• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 35 4.1 Gambaran Umum Wilayah Kelurahan Cibadak

DAFTAR LAMPIRAN

1.4. Kegunaan Penelitian

2.1.4. Efek Komunikasi Massa

Menurut Mulyana (2000) komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi), yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang tersebar yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim dan heterogen.

Menurut Steven M. Chaffe seperti yang dikutip Rakhmat (2005) efek media massa dapat dilihat dari beberapa pendekatan. Pendekatan pertama yaitu efek media massa yang berkaitan dengan pesan atau media itu sendiri. Pendekatan kedua yaitu dengan melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak yaitu komunikasi massa yang berupa perubahan sikap, perasaan, dan perilaku atau dengan istilah lain dikenal sebagai perubahan kognitif, afektif, dan behavioral: a) Pendekatan pertama yaitu efek media massa yang berkaitan dengan pesan atau

media itu sendiri. 1. Efek Ekonomi

Kehadiran media massa di tengah kehidupan manusia dapat menumbuhkan berbagai usaha produksi, distribusi dan konsumsi jasa media massa.

1. Efek Sosial

Efek sosial berkaitan dengan perubahan pada struktur atau interaksi sosial sebagai akibat dari kehadiran media massa. Sebagai contoh, misalnya kehadiran televisi dapat meningkatkan status dari pemiliknya.

2. Penjadwalan Kegiatan Sehari-hari

Terjadinya penjadwalan kegiatan sehari-hari, misalnya sebelum pergi ke kantor masyarakat kota akan lebih dahulu melihat siaran berita di televisi. 3. Efek Hilangnya Perasaan Tidak Nyaman

Orang menggunakan media massa untuk memuaskan kebutuhan psikologisnya dengan tujuan menghilangkan perassan tidak nyaman,

 

misalnya untuk menghilangkan perasaan kesepian, marah, kesal, kecewa dan sebagainya.

4. Efek Menumbuhkan Perasaan Tertentu

Kehadiran media massa bukan saja dapat menghilangkan perassan tidak nyaman pada diri seseorang, tetapi juga dapat menumbuhkan perasaan tertentu. Terkadang seseorang akan mempunyai perasaan positif atau negatif terhadap media tertentu. Tumbuhnya perasaan senang atau percaya pada suatu media massa tertentu erat kaitannya dengan pengalaman individu bersama media massa tersebut.

b) Pendekatan kedua yaitu dengan melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak

1) Efek Kognitif : adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informatif bagi dirinya. Efek kognitif ini membahas bagaimana media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitifnya. Melalui media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita kunjungi secara langsung. Realitas yang ditampilkan oleh media adalah realitas yang sudah diseleksi.

• Efek Proposional Kognitif

Efek proposional kognitif adalah bagaimana media massa memberikan manfaat yang dikehendaki oleh masyarakat. Bila televisi menyebabkan kita lebih mengerti tentang bahasa Indonesia yang baik dan benar, maka televisi telah menimbulkan efek proposional kognitif.

2) Efek Afektif. Efek ini kadarnya lebih tinggi daripada efek kognitif. Tujuan dari komunikasi massa bukan sekadar memberitahu khalayak tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, khalayak diharapkan dapat turut merasakan perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah setelah menerima pesan dari media massa. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas rangsangan emosional pesan dari media massa adalah sebagai berikut : 1. Suasana Emosional : Respon individu terhadap sebuah film atau

 

2. Skema Kognitif : Skema kognitif merupakan naskah yang ada di dalam pikiran individu yang menjelaskan alur peristiwa

3. Suasana Terpaan : Suasana terpaan adalah perasaan individu setelah menerima terpaan informasi dari media massa

4. Predisposisi Individual : Predisposisi individual mengacu kepada karakteristik individu. Individu yang melankolis cenderung menghadapi tragedi lebih emosional daripada orang yang periang. Orang yang periang dan mempunyai sifat terbuka cenderung akan lebih senang bila melihat adegan-adegan lucu daripada orang yang melankolis.

5. Faktor Identifikasi : Menunjukkan sejauhmana orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditonjolkan dalam media massa. Dengan identifikasi, penonton, pembaca, pendengar akan menempatkan dirinya di posisi tokoh.

3) Efek Behavioral : merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk tindakan atau kegiatan.

