• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kesalahan ejaan pada karangan guru guru Sekolah Dasar Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kesalahan ejaan pada karangan guru guru Sekolah Dasar Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, tahun 2015"

Copied!
199
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS KESALAHAN EJAAN PADA KARANGAN

GURU-GURU SEKOLAH DASAR KABUPATEN MAHAKAM ULU, KALIMANTAN TIMUR, TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh:

Maria Magdalena Damar Isti Nugraheni NIM. 121224028

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini untuk:

1. Tuhan yang Maha Esa yang senantiasa memberi berkat-Nya.

2. Bapak Ignatius Budi Rukmono dan Ibu Helena Maria Isti Astuti yang tak

pernah lelah berjuang memberi dorongan moral maupun finansial sampai saat

ini dengan penuh cinta kasih.

3. Kakakku Maria Dian Ika Budi Astuti dan Bernadeta Widya Budi

Suryaningsih yang selalu memberi semangat dan doa.

(5)

v MOTO

Janganlah kamu putus asa, kalau daya upayamu tidak lekas memperlihatkan hasil

yang nyata.

(Tan Malaka)

I will do anything to make things right again. I just have to be brave.

(Merida-Brave Disney)

Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu

perlukan, sebelum kamu minta kepadaNya.

(Matius 6:8)

Keberhasilan bukanlah milik orang yang pintar. Keberhasilan adalah kepunyaan

mereka yang senantiasa berusaha.

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

Nugraheni, Maria Magdalena Damar Isti. 2016. Analisis Kesalahan Ejaan Pada Karangan Guru-guru Sekolah Dasar Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, Tahun 2015. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

Penelitian ini membahas kesalahan ejaan pada karangan guru-guru SD Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, tahun 2015. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kesalahan penggunaan huruf kapital, miring dan tebal serta penulisan kata yang ada dalam karangan guru-guru Sekolah Dasar Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur tahun 2015. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ejaan Yang Disempurnakan dalam pedoman EYD pada Permendiknas No. 50 tahun 2015.

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah karangan guru-guru Sekolah Dasar Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur tahun 2015. Data penelitian ini berupa kesalahan huruf kapital, miring, dan tebal serta penulisan kata dalam kalimat.

Hasil penelitian ini adalah pertama, kesalahan penggunaan huruf kapital sebanyak 115 data, dengan rincian: (1) awal kalimat sebanyak 20 data, (2) petikan langsung hanya satu data, (3) unsur nama jabatan dan pangkat serta sapaan yang diikuti nama orang hanya satu data, (4) nama geografi hanya satu data, dan (5) huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang berada di tengah-tengah kalimat kecuali unsur identitas, unsur geografi, unsur mengenai Tuhan, petikan langsung, singkatan, judul sebanyak 92 data. Kedua, kesalahan penulisan kata. Kesalahan penulisan kata yang ditemukan berupa: (1) imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) sebanyak 17 data, (2) bentuk ulang hanya satu data, (3) gabungan kata yang mendapat awalan dan akhiran sebanyak 7 data, (4) gabungan kata yang sudah padu sebanyak 3 data, (5) pemenggalan kata sebanyak 5 data, (6) kata depan, seperti di, ke, dan dari sebanyak 16 data, (7) partikel -lah, -kah, dan tah hanya satu data (8) partikel pun sebanyak 4 data (9) penyingkatan kata sebanyak 2 data, (10) bilangan hanya satu data, (11) kata ganti ku- dan kau- serta kata ganti -ku, -mu, dan -nya sebanyak 2 data (12) kata tidak baku sebanyak 5 data, dan (13) kekeliruan tulis sebanyak 22 data.

(9)

ix

ABSTRACT

Nugraheni, Maria Magdalena Damar Isti. 2016. Analysis of Misspelling on a Essays of Primary School Teachers Mahakam Ulu Regency, East Borneo, 2015. Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

The research discussed about the misspelling analysis within the essays made by the teachers at SD Kabupaten Mahakam Ulu, East Borneo in 2015. The purpose of this research was to describe the error in using the capitalized, italicized, and bold letters and the misspelling of the words within the teachers‘ essays in 2015. The theory used in this research was the improved Indonesia Spelling which was based on the law of the Ministry of National Education No. 50 2015.

This research was determined as qualitative descriptive. The data sources of this research were the essays made by the teachers at SD Kabupaten Mahakam Ulu, East Borneo in 2015. The research data were in the forms of the error usage of capitalized, italicized, and bold letters and the misspelling of the words within the sentences.

The results of this research were, first, the error usage of capitalized letters were 115 data, in details: (1) in the beginning of the sentences were 20 data, (2) in the direct quotation was 1 data, (3) in the position and degree and a

call name which are followed by the person‘s name was 1 data, (4) in a

geographic name was 1 data, (5) the capitalization was not used in the beginning of a word which was placed between a sentence except in the element of identity, geography, about God, direct quotation, acronym, and title were 92 data. Second, the misspelling of words. The misspelling of words found were: (1) affixes (prefix, infix, suffix) 17 data, (2) repetition 1 data, (3) compound words with affix and suffix 7 data, (4) regular compound words 3 data, (5) word‘s separation 5 data, (6) prepositions, such as di, ke, and dari 16 data, (7) suffix particles such as lah, -kah, and tah 1 data, (8) suffix particle pun 4 data, (9) acronyms 2 data, (10) numbers 1 data, (11) pronouns ku and kau, -ku, -mu, and nya 2 data, (12) irregular words 5 data, and (13) typos 22 data.

The implication of the spelling research‘s results was that the writing skills

need to be improved and the data of the error usage found in this research were expected to be consideration for the teachers to learn more in writing using the improved Indonesian spelling. The suggestions from this research were: first, the study of the improved Indonesia spelling in the universities was expected to produce more teachers who mastered in the writing skill with the proper spelling. Second, for the teachers at SD Kabupaten Mahakam Ulu, East Borneo, it was necessary for them to hold a writing workshop to improve the writing skill. Last, the other researchers were expected to develop some research in spelling with different types of essay.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga dengan berkat dan penyertaan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Kesalahan Ejaan pada Karangan Guru-guru Sekolah Dasar Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, Tahun 2015 ini dengan baik.

Sebagaimana disyaratkan dalam Kurikulum Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia (PBSI), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, penyelesaian skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.

Kelancaran dan keberhasilan proses pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma.

3. Dr. B. Widharyanto, M.Pd., selaku dosen pembimbing I yang dengan perhatian dan kesabaran, membimbing, memotivasi, dan memberi berbagai masukan yang sangat berharga bagi penulis mulai dari awal hingga akhirnya penulis menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

4. Dr. Y. Karmin, M.Pd. selaku dosen pembimbing II yang dengan perhatian dan kesabaran, membimbing, memotivasi, dan memberi berbagai masukan yang sangat berharga bagi penulis mulai dari awal hingga akhirnya penulis menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

(11)

xi

bantuan, dan arahan yang sangat bermanfaat bagi penulis dari awal kuliah sampai selesai.

6. Bapak Robertus Marsidiq sebagai karyawan sekretariat PBSI yang selalu sabar memberikan pelayanan dan membantu kelancaran penulis dalam menyelesaikan kuliah di PBSI sampai penyusunan skripsi ini.

7. Kedua orang tua, Bapak Ignatius Budi Rukmono dan Ibu Helena Maria Isti Astuti yang telah memberi cinta, doa, dan dukungan baik secara moral maupun material bagi penulis selama menjalani masa kuliah sampai selesai ini.

8. Kakakku, Maria Dian Ika Budi Astuti dan Bernadeta Widya Budi Suryaningsih yang sudah memberikan dukungan, doa, dan perhatian dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Francisca Dewi Wulansari, Herningdyah Cahyaning Ratri, Nety Putri Perdani, Martinus Septian Aji Purnomo, dan Brigitta Swaselia Kasita teman

‗sepayung‘ dan seperjuangan yang sudah bersama-sama berjuang untuk menyelesaikan skirpsi ini.

10.Yuhacim Tito Setyo Budiharjo, Florentina Fibrianingtyas, Ana Afriyanti, Erichlina Susilawati, Nur Putri Indah, Fandi Riwanto, Hendra Sigalingging, Ludgerdius Beldi, dan terkhusus untuk Nicolaus Eko Krisnanto yang selalu memberikan doa, semangat, dan perhatian kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Teman-teman mahasiswa Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia (PBSI) angkatan 2010, 2011 dan 2012 yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas dinamika belajar yang pernah kita lalui mulai dari awal perkuliahan sampai penulis selesai menyelesaikan tugas akhir ini.

