• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN

2.2 Landasan Teori

2.2.4 Ejaan Yang Disempurnakan

Menurut Wijaya (2012), ejaan yang disempurnakan (EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.

Perbedaan (perubahan) antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah: ‗tj‘ menjadi ‗c‘ : tjutji  cuci, ‗dj‘ menjadi ‗j‘ : djarak  jarak, ‗j‘ menjadi ‗y‘ :

sajang  sayang, ‗nj‘ menjadi ‗ny‘ : njamuk nyamuk, ‗sj‘ menjadi ‗sy‘ : sjarat  syarat, ‗ch‘ menjadi ‗kh‘ : achir  akhir, awalan ‗di-‗ dan kata depan ‗di‘ dibedakan penulisannya. Kata depan ‗di‘ pada contoh ―di rumah‖, ― di sawah‖,

penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara ‗di-‘ pada dibeli, dimakan

menjadi ―u‖ ketika Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan Republik. Jadi sebelum EYD, ―oe‖ tidak digunakan.

2.2.4.2 Ruang Lingkup Ejaan Yang Disempurnakan yang akan Diteliti

Pada penelitian ini, ruang lingkup ejaan yang disempurnakan mengacu pada Permendiknas No. 50 Tahun 2015 dengan beberapa tambahan agar ejaan yang disempurnakan semakin lengkap. Dalam Permendiknas No. 50 Tahun 2015, ejaan yang disempurnakan meliputi penggunaan huruf, penggunaan huruf kapital, miring, tebal, penulisan kata, pemakaian tanda baca, dan penulisan unsur serapan. Dalam penelitian ini, peneliti hanya meneliti penggunaan huruf kapital, miring dan tebal, serta penulisan kata.

A. Penulisan Huruf

Huruf adalah tanda aksara dalam tata tulis; merupakan anggota abjad yang melambangkan bunyi bahasa (KBBI Daring: 2012). Berdasarkan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, penulisan huruf menyangkut tiga masalah, yaitu penggunaan huruf besar atau huruf kapital, penggunaan huruf miring, dan penggunaan huruf tebal.

1. Penulisan Huruf Besar atau Huruf Kapital

Menurut KBBI (2012), huruf besar atau huruf kapital adalah huruf yang berukuran dan berbentuk khusus (lebih besar dari huruf biasa). Dalam menulis, huruf kapital merupakan hal yang wajib dilakukan. Penggunaan huruf kapital dapat dicermati pada poin a-n di bawah ini.

a. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin F.1 halaman 7, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada kata awal kalimat. Contoh untuk pemakaian huruf kapital ini dapat dicermati pada kalimat 1, 2, dan 3 berikut ini.

1) Apa maksudnya? 2) Dia membaca buku. 3) Kita harus bekerja keras.

Dalam contoh nomor 1 pada huruf A, contoh nomor 2 pada huruf D, dan contoh nomor 3 pada huruf K memperlihatkan penggunaan huruf kapital pada awal kalimat. Hal ini digunakan untuk memulai kalimat baru.

b. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin F.2 halaman 7, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama diri, termasuk julukan sebagai nama sapaan. Contoh untuk pemakaian huruf kapital ini dapat dicermati pada contoh 4, 5, dan 6 berikut ini.

4) Amir Hamzah 5) Jenderal Kancil 6) Vicky Nitinegoro

Dalam contoh nomor 4 huruf A dan H memperlihatkan bahwa huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama diri. Hal tersebut berbeda dengan contoh nomor 5 dengan huruf J dan K termasuk julukan sebagai nama sapaan. Pada contoh nomor 6 huruf V dan N, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama diri. Selain itu, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama yang nama jenis atau satuan ukuran, misalnya:

7) ikan mujair 8) 15 ampere 9) mesin diesel

Contoh nomor 7 menunjukkan nama jenis ikan air tawar, contoh nomor 8 menunjukkan nama satuan ukuran, dan contoh nomor 9 menunjukkan nama jenis mesin. Huruf kapital tidak dipakai untuk menuliskan huruf pertama kata

yang bermakna ‗anak dari‘, seperti bin, binti, boru, dan van, atau huruf pertama kata tugas, misalnya:

10) Abdul Rahman bin Zaini 11) Charles Adriaan van Ophuijsen 12) Ayam Jantan dari Timur

Contoh di atas memperlihatkan bahwa kata bin, van, dari tidak menggunakan huruf besar walaupun letaknya di tengah sebuah nama. Hal tersebut karena kata-kata tersebut mengandung makna ‗anak dari’.

c. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin F.3 halaman 8, huruf kapital dipakai pada kata awal kalimat dalam petikan langsung. Contoh untuk pemakaian huruf kapaital ini dapat dicermati pada kalimat 13, 14, dan 15 berikut ini.

