• Tidak ada hasil yang ditemukan

TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM

4. Eksepsi Gugatan Penggugat Kabur ( Obscuur Libel);

Menimbang, bahwa parameter untuk menilai apakah suatu gugatan dikatakan kabur (Obscuur Libel) adalah dengan mendasarkan pada ketentuan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang berbunyi:

“ Gugatan harus memuat:

a. nama, kewarganegaraan, tempat tinggal, dan pekerjaan penggugat, atau kuasanya;

b. nama jabatan dan tempat kedudukan tergugat;

c. dasar gugatan dan hal yang diminta untuk diputuskan oleh Pengadilan.”

Menimbang, bahwa berdasarkan Surat Gugatan Penggugat yang telah diperbaiki pada tanggal 07 Januari 2016, pada bagian identitas telah jelas mencantumkan identitas Penggugat yaitu Lembaga Swadaya Masyarakat Barisan Anak Dayak (LSM BADAK) ,yang berdasarkan salinan / Grosse Akta Lembaga Swadaya Masyarakat Barisan Anak Dayak (LSM BADAK) Kalimantan Timur

Nomor 23 Tanggal 09 Agustus 2007 di wakili oleh Drs. A. Frencky Tennes, Kewarganegaraan Indonesia, Tempat Tinggal di Kalibata Selatan IIB No. 52 RT.012/RW.004, Kelurahan Kalibata Pancoran Jakarta Selatan, dalam hal ini diwakili oleh Kuasanya yaitu Kukuh Tugiyoni, SH dan HJ. Harnie, SH., kesemuanya warga Negara Indonesia, pekerjaan Advokat, beralamat di Daman Huri Perum Borneo Mukti II Blok C No.17 Kelurahan Mugirejo Kecamatan Sungai Pinang Kota Samarinda, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 26 Oktober 2015. Sedangkan pada bagian identitas Tergugat juga telah menyebutkan Bupati Kutai Kartanegara, berkedudukan di Jl. Wolter Monginsidi, Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara sebagai Tergugat;

Menimbang, bahwa Penggugat dalam gugatannya juga telah menyebutkan keputusan tata usaha negara yang menjadi objek sengketa yaitu Keputusan Bupati Kutai Kartanegara Tentang Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT. SINAR KUMALA NAGA NOMOR : 540/013/IUP-OP/MB-PBAT/VII/2009 KW KTN 2009 013OP Tanggal 14 Juli 2009 dan alasan-alasan pengajuan gugatannya. Di samping itu Penggugat dalam surat gugatannya juga telah memohon agar surat keputusan objek sengketa yang diterbitkan oleh Tergugat dinyatakan batal atau tidak sah dan memerintahkan agar Tergugat untuk mencabut surat-surat keputusan objek sengketa a quo;

Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan diatas, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa gugatan Penggugat telah jelas, sehingga telah memenuhi ketentuan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, oleh karenanya Eksepsi Tergugat dan Tergugat II Intervensi mengenai “Gugatan kabur ” adalah tidak beralasan hukum dan harus dinyatakan ditolak;

Menimbang, bahwa oleh karena eksepsi Tergugat dinyatakan ditolak maka selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan Pokok Perkaranya ;

DALAM POKOK PERKARA

Menimbang bahwa dalam menguji pokok pokok perkara dalam sengketa a quo, Majelis Hakim akan akan mempertimbangkan 3 (tiga) elemen pengujian, yakni 1. Kewenangan Tergugat dalam menerbitkan obyek sengketa a quo, 2. Prosedur penerbitan obyek sengketa a quo, 3. Substansi penerbitan obyek sengketa a quo;

Menimbang bahwa terlebih dahulu Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah Tergugat memiliki kewenangan secara hukum perundang-undangan dalam menerbitkan obyek sengketa a quo?