(12)
(13)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 4

1.3Tujuan Penelitian ... 4

1.4Manfaat Penelitian ... 5

1.5Batasan Istilah ... 6

1.6Sistematika Penyajian ... 7

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN ... 9

2.1 Penelitian Terdahulu ... 9

2.2 Landasan Teori ... 13

2.2.1 Perbedaan Kesalahan dan Kekeliruan ... 13

2.2.2 Ejaan ... 15

2.2.3 Kesalahan Ejaan ... 16

(14)

xiv

2.2.4.1 Sejarah Singkat EYD ... 16

2.2.4.2 Ruang Lingkup EYD yang akan Diteliti ... 17

2.3 Karangan ... 49

2.3.1 Karangan Narasi ... 50

2.3.2 Karangan Argumentasi ... 51

2.3.3 Karangan Eksposisi ... 52

2.3.4 Karangan Deskripsi ... 53

2.3.5 Karangan Persuasi ... 54

2.4 Kompetensi Guru-guru Sekolah Dasar ... 54

2.5 Kerangka Berpikir ... 55

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 56

3.1 Jenis Penelitian ... 56

3.2 Data dan Sumber Data ... 57

3.3 Objek Penelitian... 58

3.4 Instrumen Penelitian ... 59

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 59

3.6 Teknik Analisis Data ... 60

3.7 Triangulasi ... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 66

4.1 Deskripsi Data ... 66

4.1.1 Penggunaan Huruf kapital ... 66

4.1.2 Penulisan Kata ... 69

4.2 Analisis Data ... 74

4.2.1 Kesalahan Penulisan Huruf Kapital, Miring, dan Tebal ... 75

4.2.1.1 Penulisan Huruf Kapital ... 75

4.2.2 Kesalahan Penulisan Kata ... 79

4.2.2.1 Kata Berimbuhan ... 80

4.2.2.2 Bentuk Ulang ... 81

(15)

xv

4.2.2.4 Pemenggalan kata ... 84

4.2.2.5 Kata Depan ... 86

4.2.2.6 Partikel ... 87

4.2.2.7 Singkatan dan Akronim ... 89

4.2.2.8 Angka dan Bilangan ... 91

4.2.2.9 Kata Ganti ... 92

4.2.2.10 Kata Tidak Baku ... 93

4.2.2.11 Kekeliruan Tulis ... 94

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 96

4.3.1 Kesalahan Penulisan Huruf Kapital, Miring, dan Tebal ... 96

4.3.2 Kesalahan Penulisan Kata ... 98

BAB V PENUTUP ... 101

5.1 Kesimpulan ... 101

5.2 Implikasi Hasil Penelitian ... 102

5.3 Saran ... 103

DAFTAR RUJUKAN ... 105 LAMPIRAN

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perbedaan Kesalahan dan Kekeliruan ... 15

Tabel 2 Sumber Data ... 57

Tabel 3 Kode Penulisan Huruf ... 61

Tabel 4 Kode Penulisan Kata ... 62

Tabel 5 Jumlah Kesalahan Penggunaan Huruf ... 67

Tabel 6 Jumlah Kesalahan Penulisan Kata ... 69

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil Analisis Data dan Triangulasi ... 107

(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Sebagai warga negara Indonesia, setiap orang harus memperoleh hak-haknya. Salah satu hak yang sangat penting untuk menyongsong hidup di era globalisasi adalah hak untuk mendapat pendidikan seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1. Namun, pada kenyataannya masih banyak orang yang belum mendapat pendidikan yang layak, apalagi bagi mereka yang berada di wilayah perbatasan. Salah satu wilayah perbatasan di Indonesia, yaitu Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur berbatasan langsung dengan Negara Malaysia. Kabupaten Mahakam Ulu adalah kabupaten hasil pemekaran wilayah Kutai Barat. Berdasarkan situs web www.korankaltim.com yang diakses pada tanggal 5 April 2016, pendidikan di Kabupaten Mahakam Ulu masih memprihatinkan. Hal itu terlihat pada kekurangan tenaga pengajar di sekolah, mulai dari jenjang SD hingga SMA.

(18)

yang mengajar di sana, padahal pendidikan di jenjang sekolah dasar adalah fondasi dalam mengikuti pembelajaran di jenjang selanjutnya.

Empat komponen keterampilan berbahasa yang harus dikuasai pendidik (guru) dan pembelajar adalah keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Guru harus mempunyai kompetensi menulis. Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan lain (Tarigan, 2008:3). Selain harus terampilnya seorang guru dalam hal menulis, guru juga harus mampu memberikan contoh tentang penulisan artikel, opini, karangan, dan sebagainya. Tentu dalam kegiatan menulis, pendidik dan pembelajar sering menemukan kesalahan. Kesalahan itu dalam bentuk penggunaan kata ataupun dalam menggunakan huruf kapital. Maka dari itu, agar kesalahan tidak terjadi lagi, pendidik dan pembelajar harus memperhatikan ejaan yang disempurnakan.

Penelitian ini relevan karena kompetensi guru yang baik itu harus mengerti dan memahami dasar atau fondasi bahasa Indonesia yaitu penulisan ejaan. Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dalam bahasa tulis. Ibarat sedang menyetir kendaraan, ejaan adalah rambu lalu lintas yang harus dipatuhi oleh setiap pengemudi. Jika para pengemudi mematuhi rambu itu, terciptalah lalu lintas yang tertib dan aman. Namun, jika rambu-rambu itu tidak dipatuhi, kecelakaan tidak dapat dihindarkan. Seperti itulah kira-kira hubungan antara pemakai dan ejaan.

(19)

(pemisahan dan penggabungannya dalam suatu bahasa). Secara teknis, ejaan mencakup penulisan huruf (huruf besar/kapital dan huruf miring), penulisan kata, penulisan angka, dan pemakaian tanda baca (Wijayanti, 2011).

Objek penelitian ini didasarkan data yang berupa karangan guru-guru Sekolah Dasar Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. Dari observasi sekilas, peneliti menemukan bahwa kemampuan guru-guru di daerah perbatasan masih rendah dalam mengarang. Hal tersebut terlihat pada salah satu karangan guru SD Mahakam Ulu, Kalimantan Timur yang bernama Natalia Hong. Dalam

karangannya yang berjudul ―Lingkungan‖ terjadi kesalahan huruf kapital. Berikut ini, peneliti akan memperlihatkan kesalahan tulis pada karangan Natalia Hong, karangan nomor 14.

kini hutan bahkan seakan marah pada manusia.‖ Kar.14/B1/Kal.13

Kalimat di atas merupakan cuplikan dari karangan salah satu guru SD Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. Cuplikan kalimat di atas menurut ejaan, salah. Hal tersebut karena huruf kapital selalu digunakan untuk memulai sebuah kalimat. Selain kesalahan itu, tentu masih banyak kesalahan-kesalahan ejaan lain yang ditemukan dalam karangan Natalia Hong dan guru-guru SD Mahakam Ulu, Kalimantan Timur yang lain.

(20)

penelitian ini, peneliti memfokuskan pada kesalahan ejaan kata dalam kalimat-kalimat.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah yang diangkat adalah bagaimana kesalahan ejaan yang ada dalam karangan guru-guru Sekolah Dasar Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur tahun 2015? Secara terperinci, kesalahan ejaan mencakup dua hal berikut.

a. Apa sajakah kesalahan penulisan huruf kapital, miring, dan tebal yang ada dalam karangan guru-guru Sekolah Dasar Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur tahun 2015?

b. Apa sajakah kesalahan penulisan kata yang ada dalam karangan guru-guru Sekolah Dasar Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur tahun 2015?

1.3Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan selaras dengan rumusan masalah yang diangkat, yaitu sebagai berikut.

a. Mendeskripsikan kesalahan penggunaan huruf kapital, miring dan tebal yang ada dalam karangan guru-guru Sekolah Dasar Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur tahun 2015.

