commit to user
i
EFEKTIVITAS PENARIKAN RETRIBUSI PASAR
DI KOTA SURAKARTA
Disusun oleh:
NIKEN RUSI PAMUNGKAS
D0108087
S K R I P S I
Disusun Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Ilmu Administrasi
ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
commit to user
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Telah Diuji dan Disahkan Oleh Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Pada hari : Kamis
Tanggal : 28 Juni 2012
Panitia Penguji :
1. Dra. Hj. Lestariningsih, M.Si ( ……… ) NIP. 19531009 198003 2 003 Ketua
2. Drs. Suryatmojo, M.Si ( ……… )
NIP. 19530812 198601 1 001 Sekretaris
3. Drs. Sukadi, M.Si ( ……… ) NIP. 19470820 197603 1 001 Penguji
Mengetahui, Dekan
commit to user
iv MOTTO
Memayu hayuning pribadi; memayu hayuning kulawarga; memayu hayuning sesama; memayu hayuning bawana”.
(Kata-kata Bijak)
“Dari-Mu yang tak pernah terlihat,mulai nampak, merangkak, berjalan & menunduk. Dari putih bersinergi dengan hitam dan asa sebuah warna... Sebuah perjalanan menuju malam, api pun akan padam, dari yang ada menuju ketiadaan.. segala arah menuju Manunggaling Kawulo Gusti”
(Hantyan G T R)
Jangan batasi dirimu dengan kata “Menyerah”. Kegagalan hanya sementara. Percaya diri, terus berusaha, dan katakan “AKU BISA”. Dan
apapun yang terjadi, jangan dijadikan beban. Berserah diri sepenuhnya pada Tuhan, dan yakin Tuhan telah merencanakan yang terbaik.
commit to user
v
PERSEMBAHAN
♥
♥
♥
☺
♥ ! " ! # $ % &
% ' ( " ) * + )
&,,- ") "
♥ . // ) " ! * %
♥ " " ) &,,- 0)$
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Efektivitas Penarikan Retribusi Pasar di Kota Surakarta” ini
merupakan tugas akhir penulis dalam menyelesaikan studi dan memenuhi salah
satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana sosial di Program Studi Ilmu
Administrasi Negara, Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (FISIP), Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta.
Dalam kesempatan ini dengan segenap ketulusan dan kerendahan hati,
penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu,
mengarahkan dan memberi dorongan hingga tersusunnya skripsi ini. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Drs. Sukadi, M.Si selaku Pembimbing, yang senantiasa memberi bimbingan,
arahan, dan motivasi dengan sabar dan ikhlas sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini.
2. Drs. Ali, M.Si selaku Pembimbing Akademik, terima kasih atas bimbingan
akademis yang telah diberikan selama ini.
3. Prof. Pawito, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret.
4. Drs. Is Hadri Utomo, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret.
5. Segenap dosen Jurusan Ilmu Administrasi yang telah memberikan
pengetahuan dan pemikirannya selama penulis menempuh studi.
6. Bapak Anton Herdinarto, S.Sos selaku Sekretaris Dinas Pengelolaan Pasar
Kota Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian dalam rangka
penyusunan skripsi ini.
7. Bapak Nanang Slamet Sukatno, SE selaku Kepala Seksi Pembukuan Bidang
commit to user
vii
memberikan bantuan, informasi, dan semua hal yang penulis butuhkan demi
kelancaran skripsi ini.
8. Petugas yang terlibat dalam penarikan retribusi pasar yang banyak
memberikan informasi dalam penyusunan skripsi ini.
9. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam proses penyusunan
skripsi ini.
10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya akan keterbatasan dan kemampuan dalam
skripsi ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat
bagi semua pihak. Amin.
Surakarta, Juni 2012
commit to user
ix
F. Validitas Data ... 43
G. Teknik Analisa Data ... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 47
B. Efektivitas Penarikan Retribusi Pasar di Kota Surakarta ... 65
C. Tingkat Efektivitas Penarikan Retribusi Pasar ... 94
D. Hambatan-hambatan yang Dihadapi dan Upaya untuk Mengatasinya 97
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 102
B. Saran ... 104
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Target dan Realisasi PAD Kota Surakarta Tahun
Anggaran 2007-2011 ... 5
Tabel 1.2 Realisasi Retribusi Pasar Kota Surakarta Tahun
Anggaran 2007-2011 ... 6
Tabel 4.1 Komposisi Pegawai Negeri Sipil Dinas Pengelolaan
Pasar Kota Surakarta Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Formal Per 1 Desember 2011 ... 61
Tabel 4.2 Komposisi Pegawai Dinas Pengelolaan Pasar
Kota Surakarta Berdasarkan Kepangkatan
Tahun 2011 ………... 62
Tabel 4.3 Jenis Pasar Berdasarkan Klasifikasi Pasar
Kota Surakarta ... 63
Tabel 4.4 Dasar Tingkat Penggunaan Jasa ... 77
Tabel 4.5 Tarif Retribusi Pelayanan Pasar ... 78
Tabel 4.6 Penetapan Kelas Pasar dan Taksiran Nilai
Tempat Dasaran Pasar ………... 79
Tabel 4.7 Kriteria Pengukuran Efektivitas …... 95
Tabel 4.8 Efektivitas Penarikan Retribusi Pasar Kota Surakarta
Tahun Anggaran 2011 ………... 95
Tabel 4.9 Kriteria Efektivitas Penarikan Retribusi Pasar Kota Surakarta
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran ... 31
Gambar 3.1 Model Analisis Interaktif ... 46
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Dinas Pengelolaan Pasar
Kota Surakarta ... 57
Gambar 4.2 Contoh Surat Hak Penempatan (SHP) ... 69
Gambar 4.3 Contoh Kartu Tanda Pengenal Pedagang (KTPP) ... 72
Gambar 4.4 Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemungutan
commit to user
xii ABSTRAK
Niken Rusi Pamungkas. D0108087. Efektivitas Penarikan Retribusi Pasar di Kota Surakarta. Skripsi. Jurusan Ilmu Administrasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2012. 105 Halaman.
Sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah, retribusi pasar diharapkan mampu mempunyai potensi serta prospek yang cerah melihat keberadaan pasar di Kota Surakarta yang jumlahnya cukup banyak, yaitu 43 pasar. Realisasi penerimaan retribusi pasar yang mengalami peningkatan dan penurunan menunjukkan bahwa potensi retribusi pasar masih dapat untuk dioptimalkan. Penerimaan retribusi pasar tidak lepas dari penarikan retribusi pasar itu sendiri. Dengan penarikan retribusi pasar yang efektif diharapkan dapat meningkatkan penerimaan retribusi pasar sehingga penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terus meningkat sehingga dapat memperlancar pembangunan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penarikan retribusi pasar di Kota Surakarta serta hambatan-hambatan yang dihadapi dan upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif yang dilaksanakan di Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara dengan narasumber dan arsip atau dokumen yang berkaitan dengan penelitian. Teknik pengumpulan data yaitu dengan cara wawancara dan dokumentasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Sedangkan untuk validitas data dilakukan dengan triangulasi data. Teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif.
