• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM IKUMEN

2.5 Latar Belakang Penyebab Munculnya Ikumen

2.5.3 Dukungan Pemerintah

Seperti yang telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya, selama tahun 1970-an dan 1980-an, para ayah secara sukarela mendirikan kelompok-kelompok untuk mempertimbangkan pengasuhan anak, kehidupan, dan identitas mereka, dan banyak majalah parenting beredar untuk mendukung ibu dalam mengasuh anak.

Sementara itu, upaya pengendalian populasi paska perang dan prespektif keluarga modern yang berpusat pada anak menciptakan ideologi baru untuk memiliki dua orang anak (Ochiai, 1996: 67), dan karena itu Jepang mengalami transisi demografis dari tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke tingkat kelahiran tinggi dan kematian rendah lalu menjadi tingkat kelahiran dan kematian rendah. Tingkat kesuburan total mencapai titik terendah sepanjang masa yaitu sebelumnya 1,58 anak per wanita menjadi 1,57 anak per wanita di tahun 1989. Karena khawatir dengan hal ini, pemerintah mulai melakukan intervensi yang lebih aktif (Miyasaka dalam Oyama, 2014: 75).

Angka kelahiran yang rendah mendorong pemerintah untuk membuat dan memperkenalkan berbagai kebijakan yang bersifat family-friendly (ramah keluarga) sejak awal 1990-an. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain, (1) cuti merawat anak dan keluarga (Childcare and Family Leave), (2) batasan kerja dan kerja malam (Limitation of Work Hours and Night Work), (3) undang-undang mengenai dukungan merawat anak untuk generasi selanjutnya (Law Concerning

Childcare Support for The Next Generation), dan (4) hak untuk menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan (Work-Life-Balance Charter).

Cuti merawat anak dan keluarga (Childcare and Family Leave) mulai dilaksanakan pada tahun 1992. Melalui kebijakan ini, untuk pertama kalinya ayah Jepang dapat mengambil cuti dari pekerjaan. Kebijakan ini memberikan izin kepada ayah untuk mengambil cuti kerja sampai anak berumur 12 bulan.

Kebijakan batasan jam kerja dan kerja malam (Limitation Work Hours and Night Hour) memberikan izin kepada ayah untuk membatasi jam lembur sampai 24 jam dalam per bulan. Selain itu, dapat pula menghindari bekerja pada giliran (shift) malam dari jam 10 malam sampai jam 5 pagi. Undang-undang mengenai dukungan merawat anak untuk generasi selanjutnya (Law Concerning Childcare Support for The Next Generation) dilaksanakan pada tahun 2005. Melalui kebijakan ini, pemerintah lokal dan karyawan diberikan perintah untuk membuat rencana kegiatan yang memampukan para karyawan untuk menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupannya termasuk keluarga (Ishii-Kuntz, 2008: 6-7).

Pada tahun 1999, pemerintah Jepang mengadakan kampanye yang bertujuan untuk mengajak para ayah agar lebih terlibat dalam hal mengasuh anak.

Poster bertuliskan ‘pria yang tidak terlibat dalam pengasuhan anak bukanlah ayah yang sebenarnya’ (ikuji o shinai otoko o, chichi to wa yobanai) yang didistribusikan oleh pemerintah Jepang pada tahun 1999 membawa pengaruh yang kuat terhadap sikap para ayah dalam mengasuh anak. Melalui kampanye ini, pengasuhan oleh ayah yang aktif dapat lebih menarik dan alamiah untuk ayah-ayah muda Jepang (Nakazawa dan Shwalb, 2013: 60). Gambar dari poster tersebut adalah seorang ayah bernama Masaharu Maruyama atau lebih dikenal

dengan nama Sam dari band TRF, yang sedang menggendong anak laki-lakinya yang berusia 8 tahun. Kampanye ini juga dikenal sebagai The Sam Campaign. Di dalam poster terdapat sebuah percakapan:

Otousan de iru jikan o, motto.

Ichinichi 17-fun. Nihon no otousan ga ikuji ni atete iru heikin jikan desu.

Futari de tsukutta kodomo na noni, kore de wa okaasan hitori de sodatete mitai.

Ninshin ya shussan ga josei ni shika dekinai oshigoto nara, ikuji wa dansei ni mo dekiru oshigoto na no de wa nai deshou ka.

Otousan-tachi ni wa, kosodate no tanoshisa, taihensa o, motto shitte hoshii.

Soshite, 21-seiki o ninatte itte kureru kodomo-tachi no koto o, motto kangaete

hoshii.

