• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. TRANSMISI HARGA BIJI KAKAO DI PASAR FISIK INDONESIA, PASAR BERJANGKA NEW YORK, DAN LONDON

6.1. Eksplorasi Data

Pada penelitian ini dianalisis pengaruh pergerakan harga biji kakao yang terjadi di bursa New York Board of Trade (NYBOT) dan London International Financial Futures Exchange (LIFFE) terhadap harga biji kakao yang terjadi di Indonesia. Adapun harga kakao yang dibahas dalam penelitian ini, antara lain harga kakao di pasar spot Indonesia yang berpusat di Makassar, harga kakao di pasar forward New York, dan harga pasar forward London. Harga kakao yang dikumpulkan pada pasar spot Indonesia adalah dalam bentuk rupiah per kilogram, sedangkan harga yang dikumpulkan pada pasar forward New York adalah dalam bentuk dollar Amerika Serikat per ton dan harga kakao yang terdapat pada pasar

forward London adalah dalam bentuk poundsterling per ton. Perbedaan ketiga satuan dari variabel yang akan diteliti tidak menjadi masalah karena dalam penggunaan model VAR hanya bertujuan untuk melihat hubungan pergerakan harga, tidak untuk melihat suatu elastisitas dari variabel tersebut.

Sebelum data di analisis terlebih dahulu diplotkan menurut waktu untuk mengetahui kecenderungan (trend) data tersebut. Data yang diplotkan tersebut terdiri dari harga kakao spot Indonesia, harga forward New York, dan harga

forward London yang berjumlah 151 data harian dari tanggal 25 Agustus 2011 hingga 10 April 2012. Jumlah data yang dapat diteliti terbatas karena data sekunder yang didapatkan dari berbagai sumber hanya tersedia pada rentang waktu tersebut. Data diplotkan dengan bantuan software EViews dan gambar pola datanya dapat dilihat sebagai berikut.

Gambar 6 menunjukkan bahwa variabel harga kakao di LIFFE memiliki kecenderungan yang menurun hingga mencapai titik harga terendah di data ke 72 yaitu 1.352 pounsterling/ton pada tanggal 9 Desember 2011. Penurunan harga ini disebabkan oleh produksi kakao dunia yang meningkat sedangkan permintaannya cenderung stabil sehingga menyebabkan penurunan harga kakao. Namun, setelah itu perlahan harga kakao kembali menjadi stabil walaupun masih terjadi fluktuasi dengan harga rata-rata di sekitar 1.480 poundsterling/ton.

Gambar 6. Grafik Fluktuasi Harga Harian di London International Financial Futures Exchange (LIFFE) Dibandingkan dengan Harga Harian di Pasar Fisik Makassar, Indonesia.

Grafik fluktuasi harga harian di pasar komoditi Makassar, Indonesia ditampilkan juga pada Gambar 6. Harga biji kakao tertinggi terjadi pada tanggal 6 September 2011 sebesar 20.903 rupiah/kg dan harga biji kakao terendah terjadi pada tanggal 10 April 2012 sebesar 14.146 rupiah/kg. Fluktuasi besar ini dipengaruhi oleh melemahnya nilai mata uang rupiah Indonesia terhadap nilai mata uang dollar Amerika yang merupakan kurs yang digunakan dalam perdagangan dunia. Harga rata-rata biji kakao di bursa Makassar selama rentang waktu 151 hari adalah sebesar 17.663 rupiah/kg. Selain itu, menurut data perkiraan dari Rabobank dalam Confertionery News, penurunan harga ini diakibatkan adanya over supply biji kakao di Afrika Barat, yang diduga karena adanya kebijakan intervensi negara tersebut khususnya di Pantai Gading sehingga mendorong peningkatan supply4.

      

4

Gambar 7. Grafik Fluktuasi Harga Harian di New York Board of Trade

(NYBOT) Dibandingkan dengan Harga Harian di Pasar Fisik Makassar, Indonesia.

Pada variabel harga biji kakao di bursa NYBOT terlihat kecenderungan harga yang menurun. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 7 yang menunjukkan grafik fluktuasi harga harian di New York Board of Trade (NYBOT). Harga tertinggi berada pada kisaran 3.127 dollar Amerika/ton di awal bulan September 2011 sedangkan harga terendah biji kakao unfermented terjadi pada tanggal 6 dan 9 Januari 2012 sebesar 2.049 dollar Amerika/ton. Harga rata-rata biji kakao di bursa NYBOT selama 151 hari adalah sebesar 2.458 dollar Amerika/ton.

Jika dilihat pada gambar, pergerakan harga biji kakao di Indonesia hampir sama dengan pergerakan harga biji kakao yang terjadi di NYBOT. Hal ini terjadi akibat kesamaan komoditi yang diperdagangkan di kedua pasar ini yaitu komoditi biji kakao unfermented. Selain itu, Indonesia merupakan produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia dan posisi Indonesia sebagai pemasok utama biji kakao ke pasar berjangka NYBOT. Jumlah biji kakao yang dipasok oleh Indonesia juga mempengaruhi harga biji kakao di NYBOT. Oleh karena itu, apabila jumlah

pasokan biji kakao di Indonesia mengalami kelangkaan, maka harga yang terbentuk di pasar berjangka NYBOT akan meningkat.

Tabel 8. Rataan, Standar Deviasi, dan Koefisien Varians Harga Biji Kakao di Indonesia, LIFFE, dan NYBOT

Variabel Rataan St. Deviasi Koefisien varians (%)

INDO 17663.4 1338.2 0.07576

LIFFE 1587.2 156.2 0.098415

NYBOT 2457.7 258.5 0.105198

Berdasarkan analisis deskriptif pada Tabel 8 dapat disimpulkan bahwa pasar berjangka NYBOT merupakan pasar yang memiliki volatilitas tinggi jika dilihat melalui nilai standar deviasi dan koefisien varians, diikuti oleh pasar berjangka LIFFE dan pasar fisik Indonesia.

Nilai koefisien varians NYBOT yang tinggi dipengaruhi oleh kualitas biji kakao jenis unfermented yang merupakan bahan baku dasar dari pengolahan coklat sehingga memiliki peranan penting dalam penentuan harga. Nilai koefisien tersebut mendekati nilai koefisien varians pada LIFFE. Hal ini disebabkan oleh kedua pasar tersebut tergolong dalam pasar berjangka yang berperan sebagai pasar konsumen biji kakao dunia sehingga memiliki banyak variasi harga. Selain itu, kualitas biji kakao fermented yang terstandarisasi membuat volatilitas harga yang terjadi di LIFFE lebih rendah daripada NYBOT. Sedangkan, harga yang terjadi di Indonesia lebih stabil jika dibandingkan dengan kedua pasar berjangka tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien varians Indonesia yang hanya bernilai 0,075 persen. Keadaan ini juga didasarkan pada posisi Indonesia sebagai pasar produsen dalam perdagangan biji kakao di dunia sehingga tidak memiliki banyak variasi harga.

Dokumen terkait