Hasil penelitian dapat diketahui bahwa penarikan retribusi pasar di Kota Surakarta dari segi prosesnya sudah efektif. Efektivitas menyangkut semua tahap administrasi penerimaan retribusi yang meliputi penentuan wajib retribusi, penetapan nilai kena retribusi, pemungutan retribusi, penegakan sistem retribusi, dan pembukuan penerimaan. Efektivitas dalam penentuan wajib retribusi sudah efektif karena sudah ada prosedur dan persyaratan-persyaratan yang ada seperti identitas wajib retribusi meliputi SHP dan KTPP. Efektivitas penetapan nilai kena retribusi sudah efektif karena tarif retribusi pasar sudah diketahui dan petugas tidak memiliki wewenang menentukan sendiri. Pemungutan retribusi pasar sudah efektif karena sudah sesuai dengan aturan yang ada. Penegakan sistem retribusi sudah efektif karena petugas dapat melakukan penyegelan yang menunjukkan bahwa pemerintah tidak main-main dan benar-benar tegas dalam menjalankan peraturan. Pembukuan penerimaan retribusi pasar sudah efektif. Retribusi pasar yang dipungut dibukukan secara cermat dan melalui tahap-tahap untuk mencegah kebocoran hasil retribusi. Apabila dilihat dari segi hasil penarikan, kriteria efektivitas besarnya penarikan retribusi pasar secara keseluruhan pada tahun anggaran 2011 adalah cukup efektif. Hambatan-hambatan yang dihadapi adalah kurangnya ketertarikan pedagang untuk menempati los dan kios yang kosong dan keterbatasan SDM. Sedangkan upaya yang dilakukan adalah dengan mengadakan sosialisasi dan meningkatkan mutu petugas pelaksana retribusi.
commit to user
commit to user
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya dengan
Pancasila sebagai dasar, tujuan dan pedoman Pembangunan Nasional. Oleh
karena itu, Pembangunan Nasional harus dilaksanakan merata di seluruh tanah
air dan harus benar-benar dirasakan oleh seluruh rakyat sebagai perbaikan
tingkat hidup yang berkeadilan sosial yang menjadi tujuan dan cita-cita
kemerdekaan Indonesia.
Pemerintah Indonesia masih terus berusaha untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat baik material maupun spiritual dalam rangka
mewujudkan tercapainya Pembangunan Nasional yang telah dicita-citakan.
Dalam hal ini dibutuhkan adanya suatu kerjasama atau hubungan timbal balik
antara Pemerintah dengan seluruh Warga Negara Indonesia meliputi seluruh
aspek kehidupan dalam masyarakat baik di bidang ekonomi, politik, hukum,
maupun dari aspek sosial budaya agar tercipta adanya keharmonisan yang
terpadu dan serasi.
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah selain memberikan keleluasaan bagi masing-masing
daerah untuk menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri, juga
commit to user
yang dimiliki secara optimal. Hal ini dikarenakan setiap daerah dirasa lebih
mengenal dan mengetahui apa yang menjadi potensi daerah, yang mempunyai
peluang untuk dikembangkan, dan apa yang menjadi kekurangan dari
masing-masing daerah untuk selanjutnya diperbaiki. Karena pada dasarnya konsep
dasar otonomi daerah adalah pemerintah pusat memberikan kewenangan yang
luas kepada daerah untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan
daerah masing-masing. Dengan demikian, daerah akan menjadi kreatif untuk
menciptakan kelebihan dalam menunjang kegiatan ekonomi dan pembangunan
daerah, mampu mendorong daerah untuk berprakarsa lebih nyata dan mandiri
dalam merumuskan berbagai prioritas strategi daerah melalui kewenangan
penuh kepada daerah untuk merencanakan, melaksanakan, mengawasi,
mengendalikan, dan mengevalusi berbagai kebijakan sesuai dengan aspirasi
masyarakat.
Seperti yang tertuang dalam Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yaitu : “Otonomi daerah adalah
hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan”. Kewenangan daerah yang dimaksud
adalah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali
kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan
moneter, fiskal, dan agama, serta kewenangan bidang lain. Dimana
kewenangan bidang lain tersebut meliputi kebijakan tentang perencanaan
commit to user
perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga
perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia,
pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis,
konservasi, dan standarisasi nasional. Pelaksanaan Otonomi Daerah perlu
dibarengi dengan antisipasi daerah terhadap segala implikasinya. Salah
satunya adalah tuntutan bagi Pemerintah Daerah agar mandiri dalam
membiayai sebagian besar anggaran pembangunannya. Kemandirian itu dapat
dilihat dari soal pembiayaan atau dana untuk daerah masing-masing dapat
mencukupi atau tidak. Hal itu termasuk apakah daerah itu dapat menggali
segala sumber keuangan yang potensial dari daerah itu sendiri atau tidak,
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu tolok
ukur keberhasilan dalam mencapai kemandirian tersebut dapat dilihat dari
capaian hasil Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Berkaitan dengan sumber-sumber penerimaan daerah, Pasal 157
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pendapatan daerah adalah :
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu :
a. Hasil pajak daerah;
b. Hasil retribusi daerah;
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
d. Lain-lain PAD yang sah;
2. Dana perimbangan; dan
commit to user
Sedangkan dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah menyebutkan lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yang sah adalah sebagai berikut:
1. Hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan;
2. Jasa giro;
3. Pendapatan bunga;
4. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan
5. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.
Sumber-sumber pendapatan daerah tersebut di atas perlu terus dikelola
dan diupayakan peningkatannya sehingga berperan dalam rencana
kemandirian pemerintah daerah yang tidak ingin bergantung dari APBN dan
daerah di atasnya. Kota Surakarta sebagai salah satu daerah otonomi yang
berada di wilayah Jawa Tengah selalu berusaha untuk meningkatkan
penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) seiring dengan meningkatnya
kebutuhan daerah.
Secara umum, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surakarta
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dari target yang ditetapkan oleh
Pemerintah Kota Surakarta. Hal tersebut dapat dilihat dari data mengenai
target dan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surakarta selama 5
(lima) tahun anggaran, yaitu mulai dari tahun anggaran 2007 sampai dengan
commit to user
Tabel 1.1
Target dan Realisasi PAD Kota Surakarta
Tahun Anggaran 2007-2011
Tahun
Anggaran Target (Rp) Realisasi (Rp)
Prosentase Pencapaian
2007 88.034.379.000 89.430.977.982 101,59%
2008 96.199.901.000 102.929.501.970 106,99%
2009 110.842.157.600 101.972.318.682 92%
2010 114.555.527.815 114.141.348.062 99,64%
2011 159.164.782.000 159.165.544.480 100,001%
Sumber : DPPKAD Kota Surakarta (diolah)
Sesuai dengan tabel di atas dapat dikatakan bahwa penerimaan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surakarta naik dari tahun ke tahun.
Hanya saja pada tahun 2009 penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Target anggaran tidak tercapai
dengan baik pada tahun 2009 dan tahun 2010, tetapi untuk tahun-tahun
selanjutnya target tersebut dapat tercapai dengan baik.
Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) tersebut tidak lepas dari
kontribusi penerimaan sumber-sumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yang salah satunya adalah Retribusi Daerah. Retribusi Daerah diperoleh dari
pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat.
Diantara bermacam-macam Retribusi Daerah tersebut salah satunya adalah
retribusi pasar. Pasar (tradisional) sebagai sarana dari usaha sektor informal
berperan dalam menciptakan dan memperluas lapangan pekerjaan, terutama
bagi tenaga kerja yang kurang memiliki kemampuan dan keahlian yang
commit to user
yang mereka miliki. Kelompok pedagang pasar tradisional sebagai bagian dari
kelompok usaha kecil adalah kelompok usaha yang tak terpisahkan dari aset
pembangunan nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan peranan
yang sangat strategis dalam turut mewujudkan tujuan pembangunan nasional
pada umumnya dan tujuan pembangunan ekonomi pada khususnya.
Keberadaan pasar di Kota Surakarta jumlahnya cukup banyak, terdapat
43 pasar tradisional yang diantaranya adalah Pasar Klewer, Pasar Nusukan,
Pasar Gedhe, Pasar Legi, Pasar Kembang, Pasar Kliwon, Pasar Sangkrah,
Pasar Triwindu, Pasar Depok, dan lain sebagainya. Sehingga dapat dilihat
bahwa banyaknya pasar di Kota Surakarta sangat berpengaruh terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) karena adanya pungutan retribusi pasar di
pasar-pasar tersebut. Berikut ini adalah gambaran mengenai realisasi retribusi
pasar Kota Surakarta dari tahun anggaran 2007 sampai dengan tahun 2011.
Tabel 1.2
Target dan Realisasi Penerimaan Retribusi Pasar Kota Surakarta
Tahun Anggaran 2007-2011
1. 2007 6.237.080.000 5.703.392.435 91,44
2. 2008 5.537.330.000 6.200.698.420 111,98
3. 2009 6.200.696.000 6.173.387.525 99,56
4. 2010 6.586.404.000 6.322.989.554 96,00
5. 2011 7.245.042.000 6.262.442.435 86,44
Sumber : Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa selama kurun waktu 5 (lima)
tahun terakhir yaitu dari tahun anggaran 2007 sampai dengan tahun anggaran
commit to user
penurunan. Retribusi pasar mengalami peningkatan pada tahun 2008 dan
tahun 2010. Akan tetapi pada tahun 2009 dan tahun 2011 mengalami
penurunan. Penerimaan retribusi tertinggi yaitu pada tahun 2010 yaitu sebesar
Rp.6.322.989.554,00 dan penerimaan retribusi terendah pada tahun 2007 yaitu
sebesar Rp.5.703.392.435,00. Retribusi pasar dapat mencapai target hanya
pada tahun anggaran 2008 yaitu prosentase pencapaian targetnya 111,98 %,
sedangkan untuk tahun anggaran lain retribusi pasar tidak dapat mencapai
target yang ditetapkan.
Gambaran mengenai realisasi penerimaan retribusi pasar yang
mengalami peningkatan dan penurunan menunjukkan bahwa potensi retribusi
pasar sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih dapat untuk
dioptimalkan sehingga penerimaan retribusi pasar dapat selalu mengalami
peningkatan. Penerimaan retribusi pasar tidak lepas dari penarikan retribusi
pasar itu sendiri. Dengan penarikan retribusi pasar yang efektif diharapkan
dapat meningkatkan penerimaan retribusi pasar sehingga penerimaan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terus meningkat dan dapat memperlancar
pembangunan.
Untuk mencapai hal tersebut pemerintah harus melakukan perbaikan
dan penyempurnaan dalam bidang keuangan daerah yang dikelola secara
efektif. Salah satu perbaikan dan penyempurnaan tersebut adalah
dilakukannya pertanggungjawaban keuangan oleh pemerintah daerah dan
penilaian kinerja keuangan daerah otonom agar dapat diketahui sejauh mana
commit to user
otonomi khususnya di bidang keuangan. Dimensi efektivitas keuangan daerah
otonom merupakan salah satu indikator keberhasilan daerah dalam
merealisasikan penerimaan yang dianggarkan. Dengan demikian, perlu
dilakukan penilaian kinerja keuangan daerah yang lebih komprehensif.
Penarikan retribusi pasar tidak lepas dari peranan Dinas Pengelolaan
Pasar Kota Surakarta. Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta sebagai unsur
pelaksana Pemerintah Kota Surakarta di bidang pengelolaan pasar serta
sebagai dinas penggali penerimaan retribusi pasar berkomitmen tinggi agar
penerimaan pasar dapat meningkat dan mencapai hasil yang optimal, sehingga
diharapkan mampu memberikan kontribusi maksimal terhadap Pendapatan
Asli Daerah (PAD) sebagai sumber pembiayaan dalam menggerakkan roda
pemerintahan dan pembangunan daerah. Berdasarkan latar belakang yang
telah dikemukakan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian
dengan judul: “EFEKTIVITAS PENARIKAN RETRIBUSI PASAR DI
KOTA SURAKARTA”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka
disusun perumusan masalah sebagai berikut :
commit to user
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui efektivitas penarikan retribusi pasar di Kota
Surakarta.
b. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi dalam
efektivitas penarikan retribusi pasar dan upaya yang dilakukan untuk
mengatasi hambatan tersebut.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk menambah pengetahuan dan aspek ilmu administrasi dalam
teori dan praktek.
b. Sebagai sarana untuk dapat menyumbangkan gagasan dan pemikiran
guna perkembangan ilmu pengetahuan administrasi pada umumnya.
c. Untuk memperoleh data yang lengkap dan jelas sebagai bahan untuk
menyusun penulisan administrasi sebagai persyaratan dalam mencapai
gelar kesarjanaan di bidang ilmu administrasi di Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu
commit to user
b. Dapat menambah pengetahuan tentang efektivitas penerimaan retribusi
pasar di Kota Surakarta.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk memberikan masukan bagi semua pihak yang berkepentingan
serta memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.
b. Untuk memberikan masukan atau sumbangan pemikiran bagi
commit to user
11 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Keuangan Daerah
Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan
daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah self-supporting
dalam bidang keuangan. Dengan kata lain, faktor keuangan merupakan faktor
esensial dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan
otonominya (Kaho, 1991: 123)
Pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan
efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan
pembangunan. Keuangan inilah yang merupakan salah satu kriteria untuk
mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya
sendiri.
Agar daerah dapat mengurus rumah tangganya sendiri dengan
sebaik-baiknya, maka kepadanya perlu diberikan sumber pembiayaan yang cukup. Akan
tetapi mengingat tidak semua sumber pembiayaan dapat diberikan kepada daerah,
maka kepada daerah diwajibkan untuk menggali sumber keuangan sendiri
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1. Pendapatan Daerah
Berdasarkan Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
commit to user
sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan.
