• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kohesi dan koherensi dalam karangan guru guru Sekolah Dasar Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kohesi dan koherensi dalam karangan guru guru Sekolah Dasar Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur"

Copied!
297
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI

DALAM KARANGAN GURU-GURU SEKOLAH DASAR

KABUPATEN MAHAKAM ULU, KALIMANTAN TIMUR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh:

Nety Putri Perdani

NIM: 121224051

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv MOTO

Jika kau tidak pernah mencoba, kau tidak akan pernah berubah

(Stand By Me Doraemon)

Di dunia ini tidak ada yang instan, semuanya butuh proses dan kerja

keras

(Anne Ahira)

Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh

kepercayaan, kamu akan menerimanya

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini untuk:

1. Tuhan yang Maha Esa yang senantiasa memberi berkat-Nya.

2. Bapak Trialam Bambang Sulistyo dan Ibu Prang Dwi Budiati yang tak

pernah lelah berjuang dan memberi dorongan moral maupun materiil sampai

saat ini dengan penuh cinta kasih.

3. Adikku Yesika Indriyana yang selalu memberi semangat dan doa.

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

Perdani, Nety Putri. 2016. Analisis Kohesi dan Koherensi dalam Karangan Guru-guru Sekolah Dasar Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan

Timur. SKRIPSI. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

Penelitian ini membahas kohesi dan koherensi dalam karangan guru-guru SD Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mendeskripsikan jenis-jenis kohesi dan koherensi dalam karangan yang disusun oleh guru-guru Seolah Dasar Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, (2)mendeskripsikan pemakaian kohesi dan koherensi dalam karangan yang disusun oleh guru-guru Sekolah Dasar Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur.

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini berupa karangan yang disusun oleh guru-guru Sekolah Dasar Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. Data penelitian ini berupa kohesi dan koherensi dalam paragraf para karangan para guru. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumentasi atau mengumpulkan dokumen yang merupakan karangan para guru Sekolah Dasar Kabupaten Mahakam Ulu. Data yang terkumpul diidentifikasi, kemudian dianalisis jenis-jenis kohesi dan koherensi serta ketepatan pemakaiannya.

Dari analisis data, dapat disimpulkan beberapa hal. Pertama, kohesi yang ditemukan dalam karangan para guru yaitu kohesi leksikal dan gramatikal. Kohesi leksikal meliputi: repetisi, hiponimi, sinonimi, ekuivalensi. Kohesi gramatikal meliputi: referensi, substitusi, konjungsi. Koherensi yang ditemukan dalam karangan para guru yaitu koherensi berpenanda dan tidak berpenanda. Koherensi berpenanda meliputi: kausalitas, kontras, aditif, rincian, temporal, kronologis. Jenis koherensi tidak berpenanda hanya koherensi perurutan. Kedua, kohesi dan koherensi yang cenderung digunakan dalam karangan para guru yaitu repetisi, konjungsi, kausalitas, dan perincian. Kekeliruan pemakaian kohesi dan koherensi cenderung dilakukan pada pemakaian repetisi, substitusi, konjungsi, kausalitas, dan kontras.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mengajukan saran kepada guru SD Kabupaten Mahakam Ulu, pembelajaran menulis dan pengembangan ilmu wacana, serta peneliti lain. Guru SD Kabupaten Mahakam Ulu seharusnya lebih menguasai ilmu kohesi dan koherensi dengan lebih baik, supaya dapat menjadi teladan yang baik untuk siswanya. Bagi guru Bahasa Indonesia, pembelajaran menulis sebaiknya terus dilakukan baik di dalam kelas maupun di luar kelas, sehingga ilmu wacana bisa terus dikembangkan melalui pengalaman yang diperoleh. Bagi peneliti lain sebaiknya terus mengembangkan penelitian dalam lingkup yang berbeda. Misalnya jenis karangan dibuat lebih spesifik seperti karangan narasi, deskripsi, argumentasi, persuasi, atau eksposisi.

(9)

ix ABSTRACT

Perdani, Nety Putri. 2016. The Analysis of Cohesion and Coherence in Essays Written by Elementary School Teachers in Mahakam Ulu, East

Kalimantan. UNDERGRADUATE THESIS. Yogyakarta: PBSI, JPBS,

FKIP, USD.

This research discussed about the cohesion and coherence in the essays made by the teachers at SD Kabupaten Mahakam Ulu, East Borneo. The purposes of this thesis were: (1) to describe the types of cohesion and coherence in the essays made by the teachers at SD Kabupaten Mahakan Ulu, East Borneo, (2) to describe the use of cohesion and coherence in the essays which were arranged by the teachers at SD Kabupaten Mahakan Ulu, East Borneo.

This research was determined as qualitative descriptive. The sources of this research were the essays arranged by the teachers at SD Kabupaten Mahakam Ulu, East Borneo. The data of this research were the cohesions and coherences within the passages of the essays. The data collecting was done by documentation study or collecting the documents which were the essays made by the teachers at SD Kabupaten Mahakam Ulu. The colected data were identified to analyze the types of cohesion, coherence, and the precision of use.

The conclusions from the analysis were, first, the cohesions found in the essays of the teachers were lexical and grammatical cohesions. The lexical cohesion included: repetition, hyponymy, synonymy, and equivalency. While the grammatical cohesion included: reference, substitution, and conjunction. The coherences found in the essays done by the teachers were marked and unmarked coherences. The marked coherences included causality, contrast, additive, detail, temporal, and chronology. The unmarked coherence included only sequence coherence. Second, the cohesions and coherences which were mostly used by the teachers were repetitive, conjunctive, causal, and detailed. The misused of the cohesions and coherences mostly happened in the use of repetitive, substitutive, conjunctive cohesion, causal, and contrastable.

Based on the results of the research, the researcher gave suggestion to the teachers at SD Mahakam Ulu, to the learning process of writing and discourse knowledge development, and the other researchers. The teachers at SD Kabupaten Mahakam Ulu were suggested to have mastered in using cohesions and coherences better so that they could be the good examples of their students. The Indonesian language teachers, learning process of writing was better to be done more often whether it was inside or outside the class hours, so that the discourse knowledge could be developed through the gained experiences. For the other researchers, it was suggested to always develop the research on various circumstances. For example, the types of the essays were more specifically done as narrative, descriptive, argumentative, persuasive, or expositional essays.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga dengan berkat dan penyertaan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Kohesi dan Koherensi dalam Karangan Guru-guru Sekolah Dasar Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur ini dengan baik. Sebagaimana disyaratkan dalam Kurikulum Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia (PBSI), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, penyelesaian skirpsi ini guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.

Kelancaran dan keberhasilan proses pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Dr. Yuliana Setyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma.

3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma.

4. Dr. B. Widharyanto, M.Pd., selaku dosen pembimbing pertama yang dengan perhatian dan kesabaran, membimbing, memotivasi, dan memberi berbagai masukan yang sangat berharga bagi penulis mulai dari awal hingga akhirnya penulis menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

(11)

xi

6. Dr. Y. Karmin, M.Pd. dan Septina Krismawati, S.S. M.A., selaku triangulator yang bersedia meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

7. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang dengan penuh dedikasi mendidik, membimbing, memberikan dukungan, bantuan, dan arahan yang sangat bermanfaat bagi penulis dari awal kuliah sampai selesai.

8. Bapak Robertus Marsidiq sebagai karyawan sekretariat PBSI yang selalu sabar memberikan pelayanan dan membantu kelancaran penulis dalam menyelesaikan kuliah di PBSI sampai penyusunan skripsi ini.

9. Bapak dan ibuku tercinta, Trialam Bambang Sulistyo dan Prang Dwi Budiati yang telah memberi cinta, doa, dan dukungan baik secara moral maupun material bagi penulis selama menjalani masa kuliah sampai selesai ini.

10. Adikku tersayang, Yesika Indriyana yang sudah memberikan dukungan, doa, dan perhatian dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Herningdyah Cahyaning Ratri, Maria Magdalena Damar Isti Nugraheni, Dewi Wulansari, Brigita Swaselia Kasita, dan Septian Purnomo Aji teman

„sepayung’ dan seperjuangan yang sudah bersama-sama berjuang untuk menyelesaikan skirpsi ini.

