• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Pada Sistem Organ

Dalam dokumen TESIS PEMBERIAN EFEDRIN 50 MCG KGBB INTR (Halaman 34-38)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Propofol

2.1.2 Efek Pada Sistem Organ

Kardiovaskular

Efek mayor propofol terhadap sistem kardiovaskular adalah penurunan tekanan darah arteri akibat penurunan drastis tahanan pembuluh darah sistemik (inhibisi aktivitas vasokonstriktor simpatik), kontraktilitas jantung, dan preload. Hipotensi yang terjadi lebih berat dibandingkan dengan thiopental, tetapi umumnya dipulihkan oleh rangsangan akibat laringoskopi dan intubasi.

Propofol dapat diberikan pada pasien dengan penyakit jantung koroner dengan monitoring dan supervisi ketat. Dosis induksi normal akan menurunkan tekanan darah sistolik (Coates 1985) dengan efek bervariasi pada laju denyut jantung dan juga dapat menurunkan curah jantung (Coates 1987). Propofol juga pernah dilaporkan mempengaruhi reflek baroreseptor yang dapat menyebabkan penurunan laju denyut jantung selain menurunkan tekanan darah sistolik (Cullen 1987) dan memiliki efek minimal pada fungsi dan hepar (Robinson 1985, Stark 1985). Faktor-faktor yang memperburuk hipotensi antara lain dosis pemberian yang besar, suntikan cepat, dan umur tua. Propofol dengan jelas mengganggu respon normal baroreflek arterial terhadap hipotensi, khususnya pada keadaan normokarbia atau hipokarbia (Morgan dkk., 2006).

Induksi anestesia dengan propofol telah menunjukkan efek terhadap hemodinamik yang poten, yang didominasi oleh hipotensi (Singh, 2005). Induksi

anestesia dengan propofol sering disertai dengan penurunan tekanan darah arterial dan denyut jantung yang signifikan (Monk dkk., 1987; Claeys dkk., 1988; Hug dkk., 1993). Diperkirakan terdapat beberapa mekanisme yang mendasarinya, yakni depresi miokard dan penurunan after load atau preload (Lepage dkk., 1991; Muzi dkk., 1992). RSI dengan propofol menyebabkan penurunan tekanan darah yang signifikan dan beberapa penulis menyarankan pemberian loading cairan Ringer Laktat praoperatif untuk melawan hipotensi yang disebabkan oleh propofol tanpa menyebabkan peningkatan tekanan darah sama sekali (El-Beheiry dkk., 1995).

Waktu paling kritis terjadinya bradikardia dan hipotensi saat anestesia adalah segera setelah induksi dan sebelum intubasi trakeal, saat tercapainya efek puncak obat-obat induksi anestesia dengan stimulasi yang minimal (Masjedi dkk, 2014). Penurunan drastis preload, yang dapat menyebabkan bradikardia yang diperantarai oleh refleks vagal, jarang terjadi. Perubahan pada denyut jantung dan curah jantung biasanya bersifat sementara dan tidak signifikan pada pasien yang sehat, tetapi dapat berubah menjadi sangat berat sampai terjadi asistole, terutama pada pasien-pasien dengan usia ekstrim, dalam terapi kronotropik negatif, atau sedang dalam tindakan operasi yang berhubungan dengan reflek okulokardiak (Morgan dkk., 2006).

Pasien dengan gangguan fungsi ventrikel dapat mengalami penurunan curah jantung yang drastis sebagai akibat penurunan tekanan pengisian ventrikel dan kontraktilitas. Meskipun konsumsi oksigen miokard dan aliran darah koroner menurun, produksi laktat sinus koroner akan meningkat pada beberapa pasien. Hal

ini mengindikasikan adanya suatu mismatch antara permintaan dan penyediaan oksigen miokard (Morgan dkk., 2006).

Menurut Aun dan Major (1984), pada kondisi tanpa disertai penyakit kardiovaskular, dosis induksi 2-2,5 mg/kgBB menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik sebesar 25 sampai 40%. Begitu juga tampak pada tekanan arterial rerata dan tekanan darah diastolik. Reich dkk. (2005) mendapatkan 9% pasien mengalami hipotensi berat 0 sampai 10 menit setelah induksi anestesi umum.