(21)

1.4Manfaat Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi untuk disiplin ilmu linguistik khususnya dalam dunia pendidikan, yaitu bagi para guru bahasa Indonesia, mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia dan bagi peneliti lain.

a. Bagi para guru Bahasa Indonesia

Penelitian ini dapat digunakan untuk pengajaran bahasa Indonesia dengan lebih tepat sebagai sumbangan informasi mengenai kesalahan penulisan kata, penulisan huruf, dan penggunaan tanda baca pada karangan narasi guru-guru Sekolah Dasar Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. Dari kesalahan-kesalahan yang terjadi, guru dapat membimbing siswanya untuk meminimalkan atau bahkan menghilangkan kesalahan yang dilakukan siswa ketika menulis.

b. Bagi mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia

Penelitian ini dapat memberikan masukan tentang kesalahan yang terjadi dalam tulisan, sehingga kelak jika menjadi guru, mahasiswa dapat menerapkan ilmunya untuk menjadi contoh bagi murid-muridnya.

c. Bagi peneliti lain

(22)

1.5Batasan Istilah a.Kesalahan

Kesalahan adalah penyimpangan yang disebabkan oleh faktor kompetensi. Hal tersebut berarti memang belum memahami sistem linguistik bahasa yang digunakannya (Tarigan dan Tarigan, 1988:75).

b.Kekeliruan

Kekeliruan adalah penyimpangan yang disebabkan oleh faktor performansi. Keterbatasan dalam mengingat sesuatu atau kelupaan menyebabkan kekeliruan dalam melafalkan bunyi bahasa, kata, urutan kata, tekanan kata, atau kalimat, dan sebagainya (Tarigan dan Tarigan, 1988:75).

c. Ejaan

Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran. Selain itu ejaan membahas bagaimana hubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan penggabungannya dalam suatu bahasa) (Putrayasa, 2010: 21).

d. Kesalahan Ejaan

(23)

e. Ejaan Yang Disempurnakan

Menurut Wijaya (2012), ejaan yang disempurnakan (EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Sebelum tahun 1972, ejaan Republiklah yang digunakan.

f. Karangan

Karangan adalah hasil perwujudan gagasan seseorang dalam bahasa tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh masyarakat pembaca (Gie, 2002:3). Jadi, karangan adalah sebuah karya yang tidak hanya ada di dalam pikiran seseorang.

1.6Sistematika Penyajian

Skripsi ini terdiri dari lima bab. Bab I berisi pendahuluan. Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian.

BAB II menguraikan landasan teori. Landasan teori meliputi penelitian yang relevan dan kajian teori. Dalam kajian teori dijabarkan perbedaan kesalahan dan kekeliruan, ejaan, kesalahan ejaan, ejaan yang disempurnakan dan karangan

BAB III memaparkan metodologi penelitian. Metodologi penelitian berisi jenis penelitian, subjek penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

(24)
(25)

9 BAB II

STUDI KEPUSTAKAAN 2.1Penelitian Terdahulu

Ada tiga penelitian terdahulu yang relevan dengan topik penelitian ini, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Yeni Ambarwati (2008) mahasiswa Universitas Sanata Dharma, Irin Lorensi Tri Murniati (2007) mahasiswa Sanata Dharma, dan Yasinta Nofiandari (2015) mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta. Peneliti secara singkat menguraikan ketiga penelitian di atas sebagai berikut.

Yeni Ambarwati (2008) dengan penelitiannya yang berjudul ―Kesalahan

Ejaan dalam Karangan Narasi Siswa Kelas V, SD Kanisius Demangan Baru dan

SD Kanisius Klepu, Yogyakarta, Tahun Ajaran 2007/2008‖. Penelitian tersebut

bertujuan untuk mendeskripsikan seberapa besar kesalahan penggunaan huruf kapital, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca dalam karangan, serta mencari perbedaan kesalahan pemakaian huruf kapital, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca dalam karangan narasi. Teknik yang digunakan adalah teknik sampel random atau acak.

(26)

Klepu sebesar 19,03%. Kelima, kesalahan pemakaian tanda baca oleh siswa kelas V SD Kanisius Demangan Baru sebesar 19,25%. Keenam, kesalahan pemakaian tanda baca oleh siswa SD Kanisius Klepu sebesar 42,67%.

Penelitian Irin Lorensi Murniati (2007) berjudul ―Kesalahan Ejaan dalam

Karangan Narasi dalam Karangan Narasi yang Dibuat oleh Siswa Laki-laki dan

yang Dibuat oleh Siswa Perempuan SMP Van Lith Jakarta Pusat Kelas VII

Semester 2 Tahun Ajaran 2006/2007‖. Masalah yang diteliti adalah kesalahan

ejaan apa yang dibuat oleh siswa laki-laki dalam karangan narasi SMP Van Lith Jakarta Pusat kelas VII semester 2 tahun ajaran 2006/2007, kesalahan ejaan apa yang dibuat oleh siswa perempuan dalam karangan narasi SMP Van Lith Jakarta Pusat kelas VII semester 2 tahun ajaran 2006/2007, dan bagaimana urutan jenis kesalahan dilihat dari banyaknya kesalahan dalam karangan narasi SMP Van Lith Jakarta Pusat kelas VII semester 2 tahun ajaran 2006/2007.

(27)

garis miring. Pada karangan siswa perempuan tidak ditemukan kesalahan penulisan si dan sang, kesalahan penulisan singkatan dan akronim, kesalahan pemakaian tanda titik koma, kesalahan pemakaian tanda titik dua, kesalahan pemakaian tanda pisah, kesalahan pemakaian tanda ellipsis, kesalahan pemakaian tanda kurung, kesalahan pemakaian tanda kurung siku, kesalahan pemakaian tanda petik tunggal, dan kesalahan pemakaian tanda garis miring.

Penelitian Yasinta Nofiandari (2015) berjudul ―Analisis Kesalahan Ejaan

Pada Skripsi Mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa

dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta‖. Penelitian tersebut bertujuan untuk

mendeskripsikan kesalahan huruf kapital, kesalahan penulisan kata depan dan imbuhan, kesalahan penulisan unsur serapan, dan kesalahan pemakaian tanda baca pada skripsi mahasiswa prodi BSI UNY. Sampel yang digunakan penulis berjumlah empat yang terdiri atas skripsi A tahun 2009, skripsi B tahun 2014, skripsi C tahun 2011, dan skripsi D tahun 2011. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik membaca dan mencatat, dan instrumen pengumpulan data dengan menggunakan human instrument. Teknik analisis data dilakukan dengan teknik analisis deskriptif kualitatif.

(28)

pemakaian tanda baca sebanyak 209 kesalahan, yang meliputi kesalahan pemakaian tanda baca titik (.) sebanyak 34 kesalahan, kesalahan pemakaian tanda baca koma (,) sebanyak 163 kesalahan, kesalahan pemakaian tanda hubung (-) sebanyak 1 kesalahan, kesalahan pemakaian tanda tanya (?) sebanyak 4 kesalahan, dan kesalahan pemakaian tanda baca titik dua (:) sebanyak 8 kesalahan, dan kesalahan pemakaian tanda seru (!), kesalahan pemakaian tanda baca titik

koma (;), kesalahan pemakaian tanda petik tunggal (‗…‘), kesalahan pemakaian

tanda petik (―…‖), dan kesalahan pemakaian tanda garis miring (/) tidak

ditemukan kesalahan.

(29)

2.2Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan teori yang dianggap relevan dan dapat mendukung temuan, sehingga dapat memperkuat penelitian yang dilakukan dan mendukung keakuratan data. Teori yang digunakan penulis untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian ini adalah perbedaan kesalahan dan kekeliruan, ejaan, kesalahan ejaan, Ejaan Yang Disempurnakan, dan karangan.

2.2.1 Perbedaan Kesalahan dan Kekeliruan

Dalam suatu pembelajaran bahasa, pendidik dan pembelajar sering menjumpai kesalahan dan kekeliruan. Menurut ilmu bahasa, kesalahan dan kekeliruan memang mempunyai makna yang berbeda. Menurut Tarigan dan Tarigan (1988), istilah kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake) dalam pengajaran bahasa dibedakan, yakni penyimpangan dalam pemakaian bahasa.

(30)

dapat diperkirakan seberapa jauh tingkat kemampuan kebahasaan siswa. Kesilapan biasanya bersifat konsisten dan dapat diramalkan daerah-daerahnya yang rawan.

Menurut kedua ahli, yaitu Tarigan (1988) dan Nurgiyantoro (2001), keduanya memiliki pendapat bahwa kesalahan selalu bersifat sistematis. Hal tersebut disebabkan oleh faktor kompetensi si pembelajar. Menurut Tarigan (1988) kekeliruan pada umumnya disebabkan oleh faktor performansi. Keterbatasan dalam mengingat sesuatu atau kelupaan menyebabkan kekeliruan dalam melafalkan bunyi bahasa, kata, urutan kata, tekanan kata, atau kalimat, dan sebagainya. Kekeliruan ini bersifat acak, artinya dapat terjadi pada setiap tataran linguistik. Kekeliruan biasanya dapat diperbaiki oleh para siswa sendiri bila yang bersangkutan lebih mawas diri, lebih sadar atau memusatkan perhatian. Siswa sebenarnya sudah mengetahui sistem linguistik bahasa yang digunakannya. Namun, karena sesuatu hal dia lupa akan sistem tersebut. Kelupaan ini biasanya tidak lama, karena itu pula kekeliruan itu sendiri tidak bersifat lama.

