• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekspresi Idenditas dan Kesinambungan Budaya Batak Toba di Luar Daerah Asal

KEPENTINGAN YANG TERMAKTUB MELALUI PELAKSANAAN GONDANG NAPOSO DI DESA GAJAH

5) Ekspresi Idenditas dan Kesinambungan Budaya Batak Toba di Luar Daerah Asal

Orang Batak Toba yang ada di Desa Gajah bukanlah penduduk lokal melainkan pendatang. Orang Batak Toba bermigrasi ke Desa Gajah sejak tahun 1952 dengan tujuan membuka lahan untuk persawahan atau manombang. Menurut keterangan informan orang pertama yang datang ke Desa Gajah adalah Pasaoran Samosir. Beliaulah yang pertama membuka hutan menjadi lahan persawahan di Desa Gajah. Sejak saat itu arus migrasi dari bona pasogit ke Desa Gajah semakin pesat.

Sebagai pendatang, Orang Batak Toba yang ada di Desa Gajah mau tidak mau harus beradaptasi. Proses adaptasi yang dilakukan terkait dengan lingkungan sosial budaya yang berbeda dari daerah asalnya yaitu bona pasogit. Oleh karena itu, agar dapat bertahan hidup (survive) orang Batak Toba yang ada di Desa Gajah membentuk kelompok baru dengan tinggal bersama warga kelompok asalnya yang lebih dulu bermigrasi ke Desa Gajah.

Dengan berlalunya waktu jumlah orang Batak Toba yang ada di Desa Gajah semakin banyak. Oleh karena itu, mereka mulai membentuk perkumpulan berdasarkan marga, Serikat Tolong Menolong (STM), perkumpulan gereja, perkumpulan muda-mudi dan lain-lain. Adapun perkumpulan tersebut merupakan suatu sarana dalam rangka usaha untuk saling menolong di antara sesama anggota perkumpulan tersebut.

Namun, perlu dipahami bahwa kehidupan orang Batak Toba di bona pasogit sangat berbeda dengan kehidupan orang Batak Toba yang ada di Desa

Gajah. Kehidupan orang Batak Toba di bona pasogit itu bersifat homogen dan monoton sehingga perkumpulan marga jarang ditemukan, jadi berhadapan dengan orang-orang yang semarga sudah biasa. Sedangkan, orang Batak Toba di Desa Gajah bersifat heterogen dan bertemu dengan orang yang semarga merupakan hal yang menyenangkan sehingga hubungan marga tersebut harus tetap dijaga. Oleh karena itu, orang Batak Toba di Desa Gajah mengembangkan perkumpulan- perkumpulan khususnya perkumpulan marga di tempat yang baru.

Orang Batak Toba yang ada di Desa Gajah juga mulai menyusun dan menegaskan idenditas15

15

Idenditas/Identity merupakan tanda khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan sendiri, kelompok sendiri, komunitas sendiri, atau Negara sendiri. Lihat Suyono, Ariyono & Aminuddin Siregar. 1985. Kamus Antropologi. Akademika Pressindo; Jakarta.

kelompoknya melalui kebudayaannya yaitu gondang naposo. Hal tersebut ditegaskan oleh pendapat Koentjaranigrat (1974:104) bahwa kesenian (dalam hal ini seni musik yaitu gondang) merupakan satu-satunya unsur kebudayaan dari tujuh unsur kebudayaan universal yang dapat menonjolkan sifat khas (idenditas) dan mutu.

Di samping sebagai penegasan idenditas pelaksanaan gondang naposo juga menunjukkan suatu proses reproduksi kebudayaan yang oleh Irwan Abdullah (dalam Ermansyah, 2005:26) dapat dipahami dari 3 aspek, yaitu: Pertama, aspek kognitif. Dalam hal ini, orang Batak Toba yang ada di Desa Gajah melihat kebudayaan atau gondang naposo sebagai sistem gagasan yang merupakan pedoman hidup mereka di tempat yang baru. Hal ini, tercermin melalui pelaksanaan gondang naposo di Desa Gajah.

Kedua, aspek evaluatif. Aspek evaluatif merupakan standar nilai yang masih direproduksi dan digunakan untuk menilai kehidupan ditempat yang baru. Melalui aspek evaluatif ini dapat dipahami bahwa orang Batak Toba di Desa Gajah masih mereproduksi nilai-nilai budaya yang terdapat pada pelaksanaan gondang naposo. Artinya dalam pelaksanaan gondang naposo nilai gotong royong masih tetap diterapkan dalam kehidupan orang Batak Toba di Desa Gajah. Nilai gotong-royong tersebut tercermin pada saat para undangan datang manortor dan memberikan sumbangan dana kepada PERMUSIMDES. Demikian sebaliknya, apabila desa lain mengundang PERMUSIMDES pada palaksanaan gondang naposo mereka, maka PERMUSIMDES juga harus datang menghadiri dan memberikan sumbangan dana kepada mereka. Melalui pemberian sumbangan dana tersebut menggambarkan aturan atau norma-norma bahwa saat kita memberi maka kita juga mengharapkan diberi.

