• Tidak ada hasil yang ditemukan

6. PERUMUSAN STRATEGI BERSAING

6.2. Analisis Lingkungan Umum

6.2.2. Ekonomi

a. Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah

Selama lima tahun terakhir kita merasakan pergerakan nilai tukar yang berubah-ubah dan mengalami depresiasi terbesar pada tahun 2001 dan 2005. Penyebabnya adalah lemahnya perdagangan, minimnya aliran dana non-domestik dan kenaikan harga BBM. Ekspektasi para pelaku ekonomi atau sentimen pasar terhadap gejolak ekonomi dan politik yang terjadi juga mempengaruhi kondisi nilai tukar rupiah, ekspektasi yang buruk terhadap nilai tukar akan menyebabkan para pengusaha menetapkan harga tinggi sehingga menyebabkan daya saing

11

Zulkifli Siregar. Manajemen,karakteristik dan Informasi:Faktor Kunci Pengembangan Wisata Agro Indonesia. Buletin Kawasan edisi 14 tahun 2005.

produk Indonesia lemah dan akhirnya makin memperburuk penguatan nilai tukar rupiah seperti yang telah terjadi pada tahun 2005 lalu ketika harga BBM naik.12

Tabel 13. Peringkat Daya Saing Indonesia

No Negara 1998 2000 2001 2002 2003 2004 2005 1 USA 1 1 1 1 1 1 1 2 Singapura 2 2 3 8 4 2 3 3 Malaysia 12 26 28 24 21 16 28 4 Korea 36 29 29 29 37 35 29 5 Jepang 20 21 23 27 25 23 21 6 Cina 21 24 26 28 29 24 31 7 Thailand 41 31 34 31 30 29 27 8 Indonesia 40 43 46 47 57 58 59 9 Argentina - 42 45 48 58 59 58 10 Venezuela - 46 49 46 59 60 60 Jumlah negara (n) n=49 n=49 n=49 n=49 n=59 n=60 n=60

Sumber: LP3E Kadin Indonesia

Perilaku gejolak nilai tukar ini diukur melalui tingkat volatilitas, volatilitas menunjukkan kecenderungan nilai tukar untuk berubah. Selama tahun 2001-2006 ada perubahan volatilitas yang bersifat temporer, ini menunjukkan bahwa sentimen pasar masih ada namun hanya sementara. Tindakan seperti menaikkan harga terlalu tinggi akibat ekspektasi negatif terhadap kondisi ekonomi atau politik yang menyebabkan volatilitas masih terjadi. Indikator ekonomi (Nilai Tukar) 2007 mengacu kepada Departemen keuangan dan Kemenneg PPN/ Bappenas diperkirakan akan mencapai Rp 9.300/US dollar. Pemantauan kondisi ekonomi makro terkini juga menunjukkan adanya gejolak penurunan IHSG sampai ke level 1.710,367 dan penurunan harga minyak sampai di bawah US$60 per barel. Itu menunjukkan volatilitas masih terus berlangsung.13

12 Mahyus Ekananda.Komentar Ekonomi: Stop Overreaktif, Nilai Tukar Akan Stabil. www.warta ekonomi.com

13

Gambar 6.

Sumber: LP3E Kadin Indonesia

a. Akses Tol Cipularang

Pembukaan tol Cipularang beberapa tahun yang lalu telah memberi dampak ekonomi yang cukup baik terutama bagi para pelaku usaha yang berdomisili di Bandung, Subang dan sekitarnya. Perjalanan Jakarta-Bandung yang umumnya membutuhkan waktu 3,5 - 4 jam dapat dilakukan hanya dalam waktu dua jam saja berkat adanya tol Cipularang ini. Bagi Vin’s Berry Park pembukaan tol Cipularang ini telah memudahkan mereka dalam memperluas jangkauan pemasaran hingga ke Jakarta. Kedepannya dengan adanya tol Cipularang ini diharapkan membantu Vin’s Berry Park mendatangkan konsumen yang lebih banyak dari Jakarta.

b. Pertumbuhan PDRB dan Laju Inflasi

Pertumbuhan PDB Indonesia 2003-2005 menunjukkan perkembangan riil, meskipun dikejutkan oleh inflasi yang tinggi pada tahun 2005. Inflasi yang melonjak pada 2005 akan membawa potensi menurunya daya beli masyarakat, terutama pada golongan menengah ke bawah. Apabila pendapatan riil berkurang dapat berakibat kepada turunnya pengeluaran untuk rekreasi, sehingga akan membawa ancaman bagi industri agrowisata.