12. Herpan Rico Sigalingging, yang sudah memberikan kasih sayang, doa, dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

13. Sahabat-sahabatku, Yuhacim Tito, Yohanes Krista, Karmelia Galih Runti, Finda Putri Liyana, Yusuf Pamuji Nugroho, Aghnin Nugroho, Monika Cahyaningrum yang selalu memberikan doa, semangat, dan perhatian kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

14. Teman-teman di kos “coklat”, Kharina Lisa Dewi, Dian Andri Susanti, Pinaka Elda Swastika, Anggraini Sumarahati yang selalu memberikan doa, semangat, dan perhatian kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 15. Teman-teman mahasiswa Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia (PBSI)

(12)
(13)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR BAGAN ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 4

1.3Tujuan Penelitian ... 4

1.4Manfaat Penelitian ... 5

1.5Batasan Istilah ... 5

(14)

xiv

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN ... 8

2.1 Penelitian Terdahulu ... 8

2.2 Landasan Teori ... 11

2.2.1 Karangan ... 11

2.2.1.1 Karangan Narasi ... 12

2.2.1.2 Karangan Deskripsi ... 13

2.2.1.3 Karangan Persuasi ... 15

2.2.1.4 Karangan Argumentasi... 16

2.2.1.5 Karangan Eksposisi ... 18

2.2.2 Wacana ... 19

2.2.3 Kohesi ... 21

2.2.3.1 Kohesi Leksikal ... 22

2.2.3.2 Kohesi Gramatikal ... 26

2.2.4 Koherensi ... 30

2.2.4.1 Koherensi Berpenanda ... 31

2.2.4.2 Koherensi Tidak Berpenanda ... 35

2.2.5 Kompetensi Guru Sekolah Dasar ... 38

2.2.6 Kerangka Berpikir ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 42

3.1 Jenis Penelitian ... 42

3.2 Data dan Sumber Data ... 43

3.3 Objek Penelitian ... 44

3.4 Instrumen Penelitian... 45

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 45

3.6 Teknik Analisis Data ... 46

3.7 Triangulasi... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

4.1Deskripsi Data ... 50

(15)

xv

4.1.2 Pemakaian Kohesi dan Koherensi ... 60

4.2Analisis Data ... 64

4.2.1 Jenis Kohesi dan Koherensi ... 64

4.2.2 Pemakaian Kohesi dan Koherensi ... 91

4.3Pembahasan Hasil ... 127

4.3.1 Jenis Kohesi dan Koherensi ... 127

4.3.2 Pemakaian Kohesi dan Koherensi ... 132

BAB V KESIMPULAN ... 136

5.1 Kesimpulan ... 136

5.2 Implikasi ... 137

5.3 Saran ... 137

Daftar Pustaka ... 139

Lampiran ... 141

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Definisi Wacana ... 21

Tabel 1.2 Nama Guru dan Judul Karangan ... 43

Tabel 1.3 Kode Kohesi leksikal ... 47

Tabel 1.4 Kode Kohesi Gramatikal ... 47

Tabel 1.5 Kode Koherensi Berpenanda ... 48

Tabel 1.6 Kode Koherensi Tidak Berpenanda ... 48

Tabel 1.7 Kode Paragraf ... 49

Tabel 1.8 Jumlah Kohesi Leksikal ... 252

Tabel 1.9 Jumlah Kohesi Gramatikal ... 253

Tabel 1.10 Jumlah Koherensi Berpenanda... 255

(17)

xvii

DAFTAR BAGAN

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran atau pelatihan (KBBI, 1995: 326). Dalam hal ini, guru dan siswa merupakan pelaku yang terlibat sepenuhnya di dalam proses pengubahan sikap yang dilakukan. Pendidikan bukan hanya persoalan niat dari para siswa saja, tetapi guru mempunyai peran dan tanggung jawab yang besar di dalamnya. Itulah sebabnya kualitas pendidikan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh peran guru di dalam kelas. Seperti yang dikemukakan oleh Tatang (2012: 18) bahwa di dalam sistem pendidikan terjadi proses transformasi, itu artinya guru terlibat sepenuhnya untuk mengantarkan peserta didik menjadi manusia terdidik sesuai tujuan pendidikan yang diharapkan.

(20)

pendidikan masih sangat perlu dibenahi. Kekuarangan tenaga pengajar merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi di wilayah tersebut. Selain itu guru-guru SD di sana banyak yang hanya lususan SMA atau SMA paket C, sehingga penguasaan materi tidak diperoleh secara luas dan mendalam yang

memungkinkan guru kurang berkompeten

(http://disdik.kaltimprov.go.id/read/news/2014/817/permasalahan-bidang-pendidikan-di-kab.-mahulu.html, 20 April 2016, 11:20). Mengingat guru mempunyai peran penting dalam dunia pendidikan dengan adanya kasus kekurangan guru tentu akan membuat proses belajar mengajar menjadi tidak efektif, karena guru-guru tersebut akan kewalahan dalam mengampu para siswanya. Para guru butuh tenaga ekstra untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Beberapa kasus yang dialami oleh para guru di Mahakam Ulu membuat mereka tidak maksimal dalam melaksanakan tugasnya.

(21)

Bahasa adalah suatu sistem lambang berupa bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Chaer, 2011: 1). Sebagai suatu sistem, bahasa terbentuk oleh suatu aturan dan hasil kesepakatan. Di samping itu, bahasa bersifat arbitrer, tidak ada hubungan antara suatu lambang bunyi dengan benda yang dimaksud. Fungsi bahasa yang terutama yaitu dipahami sebagai alat untuk bekerja sama atau berkomunikasi.

Menurut Tarigan (2009: 2), untuk mengolah keterampilan berbahasa seseorang terdapat empat jenis keterampilan yang harus diasah, yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam hal ini, peneliti akan meneliti lebih jauh mengenai menulis. Bahasa secara tertulis dapat diwujudkan dalam bentuk wacana. Para ahli menyepakati bahwa wacana merupakan satuan bahasa yang paling besar yang digunakan dalam komunikasi (Rani, 2006: 3). Satuan pendukung kebahasaannya meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, hingga karangan utuh (Mulyana, 2005: 1). Wacana mempunyai bentuk dan makna. Kepaduan makna dan kerapian bentuk merupakan faktor penting untuk menentukan tingkat keterbacaan dan keterpahaman wacana.

(22)

tingkat keterbacaan dan keterpaham wacana berhubungan dengan bagaimana penulis menuangkan ide atau gagasannya secara padu. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti menerapkan teori analisis wacana sebagai pisau analisisnya.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:

a. Jenis kohesi dan koherensi apa sajakah yang terdapat dalam karangan yang disusun oleh guru-guru Sekolah Dasar Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur?

b. Bagaimana pemakaian kohesi dan koherensi dalam karangan yang disusun oleh guru-guru Sekolah Dasar Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur?

1.3Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini selaras dengan rumusan masalah yang diangkat, yaitu sebagai berikut:

a. Mendeskripsikan jenis-jenis kohesi dan koherensi yang terdapat dalam karangan yang disusun oleh guru-guru Sekolah Dasar Kabupaten MahakamUlu, Kalimantan Timur.

(23)

1.4Manfaat Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi secara teoritis dan praktis yaitu bagi para guru, mahasiswa bahasa dan sastra Indonesia dan bagi peneliti lain.

a. Bagi para guru, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengajaran bahasa Indonesia supaya lebih tepat dan kreatif. Khususnya dalam pembelajaran menulis, baik menulis karangan, menulis laporan, dan pembelajaran menulis lainnya dengan memperhatikan ketepatan kohesi dan koherensi.

b. Bagi mahasiswa bahasa dan sastra Indonesia, kiranya penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai jenis-jenis kohesi dan koherensi dalam suatu wacana. Dengan demikian, mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia bisa mengetahui, memahami, dan membedakan jenis-jenis kohesi dan koherensi dari setiap wacana yang dibacanya.

c. Bagi peneliti lain, diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan dan memberikan gambaran untuk dapat meneliti lebih jauh mengenai jenis-jenis kohesi dan koherensi dalam wacana bahasa Indonesia.

1.5Batasan Istilah

a. Karangan

(24)

b. Wacana

Wacana mempunyai acuan yang lebih luas dari sekedar bacaan. Wacana merupakan satuan bahasa yang paling besar yang digunakan dalam komunikasi. Satuan bahasa di bawahnya secara berturut-turut adalah kalimat, frase, kata, dan bunyi (Abdul Rani, 2006: 3).

c. Kohesi

Kohesi merupakan organisasi sintaksis, merupakan wadah kalimat-kalimat disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan (Tarigan, 2009:93). d. Kohesi Leksikal

Kohesi leksikal adalah hubungan leksikal antara bagian-bagian wacana untuk mendapatkan keserasian struktur secara kohesif (Mulyana, 2005: 29). e. Kohesi Gramatikal

Kohesi gramatikal merupakan piranti atau penanda kohesi yang melibatkan penggunaan unsur-unsur kaidah bahasa (Abdul Rani, 2006: 97). f. Koherensi

Koherensi merupakan pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta dan ide menjadi suatu untaian yang logis sehingga kita mudah memahami pesan yang dikandungnya (Wohl dalam Tarigan, 2009: 100).

g. Koherensi Berpenanda

(25)

h. Koherensi Tidak berpenanda

Koherensi tidak berpenanda adalah koherensi yang tidak diungkapkan dengan penanda-penanda kekoherensian, namun dipahami lewat urutan kalimatnya (Baryadi, 2002: 29).