Ketiga, aspek simbolik yang merupakan bentuk-bentuk ekspresi kebudayaan yang dapat dilihat dari berbagai upacara. Melalui aspek simbolik ini, dapat dipahami bahwa melalui pelaksanaan gondang naposo orang Batak Toba yang ada di Desa Gajah ingin menunjukkan/mengekspresikan kebudayaannya kepada kelompok etnik lain yang ada di Desa Gajah maupun yang ada di desa tetangga. Pada saat gondang naposo dilaksanakan para undangan manortor dan melalui musik gondang dan tortor atau tarian, orang Batak Toba yang ada di Desa Gajah secara simbolik mau menunjukkan atau mengekspresikan idenditas dihadapan kelompok etnik lain yang ada di Desa Gajah. Melalui pelaksanaan gondang naposo tersebut etnik lain juga akhirnya dengan mudah mengetahui

bahwa PERMUSIMDES adalah orang Batak Toba yang tetap melestarikan kebudayaannya.

Selain kelompok etnik Batak Toba kelompok etnik lainnya seperti etnik Jawa juga datang pada pelaksanaan gondang naposo PERMUSIMDES. Menurut mereka gondang naposo sangat menarik dan menghibur sehingga mereka sendiri minta kepada anggota PERMUSIMDES agar mereka juga diundang. Kelompok etnik Jawa yang datang pada saat pelaksanaan gondang naposo PERMUSIMDES menyebut kelompok mereka dengan Muda-mudi Kampung Jati, Batak Jawa (BAJOKA), dan Muda-mudi Kampung Durian. Jadi melalui pelaksanaan gondang naposo ini orang Batak Toba yakni para orang tua, Pembina maupun anggota PERMUSIMDES ingin menunjukkan inilah kebudayaan kami.

Di samping sebagai sarana ekspresi idenditas gondang naposo juga dilaksanakan dalam rangka kesinambungan budaya. Oleh karena itu, untuk dapat memahami pelaksanaan gondang naposo sebagai kesinambungan budaya terlebih dahulu saya jelaskan bahwa menurut Nainggolan (1979:77) bahwa dulunya gondang tunggal/ gondang naposo merupakan pesta muda-mudi yang dilaksanakan di halaman rumah selama tujuh hari tujuh malam. Acara ini merupakan hiburan muda-mudi yang mana muda-mudi memainkan lagu dengan gondang sabangunan.

Pendapat Nainggolan tersebut didukung oleh informasi yang diperoleh peneliti dari informan yakni M. Simanjuntak bahwa dulunya gondang naposo itu dilaksanakan selama tujuh hari tujuh malam dengan menggunakan gondang sabagunan dan gondang naposo tersebut dilaksanakan di halaman rumah.

Perangkat alat musik yang digunakan dalam gondang sabangunan terdiri dari 5 buah taganing atau gendang, ogung, sarune, dan hesek. Saat memainkan gondang sabagunan juga harus memenuhi syarat tertentu.

Penggunaan gondang sabangunan tidak dapat dilepaskan dengan kepercayaan masyarakat tradisional Batak Toba. Gondang sabangunan dalam agama tradisonal Batak Toba, di tempatkan sebagai media komunikasi antar manusia dan Tuhan Pencipta (Debata Mulajadi Na Bolon). Menurut Jending Jerman hal ini merupakan adat hasipelebeguan16

Namun, tidak semikian halnya dengan Orang Batak Toba bermigrasi ke Desa Gajah sejak tahun 1952 tak lupa membawa kebudayaannya yaitu gondang Batak khususnya gondang naposo. Pada tahun 1971 para orang tua Simpang Desa Gajah membentuk Persatuan Muda-mudi Simpang Desa Gajah atau PERMUSIMDES. Untuk pertama kali tepatnya Juni-Juli 1971 Permusimdes dan para orang tua merayakan ulang tahun PERMUSIMDES dengan mengadakan

. Sejak Jending Jerman masuk ke tanah Batak untuk menyebarkan agama kristen, maka penggunaan gondang sabagunan dilarang.

Penggunaan gondang sabagunan tersebut diganti dengan penggunaan musik Brass Band atau ensambel musik tiup yang dikombinasikan dengan perangkat alat musik tradisi. Misalnya, seruling, taganing, drum dan keyboard. Sejak saat itu sampai sekarang penggunaan gondang sabangunan sudah jarang ditemukan akan tetapi praktek gondang ini masih dapat dijumpai dalam konteks upacara yang dilakukan oleh komunitas agama Parmalim (Hutajulu, 2006:6).