Penurunan tekanan arterial berkaitan dengan penurunan curah jantung/indeks jantung (15%), indeks volume sekuncup (20%), dan tahanan pembuluh darah sistemik (15-25%) (Prys-Roberts dkk., 1983; Coates dkk., 1987). Indeks kerja sekuncup ventrikel kiri juga mengalami penurunan (30%) (Claeys dkk., 1988). Penurunan tekanan darah sistemik setelah dosis induksi propofol tampaknya disebabkan oleh vasodilatasi dan depresi miokard. Kedua efek tersebut tergantung pada dosis dan konsentrasi plasma (Pagel dan Warltier, 1993). Efek vasodilatasi propofol disebabkan oleh penurunan aktivitas simpatis (Ebert dkk., 1992) dan efek langsung mobilisasi kalsium intraselular otot polos (Xuan dkk., 1996).

Duta V (2012) dalam penelitiannya mengungkapkan pemberian efedrin 0,2 mg/kgBB secara signifikan dapat mencegah penurunan tekanan darah setelah pemberian propofol dibandingkan dengan pemberian cairan kristaloid 20 ml/kg 15 menit sebelum induksi propofol. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Singh V (2005) yang menyatakan pemberian efedrin 10-20 mg dapat menumpulkan respon hipotensi yang diakibatkan oleh pemberian bolus induksi propofol 2 mg/kgBB.

Respirasi

Seperti barbiturat, propofol merupakan suatu depressant pernapasan yang dalam, yang biasanya menyebabkan apneu setelah dosis induksi. Sebagian besar studi menunjukkan propofol menyebabkan depresi respirasi yang menurunkan laju respirasi begitu juga volume tidal (Goodman 1987). Bahkan ketika digunakan untuk pemberian sedasi dengan dosis subanestesi, propofol menghambat hypoxic ventilatory drive dan menekan respon normal terhadap hiperkarbia. Depresi reflek jalan nafas atas yang diinduksi oleh propofol lebih baik daripada thiopental dan terbukti sangat menolong selama intubasi atau insersi LMA tanpa pemakaian pelumpuh otot. Meskipun propofol dapat menyebabkan pelepasan histamin, induksi dengan propofol dapat menyebabkan timbulnya

wheezing pada penderita asma maupun bukan asma, dengan angka kejadian yang lebih rendah dibandingkan dengan barbiturat atau etomidat, dan hal ini tidak dikontraindikasikan pada pasien-pasien yang menderita asma (Morgan dkk., 2006).

Serebral

Seperti barbiturate, propofol terikat dengan reseptor GABA tapi juga memiliki mekanisme kerja melibatkan berbagai reseptor protein. Efek cerebralnya adalah hipnotik dan mungkin juga analgetik (Canavero 2004, Zacny 1996). Pada Pasien dengan patologi intrakranial, propofol seperti kebanyakan agen induksi anestesi, menurunkan CBF, Meningkatkan CVR dan menurunkan CMRO2

Propofol mengurangi aliran darah serebral dan tekanan intrakranial. Pada pasien-pasien dengan tekanan intrakranial yang meningkat, propofol dapat menyebabkan penurunan kritis tekanan perfusi serebral (<50 mmHg), kecuali jika dilakukan tindakan untuk menopang tekanan arterial rerata. Propofol dan thiopental bisa memberikan derajat proteksi serebral yang sama selama iskemia fokal.

Yang unik dari propofol adalah efek anti gatalnya. Efek antiemetiknya (memerlukan konsentrasi propofol 200 ng/mL dalam darah) membuat propofol sebagai obat yang lebih disukai untuk pasien anestesi rawat jalan. Induksi kadang- kadang disertai oleh gejala eksitasi seperti kejang otot, gerakan spontan, opistotonus, atau cegukan, mungkin akibat terjadinya antagonis glisin subkortikal. Meski reaksi-reaksi ini kadang-kadang bisa menyerupai kejang tonik–klonik, propofol tampaknya secara predominan memiliki efek anti kejang (dengan kata lain, menekan lonjakan), yang berhasil digunakan untuk mengakhiri status epileptikus, dan dapat dengan aman diberikan pada pasien epilepsi. Propofol menurunkan tekanan intraokular. Toleransi tidak terjadi setelah pemberian propofol jangka panjang (Morgan dkk., 2006).

Dalam dokumen TESIS PEMBERIAN EFEDRIN 50 MCG KGBB INTR (Halaman 34-38)

Dokumen terkait