1.6Sistematika Penyajian

Pada sistematika penyajian, penulis memaparkan proses penyusunan bagian-bagian skripsi secara ringkas. Penelitian ini terdiri dari lima bab dengan rincian sebagai berikut.

Bab I merupakan pendahuluan. Dalam bab ini dipaparkan 6 hal, yaitu (1)latar belakang, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penulisan, (4) manfaat penulisan, (5) batasan istilah, dan (6) sistematika penyajian

Bab II merupakan studi kepustakaan. Dalam bab ini dipaparkan 2 hal, yaitu (1)penelitian terdahulu dan (2) landasan teori.

Bab III merupakan metodologi penelitian. Dalam bab ini dipaparkan 6 hal, yaitu : (1) jenis penelitian, (2) objek penelitian, (3) sumber data, (4) instrumen penelitian, (5) teknik pengumpulan data, dan (6) teknik analisis data.

Bab IV merupakan pembahasan. Dalam bab ini dipaparkan 3 hal, yaitu (1)deskripsi data penelitian, (2) analisis data, dan (3) pembahasan.

(26)

8 BAB II

STUDI KEPUSTAKAAN

2.1Penelitian Terdahulu

Terdapat tiga penelitian terdahulu yang relevan dengan topik penelitian ini, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Agnes Dyah Purnamasari (2009), Yunita Christantri (2011), dan Antonius Nesi (2011). Secara ringkas berikut uraian ketiga penelitian terdahulu yang relevan tersebut.

(27)

intensitas. Jenis koherensi tidak berpenanda meliputi koherensi perian dan koherensi dialog.

Hubungan antara penelitian Agnes Dyah Purnamasari (2009) dengan penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Agnes Dyah Purnamasari meneliti kohesi dan koherensi pada karangan narasi siswa kelas VIII semester 1. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, penelitian ini membahas kohesi dan koherensi pada karangan guru-guru SD Kabupaten Mahakam Ulu. Karangan yang ditulis oleh para guru tidak hanya terpatok pada satu jenis karangan saja. Namun ada beberapa jenis karangan, seperti narasi, deskripsi, argumentasi, eksposisi, dan persuasi.

(28)

Koherensi berpenanda meliputi, koherensi kausalitas, koherensin kronologis, dan koherensi intensitas. Koherensi tidak berpenanda meliputi, koherensi perincian, dan koherensi perian.

Hubungan antara penelitian yang dilakukan oleh Yunita Christantri (2011) dengan penelitian ini yaitu bahwa keduanya memiliki kesamaan dalam menganalisis penanda kohesi dan koherensi dalam suatu karangan. Sedangkan perbedaannya terletak pada sumber data, penelitian yang dilakukan oleh Yunita Christantri sumber datanya yaitu karangan deskripsi yang ditulis oleh siswa. Dalam penelitian ini sumber datanya tidak hanya karangan deskripsi, tetapi ada juga karangan narasi, eksposisi, persuasi, dan argumentasi yang disusun oleh guru SD.

Antonius Nesi (2011) melakukan penelitian yang berjudul Kohesi dan Koherensi Wacana Bahasa Indonesia dalam Surat Kabar. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara dokumentasi dan catat, teknik tersebut diwujudkan dengan cara melakukan inventarisasi wacana, klasifikasi wacana, dan identifikasi kohesi dan koherensi. Sumber data yang diperoleh untuk penelitian yaitu dari wacana dalam surat kabar. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hasil penelitian yang diperoleh yaitu (1) kohesi leksikal dan kohesi gramatikal ditemukan dalam wacana surat kabar, dan (2) koherensi kontekstual, ko-tekstual, dan logis ditemukan dalam wacana surat kabar.

(29)

Antonius Nesi membahas kohesi dan koherensi dalam surat kabar. Sedangkan penelitian ini membahas kohesi dan koherensi dengan memfokuskan pada karangan guru-guru SD Kabupaten Mahakam Ulu.

2.2Landasan Teori

2.2.1 Karangan

Karangan adalah hasil perwujudan gagasan seseorang dalam bahasa tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh masyarakat pembaca (Gie, 2002: 3). Ide atau gagasan merupakan hal utama yang dibutuhkan penulis untuk kemudian dituangkan dalam sebuah karangan. Karangan itu sendiri ada lima jenis yaitu karangan narasi, deskripsi, persuasi, argumentasi, dan eksposisi. Masing-masing dari karangan tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda-beda dan mempunyai fungsi yang berbeda-beda juga.

(30)

dan eksposisi. Berikut ini akan dijabarkan kelima jenis karangan berdasarkan karakteristik dan fungsinya.

2.2.1.1 Karangan Narasi

Menurut Gorys Keraf (2007: 135-136), narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu. Unsur yang paling penting pada sebuah narasi adalah unsur perbuatan atau tindakan. Di samping itu, harus ada unsur lain yang perlu diperhitungkan, yaitu unsur waktu. Dengan demikian, pengertian narasi itu mencakup dua unsur dasar, yaitu perbuatan atau tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu. Berdasarkan hal itu, Keraf (2007) membatasi pengertian narasi sebagai suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan waktu.

(31)

mengisahkan sesuatu. Penulis tidak berusaha supaya pembaca mampu berandai-andai untuk menggambarkan suatu hal, namun penulis berusaha supaya pembaca mampu memahami maksud penulis sehingga pembaca seolah-olah mengalami sendiri peristiwa yang diceritakan oleh penulis.

Secara rinci, suatu karagan disebut sebagai karangan narasi jika karangan tersebut menyajikan serangkaian berita/peristiwa, disajikan dalam urutan waktu serta kejadian yang menunjukkan peristiwa awal sampai akhir, menampilkan pelaku peristiwa/ kejadian, latar yang digambarkan secara hidup dan terperinci. Contoh untuk karangan narasi dapat dicermati pada paragraf sebagai berikut.

(1) S menuturkan, siang itu tanggal 26 Mei 1985 ia sedang bersembahyang di dalam bloknya. Tiba-tiba ia mendengar suara gaduh, puluhan orang berhamburan keluar lewat pintu gerbang Rutan Salemba. Laki-laki yang belum menerima vonis itu langsung ikut kabur.

(Nasucha, 2009: 49)

Pada contoh karangan narasi di atas, penulis berusaha mengisahkan kronologis terjadinya suatu peristiwa. Penulis menceritakan suatu peristiwa mencekam yang terjadi di rutan siang itu.

2.2.1.2 Karangan Deskripsi

(32)

terhadap suatu objek secara rinci. Sehingga karangan deskripsi tersebut mampu menimbulkan daya khayal terhadap pembacanya.

Pengertian menulis tentang sesuatu atau memaparkan tentang sesuatu sebenarnya dapat juga berlaku bagi bentuk-bentuk tulisan lainnya, misalnya saja ekspositoris, argumentasi, narasi, karena memaparkan sesuatu atau mengisahkan sesuatu berarti membentangkan sesuatu melalui tulisan. Namun tetap terdapat perbedaan-perbedaan di antara beberapa jenis karangan tersebut. Dalam hal ini, karangan deskripsi jauh lebih kompleks dari jenis karangan lain.

Karangan deskripsi identik dengan adanya imajinasi atau daya khayal terhadap suatu hal. Dalam deskripsi penulis menuangkan perasaan, sifat, dan semua perincian wujud yang dapat ditemukan dalam suatu objek. Imajinasi atau daya khayal itulah yang menjadi sasaran oleh seorang penulis deskripsi.

Secara rinci suatu karangan dapat dikatakan sebagai karangan deskripsi jika melukiskan/menggambarkan suatu objek, bertujuan untuk menciptakan kesan atau pengalaman pada diri pembaca agar seolah-oleh mereka melihat, sifat penulisannya objektif karena selalu mengambil objek tertentu, penulisannya dapat menggunakan cara/metode realistis (objektif), impresionalistis (subjektif), atau sikap penulis. Contoh untuk karangan deskripsi dapat dicermati pada paragraf sebagai berikut.