16

Haipelebeguan adalah kepercayaan pada dewa dalam mitologi Batak Toba, pada roh nenek moyang yang mendiami tempat-tempat sakral.

gondang naposo. Pelaksanaan gondang naposo diupayakan dalam rangka kesinambungan budaya Batak Toba di luar daerah asal (bona pasogit). Hal ini dikarenakan, dimanapun orang Batak Toba berada mereka selalu membawa budayanya dan menjadikannya sebagai pedoman hidup di tempat yang baru. Oleh karena itu, melalui penjelasan sebelumnya dapat dipahami bahwa pelaksanaan gondang naposo merupakan sarana pengintegrasian orang Batak Toba yang ada di Desa Gajah sekaligus sarana melestarikan kebudayaan Batak Toba.

6. Sarana Bagi Kepentingan Politik

Pelaksanaan gondang naposo dapat dipahami sebagai sarana bagi kepentingan politik. Hal ini terbukti, dimana hampir setiap pelaksanaan gondang naposo selalu saja ada rombongan dari sebuah partai datang dalam rangka meminta dukungan kepada masyarakat Simpang Desa Gajah. Demi memperoleh dukungan, para tokoh politik tersebut memberikan banyak sumbangan kepada anggota PERMUSIMDES. Namun, perlu dipahami bahwa para tokoh politik tersebut titak saja berasal dari etnik Batak Toba akan tetapi ada juga yang berasal dari etnik lain seperti etnik Melayu.

Salah satu contoh pada pelaksanaan gondang naposo tahun 2007 OK. Karya dari partai Golkar yang berencana mencalonkan diri sebagai Bupati di Kabupaten Batu Bara. Beliau berasal dari kelompok etnik Melayu. Namun, demi memperoleh dukungan beliau tetap mau datang ke acara gondang naposo yang dilaksanakan oleh orang Batak Toba yang ada di Desa Gajah. OK. Karya telah berjuang memperoleh simpati masyarakat Desa Gajah dengan memberikan

sumbangan sebesar RP.3.000.000. Namun, pada saat Kabupaten Batu Bara dibentuk masyarakat Desa Gajah tetap memilih berada dalam naungan Kabupaten Asahan bukan Kabupaten Batu Bara.

Pada pelaksanaan gondang naposo pada tahun 2008 tokoh politik dari partai Golkar yakni Esmar Siagian juga datang ke Simpang Desa Gajah. Esmar Siangian manortor/ menari dengan rombongannya. Beliau menyumbang anggota PERMUSIMDES sebasar Rp. 1650.000. Namun, dibalik itu semua Esmar Siagian berharap masyarakat Simpang Desa Gajah mendukungnya sebagai calon Legislatif atau DPR tingkat II di Asahan. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa terdapat berbagai kepentingan yang termaktub melalui pelaksanaan gondang naposo tersebut seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

BAB V KESIMPULAN

Di Indonesia, Orang Batak Toba merupakan salah satu kelompok etnik yang intens melakukan migrasi di samping etnik Minangkabau, Banjar, Bugis dan lain-lain. Perpindahan penduduk Batak Toba tersebut disebabkan karena hasil pertanian di bona pasogit kurang baik. Di samping itu, terjadi ledakan penduduk dan sulitnya memperoleh lahan persawahan. Oleh karena itu, orang Batak Toba mulai gencar melakukan migrasi ke baerbagai daerah.

Perpindahan penduduk orang Batak Toba awalnya untuk mencari lahan persawahan yang baru dengan membuka hutan yang disebut dengan manombang. Aktifitas manombang tersebut dalam rangka memperoleh kehidupan yang lebih baik lagi. Namun, dewasa ini migrasi yang dilakukan oleh orang Batak Toba tidak hanya ke daerah pedesaaan untuk memperluas areal persawahannya melainkan juga ke daerah perkotaan.

Orang Batak Toba yang melakukan migrasi ke suatu daerah tidak lupa membawa serta budayanya. Orang Batak Toba tetap melestarikan budayanya yang dibawa dari daerah asal atau bona pasogit. Di daerah yang baru, orang Batak Toba dihadapkan dengan kelompok etnik lain lain yang memiliki latar belakang sosial budaya yang berbeda. Namun meskipun demikian, Orang Batak Toba tetap memelihara budayanya dan nilai-nilai budaya tersebut dijadikan pedoman hidup di tempat yang baru.