Rakhmat (2007) menyatakan bahwa umumnya kita lebih tertarik bukan kepada apa yang kita lakukan pada media, tetapi kepada apa yang dilakukan media kepada kita. Kita ingin tahu bukan untuk apa kita membaca surat kabar atau menonton televisi, tetapi bagaimana surat kabar dan televisi menambah pengetahuan, mengubah sikap atau menggerakkan perilaku kita. Inilah yang disebut sebagai efek komunikasi massa.

Efek kehadiran komunikasi massa erat kaitannya dengan teori uses and

gratification yang dikemukakan oleh Elihu Katz, Jay G. Blumer dan Michael

Gurevitch (1974) dalam Rakhmat (2007). Teori ini meneliti asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial, yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumber-sumber lain, yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan (atau keterlibatan pada kegiatan lain) dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat lain, barangkali termasuk juga yang tidak kita inginkan. Rakhmat (2007) menyatakan bahwa umumnya kita lebih tertarik bukan kepada apa yang kita lakukan pada media, tetapi kepada apa yang dilakukan media kepada kita. Kita ingin tahu bukan untuk apa kita membaca surat kabar atau

 

menonton televisi, tetapi bagaimana surat kabar dan televisi menambah pengetahuan, mengubah sikap atau menggerakkan perilaku kita. Inilah yang disebut sebagai efek komunikasi massa.

2.1.5 Efek Kehadiran Media Massa

Efek kehadiran media massa sangat terkait dengan teori yang dikemukakan oleh McLuhan yaitu teori perpanjangan alat indera. Teori ini menyatakan bahwa media adalah perluasan dari alat indera manusia; telepon adalah perpanjangan telinga dan televisi adalah perpanjangan mata. Kemudian McLuhan mengatakan bahwa secara operasional dan praktis, medium adalah pesan. Ini berarti bahwa akibat-akibat personal dan sosial dari media timbul karena skala baru yang dimasukkan pada kehidupan kita oleh perluasan diri kita atau oleh teknologi baru. Media adalah pesan karena media membentuk dan mengendalikan skala serta bentuk hubungan dan tindakan manusia (McLuhan 1964 dalam Rakhmat, 2007).

Rakhmat (2007) menyebut lima hal efek kehadiran media massa, yaitu: (1) efek ekonomis, (2) efek sosial, (3) efek penjadwalan kegiatan, (4) efek pada penyaluran/penghilangan perasaan tertentu, dan (5) efek pada perasaan orang terhadap media. Tentang efek ekonomis, diakui bahwa kehadiran media massa menggerakkan berbagai usaha, yaitu produksi, distribusi dan konsumsi “jasa” media massa. Kehadiran surat kabar berarti menghidupkan pabrik yang menyuplai kertas koran, menyuburkan pengusaha percetakan dan grafika, memberi pekerjaan pada wartawan, ahli rancang grafis, pengedar, pengecer, pencari iklan dan sebagainya.

Suparlan (1979) seperti dikutip Rakhmat (2007) efek sosial berkenaan dengan perubahan pada struktur atau interaksi sosial akibat kehadiran massa. Sudah diketahui bahwa kehadiran televisi meningkatkan status pemiliknya. Di pedesaan, televisi telah membentuk jaringan-jaringan interaksi sosial baru. Pemilik televisi sekarang menjadi pusat jaringan sosial, yang menghimpun di sekitarnya tetangga dan penduduk seideologi. Televisi telah menjadi sarana untuk menciptakan hubungan “patron-client” yang baru.

 

Tentang efek kehadiran media ketiga yaitu penjadwalan kegiatan kembali, menurut Muchtar (1979) seperti yang dikutip oleh Rakhmat (2007) melaporkan sebelum ada televisi orang biasanya pergi tidur malam sekitar pukul delapan malam dan bangun pagi sekali karena harus berangkat kerja ke tempat yang jauh. Sesudah ada televisi, banyak diantara mereka, terutama muda-mudi yang sering menonton televisi sampai malam, telah mengubah kebiasaan rutin mereka. Penduduk desa yang tua-tua mengeluh karena merasa anak-anak mereka menjadi lebih malas dan lebih sukar bekerja atau berangkat ke sekolah pada waktu dini. Demikianlah pula, kebanyakan mereka tidak dapat bekerja seperti dulu ketika televisi belum masuk (10 sampai 11 jam sehari). Mereka cenderung berangkat ke ladang mereka lebih siang dan pulang lebih cepat. Televisi telah mengubah kegiatan penduduk desa.