Menimbang bahwa dalam perkara a quo, yang , menjadi obyek sengketa adalah Keputusan Bupati Kutai Kartanegara Tentang Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT. SINAR KUMALA NAGA NOMOR : 540/013/IUP-OP/MB-PBAT/VII/2009 KW KTN 2009 013OP Tanggal 14 Juli 2009 (Bukti P-1 vide bukti T.II-Intv.1);

Menimbang bahwa setelah mencermati obyek sengketa tersebut, Majelis Hakim menemukan fakta bahwa yang bertanda tangan dalam Keputusan Bupati Kutai Kartanegara Tentang Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT. SINAR KUMALA NAGA NOMOR : 540/013/IUP-OP/MB-PBAT/VII/2009 KW KTN 2009 013OP. Tanggal 14 Juli 2009 adalah Penjabat Bupati Kutai Kartanegara ;

Menimbang bahwa saudara Drs. H. Sjahrudin MS, MM diangkat sebagai Penjabat Bupati Kutai Kartanegara berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 131.64-958 Tahun 2008 Tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Penjabat Bupati Kutai Kartanegara Propinsi Kalimantan Timur tanggal 16-12-2008 (bukti T-5)

Menimbang bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan menguji dan mempertimbangkan, apakah Penjabat Bupati dalam pemerintahan daerah secara

hukum memiliki kewenangan administratif dalam menerbitkan Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi dalam sebuah usaha pertambangan dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah No 49 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga PP 6-2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, Dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah;

- Pasal 32A ayat : “ Penjabat kepala daerah atau pelaksana tugas kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 131 ayat (4), atau yang diangkat untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah karena mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan menjadi calon kepala daerah/wakil kepala daerah, serta kepala daerah yang diangkat dari wakil kepala daerah yang menggantikan kepala daerah yang mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah dilarang:

a. melakukan mutasi pegawai;

b. membatalkan perijinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perijinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya;

c. membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya; dan

d. membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya;

- Pasal 32A ayat 2 : “(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat ( ) dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri;

Menimbang bahwa dalam perkara a quo, berdasarkan bukti T-5, pada tanggal 16 Desember 2006 Drs. H. Sjahrudin MS, MM ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri sebagai Penjabat Bupati Kutai Kartanegara untuk masa jabatan paling lama 15 (lima belas) bulan terhitung sejak tanggal pelantikan :

Menimbang bahwa berdasarkan bukti T-2 vide bukti T.II.Intv- 2 dan bukti T- 3 vide bukti T.II.Intv-4 menunjukkan bahwa Pada tahun 2005 , Bupati Kutai Kartanegara yang saat itu dijabat oleh DR. Syaukani telah mengeluarkan Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum untuk PT. Sinar Kumala Naga dan pada

tahun 2006 Bupati Kutai Kartanegara mengeluarkan Surat Pemberian Kuasa Pertambangan Eksplorasi kepada PT. Sinar Kumala Naga:

Menimbang bahwa berdasarkan bukti bukti T-2 vide bukti T.II.Intv- 2 dan bukti T- 3 vide bukti T.II.Intv-4 yang merupakan bukti-bukti yang menunjukkan kebijakan awal Bupati Kutai Kartanegara yang terkait dengan pemberian izin Pertambangan kepada PT. Sinar Kumala Naga dan setelah mencermati bukti-bukti tersebut dan dikaitkan dengan bukti-bukti P-1 vide bukti-bukti T.II.Intv- I berupa obyek sengketa a quo, Majelis Hakim tidak menemukan adanya materi atau kebijakan yang tercantum dalam obyek sengketa yang berlawanan atau bertentangan dengan bukti T-2 vide bukti T.II.Intv- 2 dan bukti T- 3 vide bukti T.II.Intv-4 yang merupakan kebijakan perizinan yang telah dikeluarkan oleh Bupati Kutai Kartanegara sebelumnya:

Menimbang bahwa Majelis Hakim berpendapat karena Surat Keputusan Bupati Kutai Kartanegara Nomor : 540/013/IUP-OP/MB-PBAT/VII/2009 KW KTN 2009 013OP tanggal 14 Juli 2009 Tentang Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Kepada PT Sinar Kumala Naga yang dikeluarkan oleh oleh Penjabat Bupati Kartanegara secara subtansi tidak ada bertentangan dengan kebijakan Bupati yang terdahulu, maka sesuai dengan ketetuan dalam Peraturan Pemerintah No 49 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga PP 6-2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, Dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Pasal 132A khususnya huruf b, Tergugat in casu Penjabat Bupati Kartanegara Kalimantan Timur berwenang untuk mengeluarkan obyek sengketa a aquo:

Menimbang bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan menguji, apakah tindakan Tergugat dalam menerbitkan Surat Bupati Kutai Kartanegara Nomor : 540/013/IUP-OP/MB-PBAT/VII/2009 KW KTN 2009 013OP tanggal 14 Juli 2009 Tentang Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Kepada PT

Sinar Kumala Naga telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, khususnya yang terkait dengan ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan Pertambangan, Lingkungan dan Kehutanan dan apakah dalam penerbitan obyek sengketa tersebut telah menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik:

Menimbang bahwa dalam gugatannya, pokok sengketa yang didalilkan Penggugat adalah Surat Bupati Kutai Kartanegara Nomor : 540/013/IUP-OP/MB-PBAT/VII/2009 KW KTN 2009 013OP tanggal 14 Juli 2009 Tentang Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Kepada PT Sinar Kumala Naga in casu obyek sengketa masuk atau meliputi atau tumpang tindih dengan area Kawasan Hutan Kelompok Hutan Pendidikan dan Penelitian (HPP) Barat Muara Kaeli di Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara dan galian akibat pertambangan yang dilakukan oleh PT. Sinar Kumala Naga mengakibatkan beberapa area hutan Pendidikan dan Penelitian tersebut mengalami kerusakan;

Menimbang bahwa atas dalil gugatan tersebut Tergugat dalam jawabannya mendalilkan bahwa dalil Penggugat tentang terdapatnya tumpang tindih antara Ijin Operasi Produksi PT. Sinar Kumala Naga adalah masuk Kawasan Hutan Pendidikan dan Penelitian itu adalah tidak benar adanya, itu adalah akal-akalan Penggugat yang tidak perlu ditanggapi;

Menimbang bahwa atas dalil gugatan Penggugat tersebut, Tergugat II. Intervensi menanggapinya dengan menerangkan bahwa untuk menghindari kegiatan pertambangan di kawasan hutan maka Tergugat II Intervensi sebelum memulai melaksanakan kegiatan pertambangan mengajukan Permohonan Klarifikasi Status Kawasan atas Izin Usaha Pertambangan yang diperolehnya berdasarkan Objek Sengketa Kepala Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah IV sesuai dengan Surat Terguguat II Intervensi No. 35/SKN/III/2010 tertanggal 8 April 2010;

Menimbang bahwa menurut Tergugat II Intervensi bahwa permohonan klarifikasi tersebut Departemen Kehutanan telah melakukan pengkajian atas WIUP Tergugat II Intervensi dengan Peta Lampiran Acara Tata Batas (BATB) Kawasan Hutan Kelompok Hutan Pendidikan dan Penelitian (HPP) Barat Muara Kaeli yang dioverlaykan dengan Peta Petunjuk Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan yang merupakan Lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 79/KPTS-II/2001 tertanggal 15 Maret 2001, yang mana hasil pengkajian tersebut adalah WIUP Tergugat II Intervensi seluas ±29,61 Ha (dua

puluh sembilan koma enam puluh satu hektar) tumpang tindih dengan Hutan

Produksi (vide bukti T.II.Intv-9);

Menimbang bahwa atas jawab dan jinawab tersebut, Majelis Hakim berpendapat bahwa apa yang didalilkan oleh Penggugat bahwa area pertambangan atas nama PT. Sinar Kumala Naga berdasarkan Izin Usaha Pertambangan sebagaimana tercantum dalam obyek sengketa mengalami tumpang tindih dengan kawasan Hutan Pendidikan dan Penelitian di Muara Kaeli adalah dalil yang tidak dibantah dan tidak dipertentangkan oleh Penggugat dan Tergugat II Intervensi dan dalil tersebut oleh Tergugat tidak dibantah secara tegas; Menimbang bahwa karena baik Penggugat, Tergugat dan Tergugat II Intevensi tidak saling membantah tentang tumpang tindihnya kawasan Hutan Pendidikan dan Penelitian di Muara Kaeli dengan area IUP atas nama PT. SKN maka Majelis Hakim tidak mempertimbangkan lagi segala bukti surat dan saksi yang terkait dengan hal tersebut;

Menimbang bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan menguji 2 hal pokok yang dipersengketakan para pihak,

Pertama, apakah penerbitan obyek sengketa berupa Surat Bupati Kutai Kartanegara Nomor : 540/013/IUUP-OP/MB-PBAT/VII/2009 KW KTN 2009 013OP Tertanggal 14 Juli 2009 tentang Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Operasi

