• Tidak ada hasil yang ditemukan

GUNA DAN FUNGSI MUNAJAT

3.3 Fungsi Munajat

3.3.6 Ekspresi Emosi

3.3.6 Ekspresi Emosi

Fungsi komunikasi dalam Munajat Tuan Guru Babussalam adalah sebagai sarana ekspresi emosi. Bagaimana keadaan ekspresi emosi dalam bidang musik, Merriam menjelaskan sebagai berikut.

An important function of music, then, is the opportunity it gives for variety of emotional expression—the release of otherwise unexpres-sible thoughts and ideaas, the correlation of a idea variety of emotional music, of the opportunity to “let off steam” and perhaps to resolve social conflict, the explosion of creativity itself, and the group of expression of hostilities. It is quite possible that a much widear variety of emotional expressions could be cited, but the examples given here indicate clearly the importance of this function of music (Merriam, 1964:222-223).

Mengikut Merriam, salah satu fungsi musik yang penting, adalah ketika musik itu menyediakan atau memberikan berbagai variasi ekspresi emosi. Hal yang tidak boleh diekspresikan dalam pikiran dan idea, hubungan dari berbagai-bagai variasi emosi dalam musik.

Secara psikologis, ritme dan tempo dalam lagu dapat memenuhi jiwa pendengarnya. Ibn Zailah (w.440/1048), seorang murid Ibnu Sina, mengatakan bahwa suara yang diatur melalui ritme tertentu memiliki dua pengaruh. Pertama, dari segi komposisi khas yang dimilikinya (yaitu isi fisiknya) dan kedua, dari segi lagu (muatan spiritualnya) yang menyamai jiwa. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa ketika suara itu diracik dengan komposisi yang harmonis dan saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya, ia akan mengobarkan jiwa manusia. Akibatnya , perasaan jiwa manusia itu menjadi terikat dengan lagu. Ketika terjadi perubahan pada lagu, kondisi jiwa pendengarnya juga mengalami perubahan secara bersamaan.

Dalam fungsinya sebagai ekspresi emosi Munajat dapat dilihat dari dua aspek. Yang pertama emosi Munajat dapat dilihat dari segi melodi dalam menyanyikan (menyenandungkannya) dan yang kedua Munajat yang dilihat dari aspek lirik syairnya. Dari segi melodi menurut fakhr al-Din al-Razi terjadinya hubungan yang simbiotik mutualistis antara musik dan kondisi jiwa meskipun kondisi pendengar tetap lebih dominan dalam memberikan pengaruh. Dan hal ini, menurut Ikhwan al-Shafa, tergantung pada dua hal : tingkat intensitas jiwa dalam menguasai ilmu pengetahuan Tuhan dan intensitas kerinduan terhadapnya (t.t:240). Semakin lengkap pengetahuan seorang sufi dalam mengenal Allah dan kerinduannya terhadap Allah, semakin besar pengaruh musik dalam jiwanya karena setiap jiwa akan merasakan kesenangan, kebahagiaan, dan kenikmatan yang diperoleh dari mendengarkan lagu lagu yang menggambarkan dan mengagungkan sang kekasih (al-Shafa, t.t:240).

Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan dari ‘Abd Allah bin Mas’ud’, nabi Muhammad bersabda kepadanya, ‘Bacakanlah (Alquran) kepadaku!’ aku menjawab,’ Wahai utusan Allah, aku membacakan (Alquran) untukmu, sedangkan ia itu diturunkan kepadamu ?’ Nabi menjawab, ‘ya!’ Maka, aku membacakan surat an-Nissa’ dan ketika aku membaca ayat 41: Nabi bersabda : ‘Cukup.’ Maka aku pun menengok kepadanya, dan di kala itu kedua matanya berlinang air mata.

Menangis dikala mendengarkan Al quran, menurut penulis, merupakan simbol dari tingkatan spiritualias seorang hamba. Tangisan tersebut bukanlah ekspresi dari rasa sedih, kecewa, atau penyesalan, melainkan sebagai luapan rasa rindu yang menderu terhadap Sang Khalik. Demikian pula halnya didalam pembacaan senandung Munajat seorang pendengar maupun yang menyenandungkan Munajat dapat menitikkan air mata apabila telah sampai kepada tingkatan spiritualitas keilmuan dan telah mampu menguak tabir jiwa dalam ujud (wajd) yaitu perasaan yang ditimbulkan oleh rasa cinta yang sungguh sungguh kepada Allah dan kerinduan untuk bertemu dengan-Nya.