Terjemahan:

Habiskan lah lebih banyak waktu sebagai seorang ayah!

17 menit per hari. Itu adalah waktu rata-rata ayah Jepang menghabiskan waktu mengurus anak.

Meskipun kalian memilikinya bersama, tetapi sepertinya hanya si ibu yang merawat anak.

Meskipun hamil dan melahirkan adalah tugas berat bagi seorang ibu, apakah mengurus anak terlalu berat bagi ayah?

Kami ingin para ayah tahu bagaimana perasaan suka dan duka dalam merawat anak.

Dan kami ingin mereka untuk berpikir tentang anak mereka yang akan menjadi generasi penerus di abad 21.

Poster ini kemudian menjadi perbincangan kontroversial. Sebagai contoh, Ikujiren menentang dengan mengeluarkan pernyataan “Kalian tidak memanggil pria yang tidak merawat anaknya dengan chichi? Kalau begitu biarkan kami merawat anak kami selama yang kami mau”. Poin mereka adalah mereka tidak membesarkan anak hanya karena tingkat kelahiran menurun. Oleh karena itu mereka mengkritik sistem masyarakat yang tidak memungkinkan para pria dan wanita untuk secara alami bekerja dan membesarkan anaknya pada waktu yang bersamaan (Ohinata dalam Goodman, 2002: 148). Bagaimanapun, respon pro dan kontra terhadap kampanye ini membuka arah baru bagi partisipasi pria dalam mengasuh anak dan mempertanyakan sebuah aturan tidak tertulis bahwa mengasuh anak adalah tugas ibu seutuhnya yang sudah lama mendarah daging (Ishii-Kuntz, 2012: 29).

Pada tahun 2010 ada penelitian bahwa pria dengan umur yang cocok untuk menikah dan memiliki anak (pria subur) semakin takut untuk menikah karena banyak yang berpikir bahwa para istrinya akan menjadi sengyou shufu (ibu rumah tangga) dan tidak dapat membantu perekonomian rumah tangga. Pemerintah

mengambil tindakan untuk merevisi undang-undang yang di mana disebutkan bahwa para pekerja diberi izin istirahat untuk anak dan keluarga.

Perubahan tersebut harus memungkinkan para pekerja pria dan pekerja wanita di dalam sebuah perusahaan yang memiliki anak berumur kurang dari tiga tahun agar bekerja lebih pendek 6 jam dari total jumlah jam kerja biasanya dan bebas dari jam lembur.

Kemudian para ayah dan ibu juga dapat menggunakan libur selama dua belas bulan untuk kelahiran anak dan menikmati 60% dari gajinya (Kementrian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan, 2010a).

Dengan ini, pemerintah mencoba untuk mempromosikan bahwa setelah ibu selesai cuti paska kelahiran anak selama dua belas bulan, ayah dapat mengambil cuti menggantikan sang ibu untuk merawat anak mereka. Hal ini memudahkan ibu untuk kembali dalam dunia kerja dan juga memudahkan transisi anak.

Pada Januari 2010, mentri Kementrian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan, Nagatsuma Akira mengatakan dalam rapat Komite Anggaran DPR,

“Saya ingin membuat ikumen dan kajimen menjadi tren”. Lalu pada bulan Juni 2010, Kementrian Kesehatan, Tenaga Kerja dan, Kesejahteraan mengeluarkan kampanye ikumen project. Tujuan ikumen project bukan didasari pada kesetaraan gender, tetapi agar wanita tetap dapat mempertahankan pekerjaan mereka dan juga meningkatkan kelahiran. Kampanye ini berusaha untuk memberikan citra positif orang tua yang ikut aktif dalam merawat anak-anak mereka.

Ikumen Project juga memberikan indeks tentang ikumen yang menyusun jumlah orang tua yang pertama kali mendapat cuti mengasuh anak, total tingkat kesuburan, jumlah pendukung ikumen di masing-masing prefektur sejak 2009.

Proyek ini bahkan memiliki lagu resmi yang berjudul Kazoku no Wa. Bait pertama dinyanyikan oleh sang ibu, liriknya menyampaikan bahwa betapa tertolongnya sang ibu saat suaminya berada di sisinya, lalu bait kedua dinyanyikan oleh sang ayah yang menyampaikan bahwa betapa bersyukurnya dia pada kesungguhan dan kerja keras istrinya dan menyatakan bahwa dia juga akan berusaha mulai dari apa yang bisa dilakukannya.