Efek kehadiran massa yang ketiga dan keempat adalah sebagai objek fisik hilangnya perasaan tertentu terhadap media massa. Sering terjadi orang juga menggunakan media untuk menghilangkan perasaan tidak enak, misalnya kesepian, marah, kecewa dan sebagainya. Media dipergunakan tanpa mempersoalkan isi pesan yang disampaikannya. Kehadiran media massa bukan saja menghilangkan perasaan, ia pun menumbuhkan perasaan tertentu. Kita memiliki perasaan tertentu. Kita memiliki perasaan positif atau negatif pada media tertentu. Di Amerika orang melihat kecintaan anak-anak pada televisi, yang ternyata lebih sering menyertai mereka daripada orang tua mereka. Televisi juga terbukti lebih dipercaya daripada keduanya. Itu di Amerika. Di Indonesia, penelitian penulis pada tokoh-tokoh politik membuktikan buku sebagai media terpercaya, disusul radio, surat kabar dan yang paling tidak dapat dipercaya adalah televisi (Rakhmat, 2007). Tumbuhnya perasaan senang atau percaya pada media massa tertentu erat kaitannya dengan pengalaman individu bersama media massa tersebut, boleh jadi faktor isi pesan mula-mula amat berpengaruh, tetapi kemudian jenis media itu yang diperhatikan, apapun yang disiarkannya (Rakhmat, 2007).

2.1.6 Efek Kognitif Komunikasi Massa

Wilbur Schramm (1977) seperti dikutip Rakhmat (2007) mendefinisikan informasi sebagai segala sesuatu “yang mengurangi ketidakpastian atau

 

mengurangi jumlah kemungkinan alternatif dalam situasi.” Ketidakpastian menjadi berkurang dan alternatif tindakan yang harus dilakukan juga berkurang. Sekarang realitas yang ada bukan lagi menjadi menjadi realitas tak berstruktur. Informasi yang diperoleh telah menstruktur atau mengorganisasikan realitas.Realitas itu sekarang tampak sebagai gambaran yang mempunyai makna. Gambaran tersebut disebut citra.

Citra oleh Rakhmat (2007) didefinisikan sebagai peta anda tentang dunia. Tanpa citra anda akan selalu berada dalam suasana yang tidak pasti. Citra adalah gambaran tentang realitas dan tidak harus selalu sesuai dengan realitas.Citra adalah dunia menurut persepsi kita. Roberts (1977) sebagaimana dikutip Rakhmat (2007) mengatakan komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara kita mengorganisasikan citra kita tentang lingkungan dan citra inilah yang mempengaruhi cara kita berperilaku.

Citra terbentuk berdasarkan informasi yang kita terima. Media massa bekerja untuk menyampaikan informasi. Untuk khalayak, informasi itu dapat membentuk, mempertahankan atau meredefinisi citra. Media massa datang menyampaikan informasi tentang lingkungan sosial dan politik, televisi menjadi jendela kecil untuk menyaksikan berbagai peristiwa yang jauh dari jangkauan alat indera kita, surat kabar menjadi teropong kecil untuk melihat gejala-gejala yang terjadi waktu ini di seluruh penjuru bumi, buku kadang-kadang bisa menjadi kapsul waktu yang membawa kita ke masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang, film menyajikan pengalaman imajiner yang melintas ruang dan waktu. Realitas yang ditampilkan media adalah realitas yang sudah diseleksi atau biasa disebut tangan kedua (second hand reality). Televisi memilih tokoh-tokoh tertentu untuk ditampilkan dan mengesampingkan tokoh yang lain. Surat kabar, melalui proses yang disebut “gatekeeping,” menapis berbagai berita dan memuat berita tentang “darah dan dada” (blood and breast) daripada tentang contoh dan teladan. Payahnya, kita tidak dapat dan tidak sempat mengecek peristiwa-peristiwa yang disajikan media, kita cenderung memperoleh informasi itu semata-mata berdasarkan pada apa yang dilaporkan. Jadi, akhirnya kita membentuk citra tentang lingkungan sosial kita berdasarkan realitas kedua yang ditampilkan media massa. Karena televisi sering menyajikan adegan kekerasan, penonton televisi

 

cenderung memandang dunia ini lebih keras, lebih tidak aman dan lebih mengerikan (Rakhmat, 2007). Rakhmat (2007) melaporkan penelitian berkenaan dengan persepsi penonton televisi tentang realitas sosial. Ia menemukan bahwa penonton televisi kelas berat (heavy viewers) cenderung memandang lebih banyak orang yang berbuat jahat, lebih merasa bahwa berjalan sendirian berbahaya dan lebih berpikir bahwa orang hanya memikirkan dirinya sendiri. Jelas citranya tentang dunia dipengaruhi oleh apa yang dilihatnya.

