• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menimbang bahwa dalam Jawaban tertanggal 12 April 2016 dan Dupliknya tertanggal 27 April 2016 Tergugat mengajukan eksepsi yang pada pokoknya sebagai berikut:

1. Gugatan Penggugat sangat kabur dan tidak jelas (obscure libel)

2. Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda tidak mempunyai kompetensi absolute karena objek gugatan bukan Keputusan Tata Usaha Negara menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;

Halaman 40 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD ….. Menimbang, bahwa terhadap eksepsi-eksepsi yang diajukan oleh Tergugat tersebut, Majelis Hakim akan mempertimbangkan sebagai berikut;

Menimbang, bahwa terhadap eksepsi ke 1 (satu) terkait gugatan Penggugat sangat kabur dan tidak jelas (obscure libel) Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut:

Menimbang, bahwa untuk menentukan apakah gugatan sengketa Tata Usaha Negara kabur atau tidak, didasarkan pada ketentuan pasal 56 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara;

Menimbang, bahwa syarat gugatan sebagaimana diatur pasal 56 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara adalah gugatan harus memuat:

a. Nama, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan penggugat atau kuasanya;

b. Nama jabatan dan tempat kedudukan tergugat:

c. Dasar gugatan dan hal yang diminta untuk diputuskan oleh Pengadilan;

Menimbang, bahwa dalam gugatan Penggugat telah jelas identitas Penggugat meliputi, nama, kewarganegaraan, pekerjaan dan tempat tinggal Penggugat dan nama jabatan serta kedudukan Tergugat, selain itu didalam gugatan telah memuat posita sebagai dasar gugatan yang berisi alasan mengajukan gugatan serta petitum yang diminta Penggugat sehingga gugatan Penggugat telah jelas dan tidak kabur dengan demikian eksepsi Tergugat ke 1 (satu) tentang gugatan kabur dan tidak jelas (obscure libel) layak secara hukum untuk dinyatakan tidak diterima;

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan eksepsi ke 2 (dua) penggugat yang menyatakan bahwa Objek sengketa bukan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana Pasal 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara;

Menimbang, bahwa untuk mempertimbangkan eksepsi tersebut Majelis Hakim akan mempertimbangkan secara menyeluruh apakah objek sengketa merupakan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara atau tidak;

Halaman 41 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD ….. Menimbang bahwa ketentuan dalam Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara mengatur, “pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara”;

Menimbang bahwa ketentuan dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara mengatur, bahwa yang dimaksud dengan;

“sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat Tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Menimbang bahwa dari rumusan Pasal 1 angka 10 dan Pasal 47 tersebut di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan hukum bahwa pengadilan Tata Usaha Negara hanya berwenang memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara yang objek sengketanya adalah berupa keputusan tata usaha negara;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum, yang menjadi obyek sengketa adalah Keputusan Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Nomor: Kep/42/I/2016, Tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Dari Dinas Polri atas nama MORRIS SAHARA, Pangkat Brigadir Polisi (BRIGPOL), NRP 84110401 tertanggal 25 Januari 2016 (vide Bukti P-3= T-25);

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan mengenai apakah obyek sengketa merupakan suatu Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara atau tidak;

Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 9 Undang-undang Nomor: 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan bahwa:

“Keputusan Tata usaha negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata usaha negara yang berisi tindakan Hukum Tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit,

Halaman 42 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD ….. individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”;

Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim mencermati obyek sengketa (vide bukti P-3= T-25), Majelis Hakim menyimpulkan bahwa obyek sengketa adalah suatu penetapan tertulis karena berbentuk tertulis yang dikeluarkan oleh Tergugat yaitu Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan Peraturan Perundang-undangan khususnya Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia, konkrit yaitu berbentuk Keputusan, individual dikarenakan jelas ditujukan kepada Penggugat dan final karena tidak memerlukan persetujuan dari pejabat atau badan Tata usaha negara lain, yang menimbulkan akibat hukum bagi Penggugat;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan hukum di atas, Majelis Hakim berpendapat bahwa obyek sengketa adalah Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 9 Undang-undang No. 51 Tahun 2009;

Menimbang bahwa Majelis Hakim tidak menemukan adanya fakta hukum bahwa objek sengketa a quo termasuk kategori Keputusan Tata Usaha Negara yang dikecualikan dapat diuji di Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 2 huruf a,b,c,,f, g maupun huruf d dan e karena objek sengketa tidak mendasarkan pada ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau Peraturan Perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana akan tetapi mendasarkan kepada Hukum Administrasi yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 Tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No 14 tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia dan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No.19 Tahun 2012 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan bukan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

Halaman 43 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD ….. berlaku walaupun berhubungan dengan putusan peradilan pidana akan tetapi penerbitan objek sengketa didasarkan atas Pasal 12 ayat(1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 Tentang Pemberhentian Anggota Polri dan pasal 21 ayat (3) huruf a Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri dan bukan dalam rangka melaksanakan amar putusan pengadilan;

Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan hukum di atas, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa objek sengketa dapat diuji dan menjadi kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara untuk memeriksa dan memutusnya, dengan demikian maka layak secara hukum untuk menyatakan eksespi ke 2 (dua) Tergugat untuk dinyatakan tidak diterima;

Menimbang bahwa dikarena eksepsi-eksepsi Tergugat dinyatakan tidak diterima maka selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan pokok perkara;

Dokumen terkait