Pendapatan Daerah bersumber dari :
a. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh Daerah
yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
b. Dana Perimbangan
Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan
Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
Robert Fouchet dan Marcel Guenoun dalam Int. J. Public Sector
Performance Management, Performance Management in Intermunicipal
Authorities (2007: 81) mengemukakan :
“ Decentralisation is an administrative system allowing a human community or a public service to manage themselves according to the legislation. They possess a juridical personality, with self-authority and resources. Its purpose is to better manage a public service or a public activity, thanks to a public organisation different from the state and from local governments. Most of the time, it is a public institution which is autonomous in terms of management.”
commit to user
Sumber-sumber dari Dana Perimbangan yang disebutkan pada
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, adalah :
1) Dana Bagi Hasil
Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk
mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
2) Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai
kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
3) Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah
tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus
yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
c. Lain-lain Pendapatan
Lain-lain pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan
dana darurat. Pendapatan ini bertujuan memberi peluang kepada Daerah
untuk memperoleh pendapatan selain Pendapatan Asli Daerah, Dana
commit to user
2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pengertian tentang Pendapatan Asli Daerah tidak sama dengan
Pendapatan Daerah. Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu sumber
pendapatan Daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang
dimaksud dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah “ Pendapatan daerah
yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah,
yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali
pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas
desentralisasi”.
Selanjutnya di dalam penjelasan Undang-Undang tersebut Pendapatan
Asli Daerah (PAD) merupakan “Penerimaan yang diperoleh daerah dari
sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan
peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Menurut Adrian Sutedi (2008: 12) mengenai Pendapatan Asli Daerah
(PAD) :
“ Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan tulang punggung pembiayaan daerah. Oleh karena itu, kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya kontribusi yang diberikan oleh Pendapatan Asli Daerah terhadap total APBD. Semakin besar kontribusi yang dapat diberikan terhadap APBD, berarti semakin kecil ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan pemerintah pusat sehingga otonomi daerah dapat terwujud.”
Dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 disebutkan
commit to user
a. Pajak Daerah;
b. Retribusi Daerah;
c. Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan
d. Lain-lain PAD yang sah, meliputi :
1) hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan;
2) jasa giro;
3) pendapatan bunga;
4) keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan
5) komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 158 ayat (1)
ditegaskan bahwa pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan
Undang-Undang yang pelaksanaannya di daerah diatur lebih lanjut dengan
Perda.
Menurut Adrian Sutedi (2008: 18) sumber keuangan yang berasal dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD) lebih penting daripada sumber-sumber
keuangan di luar Pendapatan Asli Daerah (PAD):
“ Dalam pelaksanaan otonomi daerah, sumber keuangan yang berasal dari pendapatan asli daerah lebih penting dibandingkan dengan sumber-sumber di luar pendapatan karena pendapatan asli daerah dapat dipergunakan sesuai dengan prakarsa dan inisiatif daerah, sedangkan bentuk pemberian pemerintah (nonPAD) sifatnya lebih terikat. ”
Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa Pendapatan Asli Daerah
(PAD) merupakan ujung tombak dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
commit to user
harus diimbangi oleh adanya Pendapatan Asli Daerah (PAD), sebagai media
penggerak program Pemerintah Daerah. Agar keberadaan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) berjalan lancar, maka jumlah pendapatan minimal seimbang
dengan pengeluaran artinya tidak besar pasak daripada tiang. Oleh karena itu
Pemerintah Daerah harus mempunyai strategi dalam pengelolaan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) terutama dalam meningkatkan Pendapatan Asli
Daerahnya.
B. Retribusi Daerah
1. Pengertian Retribusi
Definisi ataupun batasan pengertian retribusi banyak diberikan oleh
para ahli dengan memberikan definisi yang berbeda. Perbedaan tersebut
sebenarnya pada tekanannya saja. Pada umumnya dari berbagai definisi yang
saling berbeda tersebut sebenarnya saling melengkapi. Menurut Kamus Praktis
Bahasa Indonesia, retribusi didefinisikan sebagai “pengembalian, penggantian
kerugian, pemungutan uang oleh pemerintah”.
Rochmad Sumitro (dalam Adrian Sutedi, 2008: 83) memberikan
definisi retribusi sebagai “Pembayaran kepada daerah yang dilakukan oleh
mereka yang menggunakan jasa-jasa daerah”.
Sedangkan S. Munawir (dalam Adrian Sutedi, 2008: 83-84)
memberikan definisi retribusi :
commit to user
merasakan jasa balik dari pemerintah, maka dia tidak dikenakan iuran itu.”
Dari pendapat di atas, terlihat bahwa ciri-ciri mendasar dari retribusi adalah :
a. Retribusi dipungut oleh negara
b. Dalam pemungutan terdapat paksaan secara ekonomis
c. Adanya kontrapretasi yang secara langsung dapat ditunjuk
d. Retribusi dikenakan pada setiap orang/badan yang menggunakan jasa-jasa
yang disiapkan negara.
2. Pengertian Retribusi Daerah
Menurut Mardiasmo (2006: 14), retribusi daerah, yang selanjutnya
disebut retribusi adalah “Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan”.
Sedangkan menurut Azhari A. Samudra (1995: 273-274) memberikan
definisi Retribusi Daerah :
“ Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena jasa yang diberikan daerah. Dalam hal ini kekecualian tertentu, yaitu pembayaran yang dipungut oleh daerah sebagai penyelenggara perusahaan atau usaha yang dianggap sebagai perusahaan tidak dimaksudkan sebagai retribusi daerah.”
Pengertian retribusi daerah menurut Pasal 1 ayat (26) Undang Undang
Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
yaitu, “ Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan
commit to user
disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan
orang pribadi atau badan”.
Rohmat Sumitro (dalam Adrian Sutedi, 2008: 74) memberikan
definisi retribusi daerah :
“ Retribusi daerah adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas jasa atau karena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan, atau jasa yang diberikan oleh daerah baik secara langsung maupun tidak langsung.”
Dari pendapat tersebut dapat dilihat bahwa setiap pungutan yang
dilakukan pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang
diberikan kepada masyarakat, sehingga keleluasaan retribusi daerah terletak
pada yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Jadi, retribusi sangat berhubungan
erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah daerah kepada yang
membutuhkan.
Menurut Davey (dalam Adrian Sutedi, 2008: 75) pembayaran retribusi
harus memenuhi dua syarat, yaitu : 1) dasar untuk mengenakan retribusi
biasanya harus didasarkan pada total cost daripada pelayanan-pelayanan yang
disediakan; dan 2) dalam beberapa hal, retribusi biasanya harus didasarkan
pada kesinambungan harga jasa suatu pelayanan, yaitu atas dasar mencari
keuntungan. Menurut Josep Riwu Kaho, ada beberapa ciri retribusi, yaitu : 1)
retribusi dipungut oleh negara; 2) dalam pungutan terdapat paksaan secara
ekonomis; 3) adanya kontrapretasi yang secara langsung dapat ditunjuk; dan
4) retribusi dikenakan kepada setiap orang/badan yang menggunakan atau
commit to user
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa retribusi daerah
merupakan pungutan sebagai pembayaran atas pemakaian jasa yang diberikan
oleh Pemerintah Daerah. Jadi, secara umum keunggulan utama sektor retribusi
ialah karena didasarkan pada kontrapretasi, dimana tidak ditentukan secara
limitatif, seperti halnya sektor pajak. Pembatas utama sektor retribusi ialah
terletak pada ada atau tidaknya jasa yang disediakan Pemda. Oleh sebab itu,
sebenarnya Pemda dapat saja mengusahakan retribusi selama ia dapat
menyediakan jasa untuk itu.