(31)

Menurut kedua ahli, yaitu Tarigan (1988) dan Nurgiyantoro (2001), keduanya memiliki pendapat bahwa kekeliruan selalu bersifat tidak sistematis. Hal tersebut disebabkan oleh faktor performansi si pembelajar.

Tabel 1. Perbedaan Kesalahan dan Kekeliruan Kategori/Sudut

Pandang Kesalahan Kekeliruan

Sumber Kompetensi Performansi

Sifat Sistematis Tidak sistematis

Durasi Agak lama Sementara

Sistem linguistik Belum dikuasai Sudah dikuasai

Hasil Penyimpangan Penyimpangan

Perbaikan Dibantu oleh guru: latihan, pengajaran remedial

Siswa sendiri: pemusatan perhatian Secara keseluruhan, dalam pembelajaran bahasa kesalahan dan kekeliruan memang berbeda. Pendidik dan pembelajar terkadang dalam menggunakan istilah kata kesalahan dan kekeliruan masih sering disamakan maknanya.

2.2.2 Ejaan

Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana hubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan penggabungannya dalam suatu bahasa) (Putrayasa, 2010). Terkadang, masalah ejaan dianggap sebagai masalah yang sangat sederhana. Hal ini yang membuat anggapan ini berkembang dan menyepelekan ejaan. Padahal, ejaan adalah rambu-rambu yang harus ditepati dalam menulis suatu teks.

(32)

sejumlah huruf dalam suatu bahasa disebut abjad. Ejaan didasarkan pada konvensi semata-mata, jadi lahir dari hasil persetujuan.

2.2.3 Kesalahan Ejaan

Menurut Widjono (2007), kesalahan ejaan dapat berakibat pada penolakan, penilaian yang buruk, kurang profesional, dan sebagainya. Kesalahan ejaan tersebut mengarah pada penyimpangan dalam menggunakan ejaan. Oleh karena itu, penguasaan ejaan secara mendalam dan menyeluruh sangat diperlukan demi keteraturan dalam penulisan.

2.2.4 Ejaan Yang Disempurnakan 2.2.4.1 Sejarah singkat EYD

Menurut Wijaya (2012), ejaan yang disempurnakan (EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.

Perbedaan (perubahan) antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah: ‗tj‘

menjadi ‗c‘ : tjutji  cuci, ‗dj‘ menjadi ‗j‘ : djarak  jarak, ‗j‘ menjadi ‗y‘ :

sajang  sayang, ‗nj‘ menjadi ‗ny‘ : njamuk nyamuk, ‗sj‘ menjadi ‗sy‘ : sjarat

 syarat, ‗ch‘ menjadi ‗kh‘ : achir  akhir, awalan ‗di-‗ dan kata depan ‗di‘

dibedakan penulisannya. Kata depan ‗di‘ pada contoh ―di rumah‖, ― di sawah‖,

(33)

menjadi ―u‖ ketika Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan Republik. Jadi sebelum EYD, ―oe‖ tidak digunakan.

2.2.4.2 Ruang Lingkup Ejaan Yang Disempurnakan yang akan Diteliti

Pada penelitian ini, ruang lingkup ejaan yang disempurnakan mengacu pada Permendiknas No. 50 Tahun 2015 dengan beberapa tambahan agar ejaan yang disempurnakan semakin lengkap. Dalam Permendiknas No. 50 Tahun 2015, ejaan yang disempurnakan meliputi penggunaan huruf, penggunaan huruf kapital, miring, tebal, penulisan kata, pemakaian tanda baca, dan penulisan unsur serapan. Dalam penelitian ini, peneliti hanya meneliti penggunaan huruf kapital, miring dan tebal, serta penulisan kata.

A. Penulisan Huruf

Huruf adalah tanda aksara dalam tata tulis; merupakan anggota abjad yang melambangkan bunyi bahasa (KBBI Daring: 2012). Berdasarkan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, penulisan huruf menyangkut tiga masalah, yaitu penggunaan huruf besar atau huruf kapital, penggunaan huruf miring, dan penggunaan huruf tebal.

1. Penulisan Huruf Besar atau Huruf Kapital

(34)

a. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin F.1 halaman 7, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada kata awal kalimat. Contoh untuk pemakaian huruf kapital ini dapat dicermati pada kalimat 1, 2, dan 3 berikut ini.

1) Apa maksudnya? 2) Dia membaca buku. 3) Kita harus bekerja keras.

Dalam contoh nomor 1 pada huruf A, contoh nomor 2 pada huruf D, dan contoh nomor 3 pada huruf K memperlihatkan penggunaan huruf kapital pada awal kalimat. Hal ini digunakan untuk memulai kalimat baru.

b. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin F.2 halaman 7, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama diri, termasuk julukan sebagai nama sapaan. Contoh untuk pemakaian huruf kapital ini dapat dicermati pada contoh 4, 5, dan 6 berikut ini.

4) Amir Hamzah 5) Jenderal Kancil 6) Vicky Nitinegoro

Dalam contoh nomor 4 huruf A dan H memperlihatkan bahwa huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama diri. Hal tersebut berbeda dengan contoh nomor 5 dengan huruf J dan K termasuk julukan sebagai nama sapaan. Pada contoh nomor 6 huruf V dan N, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama diri. Selain itu, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama yang nama jenis atau satuan ukuran, misalnya:

(35)

Contoh nomor 7 menunjukkan nama jenis ikan air tawar, contoh nomor 8 menunjukkan nama satuan ukuran, dan contoh nomor 9 menunjukkan nama jenis mesin. Huruf kapital tidak dipakai untuk menuliskan huruf pertama kata

yang bermakna ‗anak dari‘, seperti bin, binti, boru, dan van, atau huruf

pertama kata tugas, misalnya:

10) Abdul Rahman bin Zaini 11) Charles Adriaan van Ophuijsen 12) Ayam Jantan dari Timur

Contoh di atas memperlihatkan bahwa kata bin, van, dari tidak menggunakan huruf besar walaupun letaknya di tengah sebuah nama. Hal tersebut karena kata-kata tersebut mengandung makna ‗anak dari’.

c. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin F.3 halaman 8, huruf kapital dipakai pada kata awal kalimat dalam petikan langsung. Contoh untuk pemakaian huruf kapaital ini dapat dicermati pada kalimat 13, 14, dan 15 berikut ini.

13) Adik bertanya, "Kapan kita pulang?"

14) "Mereka berhasil meraih medali emas," katanya. 15) Orang itu menasehati anaknya, "Berhati-hatilah, Nak!"

Contoh di atas menunjukkan bahwa kalimat langsung selalu berawalan dengan huruf kapital. Letak penggunaan huruf kapital ini tidak selalu di awal kalimat.

(36)

ketuhanan dan keagamaan. Contoh untuk pemakaian huruf kapital ini dapat dicermati pada contoh 16, 17, dan 18 berikut ini.

16) Islam 17) Alkitab

18) Ya, Tuhan, bimbinglah hamba-Mu ke jalan benar.

Contoh nomor 16 dan 17 adalah contoh yang secara langsung menunjuk pada keagamaan. Hal tersebut berbeda dengan contoh nomor 18 terdapat dua kata yang menunjuk pada ketuhanan yaitu kata ‗Tuhan‘ dan kata ganti Tuhan, yakni

‗Mu‘

e. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin F.5a halaman 8, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan, keagamaan, atau akademik yang diikuti nama orang, termasuk gelar akademik yang mengikuti nama orang dan yang dipakai sebagai sapaan. Contoh untuk pemakaian huruf kapital ini dapat dicermati pada contoh nomor 19, 20, dan 21 berikut ini.

19) Sultan Hasanuddin 20) Pangeran Antasari 21) Selamat pagi, Dokter.

Contoh nomor 19 dan 20 menunjukkan nama orang dengan gelar sultan dan pangeran yang diikuti nama orang. Hal tersebut berbeda dengan contoh nomor 21 yang menunjukkan kata sapaan.

(37)

tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Selain itu, huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama sapaan yang diikuti nama orang. Contoh untuk pemakaian huruf kapital ini dapat dicermati pada kalimat nomor 22, 23 dan 24 berikut ini.

22) Wakil Presiden Adam Malik 23) Gubernur Papua Barat

24) Buah yang ia petik itu berasal dari kebun Pak Edi.