(2) Wanita itu tampaknya tidak jauh usianya dari dua puluh tahun. Mungkin ia lebih tua, tapi pakaian dan lagak-lagaknya mengurangi umurnya. Parasnya cantik. Hidung bangur dan matanya berkilauan seperti mata seorang India. Tahi lalat di atas bibirnya dan rambutnya yang ikal berlomba-lomba menyempurnakan kecantiikannya itu.

(33)

Contoh karangan deskripsi di atas mengajak pembaca untuk berimajinasi atau mengkhayal mengenai paras cantik seorang wanita. Setiap kalimat menggambarkan secara detail wajah wanita tersebut.

2.2.1.3 Karangan Persuasi

Karangan persuasi adalah suatu seni verbal yang bertujuan untuk meyakinkan seseorang agar melakukan sesuatu yang dikehendaki pembicara pada waktu itu atau pada waktu yang akan datang (Keraf, 2007: 118). Orang yang menerima persuasi harus mendapat keyakinan bahwa keputusan yang diambilnya merupakan keputusan yang benar dan bijaksana dan dilakukan tanpa paksaan. Upaya yang biasa digunakan untuk meyakinkan khalayak adalah menyodorkan bukti-bukti yang ada.

Dalam rangka meyakinkan khalayak mengenai apa yang dipersuasikan, selain menyodorkan bukti-bukti penulis juga harus menimbulkan kepercayaan. Kepercayaan merupakan unsur paling penting dalam karangan persuasi. Persuasi selalu bertujuan untuk mengubah pikiran orang lain, ia berusaha agar orang lain dapat menerima dan melakukan sesuatu yang kita inginkan. Oleh karena itu unsur kepercayaan merupakan unsur yang mendasar dalam persuasi.

(34)

(3) Praktik berpidato memang luar biasa manfaatnya. Pengalaman setiap kali praktik merupakan pengalaman batin yang sangat berharga. Semakin sering praktik, baik dalam berlatih maupun dalam berpidato yang sesungguhnya, pengalaman batin itu semakin banyak. Dari pengalaman itu, pembicara dapat menemukan cara-cara berpidato yang efektif dan memikat. Semakin banyak daya pikat dan semakin sering diterapkan dalam praktik, semakin meningkat pula keterampilan pembicara

Tidak dapat disangkal bahwa praktik berpidato menjadi semacam obat kuat untuk membangun rasa percaya diri. Bila rasa percaya diri itu sudah semakin besar, pembicara dapat tampil tenang tanpa digoda rasa malu, takut, dan grogi. Ketenangan inilah yang menjadi modal utama untuk meraih keberhasilan pidato. Oleh karena itu, untuk meraih keterampilan atau bahkan kemahiran berpidato, Anda harus melakukan praktik berpidato.

(Nasucha, 2009: 51)

Contoh karangan persuasi di atas isinya yaitu meyakinkan pembaca supaya mau mengikuti kehendak penulis. Penulis begitu meyakinkan pembaca bahwa dengan terus berpraktik pidato akan mengasah rasa percaya diri, sehingga semakin sering orang berpidato akan semakin terampil untuk berpidato.

2.2.1.4 Karangan Argumentasi

Dalam komunikasi antara anggota masyarakat, argumentasi merupakan suatu cara yang sangat berguna, baik bagi perorangan maupun bagi anggota masyarakat secara keseluruhan. Menururt Keraf (2007: 100), argumentasi dipahami sebagai alat pertukaran informasi yang tidak dipengaruhi oleh pandangan-pandangan subjektif. Dengan menyodorkan fakta-fakta yang jelas, maka mereka yang menerima informasi merasa yakin bahwa apa yang disampaikan patut untuk diterima.

(35)

berusaha untuk menyelidiki. Ia harus mengetahui apa penyebab masalah tersebut, apa tujuannya, apa keuntungannya, dan sebagainya. Pendeknya, penulis harus berusaha menyampaikan pendapatnya secara teratur dan kritis, sesudah menjawab semua pertanyaan tadi dengan objektif.

Secara rinci, suatu karangan dapat dikatakan karangan argumentasi jika berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran gagasan pengarang sehingga kebenaran itu diakui oleh pembaca, pembuktian dilengkapi dengan data, fakta, grafik, tabel, dan gambar, pengarang berusaha mengubah sikap, pendapat, atau pandangan pembaca, pengarag menghindari keterlibatan emosi dan menjauhkan subjektivtas, dalam membuktikan kebenaran pendapat pengarang kita dapat menggunakan bermacam-macam pola pembuktian. Contoh untuk karangan argumentasi dapat dicermati pada paragraf sebagai berikut.

(4) Penebangan hutan harus segera dihentikan. Pohon-pohon di hutan harus dapat menyerap sisa-sisa pembakaran dari pabrik-pabrik dan kendaraan bermotor. Jika hutan ditebang habis, maka tidak ada mesin yang bisa menyerap sisa-sisa pembakaran. Sisa-sisa pembakaran itu dapat meningkatkan pemanasan global. Pemanasan global itu akan melelehkan gunung es di kutub. Akibatnya, kota-kota di tepi pantai seperti Jakarta, Surabaya, Singapura, Bangkok dan lain-lain akan terendam air laut. Jika hutan kita terus ditebang demi kepentingan ekonomi, maka akan terjadi bahaya yang luas biasa hebatnya. Oleh sebab itu, hutan harus kita selamatkan sekarang juga.

(Nasucha, 2009: 50)

(36)

2.2.1.5 Karangan Eksposisi

Eksposisi atau pemaparan adalah salah satu bentuk tulisan atau retorika yang berusaha untuk menerangkan dan menguraikan suatu pokok pikiran, yang dapat memperluas pandangan atau pengetahuan seseorang yang membaca uraian tersebut (Keraf, 1982: 3). Tujuan yang paling menonjol dalam tulisan ekspositoris adalah memperluas pandangan dan pengetahuan seseorang. Eksposisi sering dipergunakan untuk menyampaikan uraian-uraian ilmiah populer dan uraian-uraian ilmiah lainnya yang tidak berusaha mempengaruhi pendapat orang lain.

Dalam tulisan ini penulis tidak memaksa pembaca untuk menerima pandanganan penulis, karena pembaca bisa saja pro atau kontra terhadap gagasan penulis. Penulis hanya memberikan informasi-informasi baru melalui pemaparan yang tulisnya tanpa adanya unsur pendoktrinan.

Secara ringkas, suatu karangan dapat dikatakan sebagai karangan eksposisi jika menjelaskan informasi agar pembaca mengetahui, menyatakan sesuatu yang benar-benar terjadi, tidak terdapat unsur mempengaruhi dan memaksa kehendak, menunjukkan analisis/penafsiran secara objektif, menunjukkan sebuah peristiwa yang terjadi atau tentang proses kerja sesuatu. Contoh untuk karangan eksposisi dapat dicermati pada paragraf sebagai berikut.

(37)

Karangan eksposisi di atas isinya memaparkan suatu informasi mengenai aktivitas pembakaran dalam tubuh manusia. Karangan di atas berfungsi untuk memperluas pandangan dan pengetahuan seseorang. Karangan tersebut bersifat informatif, tanpa ada unsur pendoktrinan.

2.2.2 Wacana

Menurut Mulyana (2005: 1), wacana merupakan unsur kebahasaan yang relatif paling kompleks dan paling lengkap. Dalam linguistik, wacana dimengerti sebagai satuan lingual yang berada di atas tataran kalimat (Stubbs 1983:10 dan McHoul 1994:940, melalui Baryadi, 2002: 2). Wacana berada pada posisi tertinggi, di bawahnya terdapat satuan-satuan bahasa seperti fona, fonem, morfem, kata, frasa, klausa, dan kalimat.

Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan atau tertulis (Tarigan, 2009: 26). Defini lain dari wacana menurut Anton M. Moeliono (1988: 334), adalah rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan lainnya dalam kesatuan makna.

(38)

Berdasarkan pendapat para ahli yang beraneka ragam, dapat disederhanakan bahwa wacana merupakan suatu unsur kebahasaan secara tertulis yang menduduki tataran paling tinggi dari satuan-satuan bahasa seperti fona, fonem, morfem, kata, frasa, klausa, dan kalimat, serta saling berkesinambungan antara kalimat- kalimat yang menyusun suatu wacana, sehingga pembaca mampu memahami makna yang disampaikan penulis dalam wacana tersebut.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat dilihat adanya unsur-unsur penting wacana. Beberapa unsur-unsur penting wacana yaitu satuan bahasa, terlengkap dan terbesar/tertinggi, di atas kalimat/klausa, teratur/rapi/rasa koherensi, berkesinambungan, padu/rasa kohesi.