3. Objek dan Penggolongan Retribusi
a. Objek Retribusi
Menurut Mardiasmo (2006: 16-17) objek retribusi daerah terdiri dari :
1) Jasa Umum, yaitu berupa pelayanan yang disediakan atau diberikan
Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum
serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
2) Jasa Usaha, yaitu berupa pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah
Daerah dengan menganut prinsip komersial.
3) Perizinan Tertentu, yaitu kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam
rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang
dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan
pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber
daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna
commit to user
b. Penggolongan Retribusi
Menurut Mardiasmo (2006: 15-16) jenis retribusi daerah dibagi menjadi
tiga golongan, yaitu :
1) Retribusi Jasa Umum
Retribusi Jasa Umum ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan
kriteria-kriteria sebagai berikut :
a) Retribusi Jasa Umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan
Retribusi Jasa Usaha atau Retribusi Perizinan tertentu;
b) Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi;
c) Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau
badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk
melayani kepentingan dan kemanfaatan umum;
d) Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi;
e) Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai
penyelenggaraannya;
f) Retribusi dapat dipanggul secara efektif dan efisien, serta
merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial;
dan
g) Pemungutan Retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut
commit to user
2) Retribusi Jasa Usaha
Retribusi Jasa Usaha ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan
kriteria sebagai berikut :
a) Retribusi Jasa Usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan
Retribusi Jasa Umum atau Retribusi Perizinan Tertentu; dan
b) Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang
seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai
atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum
dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintah Daerah.
3) Retribusi Perizinan Tertentu
Retribusi Perizinan Tertentu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
dengan kriteria-kriteria sebagai berikut :
a) Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang
diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi;
b) Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi
kepentingan umum; dan
c) Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin
tersebut dari biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari
perizinan tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari
commit to user
C. Retribusi Pasar
1. Pengertian Retribusi Pasar
Menurut Pasal 1 ayat (26) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 1
Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Pasar Tradisional,
“Retribusi pasar yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah
sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin pelayanan pasar yang
khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau Badan”.
Sedangkan pelayanan pasar menurut Kesit Bambang Prakoso (2005:
135) didefinisikan sebagai “ Fasilitas pasar tradisional/sederhana yang berupa
pelataran atau los yang dikelola oleh Pemerintah Daerah dan khusus yang
disediakan untuk pedagang, tidak termasuk yang dikelola oleh Perusahaaan
daerah Pasar”.
Selanjutnya menurut Kesit Bambang Prakoso (2005: 136) :
“ Subjeknya adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa ini. Tarif retribusi jasa umum pada dasarnya disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jenis-jenis retribusi yang berhubungan dengan kepentingan nasional.”
Sedangkan menurut Ahmad Yani (2002: 57) mengenai Retribusi
Pelayanan Pasar :
“ Pelayanan pasar adalah fasilitas pasar tradisional/sederhana berupa pelataran, los yang dikelola pemerintah daerah, dan khusus disediakan untuk pedagang, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan pihak swasta.”
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa retribusi pasar adalah
commit to user
berupa tempat dasaran, los dan/atau toko/ kios/ ruko yang dikelola
Pemerintah daerah, dan khusus disediakan untuk pedagang dan/atau Badan
Hukum.
Pedagang adalah mereka yang memakai tempat untuk berjualan secara
tetap maupun tidak tetap di pasar tersebut. Pemerintah daerah telah
menyediakan tempat yang berupa pasar sebagai tempat berjual-beli bagi
pedagang sehingga kepada mereka dikenakan pungutan retribusi. Dari
pungutan retribusi diperoleh kontrapretasi yang langsung dapat ditunjuk yaitu
tersedianya tempat-tempat tertentu yang digunakan untuk berdagang sesuai
dengan barang dagangan yang telah diatur oleh Dinas Pengelolaan Pasar
berdasarkan prinsip keteraturan dan keseragaman jenis barang.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Retribusi Pasar
a. Subjek dan Objek Retribusi Pasar
Menurut Pasal 2 ayat (3) Peraturan Walikota Surakarta Nomor 1-C
Tahun 2012 yang dimaksud subjek retribusi pasar adalah orang pribadi
dan Badan yang memperoleh fasilitas pelayanan pasar. Sedangkan objek
retribusi pasar adalah pelayanan penyediaan fasilitas pasar
tradisional/sederhana, berupa pelataran, los, kios yang dikelola Pemerintah
Daerah, dan khusus disediakan untuk pedagang. Pelayanan fasilitas pasar
yang dikelola oleh BUMN, BUMD, dan pihak swasta tidak termasuk
dalam objek retribusi. Retribusi pasar termasuk golongan retribusi jasa
commit to user
Fasilitas pasar mengenai dasaran terdiri dari :
1) Tempat Dasaran adalah bangunan berupa kios, los maupun tanah
lapang 1 (satu) plataran yang merupakan bagian dari pasar;
2) Kios adalah tempat berjualan di dalam lokasi pasar yang diizinkan dan
dipisahkan antara satu tempat dengan yang lain mulai dari lantai,
dinding, plafon dan atap yang sifatnya tetap atau permanen sebagai
tempat berjualan barang atau jasa.
3) Los adalah tempat berjualan di dalam lokasi pasar yang diizinkan yang
beralas permanen dalam bentuk memanjang tanpa dilengkapi dengan
dinding pembatas ruangan atau tempat berjualan dan sebagai tempat
berjualan barang atau jasa.
4) Pelataran adalah tempat atau lahan terbuka di area pasar yang
digunakan untuk ruang publik dan sebagian dapat digunakan untuk
pedagang oprokan.
b. Sistem Pemungutan Retribusi Pasar
1) Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan atas letak, jumlah dan
jenis barang, luas tempat dasaran, alokasi beban biaya yang dipikul
untuk menyelenggarakan fasilitas pasar.
2) Prinsip yang dianut, dalam Penetapan Tarif adalah didasarkan pada
kebijaksanaan daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan
commit to user
3) Dasar Penetapan Struktur Tarif berdasarkan jenis fasilitas yang terdiri
dari : naiaman / plataran, los, kios, was lokasi, letak, kelas pasar, jenis
dagangan, jangka waktu pemakaian, dan / pemakaian daya listrik.
D. Efektivitas
Menurut Sumarsan (2010: 83) efektivitas merupakan hubungan antara
keluaran suatu pusat pertanggungjawaban dengan sasaran yang harus dicapainya.
Semakin besar kontribusi keluaran yang dihasilkan terhadap nilai pencapaian
sasaran tersebut, maka dapat dikatakan semakin efektif juga unit tersebut.