Produksi Kepada PT. Sinar Kumala Naga yang secara faktual menurut bukti T.II.Intv- 9 mengalami tumpang tindih dengan area Kawasan Hutan Kelompok Hutan Pendidikan dan Penelitian (HPP) Barat Muara Kaeli seluas 29, 61 Ha telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku ?:

Kedua, apakah akibat dari overlapping atau tumpang tindih antara area IUP in litis dengan area Kawasan Hutan Kelompok Hutan Pendidikan dan Penelitian (HPP) Barat Muara Kaeli seluas 29, 61 Ha menimbulkan kerusakan terhadap kondisi kawasan hutan tersebut akibat adanya bekas galian tambang oleh Tergugat II Intervensi in casu PT. Sinar Kumala Naga?

Menimbang bahwa untuk menguji kedua hal tersebut, Majelis Hakim akan mempedomani beberapa ketentuan antara lain:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 38 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3);

- Pasal 38 ayat 1:

“Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan didalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung”;

Penjelasana Pasal 38 ayat 1:

“Kepentingan pembangunan di luar kehutanan yang dapat dilaksanakan di dalam hutan lindung dan hutan produksi ditetapkan secara selektif. Kegiatan-kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan serius dan mengakibatkan hilangnya fungsi hutan yang bersangkutan dilarang. Kepentingan pembangunan di luar kehutanan adalah kegiatan untuk tujuan strategis yang tidak dapat di elakkan, antara lain kegiatan pertambangan, pembangunan jaringan listrik, telepon, dan instalansi air, kepentingan religi, serta kepentingan pertahanan keamanan”

- Pasal 38 ayat 2:

“Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan.” - Pasal 38 ayat 3 :

“Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri dengan

mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan”:.

2. Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara:

- Pasal 8 : ayat 1:

“(1) Kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, antara lain, adalah: …..

b. pemberian IUP dan IPR, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan pengawasan usaha pertambangan di wilayah kabupaten/kota dan/atau wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil; c. pemberian IUP dan IPR, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan pengawasan usaha pertambangan operasi produksi yang kegiatannya berada di wilayah kabupaten/kota dan/atau wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil”;

- Pasal 8 Ayat 2 :

“(2) Kewenangan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”;

Menimbang bahwa menurut Majelis Hakim, konstruksi dari Pasal 38 ayat 1 dan 3 Undang-Undang Kehutanan tersebut adalah bahwa pada prinsipnya sebuah kawasan hutan tidak diperkenankan dipergunakan untuk pembangunan di luar kehutanan namun untuk jenis kegiatan-kegiatan tertentu yang bersifat strategis seperti pertambangan sifatnya diperbolehkan sepanjang mendapatkan izin pinjam pakai oleh Menteri Kehutanan dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan;

Menimbang bahwa dalam perkara in casu obyek sengketa a quo diterbitkan pada tahun 2009 sementara ketentuan tentang pinjam pakai kawasan hutan diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sehingga apabila mengacu pada ketentuan Pasal 8 ayat 2 Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tersebut di atas, maka seharusnya Bupati/Walikota dalam menerbitkan IUP harus memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang berlaku termasuk

dalam hal kewajiban Izin Pinjam Pakai bagi pertambangan yang masuk area kawasan hutan:

Menimbang bahwa dalam perkara in casu, Tergugat II Intervensi di dalam jawabannya maupun sebagaimana bukti T.II.Intv-9 telah mengakui bahwa dalam area IUP in casu ada ±29,61 Ha (dua puluh sembilan koma enam puluh satu

hektar) tumpang tindih dengan Hutan Produksi namun Tergugat II. Intervensi

belum memiliki Surat Pinjam Pakai dari Menteri Kehutanan ;

