• Tidak ada hasil yang ditemukan

H. Lemak dan Metabolisme Lemak

I. Efek Cahaya Monokromatik pada Umur Masak Kelamin serta

Puyuh merupakan salah satu spesies aves yang sangat responsif dalam menerima energi cahaya. Tingkah laku, masak kelamin, dan bioritme puyuh dapat dimanipulasi dengan pemberian warna cahaya yang spesifik, terutama untuk panjang gelombang cahaya merah, oranye, kuning, hijau, dan biru. Berbagai program pencahayaan diberikan pada puyuh untuk meningkatkan fungsi biologis dan keseimbangan metabolisme. Puyuh, seperti juga aves lainnya, menerima stimulasi visual dan auditori lebih dominan untuk kehidupan sosialnya, sedangkan stimulasi olfaktori maupun indera pengecap memiliki peran yang lebih sedikit dalam mengatur kehidupan sosial puyuh. Informasi yang datang dari jalur visual dan auditori berfungsi untuk menginisiasi aktivitas reproduksi, yaitu tingkah laku reproduksi dan masak kelamin. Masak kelamin pada puyuh betina berkaitan dengan periode bertelur, perkembangan folikel serta perubahan yang terjadi dalam ovari, dan oviduk, sedangkan pada puyuh jantan, masak kelamin berkaitan dengan perkembangan testis. Aktivitas reproduksi baik tingkah laku reproduksi maupun maturasi seksual sangat dipengaruhi oleh periode pencahayaan (fotoperiode). Secara alamiah, fotoperiode merupakan fenomena terjadinya perubahan musim di daerah subtropik, di mana fotoperiode dapat dijadikan signal bagi unggas yang hidup di daerah tersebut untuk menginisiasi proses bertelur dan mengakhiri musim kawin serta menginduksi perubahan harian memasuki waktu ovulasi dan oviposisi (Balthazart et al. 1998).

Cahaya natural ataupun cahaya artifisial memiliki beberapa jalur yang ditempuh secara langsung dalam mempengaruhi bioritme serta sistem reproduksi puyuh, yaitu jalur fotoreseptor retina mata dan jalur penetrasi langsung dalam jaringan kulit-tulang tengkorak. Retina mata puyuh kaya akan serabut saraf dan bagian akhir dari serabut saraf retina adalah nukleus suprakhiasmatik yang terletak tepat di bagian anterior hipotalamus. Nukleus suprakhiasmatik sangat penting dalam mengatur mekanisme perubahan dinamis gonad puyuh. Stimulasi

cahaya yang diterima oleh nukleus suprakhismatik akan menginisiasi hipotalamus untuk mensintesis GnRH (suatu peptida yang bertindak sebagai hormon) dan melepaskannya dalam sirkulasi portal hipofisis. Dengan kehadiran GnRH, hipofisis anterior menjadi teraktivasi dan akan mensekresikan dua macam hormon gonadotropin, yaitu FSH dan LH. Gonad memiliki kemampuan untuk mendeteksi kehadiran FSH dan LH dalam plasma darah. Sebagai respons terhadap FSH dan LH, gonad akan mensekresikan hormon-hormon seks serta memproduksi gamet. Hormon seks yang disekresi oleh gonad sangat berkaitan dengan reseptor spesifik di dalam tubuh yang pada akhirnya akan dihasilkan transmisi sinaptik serta memunculkan serangkaian perubahan dalam tingkah laku dan fisiologi reproduksi aves. Sebagai contoh, perkembangan area ”bernyanyi” di bagian lain otak atau munculnya aktivitas motorik, yakni dengan menegakkan dan menyebarkan bulu- bulu ekor untuk menarik lawan jenisnya. Tanda-tanda aktivitas motorik, seperti bernyanyi atau menegakkan bulu, dapat dijadikan sebagai indikasi terjadinya masak kelamin pada aves secara umum. Informasi cahaya yang telah diterima fotoreseptor jaringan kranial kemudian akan dilanjutkan ke kelenjar pineal, yaitu suatu kelenjar yang sangat peka terhadap cahaya dan membentuk area triangular antara hemisfer serebral dan serebelum, yang berfungsi sebagai pengatur bioritme aves. Pengaturan bioritme difasilitasi oleh produksi serotonin dan melatonin. Kelenjar pineal aves secara langsung dan terus menerus dapat mensintesis melatonin dengan stimulasi 24 jam kondisi gelap. Penelitian yang telah dilakukan pada burung puyuh dengan mengkondisikan 12 jam diberikan penerangan dan 12 jam tanpa penerangan (kondisi gelap) menunjukkan sepertiga melatonin disekresi oleh mata dan dua pertiga melatonin disekresi oleh kelenjar pineal (Dawson et al. 2001; Stear 2005).