Pada contoh nomor 22 terlihat jelas bahwa ‗wakil presiden‘ menjelaskan siapa Adam Malik dan huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang. Contoh nomor 23 dan 24 menunjukkan bahwa huruf kapital dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu.

g. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin F.7 halaman 8, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Contoh untuk pemakaian huruf kapital ini dapat dicermati pada contoh nomor 25, 26, dan 27 berikut ini.

25) bangsa Indonesia 26) bahasa Bali 27) bahasa Jawa

Contoh nomor 25 menunjukkan bahwa huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa. Contoh nomor 26 dan 27 menunjukkan huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bahasa. Hal itu berbeda dengan penggunaan huruf kapital pada nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan tidak ditulis dengan huruf awal kapital, misalnya contoh nomor 28 dan 29 berikut ini.

(38)

Contoh nomor 28 dan 29 tidak ditulis dengan huruf kapital karena nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa sudah mendapat imbuhan. Imbuhan tersebut tergambar pada contoh berupa awalan akhiran.

h. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin F.8a halaman 9, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari besar atau hari raya dan peristiwa sejarah. Contoh untuk pemakaian huruf kapital ini dapat dicermati pada contoh nomor 30, 31 dan 32 berikut ini.

30) hari Senin 31) Perang Dunia II

32) Natal diperingati oleh umat Kristiani seluruh dunia.

Pada contoh nomor 30, 31, dan 32, hari-hari tersebut dianggap penting. Huruf kapital digunakan untuk memperingati hal itu.

i. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin F.9 halaman 9, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi. Contoh untuk pemakaian huruf kapital ini dapat dicermati pada contoh nomor 33, 34, dan 35 berikut ini.

33) Gunung Merapi 34) Danau Toba 35) Situpatenggang

Contoh nomor 33, 34, dan 35 menunjukkan nama diri. Hal yang menunjukkan nama diri biasanya ditulis dengan huruf kapital.

(39)

Contoh untuk pemakaian huruf kapital ini dapat dicermati pada contoh nomor 36, 37, dan 38 berikut ini.

36) Republik Indonesia 37) Kedutaan Besar Amerika 38) Perserikatan Bangsa-Bangsa

Contoh nomor 36, 37, dan 38 mengacu pada nama diri. Kata tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk tidak ditulis dengan menggunakan huruf kapital.

k. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin F.11 halaman 10, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata (termasuk unsur kata ulang sempurna) di dalam judul buku, karangan, artikel, dan makalah serta nama majalah dan surat kabar. Contoh untuk pemakaian huruf kapital ini dapat dicermati pada kalimat nomor 39, 40, dan 41 berikut ini.

39) Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma. 40) Dia membaca artikel yang berjudul Masa Orientasi Mahasiswa. 41) Ia menyajikan makalah "Masa Hidup Laba-Laba Jantan".

Pada contoh nomor 39, 40, dan 41 nama buku, artikel dan makalah ditulis dengan huruf kapital untuk memberi penekanan. Namun, kata tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk, yang tidak terletak pada posisi awal.

l. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin F.12 halaman 10, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, atau sapaan. Contoh untuk pemakaian huruf kapital ini dapat dicermati pada contoh nomor 42, 43, dan 44 berikut ini.

(40)

Pada contoh nomor 42, huruf kapital digunakan sebagai nama gelar saja, tidak untuk singkatan seperti dll (dan lain-lain), dan sebagainya. Pada contoh nomor 43 dan 44 kata ‗Kolonel‘ dan ‗Jendral‘ telah melekat pada nama diri seseorang, sehingga menggunakan huruf kapital.

m. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin F.13 halaman 10, huruf kapital digunakan sebagai penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, kakak, adik, dan paman, serta kata atau ungkapan lain yang dipakai dalam penyapaan atau pengacuan. Contoh untuk pemakaian huruf kapital ini dapat dicermati pada kalimat nomor 45, 46, dan 47 berikut ini.

45) "Kapan Bapak berangkat?" tanya Hasan. 46) Surat Saudara sudah kami terima. 47) ―Hai, Keriting, darimana saja?‖ tanyaku.

Pada contoh nomor 45 kata ‗Bapak‘ digunakan sebagai sapaan. Contoh nomor 46 digunakan sebagai kata ganti. Contoh nomor 47 kata ‗Keriting‘ digunakan sebagai nama julukan. Hal tersebut selalu menggunakan huruf kapital.

n. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang berada di tengah-tengah kalimat kecuali unsur identitas, unsur geografi, unsur mengenai Tuhan, petikan langsung, singkatan, judul. Contoh untuk pemakaian huruf kapital ini dapat dicermati pada kalimat nomor 48, 49, dan 50 sebagai berikut.

(41)

Pada contoh nomor 48, 49, dan 50 huruf kapital tidak dibenarkan berada di tengah kalimat kecuali dengan persyaratan. Hal tersebut tentu tidak lazim dan tidak baku.

2. Penulisan Huruf Miring

Menurut KBBI Daring (2012), huruf miring adalah huruf yang letaknya miring, tetapi tidak menyerupai tulisan tangan seperti pada kursif. Huruf miring digunakan untuk: (a) menuliskan judul buku, nama majalah, atau nama surat

kabar yang dikutip dalam tulisan, termasuk dalam daftar pustaka, (b) menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata

dalam kalimat, dan (c) menuliskan kata atau ungkapan dalam bahasa daerah atau bahasa asing.

a. Menurut Permendiknas No. 50 tahun 2015 poin G.1 halaman 11, huruf miring dipakai untuk menuliskan judul buku, nama majalah, atau nama surat kabar yang dikutip dalam tulisan, termasuk dalam daftar pustaka. Contoh untuk pemakaian huruf miring ini dapat dicermati pada kalimat nomor 51, 52, dan 53 sebagai berikut.

51) Saya baru saja membaca majalah Kawanku edisi bulan ini. 52) Buku Hujan karya Tere Liye bersampul warna biru. 53) Novel Suatu hari di 2018 merupakan novel yang baru.

(42)

b. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin G.2 halaman 11, huruf miring dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata dalam kalimat. Contoh untuk pemakaian huruf miring ini dapat dicermati pada kalimat nomor 54, 55 dan 56 sebagai berikut.

54)Huruf terakhir kata abad adalah d.

55)Hal tersebut lebih bermakna kecuali dalam hal perhitungannya. 56)Dia tidak diantar, tetapi mengantar.

Contoh nomor 54, 55 dan 56 memperlihatkan secara jelas bahwa huruf miring untuk mengkhususkan bagian kalimat. Hal tersebut tentu memperjelas pembaca dalam membaca sebuah tulisan yang dimaksud.

c. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin G.3 halaman 11, huruf miring dipakai untuk menuliskan kata atau ungkapan dalam bahasa daerah atau bahasa asing. Contoh untuk pemakaian huruf miring ini dapat dicermati pada kalimat nomor 57, 58, dan 59 sebagai berikut.

57)Upacara peusijuek (tepung tawar) menarik perhatian wisatawan asing yang berkunjung ke Aceh.

58)Chandra mendownload lagu-lagu Sheila On 7. 59)Nama asing dari tanaman padi adalah oriza sativa.

Contoh nomor 57, 58, dan 59 memperlihatkan secara jelas bahwa huruf miring untuk mengkhususkan bagian kalimat. Hal tersebut karena tidak semua orang mengerti dengan kata yang dimaksud.

3. Huruf Tebal

(43)

Mahakam Ulu, Kalimantan Timur ini, huruf tebal digunakan sebagai pengganti huruf miring dengan fungsi untuk mempertegas. Namun, kemungkinan tidak ditemukan penggunaan huruf tebal dalam karangan karya guru Sekolah Dasar Mahakam Ulu karena karya mereka ditulis tangan. Huruf tebal digunakan untuk (a) menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring dan (b) menegaskan bagian-bagian karangan, seperti judul buku, bab, atau subbab.

a. Menurut Permendiknas no. 50 tahun 2015 poin H.1 halaman 12, huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring. Contoh untuk pemakaian huruf tebal ini dapat dicermati pada kalimat nomor 60 sebagai berikut.

60)Kata et dalam ungkapan ora et labora berarti ‗dan‘.

Contoh nomor 60 memperlihatkan kata ‗et‘ dipertegas dengan menggunakan huruf tebal. Penggunaan huruf tebal dengan huruf miring mempunyai fungsi sama sebagai mempertegas.

b. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin H.2 halaman 12, huruf tebal dapat dipakai untuk menegaskan bagian-bagian karangan, seperti judul buku, bab, atau subbab. Contoh untuk pemakaian huruf miring ini dapat dicermati pada kalimat sebagai berikut:

61)1.1 Latar Belakang dan Masalah

(44)

Contoh nomor 61 tergambar bagaimana penggunaan huruf tebal. Huruf tebal pada contoh digunakan untuk membedakan subbab dengan bab-bab.