13) Adik bertanya, "Kapan kita pulang?"

14) "Mereka berhasil meraih medali emas," katanya. 15) Orang itu menasehati anaknya, "Berhati-hatilah, Nak!"

Contoh di atas menunjukkan bahwa kalimat langsung selalu berawalan dengan huruf kapital. Letak penggunaan huruf kapital ini tidak selalu di awal kalimat.

d. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin F.4 halaman 8, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur yang mengandung

ketuhanan dan keagamaan. Contoh untuk pemakaian huruf kapital ini dapat dicermati pada contoh 16, 17, dan 18 berikut ini.

16) Islam 17) Alkitab

18) Ya, Tuhan, bimbinglah hamba-Mu ke jalan benar.

Contoh nomor 16 dan 17 adalah contoh yang secara langsung menunjuk pada keagamaan. Hal tersebut berbeda dengan contoh nomor 18 terdapat dua kata yang menunjuk pada ketuhanan yaitu kata ‗Tuhan‘ dan kata ganti Tuhan, yakni ‗Mu‘

e. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin F.5a halaman 8, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan, keagamaan, atau akademik yang diikuti nama orang, termasuk gelar akademik yang mengikuti nama orang dan yang dipakai sebagai sapaan. Contoh untuk pemakaian huruf kapital ini dapat dicermati pada contoh nomor 19, 20, dan 21 berikut ini.

19) Sultan Hasanuddin 20) Pangeran Antasari 21) Selamat pagi, Dokter.

Contoh nomor 19 dan 20 menunjukkan nama orang dengan gelar sultan dan pangeran yang diikuti nama orang. Hal tersebut berbeda dengan contoh nomor 21 yang menunjukkan kata sapaan.

f. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin F.6 halaman 8, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang

tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Selain itu, huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama sapaan yang diikuti nama orang. Contoh untuk pemakaian huruf kapital ini dapat dicermati pada kalimat nomor 22, 23 dan 24 berikut ini.

22) Wakil Presiden Adam Malik 23) Gubernur Papua Barat

24) Buah yang ia petik itu berasal dari kebun Pak Edi.

Pada contoh nomor 22 terlihat jelas bahwa ‗wakil presiden‘ menjelaskan

siapa Adam Malik dan huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang. Contoh nomor 23 dan 24 menunjukkan bahwa huruf kapital dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu.

g. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin F.7 halaman 8, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Contoh untuk pemakaian huruf kapital ini dapat dicermati pada contoh nomor 25, 26, dan 27 berikut ini.

25) bangsa Indonesia 26) bahasa Bali 27) bahasa Jawa

Contoh nomor 25 menunjukkan bahwa huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa. Contoh nomor 26 dan 27 menunjukkan huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bahasa. Hal itu berbeda dengan penggunaan huruf kapital pada nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan tidak ditulis dengan huruf awal kapital, misalnya contoh nomor 28 dan 29 berikut ini.

28) pengindonesiaan kata asing 29) keinggris-inggrisan

Contoh nomor 28 dan 29 tidak ditulis dengan huruf kapital karena nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa sudah mendapat imbuhan. Imbuhan tersebut tergambar pada contoh berupa awalan akhiran.

h. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin F.8a halaman 9, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari besar atau hari raya dan peristiwa sejarah. Contoh untuk pemakaian huruf kapital ini dapat dicermati pada contoh nomor 30, 31 dan 32 berikut ini.

30) hari Senin 31) Perang Dunia II

32) Natal diperingati oleh umat Kristiani seluruh dunia.