Kualitas cahaya memiliki efek pada pertumbuhan puyuh jantan dan puyuh betina. Puyuh yang dipelihara pada cahaya merah dengan intensitas 10 lux maupun 3 lux menunjukkan stimulasi perkembangan testis. Pada penelitian yang dilakukan oleh Siopes dan Wilson (1980), puyuh yang dipelihara dan mendapat pencahayaan 8 jam terang dan 16 jam gelap (8 L : 16 D) mengindikasikan terjadinya regresi testis secara total, sedangkan puyuh yang mendapat perlakuan 16 jam terang dan 8 jam gelap menunjukkan terjadinya regresi parsial testis.

Berbagai perlakuan pemberian warna cahaya dengan intensitas cahaya tertentu yang telah dilakukan pada penelitian-penelitian unggas untuk memunculkan efek masak kelamin menunjukkan bahwa secara langsung fotoreseptor hipotalamus (fotoreseptor retinohipotalamus) merupakan salah satu mekanisme yang menginisiasi respons fotoseksual. Dengan intensitas cahaya terang dan panjang gelombang pendek (seperti cahaya hijau) penetrasi cahaya akan mudah terjadi dan lebih efisien terjadi pada bulu, jaringan kranial serta otak menuju hipotalamus daripada dengan panjang gelombang panjang (cahaya merah). Namun, retina juga memegang peran penting sebagai fotoreseptor yang terkait langsung dengan penerimaan terhadap intensitas cahaya.

Unggas memiliki kemampuan dalam membedakan dan memilih warna cahaya karena retina mata unggas mempunyai fotoreseptor yang serupa dengan manusia. Ayam jantan dan betina yang dipelihara dari umur 0-28 hari dan diberikan penerangan berupa cahaya biru, hijau, merah, dan putih dengan intensitas 30 lux memberikan efek pertumbuhan jaringan otot dan tingkah laku yang berbeda. Tingkah laku ayam yang dipelihara pada cahaya putih menunjukkan ayam lebih aktif dengan indikasinya lebih banyak bergerak dan berjalan. Di bawah kondisi cahaya merah, ayam menjadi lebih agresif, sayap sering dikepakkan dan lebih sering mematuk lantai kandang, sedangkan ayam yang diberikan cahaya biru dan hijau menunjukkan lebih tenang. Ayam yang telah teraklimasi dengan warna cahaya putih, merah, biru, dan hijau akan mampu membedakan dan memilih warna cahaya yang disukainya. Sebagai contoh, setelah aklimasi selama 28 hari pada cahaya merah atau putih, ketika dipindahkan ayam lebih memilih kandang dengan penerangan cahaya biru. Sebaliknya, ayam yang dipelihara pada cahaya biru lebih menyukai warna cahaya hijau. Baik pemberian cahaya biru maupun hijau secara efektif akan menstimulasi sekresi testosteron dan pertumbuhan miofibril yang pada akhirnya akan memacu proses pertumbuhan (Prayitno et al. 2006; Cao et al. 2008).

Pemberian cahaya biru-hijau (500 nm) dengan intensitas 1,71 x 1010 foton/m2 pada puyuh yang dikastrasi memperlihatkan peningkatan konsentrasi LH dalam plasma darahnya, dengan pemberian cahaya ungu (470 nm) terjadi peningkatan LH dua kali lebih banyak, dengan cahaya kuning (590 nm)

meningkat 5 kali dan dengan cahaya merah meningkat 23 kali. Meningkatnya LH merupakan indikasi bahwa cahaya yang diterima oleh fotoreseptor hipotalamus secara maksimal akan menstimulasi munculnya respons fotoseksual yang terekspresi dengan masak kelamin. Cahaya monokromatik sebagai faktor eksternal dalam proses masak kelamin dapat memberikan efek, jika didahului dengan penerimaan maupun penetrasi oleh fotoreseptor baik yang terdapat pada retina ataupun jaringan kranial di mana pada proses selanjutnya informasi cahaya akan diteruskan ke hipotalamus dan kelenjar pineal. Di dalam hipotalamus, adanya informasi cahaya akan mengontrol sekresi dan pelepasan gonadotropin (GnRH). Sekresi GnRH akan diterima oleh hipofisis anterior lewat sistem sirkulasi portal hipofisis. Kehadiran GnRH dalam hipofisis anterior menstimulasi pelepasan LH dan FSH. FSH berperan dalam pemasakan folikel telur, sedangkan LH berperan dalam robeknya epitelium superfisial pada bagian stigma untuk terjadinya proses ovulasi. Pertumbuhan folikel juga memacu disekresikannya estrogen dari ovarium. Sekresi estrogen sangat penting bagi perkembangan oviduk dalam menerima telur, pengatur keseimbangan kalsium untuk pembentukan kerabang telur, absorpsi berbagai mineral dan vitamin yang dipakai sebagai prekursor pembentukan yolk, serta perkembangan tulang pubis. Berbagai bahan penyusun telur yang telah diabsorpsi dan dimobilisasi untuk pembentukan telur secara nyata diregulasi dan dikontrol oleh estrogen. (Lewis dan Morris 2006; Yuwanta 2004).

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Dokumen terkait