BAB III

FENOMENA IKUMEN DI MASYARAKAT JEPANG

3.1 Fenomena Ikumen

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, ikumen adalah pria yang ikut terlibat dalam mengasuh anaknya. Fenomena ini terjadi di kota-kota besar di Jepang karena merupakan daerah perkembangan ekonomi yang tinggi. Adapun para ayah yang dapat berpartisipasi merawat anak biasanya suami yang berpenghasilan sama atau lebih sedikit dari istri, memiliki jam kerja yang lebih sedikit, memilih rasa tanggung jawab sebagai ayah lebih kuat, memiliki anak kecil yang banyak (Stella R. Quah, 2015: 185).

Menurut Benesse Institute for Child Sciences and Parenting (2011), ayah muda berusaha keras untuk menjadi ikumen atau ayah yang berpartisipasi aktif dalam mengasuh anak, terlepas dari kendala sosial, budaya, ekonomi. Ayah yang mencoba mencari waktu untuk membesarkan anak meski pulang larut malam, yang memiliki harapan untuk masa depan anak mereka, yang ingin memiliki dua anak walau tidak memungkinkan, semua itu adalah ayah yang baik dan merupakan kandidat untuk menjadi ikumen.

Pada Agustus 2011, ada lebih dari 400 ayah mengaku bahwa dirinya merupakan ikumen. Lalu pada tahun 2013 meningkat menjadi 1.684 ayah yang dimana 62,5% di antaranya adalah ayah berumur 30-an dan setengahnya berasal dari Tokyo.

Seiring ikumen menjadi semakin terkenal, berbagai acara untuk mengasuh anak oleh ayah dan ibu mulai bermunculan. Dari acara lokal yang tergolong kecil

sampai berskala besar. Festival Mengasuh (Ikufes) dimulai sejak tahun 2010 adalah acara besar yang berbasis di Tokyo dan dilaksanakan selama dua hari.

Acara ini diselenggarakan oleh majalah FQ Japan dan disponsori oleh Kementrian Ekonomi, Perdagangan dan Industri. Isi acara terdiri dari talk show dengan selebritis, macam-macam kelas, pemotretan foto keluarga, barang-barang rumah tangga, dan undian kesempatan untuk memenangkan berbagai item kebutuhan rumah tangga. Kemudian ada juga acara Ikumen of The Year yang disponsori oleh Ikumen Project.

3.2 Ikumen Kurabu (Ikumen Club)

Pada akhir 2006, sebuah asosiasi swasta Ikumen Club yang dibentuk dan terdiri dari para orang tua, ingin mempromosikan partisipasi pria dalam merawat anak. Ikumen Club mempromosikan diri mereka yang merupakan jenis ‘orang tua baru’ ini sebagai laki-laki menarik. Membesarkan anak seperti kegiatan olahraga, mereka dapat mengenalkan dunia baru dari sisi yang berbeda pada anak-anak mereka, mereka juga tidak lupa untuk selalu memikirkan dan mencintai istri mereka (Ikumen Club, 2007a).

Antara tahun 2007 dan 2008, klub ini mempromosikan diri mereka dengan moto “Membesarkan anak menyenangkan. Laki-laki yang merawat anak adalah laki-laki yang menarik. Jika kita merawat anak, istri, keluarga, dan Jepang ikut senang” melalui website, iklan di majalah bayi, radio, televisi, dan surat kabar (Ikumen Club, 2007b).

Klub ini membantu secara praktik dan moral dalam menjalanai tugas sebagai ayah. Di klub ini, para ayah dan calon ayah diajarkan bagaimana cara

memasak, bagaimana menghibur dan membaca untuk anak, dan kegiatan lainnya berhubungan dengan kegiatan domestik yang biasanya diajarkan pada wanita baik formal maupun informal.

3.2 Ikumen Project

Di dalam keluarga modern dikatakan bahwa setiap anggota keluarga memiliki hak dan kedudukan yang sudah tidak lagi dipengaruhi oleh gender.

Namun, peran laki-laki dalam lingkup domestik, khususnya mengurus anak dan melakukan pekerjaan rumah tangga masih terbilang rendah (Ogasawa dalam Oyama, 2014: 86). Dalam buku Kokusaihikaku ni miru sekai no kosodatte, dikatakan bahwa tahun 2005 hanya 2,5% ayah yang bertanggung jawab dalam menyuapi anaknya dan 7,6% ayah membagi tugas menyuapi anak tersebut dengan istri mereka.

Seperti yang sudah disebutkan pada bab sebelumnya, bahwa ikumen project adalah merupakan program dari pemerintah untuk mengajak para ayah ikut berpartisipasi merawat anak mereka. Ikumen Project ini lah yang membuat istilah ikumen semakin terkenal akhir-akhir ini. Kampanye ini difokuskan pada tiga elemen, yaitu menyenangkan, pertumbuhan, dan tipe ayah baru untuk memperluas model hegemonik maskulinitas.

