• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

D. Efektivitas

Menurut Sumarsan (2010: 83) efektivitas merupakan hubungan antara keluaran suatu pusat pertanggungjawaban dengan sasaran yang harus dicapainya. Semakin besar kontribusi keluaran yang dihasilkan terhadap nilai pencapaian sasaran tersebut, maka dapat dikatakan semakin efektif juga unit tersebut.

Menurut Robbins seperti yang dikutip oleh Kusdi (2009: 92) efektivitas didefinisikan sebagai sejauh mana suatu organisasi mampu merealisasikan berbagai tujuannya. Lebih lanjut Robbins (dalam Kusdi, 2009: 93) mendefinisikan efektivitas organisasi sebagai: the degree to which an organization attains its short-(ends) and long-term (means) goals, the selection of which reflects strategic contituencies, the self-interest of the evaluator, and the life stage of the organization. Jadi menurut definisi ini, efektivitas organisasi adalah sejauh mana organisasi mencapai berbagai sasaran (jangka pendek) dan tujuan (jangka panjang) yang telah ditetapkan, dimana penetapan sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan itu mencerminkan konstituen strategis, kepentingan subjektif penilai, dan tahap pertumbuhan organisasi.

Menurut Abdul Halim dan Theresia Damayanti (2007: 75) efektivitas berarti tingkat pencapaian hasil program kerja dengan target yang ditetapkan. Efektivitas merupakan perbandingan antara outcome dengan output. Outcome

commit to user

seringkali dikaitkan dengan tujuan (objectives) atau target yang hendak dicapai. Jadi dapat dikatakan bahwa efektivitas berkaitan dengan pencapaian tujuan.

Cristiano Codagnone dalam European Journal of ePractice, Efficiency and Effectiveness (2008: 5) mengemukakan:

Government spending is financed through taxation, which can create distortion in resource allocation. It is, thus, important to measure its results in terms of efficiency and effectiveness to ensure that they foster both economic growth and social cohesions and contribute to the Lisbon agenda (Mandl et al 2008:2). While eGovernment spending is of a much smaller order of magnitude, the measurement of its result is also important as such and in relation to the its promised contribution to make government as a whole more efficient and effective.”

(Pengeluaran pemerintah dibiayai melalui perpajakan, yang dapat membuat penyimpangan dalam alokasi sumber daya. Hal ini, dengan demikian, penting untuk mengukur hasilnya dalam hal efisiensi dan efektivitas untuk memastikan bahwa mereka mendorong baik pertumbuhan ekonomi dan cohesions sosial dan memberikan kontribusi pada agenda Lisabon (Mandl dkk 2008: 2). Sementara anggaran eGovernment adalah suatu tatanan yang jauh lebih kecil besarnya, pengukuran hasilnya juga penting, serta dalam kaitannya dengan kontribusinya menjanjikan akan membuat pemerintah secara keseluruhan lebih efisien dan efektif.)

Lebih lanjut Cristiano Codagnone (2008: 10) mendefinisikan efektivitas sebagai berikut:

“ Effectiveness = the relationship between the sought and achieve results for the constituencies, or “spending wisely.”

(Efektivitas = hubungan antara yang dicari/target dan capaian hasil untuk konstituen, atau "membelanjakan uang dengan bijaksana)

Sedangkan menurut Devas (1989: 144) efektivitas mengukur hubungan antara hasil pungut suatu pajak dan potensi hasil pajak itu, dengan anggapan semua wajib pajak membayar pajak masing-masing, dan membayar seluruh pajak terhutang masing-masing. Lebih lanjut Devas (1989: 144-145) mengemukakan bahwa efektivitas menyangkut semua tahap administrasi penerimaan pajak yang

commit to user

meliputi: penentuan wajib pajak, penetapan nilai kena pajak, pemungutan pajak, penegakan sistem pajak, dan pembukuan penerimaan.

1. Menentukan Wajib Pajak

Dalam hal ini harus ada prosedur pajak yang menyulitkan bagi wajib pajak untuk menyembunyikan hutang pajaknya. Hal tersebut dapat dibantu dengan pembayaran secara otomatis, bila ada orang harus menunjukkan identitas, bila identitas dapat dikaitkan dengan sumber-sumber informasi yang lain, dan bila objek pajak sudah jelas sekali.

2. Menetapkan Nilai Pajak Terhutang

Nilai pajak terhutang harus ditentukan dengan cermat, dan ini melibatkan wajib pajak atau petugas pajak (atau keduanya) dalam menentukan nilai sesungguhnya dari objek pajak dan dalam menentukan tarif pajak yang benar. Hal-hal yang dapat membantu adalah bila penetapan bersifat otomatis, bila tarif umum diketahui dan petugas tidak memiliki wewenang menentukan sendiri, dan bila ada catatan lain yang dapat digunakan untuk membandingkan nilai terhutang sebenarnya.