Unsur pembeda antara bentuk wacana dengan bentuk bukan wacana adalah pada ada tidaknya kesatuan makna yang dimilikinya. Misalnya ketika seseorang di suatu warung makan mengatakan: “soto, es jeruk, dua”, ucapan itu dapat dimaknai sebagai wacana karena mengandung keutuhan makna yang lengkap. Keutuhan itu tersirat dalam hal: (1) urutan kata ditata secara teratur, (2) makna dan amanatnya berkesinambungan, (3) diucapkan di tempat yang sesuai (kontekstual), dan (4) antara penyapa dan pesapa saling dapat memahami maknanya.

(39)

disebut kohesi dan hubungan makna atau hubungan semantis yang disebut koherensi. Dalam hal ini, untuk menghasilkan wacana yang kohesif diperlukan keefektivitasan kalimat, ekonomis dalam penggunaan bahasa, dan mencapai aspek kepaduan wacana. Di samping itu, untuk menghasilkan wacana yang koherensi tidak hanya dilihat dari bentuk luarnya saja. Namun juga didukung oleh gagasan yang memiliki hubungan makna. Pada bagian berikutnya akan dijelaskan mengenai kohesi dan koherensi.

2.2.3 Kohesi

Dalam pembahasan di awal telah disinggung bahwa wacana terdiri atas kalimat-kalimat, dalam hal ini kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam wacana. Untuk menciptakan keutuhan, bagian-bagian wacana harus saling berhubungan. Hubungan antarbagian wacana salah satunya dipengaruhi oleh kohesi. Penulis mengutip definisi kohesi dari dua ahli yaitu menurut Baryadi dan Tarigan yaitu sebagai berikut:

Tabel 1.1 Definisi wacana menurut Baryadi dan Tarigan Baryadi (2002: 17) Tarigan (2009: 93) Baryadi berpendapat bahwa kohesi

berkenaan dengan hubungan bentuk antara bagian-bagian dalam suatu wacana.

Tarigan berpendapat bahwa kohesi merupakan organisasi sintaksis, merupakan wadah kalimat-kalimat disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan.

(40)

wacana dapat dikatakan kohesif apabila terdapat kesesuaian secara bentuk bahasa.

Kohesi dalam suatu wacana sangatlah penting. Kohesi memberikan rasa padu antara kalimat satu dengan kalimat lainnya dalam satu paragraf dalam wacana. Terkadang tidak sedikit orang yang masih belum memahami mengenai kepaduan kalimat dalam suatu paragraf, sehingga kebanyakan orang tidak memperhatikan aspek kekohesifan tersebut, yang mengakibatkan kalimat-kalimat yang disusunnya hanya sekedar kalimat yang tidak padu sehingga sulit untuk dimengerti maknanya.

Ada dua jenis piranti kohesi yang dapat digunakan supaya suatu wacana dapat dikatakan sesuai dan padu, yakni (1) kohesi leksikal, dan (2) kohesi gramatikal.

2.2.3.1Kohesi Leksikal

(41)

A. Repetisi

Repetisi (pengulangan) adalah kohesi leksikal yang berupa pengulangan konstituen yang telah disebut (Baryadi, 2002: 25). Contoh untuk kohesi repetisi dapat dicermati pada paragraf sebagai berikut.

(6) Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tidak terbatas ini.

Pada contoh di atas menggunakan pengulangan kata berfilsafat. Pengulangan kata tersebut berfungsi untuk memelihara kepaduan kalimat dan menekankan pentingnya kata tersebut.

B. Hiponimi

Hiponimi adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna leksikal yang bersifat hierarkis antara konstituen yang satu dengan konstituen yang lain. Relasi makna tersebut terlihat dari hubungan antara konstituen yang memiliki makna yang umum dengan konstituen yang memiliki makna yang khusus. Konstituen yang bermakna umum disebut superordinat dan konstituen yang memiliki makna khusus disebut hiponimi (Baryadi, 2002: 26). Contoh untuk kohesi hiponimi dapat dicermati pada paragraf sebagai berikut.

(7) Sering kita melihat ilmuwan yang picik. Ahli fisika nuklir memandang rendah kepada ahli ilmu sosial. Lulusan IPA merasa lebih tinggi daripada lulusan IPS (Abdul Rani, dkk, 2006:133).

(42)

makna, ilmuan dalam kalimat di atas merupakan kata umum, sedangkan ahli fisika nuklir merupakan kata khususnya.

C. Sinonimi

Menurut Baryadi (2002:27), sinonimi adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna leksikal yang mirip antara konstituen yang satu dengan konstituen yang lain. Contoh untuk kohesi sinonimi dapat dicermati pada paragraf sebagai berikut.

(8) Jumlah orang Jawa perantauan ini selalu cenderung naik. Sensus yang dilakukan Inggris di tahun-tahun mereka berkuasa menunjukkan peningkatan itu.

Pada contoh di atas, terdapat sinonimi berupa naik dan peningkatan. Kata naik memiliki makna yang sama dengan kata peningkatan. Persamaan kata tersebut berfungsi untuk menunjang kejelasan kalimat.

D. Antonimi

Antonimi adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna leksikal yang bersifat kontras atau berlawanan antara konstit uen yang satu dengan konstituen yang lain (Baryadi, 2002: 28). Contoh untuk kohesi antonimi dapat dicermati pada paragraf sebagai berikut.

(9) Laki-laki lebih rasional, lebih aktif, lebih agresif. Wanita sebaliknya: lebih emosional, lebih pasif, lebih submisif (Budiman, 1981: 3).

(43)

E. Kolokasi

Kolokasi (sanding kata) adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna yang berdekatan antara konstituen yang satu dengan konstituen yang lain (Baryadi, 2002: 28). Contoh untuk kohesi kolokasi dapat dicermati pada paragraf sebagai berikut.

(10)Ada siswa yang mati karena dipukuli oleh teman-temannya. Kata gurunya, almarhum adalah siswa yang nakal dan suka menakut-nakuti teman-temannya dengan senjata tajam. Tetapi, menurut keluarga almarhumah, dia itu sangat soleh dalam hidupnya. Dia tidak pernah berbuat hal yang melanggar hukum.

Pada contoh di atas, terlihat bahwa kata mati berkolokasi (bersandingan) dengan kata almarhum. Karena keduanya memiliki makna yang saling berdekatan, yaitu almarhum mengandaikan sudah mati.

F. Ekuivalensi

Ekuivalensi merupakan suatu keadaan sebanding (senilai, seharga, sederajat, sama arti, sama banyak), atau merupakan suatu keadaan sepadan (KBBI). Keadaan yang sebanding menunjukan adanya persamaan pada kata yang dimaksud. Bisa jadi persamaan tersebut memiliki arti yang sama tetapi disajikan dalam bentuk yang berbeda. Contoh untuk kohesi ekuivalensi dapat dicermati pada paragraf sebagai berikut.

(11)Pak Wahyu adalah seorang pengajar. Beliau mengajar di SMA Bentara Wacana. Pak Wahyu sangat senang belajar hal-hal baru, sehingga wawasannya luas.

(44)

suatu kalimat. Keadaan tersebut bertujuan untuk mempertegas kata sehingga pembaca lebih mudah memahami pesan.

2.2.3.2Kohesi Gramatikal

Kohesi gramatikal adalah keterikatan gramatikal (tata bahasa) antara bagian-bagian wacana (Baryadi, 2002: 18). Kohesi gramatikal terdiri dari beberapa jenis, yaitu (1) referensi (penunjukkan), (2) substitusi (penggantian), (3) elipsis (pelepasan), dan (4) konjungsi (kata hubung).

A. Referensi

Referensi (penunjukan) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang menunjuk satuan lingual yang mendahului atau mengikutinya (Baryadi, 2002: 18).

Dalam bahasa Indonesia, baik penunjukan anaforis maupun kataforis, ditunjukan oleh kata-kata yang bersifat deiktis. Kata deiktis yaitu kata yang referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti tergantung pada konteksnya.

Berdasarkan arah penunjukannya, kohesi penunjukan dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu penunjukan anaforis dan kataforis.

(a) Referensi Anaforis

(45)

(12)Banyak orang percaya bahwa wanita sudah sewajarnya hidup dilingkungan rumah tangga. Tugas yang diberikan kepada mereka adalah: melahirkan dan membesarkan anak-anak di lingkungan rumah tangga, serta memasak dan memberi perhatian kepada suaminya. Tugas itu bukanlah tugas yang mudah bagi wanita.

Pada contoh di atas tampak bahwa kata itu dalam paragraf tersebut berfungsi sebagai penanda kohesi penunjuk anaforis. Kata itu menunjuk pada kalimat sebelumnya, yaitu tugas wanita dalam lingkungan rumah tangga.