DeFleur & Rokeach (1982) menyatakan tentang dorongan untuk menonton televisi.Menurut dia terdapat tiga hal yang dapat dijadikan sebagai alat ukur untuk mengidentifikasi perilaku menonton televisi. Ketiga hal tersebut adalah total waktu yang digunakan untuk menonton televisi dalam sehari, pilihan program acara yang ditonton dalam sehari serta program acara yang paling disukai dan frekuensi menonton program acara televisi dalam sehari.

2.1.7 Efek Afektif Komunikasi Massa

Rakhmat (2007) menyatakan bahwa efek afektif komunikasi massa berkaitan dengan pembentukan dan perubahan sikap. Klapper (1960) sebagaimana dikutip Rakhmat (2007) melaporkan hasil penelitian yang komprehensif tentang efek media massa. Dalam hubungannya dengan pembentukan dan perubahan sikap, pengaruh media massa dapat disimpulkan pada lima prinsip umum:

1. Pengaruh komunikasi massa diantarai oleh faktor-faktor seperti predisposisi personal, proses selektif dan keanggotaan kelompok.

2. Karena faktor-faktor ini, komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap dan pendapat yang ada, walaupun kadang-kadang berfungsi sebagai media pengubah.

3. Bila komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas sikap lebih umum terjadi daripada “konversi” (perubahan seluruh sikap) dari satu sisi masalah ke sisi yang lain.

4. Komunikasi massa cukup efektif dalam mengubah sikap pada bidang di mana pendapat orang lemah, misalnya pada iklan komersial.

 

5. Komunikasi massa cukup efektif dalam menciptakan pendapat tentang masalah-masalah baru bila tidak ada predisposisi yang harus diperteguh (Oskamp, 1977dalam Rakhmat, 2007).

Rakhmat (2007) menyatakan bahwa sebenarnya para peneliti tidak berhasil menemukan perubahan sikap yang berarti sebagai pengaruh media massa. Kegagalan ini dijelaskan para peneliti dengan berbagai dalih: (1) diduga media massa sebenarnya efektif dalam mengubah sikap dan perilaku, tetapi alat ukur kita gagal untuk mendeteksi perubahan tersebut; (2) terjadi terpaan selektif yang menyebabkan orang cenderung menerima hanya informasi yang menunjang konsepsi yang telah ada sebelumnya; (3) ketika kita mengukur efek media massa, kita mengukur efek yang saling menghapus; artinya orang menerima bukan saja media massa yang mengkampanyekan hal tertentu, tetapi juga media yang menantang hal tersebut; (4) media memang tidak menyebabkan orang beralih sikap, tetapi hanya memperkokoh kecenderungan yang sudah ada, sehingga setiap pihak, dengan kampanye, berusaha menghindari pindah ke pihak yang lain; (5) umumnya kita mengukur efek media massa pada sikap-sikap politik yang didasarkan pada keyakinan yang dipegang teguh, bukan pada sikap yang berlandaskan keyakinan yang dangkal; (6) diduga mereka yang diterpa media massa adalah orang-orang yang lebih terpelajar, lebih tahu dan juga lebih stabil dalam hal kepribadian, sehingg mereka menerima pesan media dengan gagasan yang sudah terumus lebih tegas; (7) diduga media massa tidak berpengaruh langsung pada khalayak, tetapi melewati dulu pemuka-pemuka pendapat; (8) media massa tidak mengubah pendapat, tetapi mempengaruhi suatu isu yang lain.