Yang kedua apabila ditinjau dari aspek lirik dan syairnya, syair Munajat efektif untuk membangkitkan wajd (ekstasi). Wajd (ekstasi) dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu yang batil dan yang benar. Di antara keduanya terdapat beberapa persamaan dan perbedaan yanng sangat prinsipil. Keduanya sama sama menghasilkan gerakan lahir, sama sama mempengaruhi batin, dan sama sama dapat mengubah kondisi mental seseorang. Adapun perbedaannya, pertama, ekstasi (wajd) yang batil muncul dari dorongan hawa nafsu, sedangkan ekstasi yang haq muncul dari keinginan hati. Ekstasi jenis pertama ada pada siapa saja

yang batinnya masih bergantung dengan selain Allah, sedangkan ekstasi jenis kedua ada pada siapa saja yang hatinya hanya mencintai Allah. Kedua, pada jenis ekstasi pertama pelakunya tertutup oleh hijab nafsi yang bersifat materi, sedangkan bagi yang kedua tertutup oleh hijab qalbi yang bersifat samawi (al-Suhrawardi, 1966:193).

Wajd (ekstasi), dari segi tingkatan, merupakan derajat pertama bagi orang yang mencapai kelas khusus (al-khusush) (al-Sarraj, 1914:302). Proses wajd ini bermula dari menghilangkan tabir, kemudian musyahadah kepada Allah disertai pemahaman serta memperhatikan hal yang gaib dan bisikan sir, derajat fana’an al-nafs.

Dalam penggunaan syair Munajat sebagai wajd dari pada penggunaan Al-quran Muhammad Al-Ghazali menyebutkan tujuh alasan yang mendukung efektivitas nyanyian syair (jika dibandingkan dengan Al-Qur’an). Pertama tidak seluruh ayat Al-Qur’an itu sesuai dengan kondisi spiritual seorang sufi sehingga tidak seluruh ayat efektif untuk membangkitkan wajd (ekstasi). Kedua Al-Qur’an itu lebih sering didengar, dan setiap sesuatu yang sering didengar itu akan bertambah lemah pengaruhnya pada jiwa. Adapun syair, nyanyian dan sebagainya yang baru didengar sekali akan memiliki pengaruh yang lebih kuat. Ketiga syair itu memiliki wazn yang dapat memengaruhi jiwa sehingga lebih efektif dibandingkan dengan Alquran yang tidak memiliki wazn. Keempat masing masing lagu itu memiliki pengaruh tertentu pada jiwa seseorang sesuai dengan karakter lagu tersebut. Dalam menyanyikan lagu, kadang kadang kata yang pendek harus dipanjangkan atau sebaliknya, kadang kadang dihentikan pada

tengah lafal dan sebagainya. Ketentuan ketentuan ini tentunya tidak boleh dilakukan dalam membaca Alquran. Oleh karena itu, Al-Qur’an tidak memiliki pengaruh pengaruh yang dimiliki oleh lagu tersebut. Kelima, ritme memiliki pengaruh tertentu pada jiwa pendengarnya, dan keduanya tentu tidak layak bagi Al-Qur’an. Keenam, Al Quran adalah kalam Allah dan sifatNya. Ia adalah hak sehingga manusia tidak akan mampu menerima pengaruhnya (Al-Ghazali,1991:325-328).

Dari keenam hal di ataslah yang menjadikan syair Munajat sebagai salah satu wadah ekspresi bagi sufi Tarekat Naqsyabandiah. Di samping menggunakan teks yang berbahasa Melayu sehingga mudah diterima arti dan isinya bagi jamaah, keharuan kerap menghinggapi jiwa pendengarnya karena pencipta dan penulis Munajat itu sendiri adalah seorang ulama yang saleh dan suci masih mendoakan serta memohon pengampunan dan keberkatan kepada Allah agar masyarakat, kampung dan jamaah terhindar dari dosa dan bencana.