Semakin besar wewenang petugas pajak dalam menentukan pajak terhutang, dan semakin besar peluang untuk “berunding” dengan wajib pajak, semakin kurang cermat besar pajak terhutang yang dihasilkan. Kerjasama antara petugas pajak dengan wajib pajak tidak dapat dilenyapkan sama sekali, hanya dapat dikurangi, dengan cara memisahkan fungsi menetapkan nilai pajak terhutang dan fungsi memungut pajak, dan dengan memeriksa ulang (oleh orang lain) nilai pajak terhutang.

commit to user

3. Memungut Pajak

Memungut pajak terhutang pada waktunya dapat lebih mudah: bila pembayaran bersifat otomatis, bila pembayaran dapat dipancing, dan bila ancaman hukuman atas kelalaian membayar pajak cukup berat dan ada kemungkinan ditegaskan sehingga dapat berlaku sebagai alat untuk menakut-nakuti.

4. Pemeriksaan Kelalaian Pajak

Untuk mengetahui wajib pajak yang belum memenuhi kewajibannya dibutuhkan sistem catatan yang baik, sehingga kelalaian pembayaran pajak dapat segera diketahui dan dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan silang dengan jenis-jenis pajak daerah yang lain. Sistem ini harus dilengkapi dengan prosedur untuk menegakkan pajak dan sungguh-sungguh dijalankan. 5. Prosedur Pembukuan Yang Baik

Prosedur pembukuan yang baik dibutuhkan agar semua pajak yang dipungut petugas pajak benar-benar dibukukan dan masuk rekening pemerintah. Untuk itu diperlukan langkah-langkah untuk mencegah kehilangan atau pencurian hasil pajak, pembukuan yang cermat, pemeriksaan silang oleh berbagai petugas, dan sistem pengawasan keuangan.

Lebih lanjut Devas (1989: 145) menjelaskan bahwa efektivitas merupakan hubungan antara hasil pungutan suatu pajak dengan potensi pajak yang bersangkutan. Indikator efektivitas adalah rasio antara hasil pungutan suatu pajak dengan potensi hasil pajak, dengan asumsi bahwa semua yang seharusnya membayar (wajib pajak), benar-benar membayar pajak yang menjadi

commit to user

kewajibannya pada tahun berjalan, dan membayar semua jumlah yang seharusnya dibayarkan.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat efektivitas pajak merupakan perbandingan antara realisasi penerimaan pajak terhadap target penerimaan pajak yang memungkinkan apakah besarnya pajak sesuai dengan target atau anggaran yang ada.

Sehingga tingkat efektivitas retribusi pasar dapat diformulasikan sebagai berikut:

Tingkat Efektivitas Realisasi Pendapatan

Anggaran Pendapatan x 100%

Dengan perhitungan di atas dapat diketahui besarnya efektivitas penarikan Retribusi Pasar, dengan asumsi bahwa semakin besar angka efektivitas yang diperoleh, maka semakin tinggi tingkat efektivitasnya. Angka efektivitas ini menunjukkan kemampuan memungut dan mengukur apakah tujuan aktivitas pemungutan dapat dicapai. Dengan demikian, semakin besar efektivitas menunjukkan semakin efektif aktivitas pemungutannya. Artinya, semakin besar kemampuan memungutnya dan tujuan aktivitas pemungutan semakin mendekati untuk dapat dicapai (Kesit Bambang Prakosa, 2005: 144).

Untuk dapat menentukan apakah penarikan retribusi telah efektif atau belum, diperlukan adanya suatu kriteria efektivitas. Departemen Dalam Negeri dengan Kepmendagri No.690.900-327 Tahun 1996 seperti yang dikutip

commit to user

A.A.N.B. Dwiranda (http://ejournal.Unud.ac.id) mengkategorikan kemampuan efektivitas ke dalam lima kriteria, yaitu sebagai berikut:

a. > 100% : sangat efektif b. > 90% - 100% : efektif c. > 80% - 90% : cukup efektif d. > 60% - 80% : kurang efektif e. ≤ 60% : tidak efektif

Menurut berbagai teori efektivitas yang ada, peneliti memilih teori dari Devas (1989: 144) yang mengemukakan bahwa efektivitas menyangkut semua tahap administrasi penerimaan pajak yang meliputi: penentuan wajib pajak, penetapan nilai kena pajak, pemungutan pajak, penegakan sistem pajak, dan pembukuan penerimaan, yang merupakan efektivitas dari segi prosesnya. Lebih lanjut Devas (1989: 145) menjelaskan bahwa efektivitas merupakan hubungan antara hasil pungutan suatu pajak dengan potensi pajak yang bersangkutan, yang merupakan efektivitas dari segi hasilnya. Indikator efektivitas adalah rasio antara hasil pungutan suatu pajak dengan potensi hasil pajak, dengan asumsi bahwa semua yang seharusnya membayar (wajib pajak), benar-benar membayar pajak yang menjadi kewajibannya pada tahun berjalan, dan membayar semua jumlah yang seharusnya dibayarkan. Peneliti menggunakan teori ini untuk mengetahui efektivitas retribusi pasar dikarenakan teori ini merupakan teori yang paling relevan untuk penelitian ini dibandingkan dengan teori-teori lain.

commit to user

Dokumen terkait