Pada contoh nomor 30, 31, dan 32, hari-hari tersebut dianggap penting. Huruf kapital digunakan untuk memperingati hal itu.

i. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin F.9 halaman 9, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi. Contoh untuk pemakaian huruf kapital ini dapat dicermati pada contoh nomor 33, 34, dan 35 berikut ini.

33) Gunung Merapi 34) Danau Toba 35) Situpatenggang

Contoh nomor 33, 34, dan 35 menunjukkan nama diri. Hal yang menunjukkan nama diri biasanya ditulis dengan huruf kapital.

j. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin F.10 halaman 10, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur bentuk ulang sempurna) yang memiliki unsur kenegaraan, dokumen resmi.

Contoh untuk pemakaian huruf kapital ini dapat dicermati pada contoh nomor 36, 37, dan 38 berikut ini.

36) Republik Indonesia 37) Kedutaan Besar Amerika 38) Perserikatan Bangsa-Bangsa

Contoh nomor 36, 37, dan 38 mengacu pada nama diri. Kata tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk tidak ditulis dengan menggunakan huruf kapital.

k. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin F.11 halaman 10, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata (termasuk unsur kata ulang sempurna) di dalam judul buku, karangan, artikel, dan makalah serta nama majalah dan surat kabar. Contoh untuk pemakaian huruf kapital ini dapat dicermati pada kalimat nomor 39, 40, dan 41 berikut ini.

39) Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma. 40) Dia membaca artikel yang berjudul Masa Orientasi Mahasiswa. 41) Ia menyajikan makalah "Masa Hidup Laba-Laba Jantan".

Pada contoh nomor 39, 40, dan 41 nama buku, artikel dan makalah ditulis dengan huruf kapital untuk memberi penekanan. Namun, kata tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk, yang tidak terletak pada posisi awal.

l. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin F.12 halaman 10, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, atau sapaan. Contoh untuk pemakaian huruf kapital ini dapat dicermati pada contoh nomor 42, 43, dan 44 berikut ini.

42) S.H. sarjana hukum 43) Kolonel Sugiarto 44) Jendral Suparman

Pada contoh nomor 42, huruf kapital digunakan sebagai nama gelar saja, tidak untuk singkatan seperti dll (dan lain-lain), dan sebagainya. Pada contoh nomor 43 dan 44 kata ‗Kolonel‘ dan ‗Jendral‘ telah melekat pada nama diri

seseorang, sehingga menggunakan huruf kapital.

m. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin F.13 halaman 10, huruf kapital digunakan sebagai penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, kakak, adik, dan paman, serta kata atau ungkapan lain yang dipakai dalam penyapaan atau pengacuan. Contoh untuk pemakaian huruf kapital ini dapat dicermati pada kalimat nomor 45, 46, dan 47 berikut ini.

45) "Kapan Bapak berangkat?" tanya Hasan. 46) Surat Saudara sudah kami terima. 47) ―Hai, Keriting, darimana saja?‖ tanyaku.

Pada contoh nomor 45 kata ‗Bapak‘ digunakan sebagai sapaan. Contoh nomor 46 digunakan sebagai kata ganti. Contoh nomor 47 kata ‗Keriting‘

digunakan sebagai nama julukan. Hal tersebut selalu menggunakan huruf kapital. n. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang berada di tengah-tengah kalimat kecuali unsur identitas, unsur geografi, unsur mengenai Tuhan, petikan langsung, singkatan, judul. Contoh untuk pemakaian huruf kapital ini dapat dicermati pada kalimat nomor 48, 49, dan 50 sebagai berikut.

48) Pada musim kemarau saWah tidak mendapatkan air. 49) Kerusakan hutan banyak disebabkan Manusia. 50) Pantai Baron adalah Pantai yang indah.

Pada contoh nomor 48, 49, dan 50 huruf kapital tidak dibenarkan berada di tengah kalimat kecuali dengan persyaratan. Hal tersebut tentu tidak lazim dan tidak baku.