B. Penulisan Kata 1. Kata Dasar

Kata dasar adalah kata yang belum diberi imbuhan apapun. Kata dasar adalah kata yang menjadi awal pembentukan kata yang lebih besar. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin A halaman 13, kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Contoh untuk pemakaian kata dasar ini dapat dicermati pada kalimat nomor 62, 63, dan 64 sebagai berikut.

62)Ibu percaya bahwa engkau tahu. 63)Dia pergi ke masjid.

64)Lalu, ia pulang ke rumah Dimas.

Contoh di atas terlihat bahwa semua kata yang digunakan dalam kalimat menggunakan kata dasar. Kata dasar adalah kata yang belum diberi imbuhan dalam bentuk awalan, sisipan, atau akhiran.

2. Kata Berimbuhan

a. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin B.1 halaman 13, imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasar. Selain hal itu, imbuhan yang diserap dari unsur asing seperti -isme, -man, -wan, atau wi ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya. Contoh untuk pemakaian kata berimbuhan ini dapat dicermati pada contoh nomor 65, 66, dan 67 sebagai berikut.

(45)

67) seniman

Contoh nomor 65 dan 66, kata ‗bergetar‘ dan ‗dikelola‘ tersebut diberi imbuhan yang berwujud awalan. Contoh nomor 67, kata ‗seniman‘ tersebut diberi imbuhan yang diserap dari bahasa asing yaitu –man. Menurut buku Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia (1997), imbuhan yang ada dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.

Akhiran : -kan, -i, dan –nya

Awalan : ber-, per-, me-, di-, ter-, ke-, se-, dan pe- Sisipan : -el-, -em-, dan –er-

b. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin B.2 halaman 13, bentuk terikat ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, misalnya antarkota. Namun, bentuk terikat yang diikuti oleh kata yang berhuruf awal kapital atau singkatan yang berupa huruf kapital dirangkaikan dengan tanda hubung (-), misalnya non-Indonesia.

Bentuk maha yang diikuti kata turunan yang mengacu pada nama atau sifat Tuhan ditulis terpisah dengan huruf awal kapital. Contoh untuk pemakaian bentuk maha ini dapat dicermati pada kalimat sebagai berikut.

(46)

69) Engkau Yang Mahakuasa selalu menentukan arah hidup kita. Pada contoh 69), kata maha memberi makna bahwa hal tersebut mengacu pada bentuk Tuhan. Hal tersebut tentu ditulis serangkai dengan menggunakan huruf kapital.

3. Bentuk Ulang

Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin C halaman 14, kata bentuk ulang adalah bentuk kata yang merupakan pengulangan kata dasar. Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya. Contoh untuk pemakaian bentuk ulang ini dapat dicermati pada contoh nomor 70, 71, dan 72 sebagai berikut.

70)anak-anak 71)laba-laba 72)sayur-mayur

Contoh nomor 70) dan 71) tersebut merupakan bentuk ulang tunggal. Sementara itu, contoh 72) merupakan bentuk ulang berubah beraturan.

4. Gabungan Kata

Gabungan kata adalah dua kata yang disusun menjadi satu-kesatuan. Hal tersebut menghasilkan makna lain/makna yang beda dengan kata pembentuknya. Penggunaan gabungan kata dapat dicermati pada poin a-e di bawah ini.

(47)

ditulis terpisah. Contoh untuk pemakaian gabungan kata ini dapat dicermati pada contoh nomor 7), 74, dan 75 berikut ini:

73) duta besar 74) ibu kota

75) persegi panjang

Contoh nomor 73, 74, dan 75 menunjukkan bahwa ada dua kata yang saling berbeda makna tetapi setelah disatukan menjadi satu makna. Hal tersebut dalam penulisannya tetap dipisah.

b. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin D.2 halaman 14, gabungan kata yang dapat menimbulkan salah pengertian ditulis dengan membubuhkan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya. Contoh untuk pemakaian gabungan kata ini dapat dicermati pada contoh nomor 76, 77, dan 78 berikut ini.

76) anak-istri pejabat 77) alat pandang-dengar 78) buku sejarah-baru

Contoh di atas, tanda hubung digunakan untuk menegaskan bahwa dua kata tersebut beda makna. Jika tidak diberi tanda hubung, dapat dimungkinkan bahwa memiliki makna yang tidak sama dengan yang asli.

c. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin D.3 halaman 14, gabungan kata yang penulisannya terpisah tetap ditulis terpisah jika mendapat awalan atau akhiran. Contoh untuk pemakaian gabungan kata ini dapat dicermati pada contoh nomor 79, 80, dan 81 berikut ini.

(48)

80) menganak sungai 81) Sebar luaskan

Pada contoh nomor 79, kata ‗bertepuk tangan‘ mendapat awalan ber-. Pada contoh nomor 80), kata ‗menganak sungai‘ mendapat awalan me-. Contoh nomor 81 mendapat akhiran –kan Jadi, ketiga contoh tersebut penulisannya harus tetap terpisah.

d. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin D.4 halaman 14, gabungan kata yang mendapat awalan dan akhiran sekaligus ditulis serangkai. Contoh untuk pemakaian gabungan kata ini dapat dicermati pada kalimat nomor 82, 83, dan 84 berikut ini.

82) Bangsa ini dipersatukan oleh Pancasila. 83) Ia mengasihi kekasihnya.

84) Penghancurleburan alkohol dilakukan oleh Polisi Bogor.

(49)

e. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin D.5 halaman 5, gabungan kata yang sudah padu ditulis serangkai. Contoh untuk pemakaian gabungan kata ini dapat dicermati pada contoh nomor 85, 86, dan 87 berikut ini.

85) Acapkal 86) Adakalanya 87) Perilaku

Contoh di atas kata-kata tersebut dibentuk dari dua kata yang berbeda arti. Namun, contoh-contoh di atas jika digabung penulisannya, maka mengandung satu arti.

5. Pemenggalan Kata

Pemenggalan kata merupakan pemisahan huruf/kelompok huruf dari kata. Kata-kata biasanya dibatasi oleh bidang dan ruang yang disyaratkan dalam penulisan sehingga kata-kata tidak dapat ditulis secara utuh. Pemenggalan kata dilakukan dengan cara sebagai berikut.

a. Pemenggalan kata yang diakibatkan karena tempat untuk menulis tidak cukup harus menggunakan tanda hubung. Contoh untuk pemenggalan kata ini dapat dicermati pada kalimat nomor 88, 89, dan 90 berikut ini.

88) Ketika malam datang, dia menyalakan lampu motornya agar pe- ngendara lain melihatnya.

89) Dalam seminar kesehatan kemarin, dia tidak melaporkan hasil se- minar pada teman-temannya.

90) Buku yang kubeli secara online tidak sesuai dengan yang saya pe- san.

(50)

kata pembentuknya. Hal ini biasanya ditemukan dalam penulisan secara manual/tulisan tangan.

b. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin E.1a halaman 15, jika di tengah kata terdapat huruf vokal yang berurutan, pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf vokal itu. Contoh untuk pemenggalan kata ini dapat dicermati pada contoh nomor 91, 92, dan 93 berikut ini.

91) bu-ah 92) ma-in 93) ni-at

Contoh nomor 91, 92, dan 93 memperlihatkan pemenggalan kata sesuai dengan suku katanya. Pemenggalan tersebut tidak boleh hanya menyisakan sebuah huruf konsonan kecuali akhiran –i.

c. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin E.1b halaman 15, huruf diftong ai, au, ei, dan oi tidak dipenggal. Contoh untuk pemenggalan kata ini dapat dicermati pada contoh nomor 94, 95, dan 96 berikut ini.

94) pan-dai 95) au-la 96) sur-vei

Diftong adalah dua vokal yang pengucapaannya dilakukan secara besamaan. Contoh nomor 94, 95, dan 96 menunjukkan penulisan diftong tidak dipisah karena pengucapannya pun juga tidak dapat dipisah.

(51)

dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Contoh untuk pemenggalan kata ini dapat dicermati pada contoh nomor 97, 98, dan 99 berikut ini.