Menurut Robbins seperti yang dikutip oleh Kusdi (2009: 92) efektivitas
didefinisikan sebagai sejauh mana suatu organisasi mampu merealisasikan
berbagai tujuannya. Lebih lanjut Robbins (dalam Kusdi, 2009: 93) mendefinisikan
efektivitas organisasi sebagai: the degree to which an organization attains its
short-(ends) and long-term (means) goals, the selection of which reflects strategic
contituencies, the self-interest of the evaluator, and the life stage of the
organization. Jadi menurut definisi ini, efektivitas organisasi adalah sejauh mana
organisasi mencapai berbagai sasaran (jangka pendek) dan tujuan (jangka
panjang) yang telah ditetapkan, dimana penetapan sasaran-sasaran dan
tujuan-tujuan itu mencerminkan konstituen strategis, kepentingan subjektif penilai, dan
tahap pertumbuhan organisasi.
Menurut Abdul Halim dan Theresia Damayanti (2007: 75) efektivitas
berarti tingkat pencapaian hasil program kerja dengan target yang ditetapkan.
commit to user
seringkali dikaitkan dengan tujuan (objectives) atau target yang hendak dicapai.
Jadi dapat dikatakan bahwa efektivitas berkaitan dengan pencapaian tujuan.
Cristiano Codagnone dalam European Journal of ePractice, Efficiency
and Effectiveness (2008: 5) mengemukakan:
“ Government spending is financed through taxation, which can create distortion in resource allocation. It is, thus, important to measure its results in terms of efficiency and effectiveness to ensure that they foster both economic growth and social cohesions and contribute to the Lisbon agenda (Mandl et al 2008:2). While eGovernment spending is of a much smaller order of magnitude, the measurement of its result is also important as such and in relation to the its promised contribution to make government as a whole more efficient and effective.”
(Pengeluaran pemerintah dibiayai melalui perpajakan, yang dapat membuat penyimpangan dalam alokasi sumber daya. Hal ini, dengan demikian, penting untuk mengukur hasilnya dalam hal efisiensi dan efektivitas untuk memastikan bahwa mereka mendorong baik pertumbuhan ekonomi dan cohesions sosial dan memberikan kontribusi pada agenda Lisabon (Mandl dkk 2008: 2). Sementara anggaran eGovernment adalah suatu tatanan yang jauh lebih kecil besarnya, pengukuran hasilnya juga penting, serta dalam kaitannya dengan kontribusinya menjanjikan akan membuat pemerintah secara keseluruhan lebih efisien dan efektif.)
Lebih lanjut Cristiano Codagnone (2008: 10) mendefinisikan efektivitas
sebagai berikut:
“ Effectiveness = the relationship between the sought and achieve results for the constituencies, or “spending wisely.”
(Efektivitas = hubungan antara yang dicari/target dan capaian hasil untuk konstituen, atau "membelanjakan uang dengan bijaksana)
Sedangkan menurut Devas (1989: 144) efektivitas mengukur hubungan
antara hasil pungut suatu pajak dan potensi hasil pajak itu, dengan anggapan
semua wajib pajak membayar pajak masing-masing, dan membayar seluruh pajak
terhutang masing-masing. Lebih lanjut Devas (1989: 144-145) mengemukakan
commit to user
meliputi: penentuan wajib pajak, penetapan nilai kena pajak, pemungutan pajak,
penegakan sistem pajak, dan pembukuan penerimaan.
1. Menentukan Wajib Pajak
Dalam hal ini harus ada prosedur pajak yang menyulitkan bagi wajib
pajak untuk menyembunyikan hutang pajaknya. Hal tersebut dapat dibantu
dengan pembayaran secara otomatis, bila ada orang harus menunjukkan
identitas, bila identitas dapat dikaitkan dengan sumber-sumber informasi yang
lain, dan bila objek pajak sudah jelas sekali.
2. Menetapkan Nilai Pajak Terhutang
Nilai pajak terhutang harus ditentukan dengan cermat, dan ini
melibatkan wajib pajak atau petugas pajak (atau keduanya) dalam menentukan
nilai sesungguhnya dari objek pajak dan dalam menentukan tarif pajak yang
benar. Hal-hal yang dapat membantu adalah bila penetapan bersifat otomatis,
bila tarif umum diketahui dan petugas tidak memiliki wewenang menentukan
sendiri, dan bila ada catatan lain yang dapat digunakan untuk membandingkan
nilai terhutang sebenarnya.
Semakin besar wewenang petugas pajak dalam menentukan pajak
terhutang, dan semakin besar peluang untuk “berunding” dengan wajib pajak,
semakin kurang cermat besar pajak terhutang yang dihasilkan. Kerjasama
antara petugas pajak dengan wajib pajak tidak dapat dilenyapkan sama sekali,
hanya dapat dikurangi, dengan cara memisahkan fungsi menetapkan nilai
pajak terhutang dan fungsi memungut pajak, dan dengan memeriksa ulang
commit to user
3. Memungut Pajak
Memungut pajak terhutang pada waktunya dapat lebih mudah: bila
pembayaran bersifat otomatis, bila pembayaran dapat dipancing, dan bila
ancaman hukuman atas kelalaian membayar pajak cukup berat dan ada
kemungkinan ditegaskan sehingga dapat berlaku sebagai alat untuk
menakut-nakuti.
4. Pemeriksaan Kelalaian Pajak
Untuk mengetahui wajib pajak yang belum memenuhi kewajibannya
dibutuhkan sistem catatan yang baik, sehingga kelalaian pembayaran pajak
dapat segera diketahui dan dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan
silang dengan jenis-jenis pajak daerah yang lain. Sistem ini harus dilengkapi
dengan prosedur untuk menegakkan pajak dan sungguh-sungguh dijalankan.
5. Prosedur Pembukuan Yang Baik
Prosedur pembukuan yang baik dibutuhkan agar semua pajak yang
dipungut petugas pajak benar-benar dibukukan dan masuk rekening
pemerintah. Untuk itu diperlukan langkah-langkah untuk mencegah
kehilangan atau pencurian hasil pajak, pembukuan yang cermat, pemeriksaan
silang oleh berbagai petugas, dan sistem pengawasan keuangan.
Lebih lanjut Devas (1989: 145) menjelaskan bahwa efektivitas merupakan
hubungan antara hasil pungutan suatu pajak dengan potensi pajak yang
bersangkutan. Indikator efektivitas adalah rasio antara hasil pungutan suatu pajak
dengan potensi hasil pajak, dengan asumsi bahwa semua yang seharusnya
commit to user
kewajibannya pada tahun berjalan, dan membayar semua jumlah yang seharusnya
dibayarkan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat efektivitas pajak
merupakan perbandingan antara realisasi penerimaan pajak terhadap target
penerimaan pajak yang memungkinkan apakah besarnya pajak sesuai dengan
target atau anggaran yang ada.