Pertama, hal yang dipromosikan oleh kampanye ini menyoroti bahwa membesarkan anak adalah kegiatan yang menyenangkan. Kegiatan-kegiatan yang dimaksud adalah bermain bersama mereka, mempersiapkan kebutuhan mereka seperti memberi makan dan memandikan mereka, serta mengajari mereka hal baru setiap hari. Kegiatan itu semua adalah hal yang dapat dinikmati. Dengan kata lain,

kampanye tersebut mencoba untuk menghapus gambaran bahwa merawat anak dan pekerjaan rumah tangga adalah kegiatan yang menjengkelkan, merepotkan dan membosankan. Sebaliknya kampanye tersebut membuat sebuah alternatif untuk dapat menarik para ayah untuk meninggalkan pekerjaan sehari-hari mereka untuk sementara dan mulai turut aktif merawat anak.

Kedua, kampanye ini menyampaikan bahwa keterlibatan dalam mengasuh anak adalah bagian dari memajukan masyarakat Jepang. Melaksanakan ini berarti melaksanakan tugas untuk negara.

Kemudian hal ketiga, sama seperti Ikumen Club, Ikumen Project juga mempromosikan bahwa menjadi ikumen bukan berarti menjadi pria feminin dan tidak mengurangi kejantanan mereka. Kampanye ini berusaha memasukan pengasuhan anak menjadi bagian dari hal maskulin dan dapat diterima oleh para pria.

3.4 Representasi dari Media

Media telah banyak mempengaruhi perkembangan pergerakan ikumen.

Pada tahun 2011 ada siaran mengasuh anak Marumo no Okite dan drama Zenkai Gyaaru. Adapula animasi Usagi Drop yang menggambarkan perjuangan seorang pria lajang merawat anak perempuan berumur 6 tahun. Acara berita pun banyak menyiarkan topik ikumen.

Pada April 2013, ada sebuah acara Papa to Isshou (Bersama Papa) yang merupakan ‘saudara’ dari program Mama to Isshou (Bersama Mama), acara ini disiarkan setiap hari minggu di saluran premium NHK BS. Lalu ada sebuah lagu berjudul Bosabosabosa (rambut kacau balau) yang menggambarkan seorang ayah

sebagai salaryman berkerah putih yang berpergian dengan kereta dan rambutnya lebat berantakkan, di akhir lagu sang istri mengucapkan otsukaresama ne dengan feminin sebagai ucapan apresiasi pada suaminya. Banyak juga buku tentang ayah yang diterbitkan. Termasuk tentang pengasuhan anak dan pengalaman mengambil paternal leave, namun kebanyakan buku yang lebih baru cenderung fokus pada cara bagaimana mereka dapat terlibat aktif dalam mengasuh anak. Contoh bukunya berjudul Papa Ruuru: Anata no Kazoku wo 101-Bai Shiawase ni suru dan Papa no Hon: Kyou kara ‘Jiman no Papa’ ni naru. Media jurnalisme juga mulai menampilkan ayah yang peduli untuk merawat anaknya dalam sebuah acara untuk calon orang tua yang di adakan di Tokyo pada tahun 2012, perwakilan dari organisasi non profit (NPO) mengajarkan peserta acara tersebut tentang cara mengasuh anak.

Di antara selebriti Jepang, beberapa aktor, komedian, dan atlet yang telah menjadi orang tua mulai ‘dijual’ untuk imej ikumen. Mereka dipromosikan melalui narasi yang menekankan bagaimana mereka ikut berpartisipasi dalam merawat anak-anak mereka dan bagaimana ikatan emosional antara mereka dan anak-anak mereka. Hal ini mendapat respon dan popularitas yang cukup banyak di kalangan penonton wanita.

3.5 Opini Masyarakat Terhadap Ikumen

Di sebuah situs Hatsugen Komachi terdapat perbincangan mengenai ikumen. Perbincangan tersebut di-posting sekitar tahun 2015 sampai tahun 2016.

Terdapat beberapa kategori, yaitu diskusi tentang makna menjadi ikumen dan

spesifikasi seorang ayah untuk disebut sebagai ikumen, pandangan negatif terhadap ikumen, pandangan positif terhadap ikumen.