Tabel 14. Pertumbuhan PDB Nasional (Triliun)

Produk Domestik Bruto 2003 2004 2005

Current Price 2013,7 2273,4 2729,7

Constan price 1577,2 1656,8 1749,6

Growth Rate 4,78 5,05 5,60

Inflasi nasional 5,06 6,40 17,11

Sumber: BPS,2006

Pertumbuhan PDRB Jawa Barat dan DKI Jakarta periode 2002-2004 cukup baik dari sisi current prices maupun constant prices, namun perkembangan inflasi di Bandung yang melonjak sampai 19,58 pada 2005 membawa potensi menurunnya daya beli masyarakat dan alokasi pengeluaran untuk rekreasi. Lonjakan inflasi di Jakarta agak lebih rendah dibanding Bandung, pertumbuhan PDRB Jakarta lebih tinggi dan kebiasaan penduduk Jakarta untuk berekreasi keluar kota, membuat pengunjung dari Jakarta akan menjadi pasar yang lebih prospektif untuk agrowisata di Bandung dan sekitarnya.

Tabel 15. Inflasi 2001-2005 Inflasi 2001 2002 2003 2004 2005 Jakarta 11,52 9,08 5,78 5,87 16,08 Bandung 11,61 11,97 5,69 7,56 19,58 Denpasar 11,52 12,49 4,56 5,97 11,31 Nasional 12,55 10,03 5,06 6,40 17,11 Sumber: BPS,2006

Tabel 16 Pertumbuhan PDB Current Prices (Triliun rupiah)

Produk Regional Bruto 2002 2003 2004

Jawa Barat 241,4 270,7 305,3 DKI Jakarta 300,0 334,4 377,2 Jawa 1038,7 1164,4 1314,1 Bali 23,9 26,2 29,0 Indonesia 1863,3 2045,9 2303,0 Sumber:BPS,2006

Mengakhiri tahun 2006 inflasi pada bulan Desmber mencapai 1,21 persen. Secara keseluruhan tingkat inflasi pada tahun 2006 mencapai 6,6 persen yang jauh lebih rendah dari inflasi pada tahun 2005 sebesar 17,11 persen. Namun inflasi yang rendah ini tidak langsung menggambarkan lebih baiknya tingkat kesejahteraan masyarakat sepanjang tahun 2006.14 Kenaikan harga beras dan beberapa kebutuhan pokok masyarakat, khususnya menjelang akhir tahun 2006, sangat memberatkan kehidupan masyrakat. Lebih- lebih bagi mereka yang menjadi korban bencana alam di berbagai tempat di Indonesia sepanjang tahun 2006 lalu.

Tabel 17. Pertumbuhan PDB-Constant Prices (Triliun rupiah)

Produk Regional Bruto 2002 2003 2004

Jawa Barat 211,4 226,0 232,2 DKI Jakarta 250,3 263,7 279,1 Jawa 867,2 910,1 960,5 Bali 18,4 19,1 20,0 Indonesia 1506,1 1579,6 1660,6 Sumber:BPS,2006 14

Perkembangan harga barang diawal 2007 menunjukkan adanya kenaikan. Berdasarkan hasil pemantauan BPS di 45 kota pada bulan Januari 2007 terjadi inflasi 1,04 persen.15 Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada semua kelompok barang dan jasa seperti terlihat dalam Tabel 18.

Tabel 18. Sumbangan Kelompok Pengeluaran thd. Inflasi Nasional Januari 2007

Kelompok Pengeluaran Andil Inflasi (%)

Umum 1,04

1. Bahan Makanan 0,69

2. Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 0,15

3. Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 0,17

4. Sandang -0,01

5. Kesehatan 0,02

6. Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga 0,00

7. Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 0,02

Sumber: BPS,2007

d. Sektor Perbankan

Sektor perbankan adalah salah satu sektor yang dianggap membawa pengaruh negatif terhadap perputaran roda ekonomi Indonesia. Dari data pada Gambar 7 terlihat bahwa jumlah dana yang masuk ke sektor perbankan dan kredit yang disalurkan terus mengalami peningkatan. Namun penyaluran kredit yang dilakukan masih lamban dan minim merujuk pada nilai LDR yang masih disekitar angka 60 persen. Persoalan lamban dan minimnya kredit disebabkan karena bank-bank sulit menemukan nasabah yang sesuai untuk didanai. Peran intermediasi bank dirasakan sangat kurang. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perkembangan investasi untuk sektor riil minim sekali sehingga para pengusaha sulit untuk mengembangkan atau sekedar mempertahankan eksistensinya dalam dunia usaha.

15

Gambar 7.

Sumber:LP3E Kadin Indonesia

Bagi Vin’s Berry Park yang berlokasi di Kabupaten Bandung hal tersebut memperburuk keadaaan lingkungan usahanya karena menurut penelitian yang dilakukan oleh Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mengenai daya saing investasi di 228 daerah (169 Kabupaten 59 Kota) berdasarkan persepsi dunia usaha, Kabupaten Bandung menempati posisi 106 dengan peringkat “D” artinya dalam sejumlah faktor yang menentukan investasi seperti kepastian hukum, kesiapan infrastruktur, biaya tenaga kerja dsb Kabupaten Bandung jauh dari memuaskan dibanding daerah-daerah lain.

Dokumen terkait