2. Penulisan Huruf Miring

Menurut KBBI Daring (2012), huruf miring adalah huruf yang letaknya miring, tetapi tidak menyerupai tulisan tangan seperti pada kursif. Huruf miring digunakan untuk: (a) menuliskan judul buku, nama majalah, atau nama surat

kabar yang dikutip dalam tulisan, termasuk dalam daftar pustaka, (b) menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata

dalam kalimat, dan (c) menuliskan kata atau ungkapan dalam bahasa daerah atau bahasa asing.

a. Menurut Permendiknas No. 50 tahun 2015 poin G.1 halaman 11, huruf miring dipakai untuk menuliskan judul buku, nama majalah, atau nama surat kabar yang dikutip dalam tulisan, termasuk dalam daftar pustaka. Contoh untuk pemakaian huruf miring ini dapat dicermati pada kalimat nomor 51, 52, dan 53 sebagai berikut.

51) Saya baru saja membaca majalah Kawanku edisi bulan ini. 52) Buku Hujan karya Tere Liye bersampul warna biru. 53) Novel Suatu hari di 2018 merupakan novel yang baru.

Pada contoh nomor 51, 52, dan 53, kata-kata yang tercetak miring merupakan sebuah penegasan dari kalimat tersebut. Pemakaian huruf miring tidak dapat digunakan pada sembarang tempat.

b. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin G.2 halaman 11, huruf miring dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata dalam kalimat. Contoh untuk pemakaian huruf miring ini dapat dicermati pada kalimat nomor 54, 55 dan 56 sebagai berikut.

54)Huruf terakhir kata abad adalah d.

55)Hal tersebut lebih bermakna kecuali dalam hal perhitungannya. 56)Dia tidak diantar, tetapi mengantar.

Contoh nomor 54, 55 dan 56 memperlihatkan secara jelas bahwa huruf miring untuk mengkhususkan bagian kalimat. Hal tersebut tentu memperjelas pembaca dalam membaca sebuah tulisan yang dimaksud.

c. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin G.3 halaman 11, huruf miring dipakai untuk menuliskan kata atau ungkapan dalam bahasa daerah atau bahasa asing. Contoh untuk pemakaian huruf miring ini dapat dicermati pada kalimat nomor 57, 58, dan 59 sebagai berikut.

57)Upacara peusijuek (tepung tawar) menarik perhatian wisatawan asing yang berkunjung ke Aceh.

58)Chandra mendownload lagu-lagu Sheila On 7. 59)Nama asing dari tanaman padi adalah oriza sativa.

Contoh nomor 57, 58, dan 59 memperlihatkan secara jelas bahwa huruf miring untuk mengkhususkan bagian kalimat. Hal tersebut karena tidak semua orang mengerti dengan kata yang dimaksud.

3. Huruf Tebal

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, huruf tebal adalah huruf yang dicetak tebal atau berat. Dalam karangan karya guru-guru Sekolah Dasar

Mahakam Ulu, Kalimantan Timur ini, huruf tebal digunakan sebagai pengganti huruf miring dengan fungsi untuk mempertegas. Namun, kemungkinan tidak ditemukan penggunaan huruf tebal dalam karangan karya guru Sekolah Dasar Mahakam Ulu karena karya mereka ditulis tangan. Huruf tebal digunakan untuk (a) menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring dan (b) menegaskan bagian-bagian karangan, seperti judul buku, bab, atau subbab.

a. Menurut Permendiknas no. 50 tahun 2015 poin H.1 halaman 12, huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring. Contoh untuk pemakaian huruf tebal ini dapat dicermati pada kalimat nomor 60 sebagai berikut.

60)Kata et dalam ungkapan ora et labora berarti ‗dan‘.

Contoh nomor 60 memperlihatkan kata ‗et‘ dipertegas dengan

menggunakan huruf tebal. Penggunaan huruf tebal dengan huruf miring mempunyai fungsi sama sebagai mempertegas.

b. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin H.2 halaman 12, huruf tebal dapat dipakai untuk menegaskan bagian-bagian karangan, seperti judul buku, bab, atau subbab. Contoh untuk pemakaian huruf miring ini dapat dicermati pada kalimat sebagai berikut:

61)1.1 Latar Belakang dan Masalah

Kondisi kebahasaan di Indonesia yang diwarnai oleh satu bahasa standar dan ratusan bahasa daerah—ditambah beberapa bahasa asing, terutama bahasa Inggris—membutuhkan penanganan yang tepat dalam perencanaan bahasa. Agar lebih jelas, latar belakang dan masalah akan diuraikan secara terpisah seperti tampak pada paparan berikut.