Sehingga tingkat efektivitas retribusi pasar dapat diformulasikan sebagai
berikut:
Tingkat Efektivitas Realisasi Pendapatan
Anggaran Pendapatan x 100%
Dengan perhitungan di atas dapat diketahui besarnya efektivitas penarikan
Retribusi Pasar, dengan asumsi bahwa semakin besar angka efektivitas yang
diperoleh, maka semakin tinggi tingkat efektivitasnya. Angka efektivitas ini
menunjukkan kemampuan memungut dan mengukur apakah tujuan aktivitas
pemungutan dapat dicapai. Dengan demikian, semakin besar efektivitas
menunjukkan semakin efektif aktivitas pemungutannya. Artinya, semakin
besar kemampuan memungutnya dan tujuan aktivitas pemungutan semakin
mendekati untuk dapat dicapai (Kesit Bambang Prakosa, 2005: 144).
Untuk dapat menentukan apakah penarikan retribusi telah efektif atau
belum, diperlukan adanya suatu kriteria efektivitas. Departemen Dalam Negeri
commit to user
A.A.N.B. Dwiranda (http://ejournal.Unud.ac.id) mengkategorikan kemampuan
efektivitas ke dalam lima kriteria, yaitu sebagai berikut:
a. > 100% : sangat efektif
b. > 90% - 100% : efektif
c. > 80% - 90% : cukup efektif
d. > 60% - 80% : kurang efektif
e. ≤ 60% : tidak efektif
Menurut berbagai teori efektivitas yang ada, peneliti memilih teori dari
Devas (1989: 144) yang mengemukakan bahwa efektivitas menyangkut semua
tahap administrasi penerimaan pajak yang meliputi: penentuan wajib pajak,
penetapan nilai kena pajak, pemungutan pajak, penegakan sistem pajak, dan
pembukuan penerimaan, yang merupakan efektivitas dari segi prosesnya.
Lebih lanjut Devas (1989: 145) menjelaskan bahwa efektivitas merupakan
hubungan antara hasil pungutan suatu pajak dengan potensi pajak yang
bersangkutan, yang merupakan efektivitas dari segi hasilnya. Indikator
efektivitas adalah rasio antara hasil pungutan suatu pajak dengan potensi hasil
pajak, dengan asumsi bahwa semua yang seharusnya membayar (wajib pajak),
benar-benar membayar pajak yang menjadi kewajibannya pada tahun berjalan,
dan membayar semua jumlah yang seharusnya dibayarkan. Peneliti
menggunakan teori ini untuk mengetahui efektivitas retribusi pasar
dikarenakan teori ini merupakan teori yang paling relevan untuk penelitian ini
commit to user
E. Kerangka Pikir
Kerangka dasar pemikiran digunakan sebagai dasar suatu landasan dalam
pengembangan berbagai konsep dan teori yang digunakan dalam penelitian ini,
serta hubungannya dengan perumusan masalah yang telah dirumuskan
sebelumnya. Mengacu pada teori yang ada maka kerangka dasar pemikiran yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1
Skema Kerangka Pemikiran
Hasil Penarikan Retribusi Pasar
- Rasio antara hasil penarikan retribusi dengan potensi hasil
retribusi
Tahap Administrasi Penerimaan Retribusi Pasar
- Penentuan wajib retribusi
- Penetapan nilai kena retribusi
commit to user
Dari skema pemikiran tersebut dapat diperoleh gambaran sebagai berikut:
Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan yang
diterima oleh pemerintah daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran dari
tugasnya mengurus rumah tangga daerah, yang terdiri dari sumbangan atau
subsidi pemerintah pusat, pajak daerah, retribusi daerah, dan lain-lain. Dalam hal
ini retribusi daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang berperan bagi
pembiayaan daerah.
Retribusi pasar adalah salah satu retribusi daerah yang masuk dalam
wilayah kota atau kabupaten. Retribusi pasar dipungut berdasarkan atas jenis
pelayanan pasar yang digunakan. Pasar yang ada di Kota Surakarta dapat
diklasifikasikan menjadi 6 macam, yaitu Pasar Kelas IA, Pasar kelas IB, Pasar
kelas IIA, Pasar Kelas IIB, Pasar Kelas IIIA, dan Pasar Kelas IIIB. Tiap kelas
pasar memiliki tarif retribusi pasar yang berbeda-beda.
Untuk itu pemerintah harus menetapkan tentang tarif retribusi itu dan jasa
apa yang akan diterima oleh masyarakat dari pungutan retribusi itu. Jika kedua hal
ini berjalan baik maka impian pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya pun
akan terwujud. Seperti misalnya yang dirasakan oleh para pedagang pasar di Kota
Surakarta yang menjadi pengguna jasa pelayanan umum dari pemerintah berupa
pelayanan ijin dan pemakaian bangunan pasar yang meliputi los, kios dan
pelataran maupun penggunaan fasilitas umum yang ada di pasar. Pedagang harus
membayar tarif yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Dalam penarikan retribusi pasar harus dilakukan dengan efektif.
commit to user
menyangkut semua tahap administrasi penerimaan retribusi yang meliputi:
penentuan wajib retribusi, penetapan nilai kena retribusi, pemungutan retribusi,
penegakan sistem retribusi, dan pembukuan penerimaan, yang merupakan
efektivitas penarikan retribusi pasar dari segi prosesnya. Lebih lanjut berdasarkan
pendapat Devas (1989: 145), efektivitas merupakan hubungan antara hasil
pungutan suatu retribusi dengan potensi retribusi yang bersangkutan, yang
merupakan efektivitas penarikan retribusi pasar dari segi hasilnya. Indikator
efektivitas retribusi pasar adalah rasio antara hasil pungutan retribusi pasar dengan
potensi hasil retribusi pasar, dengan asumsi bahwa semua yang seharusnya
membayar retribusi pasar (wajib retribusi), benar-benar membayar retribusi yang
menjadi kewajibannya pada tahun berjalan, dan membayar semua jumlah yang
seharusnya dibayarkan.
Akan tetapi, dalam mencapai efektivitas penarikan retribusi pasar tidak
terlepas dari hambatan-hambatan yang dihadapi. Oleh karena itu diperlukan
upaya-upaya untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut agar retribusi pasar
dapat dipungut dengan efektif yang diharapkan akan mengoptimalkan penerimaan
commit to user
34 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Di dalam suatu penelitian, metode penelitian merupakan salah satu faktor
yang penting dalam menunjang proses penyelidikan suatu permasalahan yang
akan dibahas. Woody (dalam Moh. Nazir, 2005: 13) mendefinisikan penelitian
sebagai sebuah metode untuk menemukan kebenaran yang juga merupakan
sebuah pemikiran kritis (critical thinking). Sedangkan menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2005: 803), penelitian diartikan sebagai kegiatan mencari dan
mengumpulkan data kemudian mengolah, menganalisis dan menyajikan data yang
dilakukan secara sistematis dan objektif.