(1) 専業主夫の方のブログを見ていると「イクメンだなぁ」と素直 に思うのですが、「男性が育休を取得している」とか「男性が子ど ものために時短勤務」とかしたら、世間的に「イクメン認定」なの かなぁ?と自分でイメージしていたのですが…友人の夫のブログで、

よく分からなくなってきました。

If I look at the blog of a stay-at-home dad I would honestly think that “he is ikumen”, and I imagined “a man taking out parental leave” or “a man who shortens his working hours to be with his children” to be who is officially acknowledged as an ikumen, but… looking at the blog of my friend’s husband, I don’t really know anymore.

Terjemahan:

Jika saya melihat blog milik ayah yang menetap di rumah, saya pikir ‘dia adalah seorang ikumen’ dan saya pikir ‘pria yang mengambil cuti parental leave’ atau ‘pria yang memendekkan waktu kerjanya demi menghabiskan waktu bersama anak’ adalah pria yang benar-benar seorang ikumen, tetapi…ketika melihat blog teman suami saya, saya bingung dengan konsep ikumen.

(2) 夫は育児に関心があり、育児情報番組は毎週欠かしません。二

人目出産のときは育休を取りたがったほどです(諸事情によりとれ ませんでした)。

My husband is interested in childcare, he never misses the informational program about childcare that is aired every week. When I had our second child he wanted to be as involved as to take out parental leave (but because of various reasons he could not).

Terjemahan:

Suami saya tertarik dalam mengasuh anak, dia tidak pernah kelewatan tentang informasi pengasuhan anak yang tayang setiap minggu. Ketika saya melahirkan anak kedua, dia ingin ikut merawat anak kami dan ingin mengambil cuti parental leave (tapi karena bermacam alasan, dia tidak bisa mengambil cuti).

(3) 夫の家事・育児

平日:保育園の送り、夕食後に娘と 30 分くらい遊ぶ、早く帰って きた時は娘のお風呂、たまに寝かしつけ、遅く帰ってきたときの食 器洗い休日:昼食・夕食作り、買い物(1 週間分)、娘と遊ぶ、娘 のお風呂、たまに寝かしつけ。色々投稿を見ていると、ぜんぜん家 事育児をやらない方も多いと思います。こんなに家事・育児をやっ てくれている事に感謝しています。でも、キング・オブ・イクメン ではないと思っています。

My husband’s part in housework/ childrearing. Weekdays: Seeing off to kindergarten, playing with our daughter 30 minutes after dinner, when returning early bathing with our daughter, sometimes putting her to sleep, when returning late washing dishes. Days off: Making lunch and dinner, shopping (what is needed for a week), playing with our daughter, bathing with our daughter and sometimes putting her to sleep. When looking at other posts, I think that there are men who do not do chores and childrearing at all. I am thankful that he is doing this amount. But I do NOT think that he is King of Ikumen.

Peran suami saya dalam pekerjaan rumah/ mengasuh anak. Hari kerja:

mengantar anak ke TK, bermain dengan anak selama 30 menit setelah makan malam, ketika selesai memandikan anak, kadang-kadang menidurkannya, mencuci piring ketika pulang larut ke rumah. Hari libur:

membuat makan siang dan makan malam, belanja (kebutuhan rumah

tangga untuk seminggu), bermain bersama anak, memandikan anak dan kadang-kadang menidurkannya. Ketika membaca postingan lain, ternyata ada pria yang sama sekali tidak menaruh minat dan tidak mengasuh anak.

Saya bersyukur bahwa suami saya tidak seperti itu. Tetapi saya TIDAK berpikir bahwa dia adalah Raja Ikumen.

Pada postingan ini terlihat bahwa menidurkan anak, memberi anak makan siang dan malam, belanja keperluan mingguan, bermain dengan anak, dan memandikan anak cukup membuat suaminya menjadi seorang ikumen. Lalu pada 2016, ada sebuah postingan dengan judulイクメンじゃない人っているんです か ?(Adakah yang bukan ikumen?). Keperluan penggunaan istilah ikumen dipertanyakan.

「イクメン」という言葉がありますが、違和感をおぼえます。単身 赴任、多忙、病気などの男性でなければ、育児に関わるのは普通だ と思うのです。あえて言葉を作る必要があるのか?と感じます。

[…] 幼稚園、保育園の送迎、買い物、料理、掃除、ゴミ出し、子供

と遊ぶお父さんを普通に見かけます。

There is a word called “ikumen”, but it gives an uncomfortable feeling. I think that if you are not a man who is transferred to another city, under pressure from work or ill, it is normal to be involved in childcare. […]

Leaving and picking up children at kindergarten or preschool, grocery

Leaving and picking up children at kindergarten or preschool, grocery

Dokumen terkait