97) Ap-ril 98) Ser-bu 99) Som-bong

Contoh di atas menunjukkan contoh dari sebuah deret konsonan. Deret konsonan adalah dua buah konsonan yang letaknya berdampingan. Deret konsonan ini merupakan dua buah konsonan yang terletak pada suku kata yang berlainan, maka cara pengucapannya juga dipisahkan.

e. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin E.1e halaman 15, jika di tengah kata dasar terdapat tiga huruf konsonan atau lebih yang masing-masing melambangkan satu bunyi, pemenggalannya dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua. Contoh untuk

pemenggalan kata ini dapat dicermati pada contoh nomor 100, 101, dan 102 berikut ini.

100) ul-tra 101) in-fra 102) ben-trok

Pemenggalan kata dilakukan berbagai cara dengan tujuan agar penggalan katanya tetap dapat dibaca seperti pada contoh nomor 100, 101, dan 102. Penggalan kata di atas disesuaikan dengan suku katanya.

(52)

unsur pembentuknya. Contoh untuk pemenggalan kata ini dapat dicermati pada nomor 103, 104, dan 105 berikut ini.

103) ber-jalan 104) per-ketat 105) mem-bantu

Berdasarkan contoh di atas, pemenggalan nomor 103, 104, dan 105 dipenggal berdasarkan awalan yang membentuknya. Pemenggalan kata ini

sangat jarang digunakan.

g. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin E.5 halaman 17, singkatan nama diri dan gelar yang terdiri atas dua huruf atau lebih tidak

dipenggal. Contoh untuk pemenggalan kata ini dapat dicermati pada kalimat nomor 106 dan 107 berikut ini.

106)Ia bekerja di DLLAJR.

107)Pujangga terakhir Keraton Surakarta bergelar R.Ng. Rangga Warsita

Contoh di atas menunjukkan contoh dari tidak bolehnya singkatan nama diri dan gelar dipenggal. Hal tersebut dilakukan agar tidak menimbulkan kesalah pahaman dalam membaca.

6. Kata Depan

(53)

Contoh untuk kata depan ini dapat dicermati pada kalimat nomor 108), 109) dan 110) berikut ini.

108)Kami belajar di perpustakaan kampus. 109) Kain itu disimpan di dalam lemari.

110) Dia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan.

Pada contoh nomor 108 dan 109, kata depan ‗di‘ menunjukkan tempat berada. Dua contoh tersebut diperkuat dengan kata yang menunjukkan bagian mana dari tempat itu. Contoh 110) kata depan ‗ke‘ menunjukkan aspek ‗gerak‘

atau ‗bergerak‘.

7. Partikel

a. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin G.1 halaman 17, partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Contoh

untuk partikel ini dapat dicermati pada kalimat nomor 111, 112, dan 113 sebagai berikut.

111) Bacalah buku itu baik-baik!

112) Apakah yang tersirat dalam surat itu? 113) Siapakah gerangan dirinya?

Pada contoh nomor 111, partikel –lah selalu digunakan dalam kalimat perintah atau kalimat berita. Partikel –lah berguna memberikan tegasan sedikit keras. Contoh nomor 112 dan 113 partikel –kah bersifat manasuka dan memberi efek kalimat lebih formal dan sedikit lebih halus.

(54)

114)Itu pun, akan kulakukan demi anakku.

115)Jika kita pulang malam pun, kendaraan masih tersedia.

116)Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah berkunjung ke rumahku.

Contoh di atas terlihat bahwa partikel –pun hanya digunakan dalam kalimat berita. Dalam contoh partikel –pun mengeraskan arti kata yang diiringinya. Partikel pun yang merupakan unsur kata penghubung ditulis serangkai. Contoh untuk partikel ini dapat dicermati pada kalimat nomor 117, 118, dan 119 sebagai berikut.

117)Dia tetap bersemangat walaupun lelah.

118)Adapun penyebab kemacetan itu belum diketahui. 119)Bagaimanapun pekerjaan itu harus selesai hari ini.

Contoh di atas memperlihatkan bahwa partikel –pun pada konjungsi ditulis serangkai. Partikel –pun lazim digunakan dalam kalimat berita.

c. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin G.3 halaman 18, partikel per yang berarti ‗demi‘, ‗tiap‘, atau ‗mulai‘ ditulis terpisah dari kata yang

mengikutinya. Contoh untuk partikel kata ini dapat dicermati pada kalimat nomor 120, 121, dan 122 sebagai berikut.

120)Mereka masuk ke dalam ruang rapat satu per satu. 121)Harga kain itu Rp50.000,00 per meter.

122)Karyawan itu mendapat kenaikan gaji per 23 Januari.

(55)

menimbulkan kesan bahwa kenaikan gaji hanya terjadi pada tanggal 23 Januari saja.

8. Singkatan dan Akronim

a. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin H.1 halaman 18, singkatan nama orang, gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik pada setiap unsur singkatan itu. Contoh untuk singkatan ini dapat dicermati pada contoh nomor 123, 124, dan 125 berikut ini.

123) A.H. Nasution Abdul Haris Nasution 124) H. Hamid Haji Hamid

125) Suman Hs. Suman Hasibuan

Singkatan adalah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih. Contoh-contoh tersebut penulisan contoh tersebut dimungkinkan karena untuk mempersingkat tempat.

b. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin H.2a halaman 18, singkatan yang terdiri atas huruf awal setiap kata nama lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, lembaga pendidikan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi ditulis dengan huruf kapital tanpa tanda titik. Contoh untuk singkatan ini dapat dicermati pada contoh nomor 126, 127, dan 128 berikut ini,

126) NKRI Negara Kesatuan Republik Indonesia 127) UI Universitas Indonesia

128) PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa

(56)

c. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin H.3 halaman 19, singkatan yang terdiri atas tiga huruf diikuti dengan tanda titik. Contoh untuk singkatan ini dapat dicermati pada contoh nomor 129, 130, dan 131 berikut ini.

129) hlm. halaman 130) dll. dan lain-lain 131) dsb. dan sebagainya

Berdasarkan contoh di atas, singkatan-singkatan tersebut banyak ditemui dalam surat-menyurat. Hal tersebut sudah lazim dalam penulisan.

d. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin H.4 halaman 19, singkatan yang terdiri atas dua huruf yang lazim dipakai dalam surat-menyurat masing-masing diikuti oleh tanda titik. Contoh untuk singkatan ini dapat dicermati pada contoh nomor 132 dan 133 berikut ini.

132) a.n. atas nama 133) d.a. dengan alamat

Berdasarkan contoh di atas, tanda ‗.‘ (titik) terkesan sebagai fungsi spasi antar kata depannya saja. Hal tersebut sering digunakan dalam surat menyurat.

e. Penyingkatan kata yang tidak lazim tidak diperbolehkan dalam penulisan. Contoh untuk singkatan ini dapat dicermati pada kalimat nomor 134, 135, dan 136 sebagai berikut.

134) Orang yg berbaju merah adalah karyawan kantor. (yang) 135) Sesudah dr pasar, saya harus memasak. (dari)

136) Saya hrs sampai rumah esok hari. (harus)

(57)

dibenarkan dalam tulisan dalam ragam bahasa formal. Hal tersebut tidak dibenarkan karena dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam membaca.

f. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin H.5 halaman 19, lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik. Contoh untuk singkatan ini dapat dicermati pada contoh nomor 137 dan 138 sebagai berikut:

137) Rp rupiah 138) cm centimeter

Berdasarkan contoh di atas, tidak menggunakan tanda ‗.‘ (titik) karena tanda

titik berfungsi sebagai penanda bahwa pada singkatan di atas merupakan hasil dari pengekalan dari bentuk utuhnya. Penggunaan ini sudah lazim digunakan.

g. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin H.7 halaman 19, akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal kapital. Contoh untuk akronim ini dapat dicermati pada contoh nomor 139 dan 140 berikut ini.

139) Bulog Badan Urusan Logistik 140) Kowani Kongres Wanita Indonesia

Contoh di atas menunjukkan bahwa Bulog dan Kowani merupakan nama diri. Nama diri selalu ditulis dengan huruf kapital. Jika nama-nama tersebut tidak ditulis dengan huruf kapital, bisa jadi dapat menimbulkan salah pengertian.

(58)

gabungan suku kata ditulis dengan huruf kecil. Contoh untuk akronim ini dapat dicermati pada contoh nomor 141, 142, dan 143 berikut ini.

141) iptek ilmu pengetahuan dan teknologi 142) pemilu pemilihan umum

143) puskesmas pusat kesehatan masyarakat

Contoh nomor 141, 142, dan 143 menunjukkan bahwa bukan nama diri selalu ditulis dengan huruf kecil. Hal tersebut tentu berbeda dengan akronim nama diri seperti Bulog.