Contoh nomor 61 tergambar bagaimana penggunaan huruf tebal. Huruf tebal pada contoh digunakan untuk membedakan subbab dengan bab-bab.

B. Penulisan Kata 1. Kata Dasar

Kata dasar adalah kata yang belum diberi imbuhan apapun. Kata dasar adalah kata yang menjadi awal pembentukan kata yang lebih besar. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin A halaman 13, kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Contoh untuk pemakaian kata dasar ini dapat dicermati pada kalimat nomor 62, 63, dan 64 sebagai berikut.

62)Ibu percaya bahwa engkau tahu. 63)Dia pergi ke masjid.

64)Lalu, ia pulang ke rumah Dimas.

Contoh di atas terlihat bahwa semua kata yang digunakan dalam kalimat menggunakan kata dasar. Kata dasar adalah kata yang belum diberi imbuhan dalam bentuk awalan, sisipan, atau akhiran.

2. Kata Berimbuhan

a. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin B.1 halaman 13, imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasar. Selain hal itu, imbuhan yang diserap dari unsur asing seperti -isme, -man, -wan, atau wi ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya. Contoh untuk pemakaian kata berimbuhan ini dapat dicermati pada contoh nomor 65, 66, dan 67 sebagai berikut.

65) bergetar 66) dikelola

67) seniman

Contoh nomor 65 dan 66, kata ‗bergetar‘ dan ‗dikelola‘ tersebut diberi imbuhan yang berwujud awalan. Contoh nomor 67, kata ‗seniman‘ tersebut diberi imbuhan yang diserap dari bahasa asing yaitu –man. Menurut buku Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia (1997), imbuhan yang ada dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.

Akhiran : -kan, -i, dan –nya

Awalan : ber-, per-, me-, di-, ter-, ke-, se-, dan pe- Sisipan : -el-, -em-, dan –er-

b. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin B.2 halaman 13, bentuk terikat ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, misalnya antarkota. Namun, bentuk terikat yang diikuti oleh kata yang berhuruf awal kapital atau singkatan yang berupa huruf kapital dirangkaikan dengan tanda hubung (-), misalnya non-Indonesia.

Bentuk maha yang diikuti kata turunan yang mengacu pada nama atau sifat Tuhan ditulis terpisah dengan huruf awal kapital. Contoh untuk pemakaian bentuk maha ini dapat dicermati pada kalimat sebagai berikut.

68) Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih. Contoh nomor 68 memberi makna ‗sangat‘ sehingga penulisannya harus

dipisah. Hal tersebut berbeda dengan bentuk maha yang diikuti kata dasar yang mengacu kepada nama atau sifat Tuhan, kecuali kata esa, ditulis serangkai. Contoh untuk pemakaian bentuk maha ini dapat dicermati pada kalimat sebagai berikut.

69) Engkau Yang Mahakuasa selalu menentukan arah hidup kita. Pada contoh 69), kata maha memberi makna bahwa hal tersebut mengacu pada bentuk Tuhan. Hal tersebut tentu ditulis serangkai dengan menggunakan huruf kapital.

3. Bentuk Ulang

Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin C halaman 14, kata bentuk ulang adalah bentuk kata yang merupakan pengulangan kata dasar. Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya. Contoh untuk pemakaian bentuk ulang ini dapat dicermati pada contoh nomor 70, 71, dan 72 sebagai berikut.

70)anak-anak 71)laba-laba 72)sayur-mayur

Contoh nomor 70) dan 71) tersebut merupakan bentuk ulang tunggal. Sementara itu, contoh 72) merupakan bentuk ulang berubah beraturan.