Menimbang bahwa atas bunyi Pasal 38 ayat 1 dan 3 dan persyaratan penerbitan IUP sebagaimana diatur dalam Undang-Undangan Minerba Nomor 4 Tahun 2009 khususnya Pasal 8 ayat 2 tersebut Majelis Hakim berpendapat bahwa dalam konteks kegiatan Pertambangan, sebuah Izin Usaha Produksi (IUP) yang diperuntukkan untuk seseorang atau badan hukum yang luas areanya IUP tersebut meliputi sebuah kawasan hutan produksi maka secara mutatis mutandis penerbitan IUP tersebut harus disertai dengan Izin Pinjam Pakai oleh Menteri Kehutanan mengingat dengan memegang IUP, seseorang atau badan hukum secara hukum dapat melakukan produksi tambang di area sebagaimana yang tercantum dalam IUP termasuk di dalam kawasan hutan, sehingga persyaratan adanya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan menjadi wajib untuk mencegah tindakan kerusakan hutan akibat pertambangan;

Menimbang bahwa Majelis Hakim berpandangan bahwa dalam hukum kausalitas dikenal teori Teori Conditio Sine Qua Non yang diperkenalkan oleh Von Buri. Menurut Teori Conditio Sine Qua Non bahwa rangkaian syarat yang turut menimbulkan akibat harus dipandang sama dan tidak dapat dihilangkan dari rangkaian proses terjadinya akibat. Rangkaian syarat yang memungkinkan terjadinya akibat, karenanya penghapusan satu syarat dari rangkaian tersebut akan menggoyahkan rangkaian syarat secara keseluruhan sehingga akibat tidak

terjadi. Dengan demikian, setiap sebab adalah syarat dan setiap syarat adalah sebab dengan mempersyaratkan;

Menimbang bahwa berdasarkan kerangka teori tersebut, Majelis Hakim berpendapat bahwa mempersyaratkan adanya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan dari Menteri Kehutanan terhadap IUP yang masuk dalam area kawasan hutan merupakan Conditio Sine Qua Non bagi Pejabat Tata Usaha Negara in casu Tergugat yang menerbitkan IUP untuk menjaga kelestarian hutan dari kerusakan akibat produksi pertambangan:

Menimbang bahwa sepanjang pemeriksaan perkara a quo khususnya bukti-bukti yang diajukan Tergugat, Majelis Hakim tidak menemukan fakta bahwa Tergugat in casu Bupati Kutai Kartanegara telah membebankan kepada Tergugat II Intervensi sebagai pemegang IUP untuk melengkapi Surat Izin Pinjam Pakai dari Menteri Kehutanan sebagai konsekuensi bahwa area IUP yang dikeluarkan Tergugat masuk dalam area area Kawasan Hutan Kelompok Hutan Pendidikan dan Penelitian (HPP) Barat Muara Kaeli;

Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan hukum tersebut di atas Majelis Hakim berpendapat bahwa penerbitan obyek sengketa berupa Keputusan Bupati Kutai Kartanegara Tentang Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT. SINAR KUMALA NAGA NOMOR : 540/013/IUP-OP/MB-PBAT/VII/2009 KW KTN 2009 013OP. Tanggal 14 Juli 2009 yang secara faktual menurut bukti T.II.Intv- 9 mengalami tumpang tindih dengan area Kawasan Hutan Kelompok Hutan Pendidikan dan Penelitian (HPP) Barat Muara Kaeli seluas 29, 61 Ha tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 38 ayat 1 dan 3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Kehutana junto Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan tindakan Tergugat tersebut melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik khususnya asas kecermatan dan asas kepastian hukum:

Menimbang bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah akibat dari overlapping atau tumpang tindih antara area IUP in litis dengan area Kawasan Hutan Kelompok Hutan Pendidikan dan Penelitian (HPP) Barat Muara Kaeli seluas 29, 61 Ha menimbulkan kerusakan terhadap kondisi kawasan hutan?;

Menimbang bahwa dalam gugatannya Penggugat mendalilkan antara lain menyebutkan bahwa Penggugat menemukan pelanggaran yaitu: perambahan dan perusakan hutan oleh PT. SINAR KUMALA NAGA pada Hutan Pendidikan dan Penelitian yang berfungsi sebagai kawasan yang penting untuk mengetahui perkembangan kawasan hutan, dan tempat untuk mendidik manusia untuk lebih mengenal fungsi hutan;

Menimbang bahwa untuk memperkuat dalil tersebut Penggugat dalam persidangan a quo menghadirkan beberapa saksi antara lain Bayu Pratomo Adjie dan Abdan Hidayat bahwa keduanya tahu dan melihat adanya bekas galian tambang di daerah Hutan Pendidikan dan Pelatihan yang dilakukan oleh PT. Sinar Kumala Naga;