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode penelitian
merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat
ditemukan, dibuktikan, dan dikembangkan suatu pengetahuan tertentu sehingga
pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan
mengantisipasi masalah dalam bidang tertentu. (Sugiyono, 2010: 3-4)
Metode penelitian sangat penting dalam menunjang proses penyelesaian
suatu permasalahan yang akan dibahas sehingga akan diperoleh hasil yang ilmiah
dan mempunyai nilai validitas (mantap) yang tinggi serta tingkat reliabilitas
(dapat dipercaya) yang besar. Adapun metode penelitian yang digunakan oleh
commit to user
A. Jenis Penelitian
Sesuai dengan permasalahannya, penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif yang merupakan penelitian yang digunakan untuk memperoleh
gambaran yang tepat dan utuh tentang suatu gejala. Penelitian deskriptif ini
biasanya ditempuh dengan cara memusatkan diri pada pemecahan masalah
yang ada. Mula-mula data disusun dan dikumpulkan, dijelaskan kemudian
dianalisis. Dimana di dalamnya juga terdapat data-data, kata-kata dan gambar
(data kualitatif) maupun data angka-angka (data kuantitatif). Sedangkan
ditinjau dari metodenya,penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif bertujuan mengkaji kasus-kasus tertentu secara mendalam dan
menyeluruh. Seperti yang disampaikan oleh H.B. Sutopo (2002: 35) yaitu
dengan penelitian deskriptif kualitatif, data yang dikumpulkan terutama
berupa kata-kata, kalimat atau gambar memiliki arti lebih dari sekedar
angka-angka atau frekuensi.
Metode deskriptif menurut Moh. Nazir (2005: 54), “Metode deskriptif
adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek,
suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada
masa sekarang”.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas peneliti menggunakan
penelitian deskriptif dengan alasan:
commit to user
2. Penelitian ini menggunakan tahapan yang sistematis dengan cara
mengumpulkan data, mengklasifikasikan dan menganalisis, dan
menginterpretasikan.
3. Menjelaskan prosedur setiap langkah penyelidikan dengan teliti dan
terperinci.
Maka berdasarkan uraian di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk
menggambarkan dan menguraikan tentang efektivitas penarikan retribusi
pasar di Kota Surakarta.
B. Lokasi Penelitian
Penetapan lokasi penelitian sangat penting dalam rangka
mempertanggungjawabkan data yang diperoleh. Penelitian ini mengambil
lokasi di Kantor Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta yang beralamatkan
di Komplek Balaikota, Jalan Jendral Sudirman No. 2, Kota Surakarta, dengan
pertimbangan bahwa Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta merupakan
pihak yang memiliki wewenang secara teknis mengurusi penarikan retribusi
pasar di Kota Surakarta. Selain itu, penelitian juga dilaksanakan di Kantor
Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD), Bank
Jateng Kantor Cabang Kota Surakarta dan beberapa pasar di Kota Surakarta.
C. Sumber Data
Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 99) “Data adalah segala fakta dan
commit to user
sedangkan informasi adalah hasil pengolahan data yang dipakai untuk
keperluan”. Data merupakan faktor yang sangat penting karena melalui data
dapat diperoleh keterangan-keterangan yang diperlukan untuk membuktikan
suatu kebenaran.
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Informan
Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah sebagai berikut :
a. Bapak Nanang Slamet Sukatno, SE selaku Kepala Seksi Pembukuan
Bidang Pendapatan Pasar Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta.
Dinas Pengelolaan Pasar melaksanakan fungsi sebagai pengelola
keuangan pasar.
b. Ibu Ratih selaku Customer Service (CS) di Bank Jateng Kantor
Cabang Kota Surakarta. Bank Jateng melaksanakan fungsi sebagai Kas
Daerah Pemerintah Kota Surakarta.
c. Pejabat dan Petugas Pasar di sejumlah pasar Kota Surakarta, yaitu:
1) Bapak Sudarno selaku Lurah Pasar Nusukan Ibu Wulan selaku
Petugas Administrasi Pasar Nusukan
2) Bapak Suryo Kurniawan selaku Petugas Pemungut retribusi pasar
di Pasar Nusukan
3) Bapak Daliman selaku Lurah Pasar Depok
commit to user
d. Pedagang di sejumlah pasar di Kota Surakarta, yaitu:
1) Pedagang Pasar Klewer (Pasar Kelas IA)
2) Pedagang Pasar Nusukan (Pasar Kelas IA)
3) Pedagang Pasar Notoharjo (Pasar Kelas IB)
4) Pedagang Pasar Depok (Pasar Kelas IIA)
5) Pedagang Pasar Tanggul (Pasar Kelas IIB)
6) Pedagang Pasar Sangkrah (Pasar Kelas IIIA)
7) Pedagang Pasar Ngumbul (Pasar Kelas IIIB)
Sejumlah informan di atas diseleksi melalui teknik purposive
sampling berdasarkan penguasaan mereka terhadap persoalan dan
informasi yang sedang diteliti.
2. Dokumen
Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai dokumen antara lain:
a. Arsip, surat, dokumen yang berkaitan dengan efektivitas penarikan
retribusi pasar, yaitu:
1) Laporan target dan realisasi penerimaan retribusi pasar Kota
Surakarta
2) Laporan target dan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota
Surakarta
b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
c. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
commit to user
d. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
e. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 1 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Perlindungan Pasar Tradisional
f. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Perangkat Daerah
g. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah
h. Peraturan Walikota Nomor 19-0 tahun 2009 tentang Pedoman Uraian
Tugas Jabatan Struktural pada Dinas Pengelolaan Pasar
i. Peraturan Walikota Nomor 1-C tahun 2012 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Retribusi Pelayanan Pasar
j. Peraturan Walikota Nomor 4 Tahun 2011 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Perlindungan Pasar Tradisional
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam sebuah penelitian diperlukan data yang obyektif karena data
diterapkan sebagai sesuatu hal yang sangat mendasar yang akan menentukan
apakah penelitian tersebut dapat dikatakan berhasil atau tidak, yang diperlukan
di sini adalah teknik pengumpulan data mana yang paling tepat, sehingga
benar-benar didapat data yang valid dan reliabel (Sugiyono, 2010: 327). Ada
commit to user
masing-masing teknik tersebut saling melengkapi satu sama lain. Teknik
pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Wawancara
Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi dengan
bertanya langsung pada narasumber yang diwawancarai. Wawancara
merupakan proses interaksi dan komunikasi. Hasil wawancara ditentukan
oleh beberapa faktor yang berinteraksi dan mempengaruhi arus informasi.
Pewawancara menyampaikan pertanyaan-pertanyaan kepada yang
diwawancarai untuk menjawab, menggali jawaban lebih dalam dan
mencatat jawaban yang diwawancara. Wawancara digunakan sebagai
teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi
pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang diteliti, dan juga
apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari informan yang lebih
mendalam dan jumlah respondennya sedikit (Sugiyono, 2010: 157)
Untuk memperoleh data dari informan sebagai sumber data yang
sangat penting, maka dalam penelitian ini diperlukan wawancara secara
mendalam (in-depth interviewing). Dalam melakukan wawancara
mendalam, situasi yang akrab selalu diusahakan dan dikembangkan, serta
menghindari situasi tanya jawab seperti dalam proses interogasi.
Wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat “open-ended”, dan
mengarah pada kedalaman informasi, serta dilakukan dengan cara yang