9. Angka dan Bilangan

a. Bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika dipakai secara berurutan seperti dalam perincian. Hal tersebut dipertegas oleh Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin I.1 halaman 20. Contoh untuk bilangan ini dapat dicermati pada kalimat nomor 144, 145, dan 146 sebagai berikut.

144)Mereka menonton drama itu sampai tiga kali. 145)Koleksi perpustakaan itu lebih dari satu juta buku. 146)Obat itu harus dimakan dua kali sehari

Contoh di atas menunjukkan bahwa dengan ditulis huruf lebih memudahkan

dalam membaca. Selain itu jika huruf ‗satu juta‘ ditulis dengan nominal angka,

maka tidak efisien.

(59)

147) Lima puluh siswa mendapat beasiswa dari pemerintah daerah. 148) Tiga pemenang sayembara itu diundang ke Jakarta.

149) Dua orang itu tingkahnya mencurigakan.

Contoh di atas menunjukkan bahwa bilangan pada awal kalimat lazimnya ditulis dengan huruf. Jika dalam sebuah kalimat, bilangan pada awal kalimat ditulis tidak dengan huruf terkadang malah membuat rancu.

c. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin I.3 halaman 20, angka yang menunjukkan bilangan besar dapat ditulis sebagian dengan huruf. Contoh untuk penggunaan angka ini dapat dicermati pada kalimat nomor 150, 151, dan 152 sebagai berikut.

150)Dia mendapatkan bantuan 255 juta rupiah. 151)Proyek itu memerlukan biaya Rp10 triliun.

152)Pembangunan gedung itu dibantu oleh pemerintah 350 juta rupiah. Contoh di atas memperlihatkan bilangan besar tidak ditulis dengan menggunakan banyak angka 0. Hal tersebut dilakukan agar pembaca lebih mudah dalam memahami.

d. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin I.4 halaman 20, angka dipakai untuk menyatakan ukuran panjang, berat, luas, isi, dan waktu serta nilai uang. Contoh untuk penggunaan angka ini dapat dicermati pada contoh nomor 153, 155, dan 156 berikut ini.

153) 0,5 sentimeter 154) 5 kilogram

(60)

Berdasarkan contoh di atas, angka dalam nomor 153 dan 155 digunakan untuk menyatakan satuan luas dalam sentimeter dan hektare. Pada contoh nomor 154, angka ‗5‘ digunakan untuk menyatakan satuan berat dalam kilogram.

e. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin I.5 halaman 21, angka dipakai untuk menomori alamat, seperti jalan, rumah, apartemen, atau kamar. Contoh untuk penggunaan angka ini dapat dicermati pada kalimat sebagai berikut.

156) Jalan Tanah Abang I No. 15 157) Hotel Mahameru, Kamar 169

Berdasarkan contoh di atas, nomor 156, angka ‗15‘ digunakan untuk menyatakan alamat dengan nomor rumah. Contoh nomor 157, angka ‗169‘ digunakan untuk menyatakan nomor kamar. Hal tersebut digunakan untuk memperjelas.

f. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin I.6 halaman 21, angka dipakai untuk menomori bagian karangan atau ayat kitab suci. Contoh untuk penggunaan angka ini dapat dicermati pada kalimat sebagai berikut.

158) Teori ini terdapat pada bab II halaman 25 159) Markus 16: 15-16

(61)

g. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin I.7a halaman 21, bilangan utuh adalah bilangan yang menyatakan jumlah satuan secara penuh. Bilangan utuh dapat ditulis sebagai berikut.

160) dua belas (12) 161) Sepuluh (10) 162) lima ribu (5.000)

Contoh nomor 160 dan 161 bilangan utuh dinyatakan untuk jumlah angka belasan, sedangkan contoh nomor 162 bilangan tetap dinyatakan untuk jumlah angka ribuan. Hal tersebut menyatakan contoh-contoh bilangan bulat. Bilangan pecahan adalah bilangan yang jumlahnya kurang atau lebih dari bilangan utuh. Bilangan pecahan dapat ditulis sebagai berikut.

163)setengah atau seperdua ( ½ ) 164)tiga perempat (0,75)

Bilangan pecahan selalu menggunakan tanda (/) atau tanda (,). Hal tersebut digunakan untuk memperjelas angka yang dimaksud.

h. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin I.7 halaman 22, penulisan bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut. Contoh untuk penggunaan angka ini dapat dicermati pada contoh nomor 165 dan 166 berikut ini.

165) abad XX 166) abad ke-20

Contoh nomor 165 penulisan angka dapat dilakukan dengan angka Romawi. Contoh nomor 166 penulisan angka dilakukan dengan angka Arab.

(62)

penggunaan angka ini dapat dicermati pada kalimat nomor 167 dan 168 sebagai berikut.

167)lima lembar uang 1.000-an (lima lembar uang seribuan) 168)tahun 1950-an (tahun seribu sembilan ratus lima puluhan)

Contoh di atas akhiran –an dimaknai sebagai ‗antara‘. Penulisan bilangan ini selalu menggunakan tanda hubung.

j. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin I.10 halaman 22, penulisan bilangan dengan angka dan huruf sekaligus dilakukan dalam peraturan perundang-undangan, akta, dan kuitansi. Contoh untuk penggunaan angka ini dapat dicermati pada kalimat sebagai berikut.

169) Setiap orang yang menyebarkan atau mengedarkan rupiah tiruan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Contoh di atas, menunjukkan bahwa penulisan pada peraturan perundang-undangan, akta, dan kuitansi dianggap sebagai sesuatu yang penting. Maka, penulisannya harus jelas dan disertai nominal angka.

k. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin I.11 halaman 22, penulisan bilangan yang dilambangkan dengan angka dan diikuti huruf dilakukan seperti berikut. Contoh untuk penggunaan angka ini dapat dicermati pada kalimat sebagai berikut.

(63)

Contoh di atas menunjukkan bahwa penulisan bilangan yang dilambangkan dengan angka dan diikuti huruf dilakukan dengan memberi tanda. Hal tersebut digunakan untuk memperjelas pembaca.

l. Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin I.12 halaman 22, bilangan yang digunakan sebagai unsur nama geografi ditulis dengan huruf. Contoh untuk penulisan bilangan ini dapat dicermati pada contoh nomor 171, 172, dan 173 berikut ini.

171) Simpanglima 172) Rajaampat 173) Kelapadua

Contoh nomor 171, 172, dan 173 menunjukkan bilangan tetapi tidak ditulis dengan angka. Hal tersebut dikarenakan karena contoh-contoh tersebut menunjukkan nama tempat.

10.Kata Ganti ku-, kau-, -ku, -mu, dan -nya

Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, sedangkan -ku, -mu, dan -nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Hal tersebut dipertegas oleh Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin J halaman 22. Contoh untuk penulisan kata ganti ini dapat dicermati pada kalimat sebagai berikut.

174)Rumah itu telah kujual. 175)Rumah itu telah kaujual?

(64)

sebelumnya, pada kalimat nomor 175, seseorang mempertanyakan status kepemilikan rumah.

11.Kata Sandang si dan sang

Menurut Permendiknas No. 50 Tahun 2015 poin K halaman 23, kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Contoh untuk penulisan kata sandang ini dapat dicermati pada kalimat sebagai berikut.

176)Si kura-kura segera berlari.

177)Lalu sang semut memegang erat ranting itu.

178)Dalam cerita itu si Buta berhasil menolong kekasihnya.

Dalam penulisannya, kata si dan sang ditulis dengan huruf kecil. Kata yang mengikuti ditulis dengan huruf kecil jika bukan nama, panggilan, atau julukan. Contoh nomor 178, si Buta menunjukkan julukan maka ditulis menggunakan huruf kapital. Selain itu, huruf awal sang ditulis dengan huruf kapital jika sang merupakan unsur nama Tuhan, seperti: kita harus berserah diri kepada Sang Pencipta.

12.Kata Tidak Baku

Kata tidak baku adalah kata yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Biasanya, kata tidak baku digunakan dalam ragam bahasa nonformal. Tentu ada banyak faktor yang mempengaruhi ketidakbakuan kata. Salah satunya adalah penutur tidak mengetahui bentuk penulisan dari kata yang dia maksud. Berikut ini disajikan contoh-contoh kata tidak baku.

179)Rini membeli obat di apotik. (apotek)

Gambar

Tabel 1 Perbedaan Kesalahan dan Kekeliruan ................................................
Tabel 1. Perbedaan Kesalahan dan Kekeliruan Kategori/Sudut
Tabel 2. Sumber Data
Tabel. 5. Jumlah Kesalahan Penggunaan Huruf
+2

Referensi

Dokumen terkait