Penelitian ini telah menjawab 3 (tiga) pertanyaan penelitian yang telah diajukan sebelumnya. Pertanyaan pertama dapat dijawab bahwa gondang naposo lahir di Desa Gajah sejak tahun 1971. Lahirnya gondang naposo di Desa Gejah dilatar belakangi oleh minimnya rasa persaudaraan di antara muda-mudi Simpang Desa Gajah. Oleh karena itu, para orang tua muda-mudi Simpang Desa Gajah membentuk organisasi kepemudaan yaitu Persatuan Muda-mudi Simpang Desa Gajah yang disingkat dengan PERMUSIMDES. Sejak saat itu ulang tahun PERMUSIMDES selalu dilaksanakan dengan mengadakan gondang naposo.

Pertanyaan kedua dapat dijawab bahwa mekanisme pelaksanaan gondang naposo yang ada di Desa Gajah melalui beberapa tahapan yakni 4 (empat) tahapan. Tahapan pertama adalah persiapan gondang naposo, tahapan kedua acara pembukaan gondang naposo, tahapan, ketiga pelaksanaan gondang naposo dan tahapan yang keempat adalah penutupan gondang naposo.

Tahapan pertama yaitu persiapan gondang naposo. Persiapan yang dimaksud adalah rapat sesama anggota PERMUSIMDES dan rapat anggota PERMUSIMDES dengan orang tua. Setelah itu dilanjutkan dengan persiapan dari setiap seksi yaitu seksi undangan, seksi pengurusan surat izin, seksi ulos, seksi humas, seksi bunga, seksi peralatan, sekai konsumsi dan yang terakhir adalah seksi keamanan. Tahapan kedua yaitu pembukaan gondang naposo, tahapan ketiga pelaksanaan gondang naposo dan keempat adalah penutupan gondang naposo.

Pertanyaan ketiga dapat dijawab bahwa terdapat berbagai kepentingan yang termaktub melalui palaksanaan gondang naposo yang ada di Desa Gajah.

Kepentingan tersebut adalah sebagai hiburan di saat liburan bagi orang Batak Toba. Gondang naposo sebagai sarana pencarian jodoh, sarana dalam membangun rasa solidaritas dan juga sebagai pengintegrasian orang Batak Toba di Desa Gajah.

Melalui gondang naposo orang Batak Toba yang ada di Desa Gajah juga dapat menyampaikan rasa hormat dan sembah kepada Tuhan dan sesama. Melalui gondang naposo orang Batak Toba yang ada di Desa Gajah juga dapat menegaskan idenditasnya terhadap kelompok etnik lain yang ada di Desa Gajah. Gondang naposo juga dilaksanakan dalam rangka kesinambungan/pelestarian budaya Batak Toba di luar daerah asal (bona pasogit) dan sebagai sarana bagi kepentingan politik.

Dari ketiga jawaban tersebut, dapat disimpulkan bahwa setiap tahunnya gondang naposo selalu dilaksanakan oleh orang Batak Toba yang ada di Desa Gajah. Pelaksanaan gondang naposo tersebut dalam rangka pelestarian budaya Batak Toba yang dibawa dari daerah asal. Di Desa Gajah pelaksanaan gondang naposo direproduksi kembali dalam bentuk dan kepentingan yang berbeda dari pelaksanaan gondang naposo di daerah asal. Di daerah asal gondang naposo dilaksanakan selama tujuh hari tujuh malam sedangkan di Desa Gajah gondang naposo berlangsung selama dua hari dua malam. Di daerah asal pelaksanaan gondang naposo hanya sebagai sarana hiburan dan sarana pencarian jodoh sedangkan di Desa Gajah palaksanaan gondang naposo memiliki benyak kepentingan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Namun meskipun demikian, nilai-nilai yang terkandung dalam pelaksanaan gondang naposo tetap dipelihara. Hal ini tercermin melalui pelaksanaan gondang naposo di Desa Gajah,

dimana nilai gotong-royong dan rasa kebersamaan tetap dilaksanakan dan hal ini membangun rasa solidaritas orang Batak Toba yang ada di Desa Gajah.

Pelaksanaan gondang naposo juga dijadikan orang Batak Toba yang ada di Desa Gajah sebagai penegasan idenditas kelompoknya. Penegasan idenditas tersebut diupayakan karena orang Batak Toba di Desa Gajah merupakan pendatang dan dulunya merupakan kelompok etnik minoritas. Namun, sekarang etnik Batak Toba sudah banyak di Desa Gajah akan tetapi pelaksanaan gondang naposo juga tetap dijadikan sebagai penegasan idenditas kelompoknya. Penegasan idenditas tersebut secara simbolik dilakukan melalui musik gondang dan tortor/tarian yang dipagelarkan pada pelaksanaan gondang naposo.