Menimbang bahwa atas dalil Penggugat tersebut, Tergugat II Intervensi membantahnya dengan menjelaskan bahwa hingga saat ini Tergugat II Intervensi tidak pernah berencana apalagi melakukan kegiatan pertambangan di WIUP yang tumpang tindih dengan Hutan Produksi tersebut, karena Wilayah yang dimaksud menurut Tergugat II Intervensi tidak ekonomis untuk dilakukan penambangan sehingga Tergugat II Intervensi tidak memiliki kepentingan untuk melakukan perambahan dan perusakan Hutan sebagaimana yang didalilkan Penggugat dalam gugatan a quo;

Menimbang bahwa untuk memperkuat dalil tersebut Tergugat II Intervensi menghadirkan beberapa Saksi yang antara lain Riadi Warsito dan Bachrun yang keduanya di persidangan perkara a quo menerangkan tidak ada kerusakan hutan

akibat produksi tambang yang dilakukan oleh PT. Sinar Kumala Naga namun justru sebaliknya keberadaan produksi tambang batubara oleh PT. Sinar Kumala Naga banyak memberi manfaat bagi masyarakat sekitar tambang IUP PT. Sinar Kumala Naga:

Menimbang bahwa dalam perkara a quo atas permintaan pihak Penggugat, Majelis Hakim telah melaksanakan Pemeriksaan Setempat untuk memastikan secara faktual lokasi IUP PT. Sinar Kumala Naga tumpang tinding dengan area Kawasan Hutan Kelompok Hutan Pendidikan dan Penelitian (HPP) Barat Muara Kaeli serta memastikan ada tidaknya galian bekas tambang yang mengakibatkan kerusakan hutan yang dipertentangkan para pihak a quo:

Menimbang bahwa dalam Pemeriksaan Setempat tersebut, Majelis Hakim menemukan fakta-fakta sebagai berikut:

- Bahwa para pihak mengakui bahwa lokasi ke-2 tempat Pemeriksaan

Setempat adalah di area Hutan Pendidikan dan Penelitian yang masuk dalam area IUP atas nama PT. Sinar Kumala Naga:

- Bahwa di area lokasi ke -2 yang dimaksud memang terdapat danau yang

merupakan bekas galian tambang oleh PT. Sinar Kumala Naga

- Bahwa terhadap danau bekas galian tambang tersebut, pihak Penggugat

berdasar titik koordinat pada Global Positioning System (GPS) yang mana sumber /data titik koordinat diperoleh Penggugat dari Citralandsat SK Menhut No.SK.66/Menhut/II/2012 (vide bukti P-15a dan bukti P-17) ditunjukkan kepada Majelis Hakim bahwa berdasarkan titik koordinat 1 dan 2, posisi danau bekas galian tambang tersebut berada dalam area kawasan Hutan Pendidikan dan Penelitian Muara Keili, yakni tepatnya di tengah danau sekitar 143 meter dari tempat Majelis Hakim berdiri jika dihitung dari titik koordinat 1:

Intervensi menegaskan bahwa danau tersebut tidak masuk area hutan Pendidikan dan Penelitian Muara Keili dan berdasarkan peta koordinat yang dimiliki Tergugat II Intervensi yang bersumber dari Badan Kawasan Pemantapan Hutan ( BKPH ) dan ditunjukkan Tergugat II Intervensi ke Majelis Hakim dijelaskan bahwa titik koordinat tidak masuk ke danau tapi hanya di pinggir/ di ujung danau;

- Bahwa terhadap tanah reklamasi yang terdapat dalam lokasi Pemeriksaan

Setempat, terdapat perbedaan pendapat mengenai Reklamasi yang ada dilokasi bahwa menurut versi pihak Penggugat ada bekas reklamasi dan timbunan tanah sedangkan menurut versi Tergugat II Intervensi mengatakan itu tanah asli bukan tanah timbunan;

Menimbang bahwa dalam persidangan acara Kesimpulan, Tergugat II Intervensi melalui Kuasa Hukumnya menyampaikan kepada Majelis Hakim bahwa peta koordinat yang diklaim Tergugat II Intervensi bersumber dari dari Badan

Dokumen terkait