(b) Referensi Kataforis

Referensi kataforis ditandai oleh adanya konstituen yang mengacu konstituen di sebelah kanan (Baryadi, 2002: 19). Dengan kata lain referensi kataforis mengacu pada konstituen sesudah kata yang ditunjuk. Referensi kataforis ditunjukan oleh kata berikut, berikut ini,yakni, yaitu. Contoh untuk kohesi referensi kataforis dapat dicermati pada paragraf sebagai berikut. (13)Jawablah pertanyaan berikut dan kemudian tulislah jawabannya pada

kartu pos. “Siapa nama senopati yang gugur dalam pertempuran?”

Pada contoh di atas tampak bahwa kata berikut dalam kalimat tersebut berfungsi sebagai penunjuk kataforis. Kata berikut menunjuk pada kalimat sesudahnya yaitu mengenai pertanyaan yang diajukan.

B. Substitusi

(46)

penggantian tersebut dilakukan untuk memperoleh unsur pembeda. Dalam kohesi ini terlibat dua unsur yaitu unsur terganti dan pengganti. Untuk kata pengganti orang contohnya dia, ia, mereka, -nya. Apabila unsur terganti berupa unsur bahasa yang menyatakan tempat (pronomina lokatif), maka unsur penggantinya berupa sini, situ, dan sana. Contoh untuk kohesi substitusi dapat dicermati pada paragraf sebagai berikut.

(14)Banyak anak kecil berkeliaran di pelabuhan. Orang tua mereka sudah tidak ada. Mata pencaharian mereka cuma menyemir sepatu dan mencari puntung rokok.

Substitusi di atas menunjukan adanya penggantian terhadap unsur kata ganti orang. Kata ganti mereka menggantikan kata anak kecil. Penggantiian tersebut dilakukan untuk memperoleh unsur pembeda.

C. Elipsis

Menurut Ramlan (1993), melalui Baryadi (2002: 24), Elipsis (pelepasan) adalah kohesi gramatikal yang berupa pelepasan (zero) konstituen yang telah disebut. Elipsis juga merupakan penggantian unsur kosong (zero), yaitu unsur yang sebenanrnya ada tetapi sengaja dihilangkan atau disembunyikan (Tarigan, 2009: 97). Contoh untuk kohesi elipsis dapat dicermati pada paragraf sebagai berikut.

(15)Kentang dikukus sampai matang, lalu x dikupas kemudian x dihaluskan. Setelah x halus, kentang dicampur susu, pala, lada, keju parut, garam. X Dimasak di atas api kecil sampai agak kering.

(47)

pengulangan kata yang berlebihan yang menimbulkan kalimat menjadi tidak efektif.

D. Konjungsi

Konjungsi adalah yang dipergunakan untuk menggabungkan kata dengan kata, frase dengan frase. Klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, atau paragraf dengan paragraf (Kridalaksana, 1984: 105, dalam Tarigan (2009: 97). Dalam Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia (Chaer, 2011: 140) dipaparkan lebih jelas mengenai definisi dari konjungsi yaitu sebagai berikut. Beberapa jenis konjungsi antara lain adalah:

(a) Konjungsi adversatif menunjukan adanya pertentangan misalnya namun, tetapi, sedangkan.

(b) Konjungsi kausal menyatakan hubungan sebab akibat misalnya sebab, karena, maka, sehingga.

(c) Konjungsi korelatif menunjukan adanya penegasan misalnya apalagi, demikian juga, bahkan, bahwa.

(d) Konjungsi subordinatif menyatakan adanya syarat misalnya meskipun, kalau, jika, apabila.

(e) Konjungsi temporal manyatakan waktu misalnya sebelumnya, sesudahnya, lalu, kemudian.

(48)

Berikut ini adalah contoh penggunaan konjungsi. Konjungsi yang diganakan yaitu konjungsi adversatif dan konjungsi kausalitas.

(16)Badannya terasa lelah. Namun, ia tetap nerangkat ke kantor. Masuk atau tidak, pekerjaan harus rampung. Sebab bulan depan buku laporan proyek harus sudah selesai.

Pada contoh di atas, konjungsi yang digunakan yaitu konjungsi adversaitif berupa namun dan konjungsi kausal berupa sebab. Kata namun menunjukkan adanya pertentangan, sedangkan kata sebab menunjukkan sebab akibat.

2.2.4 Koherensi

Menurut Baryadi (2002: 29), koherensi adalah keterkaitan semantis antara bagian-bagian wacana. Keterkaitan semantis dalam suatu wacana mendukung terbentuknya wacana yang baik, keterkaitan semantis dalam hal ini yaitu adanya keterkaitan makna dalam wacana tersebut. Wohl (1978: 25), dalam Tarigan (2009: 100) berpendapat bahwa koherensi adalah pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta dan ide menjadi suatu untaian yang logis sehingga kita mudah memahami pesan yang dikandungnya.

(49)

karena itu suatu wacana harus memperhatikan adanya keterkaitan kedua hal tersebut yaitu antara makna dan isi supaya menghasilkan wacana yang logis.

Aspek kohesi dan koherensi dalam suatu wacana sangat penting untuk diperhatikan. Wacana yang memiliki kepaduan antara bentuk dan makna akan lebih mudah untuk dipahami. Pada dasarnya, sesuatu yang dipadukan dengan tepat dan sesuai akan menghasilkan karya yang baik. Tidak jauh berbeda dengan suatu wacana, jika seseorang mampu menyusun wacana secara kohesif dan koheren tentu akan menghasilkan wacana yang baik pula. Oleh karena itu sangatlah penting bagi kita untuk mempelajari lebih dalam mengenai kepaduan kalimat dan kerapian gagasan sehingga dapat diterima secara logis.

Dalam hal ini, koherenasi dibagi menjadi dua jenis yaitu: 1) koherensi berpenanda dan 2) koherensi tidak berpenanda. Berikut perinciannya.

2.2.4.1 Koherensi Berpenanda

Penanda-penanda yang membangun kekoherensian kalimat dalam suatu wacana ada bermacam-macam. Baryadi (2002: 29) membagi koherensi berpenanda menjadi enam jenis, antara lain: 1) koherensi kausalitas, 2) koherensi kontras, 3) koherensi aditif, 4) koherensi rincian 5) koherensi temporal, 6) koherensi kronologis.

A. Koherensi Kausalitas

(50)

adanya konjungsi yang menunjukkan hubungan sebab-akibat. Contoh untuk koherensi kausalitas dapat dicermati pada paragraf sebagai berikut.

(17)Kira-kira mulai tahun 1980-an perkembangan kajian bahasa Indonesia cenderung mengarah ke bidang analisis wacana. Namun, perkembangan tersebut menghadapi kendala, yaitu masih langkanya literatur berbahasa Indonesia mengenai wacana, baik mengenai teori maupun model analisisnya. Oleh sebab itu, penyusunan buku ini dimaksudkan untuk mengisi kerumpangan tersebut (Baryadi, 2002:29).

Paragraf di atas ditandai dengan adanya koherensi kausaliatas, yaitu ditandai dengan kata oleh sebab itu. Kata tersebut menunjukkan adanya hubungan sebab akibat.

B. Koherensi Kontras

Koherensi kontras adalah koherensi yang menunjukkan hubungan perlawanan. Biasanya ditandai oleh konjungsi yang menyatakan adanya hubungan perlawanan misalnya, akan teapi. Contoh untuk koherensi kontras dapat dicermati pada paragraf sebagai berikut.

(18)Pohon rumbia memperbanyak durinya dengan tunas di bawah tanah. Jika sudah berbuah, pohon palem yang bernama rumbia ini akan mati. Akan tetapi, rumbia mampu hidup antara sembilan sampai lima belas tahun. Dari daging batang rumbia inilah diambil pati yang kemudian menjadi sagu. Rumbia mengandung delapan puluh persen pati, enam belas persen air, dan dua persen senyawa nitrogen dan abu (Dharma Wanita no. 104: 51, dalam Baryadi, 2002:30).

(51)

C. Koherensi Aditif

Koherensi aditif adalah adanya makna penambahan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Makna penambahan tersebut misalnya, di samping itu. Contoh untuk koherensi aditif dapat dicermati pada paragraf sebagai berikut.

(19)Agar badan tetap sehat, ada tiga hal yang perlu diperhatikan. Pertama-tama kita harus makan makanan bergizi, berikutnya kita harus berolah raga secara teratur. Di samping itu, kita harus memiliki cukup waktu untuk beristirahat (Baryadi, 2002:30).