Rakhmat (2007) menyatakan sesungguhnya efek afektif bukan tidak pernah dibuktikan dalam penelitian ilmiah. Penelitian dalam bidang komunikasi politik, khususnya peranan media massa dalam sosialisasi politik, telah berulang kali menunjukkan korelasi yang berarti antara terpaan media massa dengan sikap- sikap politik. Sikap terhadap pemerintah, penolakan pada otoritas, kesenangan pada pemimpin negara, sikap pada politisi erat berkaitan dengan terpaan televisi, radio dan surat kabar.

 

2.1.8 Efek Behavioral Komunikasi Massa

Dalam efek behavioral komunikasi massa, Rakhmat (2007) menyatakan dalam efek prososial behavioral. Salah satu perilaku prososial ialah memiliki keterampilan yang bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain. Keterampilan seperti ini biasanya diperoleh dari saluran interpersonal: orang tua, atasan, pelatih atau guru. Pada dunia modern, sebagian tugas dari mendidik telah juga dilakukan media massa. Buku, majalah dan surat kabar sudah kita ketahui mengajarkan kepadanya berbagai keterampilan. Buku teks menyajikan petunjuk penguasaan keterampilan secara sistematis dan terarah.Majalah profesi memberikan resep- resep praktis dalam mengatasi persoalan.Surat kabar membuka berbagai ruang keterampilan seperti fotografi, petunjuk penggunaan komputer mini, resep makanan dan sebagainya.Yang sering diragukan orang adalah pengaruh prososial behavioral media elektronis seperti radio, televisi atau film.

Rakhmat (2007) mengatakan bahwa ketiga media elektronis itu di berbagai negara telah digunakan sebagai media pendidikan. Sebagian laporan telah menunjukkan manfaat nyata dari siaran radio-televisi dan pemutaran film.Sebagian lagi melaporkan kegagalan. Di Ekuador, siaran iklan satu menit untuk kampanye anti gondok telah meningkatkan jumlah rumah tangga yang menggunakan garam yodium dari 5 persen sampai 98 persen. Di Kongo, siaran pedesaan telah mendorong kaum pria membantu kaum wanita memanen ketela. Mereka melakukannya “because the radio said so.” Banyak juga yang melaporkan sebaliknya.Radio tidak berhasil mengubah kebiasaan makan pendengarnya. Televisi gagal mendorong pirsawan untuk menabung di bank.Film tidak sanggup memotivasikan penduduk di dusun Afrika untuk bertindak menghindari bahaya lalat tse-tse. Dalam penelitian ini dalam hal efek kehadiran media massa hanya dibatasi dalam efek kognitif media massa. Kognitif dalam hal ini adalah tingkat pengetahuan dalam ranah pemahaman.

2.1.9 Efektivitas Iklan Melalui Media Televisi

Efektifitas merupakan suatu pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya, maka efektivitas dapat didefinisikan dengan melakukan pekerjaan yang benar (Drucker (1989) dalam Bram (2005).Selanjutnya

 

menurut Fredy Rangkuty (1997) efektifitas iklan adalah pengukuran iklan dalam arti tercapainya sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.

Iklan tidak hanya berkaitan dengan pemberian informasi tetapi juga harus dibuat sedemikian rupa agar menarik minat khalayak, orisinal, serta memiliki karakteristik tertentu dan persuasif sehingga para konsumen atau khalayak secara suka rela terdorong untuk melakukan sesuatu tindakan sesuai dengan yang diinginkan pengiklan (Jefkins, 1997). Perusahaan-perusahaan besar seringkali mempekerjakan konsultan humas yang bertugas.untuk mendidik pasar (memberikan berbagai informasi mengenai kegiatan-kegiatan dan produk-produk perusahaan tadi).

Menurut Jefkins (1997), salah satu cara untuk menyampaikan pesan secara cepat dan tepat adalah dengan menggunakan lagu-lagu singkat (jingle) atau slogan-slogan singkat yang menarik. Teknik lainnya adalah melengkapi iklan dengan gambar-gambar. Kedua bentuk ekspresi tersebut, yakni kata-kata dan gambar, sejak lama telah digunakan dalam periklanan televisi sehingga didapati berbagai frase-frase singkat namun efektif. Komunikasi yang efektif senantiasa sangat ditentukan oleh perpaduan kata-kata dan gambar.Model-model iklan modern begitu terampil dalam memainkan kata-kata yang dipilih agar terkesan unik dan memikat, sehingga dapat memaksa khalayak untuk berhenti dan sejenak merenungkan maknanya.

