

karet hingga menjelang melahirkan. Perilaku melakukan aktivitas fisik yang

Simpang Jalan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Perempuan Nias Selatan di Antara Dua Pilihan;

Modernisasi dan Tradisi

95

Bab 6

beberapa kasus, persalinan prematur memang bisa terjadi pada ibu hamil

yang terlalu lelah akibat melakukan berbagai aktivitas fisik yang berat. Faktor terlalu lelah secara fisik ini berpeluang menimbulkan kontraksi dini

yang menyebabkan bayi lahir prematur. Oleh karena itu, perilaku bekerja berat seperti menyadap karet selama hamil merupakan kendala dalam kesehatan ibu hamil.

Dukun juga masih sangat dibutuhkan masyarakat dalam pertolongan persalinan. Pada persalinan sebelumnya, Ibu B dibantu oleh dukun. Cara- cara tradisional mewarnai pertolongan persalinan oleh dukun. Masih ada dukun beranak memotong tali pusat bayi dengan menggunakan bambu atau sembilu. Penggunaan bambu atau sembilu dikhawatirkan akan menimbulkan infeksi pada bayi. Infeksi tersebut terjadi karena bambu atau sembilu yang dipakai sebagai alat potong tali pusat bayi tidak higienis. Ditambah pula, serat pada bambu kemungkinan akan menusuk dan masuk ke dalam kulit bayi. Masih ada pula perawatan dengan cara memberikan serbuk arang halus ke pusat bayi yang tali pusatnya sudah putus tersebut selama 2-3 hari dengan tujuan agar pusat bayi cepat kering. Pemberian arang halus ke pusat bayi dikhawatirkan akan menimbulkan infeksi pada pusat bayi.

McCarthy and Maine menyatakan bahwa perilaku ibu dalam memelihara kesehatannya dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi dan budaya. Budaya atau kebudayaan adalah suatu sistem dan tata nilai yang dihayati seseorang atau masyarakat untuk menentukan/membentuk sikap mentalnya yang terpantul dalam pola tingkah sehari-hari dalam berbagai segi kehidupannya; sosial, ekonomi, politik, hukum, ilmu pengetahuan dan sebagainya (Bambang, 1997: 84). Spradley (1980: 3) menyimpulkan bahwa budaya adalah pengetahuan manusia yang digunakan dalam menginterpretasikan pengalamannya yang melahirkan tingkah laku sosial yang dipengaruhi nilai yang berkembang di masyarakat. Kekerabatan di Desa Hilifadölö relatif masih kuat tali persaudaraannya. Masyarakat Nias menganut sistem patrilinear, garis keturunan yang diikuti adalah dari pihak laki-laki sehingga anak laki-lakilah yang akan meneruskan keturunan/ marga (ngaötö/mado) keluarga dan juga mengurus harta atau warisan yang dimiliki keluarga dan juga ketika orang tua sudah tidak bisa bekerja lagi,

Simpang Jalan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Perempuan Nias Selatan di Antara Dua Pilihan;

Modernisasi dan Tradisi

96

Bab 6

maka anak laki-lakilah yang akan mengurus orang tuanya. Kekerabatan yang erat ini juga terlihat saat adanya acara adat seperti pernikahan, mereka akan mengikuti kegiatan tersebut walaupun mereka tinggal di empat lorong yang berpencar, (Manalu, dkk., 2012).

Sebagian rumah di Hilifadölö dihuni oleh keluarga batih atau luas, seperti orang tua dan mertua dan sebagian lagi dihuni oleh keluarga inti saja, yakni ayah, ibu, dan anak. Sebagian besar anak laki-laki yang baru menikah akan tinggal bersama orang tua dalam waktu yang tidak ditentukan. Bila pasangan ini sudah mampu membayar utang akibat pernikahan, barulah mereka mulai berupaya untuk menempati rumah secara terpisah. Suami adalah penanggung jawab kebutuhan ekonomi keluarga, sedangkan istri mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga. Ironisnya, masih banyak suami bermalas-malasan bekerja, bahkan mempunyai kebiasaan buruk, yaitu mabuk-mabukan. Akibatnya, istri harus bekerja keras menyadap karet dan mencari daun ubi jalar untuk makanan ternak mereka. Kebiasaan para suami ini sering kali menimbulkan masalah dalam rumah tangga. Meskipun terjadi banyak kekerasan dalam rumah tangga, perceraian jarang dijumpai. Selain karena ajaran agama melarang perceraian, mereka juga merasa berat apabila harus mengumpulkan uang lagi untuk pemenuhan jujuran (böwö)

dalam pernikahan berikutnya. Adat perkawinan di Nias menyebabkan calon suami harus memberikan mahar yang cukup mahal bagi calon istri sesuai dengan permintaan keluarga istri (Manalu, dkk., 2012).

Tujuan perkawinan, dalam budaya Nias, terutama untuk memperoleh keturunan dan laki-laki adalah pewaris garis keturunan (Sirait, dkk., 1985). Perkawinan, yang harus menyediakan jujuran atau mas kawin cukup mahal, sering kali menimbulkan banyak utang setelah acara perkawinan berlangsung. Pihak keluarga laki-laki dan keluarga yang baru terbentuk terus dibebani dengan membayar utang sampai bertahun-tahun. Selain suami, istri juga terkena imbasnya karena ikut menanggung beban untuk melunasi utang-utang tersebut dengan cara turut bekerja keras. Akibatnya, selain mengurus rumah tangga, istri juga harus turut membantu keluarga mencari nafkah, seperti bekerja menyadap karet, bahkan istri lebih rajin bekerja daripada suami. Hal ini pun tetap dilakukan pada saat istri hamil dan setelah beberapa hari melahirkan. Kesibukan bekerja menyebabkan

Simpang Jalan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Perempuan Nias Selatan di Antara Dua Pilihan;

Modernisasi dan Tradisi

97

Bab 6

banyak istri mengabaikan kesehatannya, terutama pada saat hamil dan setelah melahirkan. Kesehatan ibu hamil menjadi taruhan karena adanya faktor risiko seperti perdarahan yang dapat menyebabkan kematian ibu. Belum lagi keengganan mereka pergi ke pelayanan kesehatan untuk memeriksakan kesehatan dan kehamilannya mengakibatkan kondisi kesehatan ibu tidak terkontrol.