Pada paragraf di atas, koherensi aditif ditandai melalui penambahan kata di samping itu. Kata tersebut menunjukkan adanya makna penambahan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain.

D. Koherensi Rincian

Koherensi rincian adalah koherensi yang menyatakan hubungan makna rincian penjelasan suatu hal. Koherensi rincian biasanya ditandai dengan kata yaitu, antara lain. Contoh untuk koherensi rincian dapat dicermati pada paragraf sebagai berikut.

(20)Berdasarkan media yang digunakan, komunikasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang dilakukan dengan media berupa bahasa, baik lisan maupun tertulis. Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang dilakukan dengan media yang berupa media bukan bahasa, baik media visual (bendera, cahaya, gambar) maupun media audio (sirene, kentongan, bel) (Baryadi, 2002:30).

(52)

E. Koherensi Temporal

Koherensi temporal yaitu hubungan makna waktu antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain (Baryadi, 2002: 30-31). Contoh untuk koherensi temporal dapat dicermati pada paragraf sebagai berikut.

(21)Sebelum ini saya menjalani kerja rangkap. Siang, jam 08.00 hingga jam 16.00 di kantor. Malam hari 20.00 hingga 02.00 kerja di sebuah kafe. Tiga bulan lalu saya berhenti kerja di kafe, hanya kerja di kantor pada siang hari. Aneh, sejak saat itu saya mudah sekali sakit. Minimal sudah lima kali saya ijin karena sakit (Minggu Pagi 2003, melalui Puspitasari, 2004:88).

Pada contoh di atas, terdapat makna yang berhubungan dengan waktu . Koherensi temporal atau yang menunjukkan hubungan makna waktu dinyatakan dengan konjungsi siang, malam, tiga bulan lalu, dan siang hari.

F. Koherensi Kronologis

Koherensi kronologis merupakan hubungan rangkaian waktu. Koherensi ini sering ditunjukkan oleh konjungsi yang menyatakan hubungan temporal (lalu, kemudian, sesudah itu), penanda kala (dulu, sekarang), dan penanda aspek (akan, belum, sudah) (Baryadi, 2002:32). Contoh untuk koherensi kronologis dapat dicermati pada paragraf sebagai berikut.

(22)Setelah berlari Busrodin masuk ke dalam lobang perlindungan. Terengah-engah lalu meletkkan tubuh sahabatnya di atas tanah. Sekarang mereka terlindung dari tembakan senapan musuh (Diponegoro 1975: 6).

(53)

2.2.4.2Koherensi Tidak Berpenanda

Koherensi tidak berpenanda diungkapkan secara implisit, yaitu tidak diungkapkan dengan penanda. Koherensi yang diungkapkan secara implisit dapat dipahami lewat urutan kalimatnya (Baryadi, 2002:34). Koherensi tidak berpenanda ada dua jenis, yaitu 1) koherensi perurutan, 2) koherensi perian, 3) koherensi dialog.

A. Koherensi Perurutan

Koherensi perurutan atau pentahapan yaitu hubungan makna yang menyatakan perbuatan yang dilakukan secara beurutan. Koherensi perurutan birisi mengenai tahap-tahap terjadinya suatu peristiwa (Baryadi, 2002: 33). Contoh untuk koherensi perurutan dapat dicermati pada paragraf sebagai berikut.

(23)Prosedur membuat ramuan untuk mencerahkan bibir yaitu:

(a) Ambillah segenggam daun sirih. Rebus sampai lunak. Lalu tumbuk sampai halus.

(b) Campur tumbukkan daub sirih itu dengan pasta gigi sampai rata. Dengan perbandingan seimbang.

(c) Oleskan ramuan itu pada bibir setiap menjelang tidur. Selama sepuluh hari. Selamat tersenyum cerah (Kartini No. 336:99).

Pada contoh di atas, tampak hubungan antar kalimat melalui penjelasan secara berurutan mengenai suatu hal. Paragraf di atas menjelaskan urutan cara membuat ramuan untuk mencerahkan bibir.

B. Koherensi Perian

(54)

(24)Burung walet hitam berukuran lebih besar (14 cm) dengan sayap panjang dan ekor bercelah dalam (menggarpu). Warna tunggingnya bervariasi antara abu-abu sampai hitam gelap seperti punggungnya. Kakinya tidak berbulu atau hanya sedikit berbulu (Mackinnon 1990: 212).

Pada paragraf di atas dijelaskan mengenai pendeskripsian burung walet hitam secara rinci dan jelas. Koherensi tidak berpenanda dipahami melalui urutan kalimatnya.

C. Koherensi Dialog

Koherensi dialog didominasi oleh koherensi stimulus-respon, koherensi stimulus-respon misalnya 1) koherensi fatis, 2) koherensi informatif, 3) koherensi pengukuhan, 4) koherensi penolakan, dan 5) koherensi negosiatif. Koherensi dialog tidak diwujudkan dalam bentuk penanda sehingga harus dipahami dari hubungan antarkalimatnya (Baryadi 2002: 34)

(a) Koherensi Fatis

Koherensi fatis adalah koherensi yang merupakan hubungan makna yang menyatakan bentuk tetap dan memiliki fungsi untuk sekedar basa-basi (Baryadi 2002: 34). Contoh untuk koherensi fatis dapat dicermati pada percakapan sebagai berikut.

(25)Selamat pagi, Pak! Selamat Pagi, Dik!

(55)

(b) Informatif

Koherensi informatif adalah koherensi yang merupakan hubungan makna yang menyatakan suatu bentuk informasi (Baryadi, 2002: 35). Contoh untuk koherensi informatif dapat dicermati pada percakapan sebagai berikut. (26)Sekarang jam berapa Dik?

Jam tujuh Bu!

Contoh di atas menunjukkan bahwa kalimat-kalimat tersebut berfungsi memberikan informasi. Adik memberikan informasi kepada ibunya bahwa waktu saat itu menunjukkan pukul tujuh.

(c) Koherensi Pengukuhan

Koherensi pengukuhan adalah koherensi yang merupakan hubungan makna yang menyatakan penegasan, penguatan pendapat, peneguhan (Baryadi, 2002: 35). Contoh untuk koherensi pengukuhan dapat dicermati pada kalimat sebagai berikut.

(27)Dia itu suka memberi komentar. Dia memang tidak bisa tutup mulut.

Pada contoh kalimat di atas tampak menunjukkan adanya penjelasan yang bersifat menguatkan pendapat. Pendapat tersebut dipaparkan oleh seseorang bahwa si Dia memang suka berkomentar dan tidak bisa tutup mulut.

(d) Koherensi Penolakan

(56)

Contoh untuk koherensi penolakan dapat dicermati pada percakapan sebagai berikut.

(28)Mari kita makan dan minum lebih dulu! Maaf Pak, saya masih kenyang.

Pada contoh di atas menunjukkan adanya kalimat yang berfungsi untuk menyampaikan penolakan. Seorang anak yang menolak ajakan bapaknya untuk makan karena masih kenyang.

(e) Koherensi Negosiatif

Koherensi negosiatif adalah koherensi yang merupakan hubungan makna yang menyatakan adanya tawar-menawar (Baryadi, 2002: 35). Contoh untuk koherensi negosiatif dapat dicermati pada percakapan sebagai berikut. (29)Berapa harga durian ini Bu?

Cuma dua puluh lima ribu rupiah. Boleh kurang?

Kurang dikit lah. Lima belas ribu, ya, bu! Belum bisa, naik sedikit lah!

Pada contoh di atas menunjukkan adanya negosiasi/tawar-menawar. Tawar menawar antara pedagang dan pembeli durian.

2.2.5 Kompetensi Guru Sekolah Dasar (SD)

(57)

Setiap guru harus memiliki kompetensi, dengan tujuan untuk menciptakan siswa yang berkualitas. Guru yang memiliki kompetensi dilihat dari penguasaan pengetahuan mereka, kemampuan mereka dalam mengikuti perkembangan ilmu, dan keterampilan yang dikuasai. Sebagai guru sekolah dasar, mereka dituntut untuk menguasai semua materi, termasuk materi Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari oleh siswa sekolah dasar. Oleh karena itu guru harus memiliki wawasan yang luas dan mendalam supaya dapat mengajarkan mata pelajaran ini dengan baik.

2.2.6 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut, kajian teori pada penelitian ini adalah karangan, jenis karangan, wacana, kohesi, dan koherensi. Teori-teori tersebut digunakan sebagai pisau analisis untuk melakukan analisis data.