Iklan yang disampaikan sebaiknya diramu sedemikian rupa, sehingga pesan yang akan disampaikan mudah dicerna dan dimengerti oleh masyarakat, serta mengandung informasi yang benar. Seandainya suatu iklan dapat terpatri secara mendalam dalam benak konsumen, dan konsumen mencermatinya dengan sudut pandang yang benar, maka hal itu diartikan sebagai hasil kerja mekanisme pasar. Fenomena ini dalam pemasaran dikenal dengan sebutan “iklan yang efektif” (Durianto, et al. 2003).

Menurut Durianto, et al. (2003), secara umum dikenal tiga kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas periklanan, yaitu: penjualan, peringatan, dan persuasi. Efektivitas periklanan yang berkaitan dengan penjualan dapat diketahui melalui riset tentang dampak penjualan.Sedangkan efektivitas periklanan yang berkaitan dengan pengingatan dan persuasi dapat diketahui

 

melalui riset tentang dampak komunikasi. Dalam proses komunikasi, sebuah pesan efektif dalam mempersuasi khalayak bila pesan tersebut mencakup unsur- unsur daya tarik, keterlibatan diri, penerimaan, dan pemahaman dari khalayak sasaran dalam perancangan dan penuangan ke dalam media. Sasaran komunikasi atau pengiklanan menetapkan apa yang harus dilakukan oleh program iklan dengan caranya sendiri. Biasanya berupa dampak tertentu terhadap khalayak yang dipilih menjadi sasaran iklan, seperti: menumbuhkan kesadaran, menimbulkan perasaan yang positif, dan menimbulkan keinginan yang sesuai. Program-program periklanan perlu memiliki tujuan khusus, khalayak khusus, dan sarana khusus serta mendapat perhatian, menarik, dan dapat mengingatkan sehingga dapat dikatakan efektif.

Teori advertising media menyebutkan, iklan akan memberikan hasil efektif apabila disampaikan pada tingkat frekuensi efektif, kemudian menerpa audiens dalam jumlah efektif, serta seharusnya dipasang pada masa pembelian (Sihombing, 2010). Suatu iklan baru akan efektif jika dilihat rata-rata tiga kali. Jika hanya satu atau dua kali dianggap belum memberi dampak signifikan karena tingkat perhatian audiens masih rendah atau belum terbentuk.Akan tetapi terlalu banyak pengulangan dapat menimbulkan efek yang merugikan, yaitu sesudah jumlah tertentu pengulangan maka pengulangan tambahan mungkin mengurangi keefektifan iklan (Indriyanti & Ihalauw, 2002). Fenomena ini disebut kejemuan akan iklan (advertising wearout). Solusi sederhana untuk masalah kejemuan adalah pemakaian iklan yang berbeda dalam strategi pelaksanaan, tetapi membawa pesan dasar yang sama.

Pengukuran efektivitas sangat penting dilakukan. Tanpa dilakukannya pengukuran efektivitas tersebut akan sulit diketahui apakah tujuan perusahaan dapat dicapai atau tidak. Menurut Cannon, et al. (2009) efektivitas bergantung pada sebaik apa medium tersebut sesuai dengan sebuah strategi pemasaran yaitu, pada tujuan promosi, pasar target yang ingin dijangkau, dana yang tersedia untuk pengiklanan, serta sifat dari media, termasuk siapa yang akan dijangkau, dengan frekuensi seberapa sering, dengan dampak apa, dan pada biaya berapa besar. Kemudahan pemahaman merupakan indikator yang penting dalam efektivitas pesan. Laskey et al. dalam Indriarto ( 2006) menyatakan bahwa efektivitas suatu

 

iklan bergantung pada apakah konsumen mengingat pesan yang disampaikan, memahami pesan tersebut, terpengaruh oleh pesan dan tentu saja pada akhirnya membeli produk yang diiklankan.Efektivitas iklan juga dapat diukur dengan menggunakan Epic model (Bram, 2005). Epic Model mencakup empat dimensi kritis yaitu empati (empathy), persuasi (persuasion), dampak (impact) dan komunikasi (communications).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari (2009) dan Arfianto (2010), efektivitas iklan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, Endorser, pesan iklan, daya tarik pesan dan ketepatan dalam memilih media yang digunakan. Selebritis sebagai pendukung (endorser) dalam suatu kampanye periklanan sudah

Dokumen terkait