4. Gabungan Kata

Gabungan kata adalah dua kata yang disusun menjadi satu-kesatuan. Hal tersebut menghasilkan makna lain/makna yang beda dengan kata pembentuknya. Penggunaan gabungan kata dapat dicermati pada poin a-e di bawah ini.

a. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin D.1 halaman 14, unsur gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus,

ditulis terpisah. Contoh untuk pemakaian gabungan kata ini dapat dicermati pada contoh nomor 7), 74, dan 75 berikut ini:

73) duta besar 74) ibu kota

75) persegi panjang

Contoh nomor 73, 74, dan 75 menunjukkan bahwa ada dua kata yang saling berbeda makna tetapi setelah disatukan menjadi satu makna. Hal tersebut dalam penulisannya tetap dipisah.

b. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin D.2 halaman 14, gabungan kata yang dapat menimbulkan salah pengertian ditulis dengan membubuhkan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya. Contoh untuk pemakaian gabungan kata ini dapat dicermati pada contoh nomor 76, 77, dan 78 berikut ini.

76) anak-istri pejabat 77) alat pandang-dengar 78) buku sejarah-baru

Contoh di atas, tanda hubung digunakan untuk menegaskan bahwa dua kata tersebut beda makna. Jika tidak diberi tanda hubung, dapat dimungkinkan bahwa memiliki makna yang tidak sama dengan yang asli.

c. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin D.3 halaman 14, gabungan kata yang penulisannya terpisah tetap ditulis terpisah jika mendapat awalan atau akhiran. Contoh untuk pemakaian gabungan kata ini dapat dicermati pada contoh nomor 79, 80, dan 81 berikut ini.

80) menganak sungai 81) Sebar luaskan

Pada contoh nomor 79, kata ‗bertepuk tangan‘ mendapat awalan ber-. Pada contoh nomor 80), kata ‗menganak sungai‘ mendapat awalan me-. Contoh nomor 81 mendapat akhiran –kan Jadi, ketiga contoh tersebut penulisannya harus tetap terpisah.

d. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin D.4 halaman 14, gabungan kata yang mendapat awalan dan akhiran sekaligus ditulis serangkai. Contoh untuk pemakaian gabungan kata ini dapat dicermati pada kalimat nomor 82, 83, dan 84 berikut ini.

82) Bangsa ini dipersatukan oleh Pancasila. 83) Ia mengasihi kekasihnya.

84) Penghancurleburan alkohol dilakukan oleh Polisi Bogor.

Pada contoh nomor 82), kata ‗dipersatukan‘ mendapat awalan sekaligus

akhiran diper-kan yang berarti dibuat jadi. Contoh nomor 83) mendapat awalan sekaligus akhiran me-i yang berarti ‗dengan sungguh-sungguh‘. Contoh nomor 84) mendapat awalan sekaligus akhiran pe-an. Secara garis besar, melihat ketiga contoh di atas, gabungan kata ini senada dengan imbuhan gabung. Imbuhan gabung banyak bentuknya: ber-kan, ber-an, per-kan, per-i, me-kan, me-i, memper-, memper-kanmemper-, memper-imemper-, di-kanmemper-, di-imemper-, diper-memper-, diper-kanmemper-, diper-imemper-, ter-kanmemper-, ter-imemper-, ke-an, se-nya, pe-ke-an, dan per-an.

e. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin D.5 halaman 5, gabungan kata yang sudah padu ditulis serangkai. Contoh untuk pemakaian gabungan kata ini dapat dicermati pada contoh nomor 85, 86, dan 87 berikut ini.

85) Acapkal 86) Adakalanya 87) Perilaku

Contoh di atas kata-kata tersebut dibentuk dari dua kata yang berbeda arti. Namun, contoh-contoh di atas jika digabung penulisannya, maka mengandung satu arti.

5. Pemenggalan Kata

Pemenggalan kata merupakan pemisahan huruf/kelompok huruf dari kata. Kata-kata biasanya dibatasi oleh bidang dan ruang yang disyaratkan dalam penulisan sehingga kata-kata tidak dapat ditulis secara utuh. Pemenggalan kata dilakukan dengan cara sebagai berikut.

a. Pemenggalan kata yang diakibatkan karena tempat untuk menulis tidak cukup harus menggunakan tanda hubung. Contoh untuk pemenggalan kata ini dapat dicermati pada kalimat nomor 88, 89, dan 90 berikut ini.

88) Ketika malam datang, dia menyalakan lampu motornya agar pe- ngendara lain melihatnya.

89) Dalam seminar kesehatan kemarin, dia tidak melaporkan hasil se-

Dokumen terkait