Karangan adalah hasil perwujudan gagasan seseorang dalam bahasa tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh masyarakat pembaca (Gie, 2002: 3). Ide atau gagasan merupakan hal utama yang dibutuhkan penulis untuk kemudian dituangkan dalam sebuah karangan. Gorys Keraf (2007) memaparkan bahwa karangan itu sendiri ada lima jenis yaitu karangan narasi, deskripsi, persuasi, argumentasi, dan eksposisi.

(58)

berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan atau tertulis (Tarigan, 2009: 26).

Baryadi (2002: 17) berpendapat bahwa kohesi berkenaan dengan hubungan bentuk antara bagian-bagian dalam suatu wacana, sedangkan koherensi (Baryadi (2002: 29) adalah keterkaitan semantis antara bagian-bagian wacana. Jadi, kohesi berkaiatn dengan bentuk (implisit), dan koherensi berkaitan dengan makna (eksplisit).

(59)

Bagan 1 Kerangka Berpikir

ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI

DALAM KARANGAN KARYA GURU-GURU SD

KABUPATEN MAHAKAM ULU, KALIMANTAN TIMUR

Rumusan Masalah

1. Jenis kohesi dan koherensi apa sajakah yang terdapat dalam karangan yang disusun oleh guru-guru SD Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur?

2. Bagaimana pemakaian kohesi dan koherensi dalam karangan yang disusun oleh guru-guru SD Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur?

Klasifikasi

20 karangan yang terdiri dari karangan narasi, deskripsi, persuai,

argumentasi, dan

eksposisi (Gorys Keraf (2007)

Analisis

Baryadi (2002: 17) berpendapat bahwa kohesi berkenaan dengan hubungan bentuk antara bagian-bagian dalam suatu wacana. Adapun jenis-jenis konjungsi dalam kohesi gramatikal disesuaikan dengan teori Tarigan 2009) dan TBBI (2011).

(Baryadi (2002: 29) berpendapat bahwa koherensi adalah keterkaitan semantis antara bagian-bagian wacana.

Analisis Hasil

(60)

42 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif merupakan penelitian yang datanya berbentuk kata-kata atau gambar, dan tidak menekankan pada angka (Moleong, 2006: 11). Kriteria data dalam penelitian kualitatif adalah data yang pasti. Data yang pasti adalah data yang sebenanrnya terjadi sebagaimana adanya, bukan data yang sekedar terlihat, terucap, tetapi data yang mengandung makna di balik yang terlihat dan terucap tersebut. Penelitian ini disebut deskriptif kualitatif karena penelitian ini mendeskripsikan kohesi dan koherensi dalam karangan guru-guru SD Kabupaten Mahakam ulu, Kalimantan Timur. Dengan demikian, laporan penelitian nantinya akan berisi kutipan-kutipan data yang berupa paragraf-paragraf untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut.

(61)

disusun oleh guru-guru SD Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. Data yang terkumpul yaitu berupa kata-kata yang disajikan dalam paragraf dalam karangan tersebut.

3.2 Data dan Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh (Arikunto, 2006: 129). Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa paragraf yang mengandung kohesi dan koherensi. Peneliti akan menganalisis beberapa jenis karangan yaitu karangan narasi, deskripsi, persuasi, argumentasi, dan eksposisi. Sumber data penelitian ini adalah 20 karangan yang diperoleh dari pelatihan dan magang guru-guru SD Mahakam Ulu pada 30 Juli sampai dengan 28 September 2015. Pelatihan dan magang dilaksanakan di Hotel Museum Batik yang bertempat di jalan Dr. Sutomo 13 A Yogyakarta. Data yang berupa kohesi dan koherensi akan dipakai untuk kemudian dianalisis. Berikut akan dipaparkan nama dan judul karangan guru-guru SD Mahakam Ulu, Kalimantan Timur.

Tabel 1.2 Nama Guru dan Judul Karangan

No Nama Judul Jenis

Karangan Asal Sekolah 1 Antonius Anyeq Lingkungan Eksposisi SDN 002 Ujoh Bilang 2 Antonius Bunsu Lingkungan Narasi SDN 004 Noha Silat,

Kec. Long Apari 3 Albertus Hajang Lingkungan Persuasi SDN 008 Mandak

Besar 4 Donatus Dia Jagalah

Kebersihan

Eksposisi SDN 001 Lahan 5 Eka Saptha Bahaya Banjir Narasi SDN 001 Ujoh Bilang 6 Havui Larah,

S.Pd

Buanglah Sampah Pada Tempatnya

Persuasi SDN 005 Long Lunuk 7 Jumsaber Oang Lingkungan Narasi SDN 003 Long

(62)

8 Laan Lenjau Lingkungan Narasi SDN 004 Datah Bilang

9 Leris Uluk, S.Pd, SD

Lingkungan Narasi SDN 004 Datah Bilang

10 Marta Hibau Lingkungan Rumahku

Eksposisi SDN 003 Long Bangun

16 Teofilius Ledok (Tidak ada judul) Persuasi SDN 001 Tiong Bu’u 17 Theresia Hipui Lingkungan Narasi SDN 007 Mahakam 19 Luhung Huvat Menciptakan

Lingkungan Sehat

Eksposisi SDN 003 Long Tuyoq 20 Ester Ms Libe Akibat Banjir Narasi SDN 011 Long Hurai

3.3 Objek Penelitian

(63)

3.4 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama (Moleong, 2006: 9). Dalam penelitian ini, peneliti dengan bantuan orang lain terlibat dalam proses pengumpulan data. Dalam proses pengumpulan data, peneliti membuat soal beserta gambar berseri. Lalu peneliti memberikan soal tersebut kepada para guru SD yang sedang mengikuti diklat di Yogyakarta. Dalam prosesnya, peneliti berkedudukan sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor (Moleong, 2006: 132). Peran serta peneliti dari awal hingga akhir penelitian memang sangat diperlukan. Dalam hal ini, baik atau tidaknya hasil penelitian yang dilakukan sangat dipengaruhi oleh proses awal ketika mencari data, lalu melakukan analisis, hingga akhirnya melaporkan hasil penelitiannya.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

(64)

a. Peneliti mengumpulkan karangan para guru SD Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur.

b. Peneliti membaca karangan para guru SD Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur.

c. Peneliti mengidentifikasi jenis kohesi dan koherensi dalam paragraf pada karangan para guru.

d. Peneliti mengidentifikasi ketepatan pemakaian kohesi dan koherensi dalam setiap paragraf pada karangan para guru.

e. Peneliti memberikan pengkodean terhadap jenis kohesi dan koherensi.

3.6 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang peneliti gunakan adalah teknik analisis kualitatif. Teknik ini digunakan untuk menganalisis jenis-jenis kohesi dan koherensi serta ketepatan pemakaiannya. Analisis data menurut Moleong (1989:112) adalah proses mengorganisasi dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Langkah-langkah dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Peneliti mengidentifikasi jenis-jenis serta ketepatan pemakaian kohesi dan koherensi dalam karangan guru-guru SD Kabupaten Mahakam Ulu, kalimantan Timur.

(65)

c. Peneliti menganalisis jenis-jenis kohesi dan koherensi serta ketepatan penggunaannya.

d. Peneliti melakukan triangulasi data, data hasil penelitian akan dikonsultasikan kepada ahli untuk mendapatkan data penelitian yang valid dan sahih.

e. Setelah mendapat data yang valid, peneliti menyajikan data dalam bentuk deskrisi kata-kata sesuai dengan rumusan masalah.

Sebelum peneliti memasukkan data ke dalam tabel, peneliti membuat pengkodean terlebih dahulu untuk memudahkan analisis data. Berikut ini dipaparkan tabel pengkodean data.

Tabel 1.3 Kode Kohesi Leksikal No. Kohesi Leksikal Kode

1 Repetisi A

2 Hiponimi B

3 Sinonimi C

4 Antonimi D

5 Kolokasi E

6 Ekuivalensi Eku

Tabel 1.4 Kode kohesi Gramatikal No. Kohesi Gramatikal Kode

1 Referensi F

2 Referensi Anafora F1

3 Referensi Katafora F2

4 Substitusi G

5 Elipsis H

6 Konjungsi I

7 Konjungsi Adversatif I1

8 Konjungsi Kausal I2

9 Konjungsi Korelatif I3

10 Konjungsi Subordinatif I4

11 Konjungsi Temporal I5

Gambar

Tabel 1.1 Definisi wacana menurut Baryadi dan Tarigan
Tabel 1.2 Nama Guru dan Judul Karangan
Tabel 1.3 Kode Kohesi Leksikal
Tabel 1.6 Kode Koherensi Tidak Berpenanda
+3

Referensi

Dokumen terkait