• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSPRESI IL-12 DI MUKOSA PALATUM a. Definisi

Dalam dokumen BAB II LANDASAN TEORI (Halaman 60-78)

Interleukin-12 (IL-12) adalah salah satu sitokin proinflamasi yang strukturnya tersusun atas glikoprotein. Interleukin-12 (IL-12) adalah sitokin yang berukuran 70-kDa dan tersusun oleh dua rantai kovalen p40 dan p35.

b. Karakteristik ekspresi IL-12 pada neonatus

Sumber IL-12 alamiah dalam tubuh manusia adalah dari sel dendritik (DCs), makrofag, sel Langerhans (Arunalandam et al, 1999) dan sel keratinosit. Sel cDCs dan pDCs adalah salah satu sel utama yang meproduksi IL-12 dan IFN-α/β. Aktifitas DCs neonatus diketahui lebih rendah daripada dewasa. Menurut hipotesis M’Rabert L et al ( 2007) aktifitas DCs yang rendah pada janin selama masa kehamilan sangat penting untuk mengawali toleransi terhadap protein ibu dan mencegah inflamasi destruktif selama perkembangan janin. Setelah lahir sampai dengan kurang lebih 7 hari kondisi ini masih dapat dijumpai. Penelitian pada darah tali pusat bayi menunjukkan adanya produksi IL-12p70 dan IL-12p35mRNA yang lebih rendah daripada manusia dewasa (Joyner et al, 2000 ; Goriely et al, 2001; Upham et al, 2002; Stephanovic, 1998; Langrish et al, 2002). Pada neonatus kemampuannya produksinya lebih rendah kerena transkripsinya yang tidak efektif pada subunit IL-12p35 sedangkan pada sub unit IL-12p40 kemampuannya mencukupi. Telah diketahui bahwa dengan tanpa rangsangan LPS IL-12p70 baru akan mencapai kadar seperti dewasa setelah 9 bulan. Pemaparan antigen pada DCs akan diikuti dengan responnya berupa peningkatan sekresi sitokin seperti IL-12.

Sekresi sitokin terjadi melalui ikatan antigen terhadap TLR. Ekspresi TLR basal pada neonatus menyerupai pada dewasa, akan tetapi fungsi dan maturasinya berbeda. Sebagi contoh stimulasi condong pada sekresi sitokin antiinflamasi. Stimulasi pada darah tali pusat diketahui meningkatkan kadar IL-10 tapi kadar IL-12p70 dan produksi IFN tipe 1-nya rendah (Gervasi dan Horton, 2014).

Kemampuan sekresi IL-10, IL-6 dan IL-23 menurun dalam jangka waktu 1 tahun kehidupan bayi. Penurunan ini sejalan dengan peningkatan sitokin proinflamasi seperti IL-1β dan TNF-α. Stimulasi TLRs 1–9 oleh TNF dan IFN-γ meningkat dari kelahiran sampai dengan 1 bulan. Sel pDCs neonatus mempunyai kemampuan yang rendah dalam IFN-α/β melalui jalur TLR-7 atau TLR-9 bila dibandingakan dengan dewasa.. Berikut ini gambar skematik keterbatasan sistem imun neonatus:

Gambar 2.13. Keterbatasan produksi sitokin pada DCs neonatus.

(Gervasi dan Horton, 2014)

Gambar 2.13. menunjukkan kemampuan DCs matur pada neonatus didominasi oleh sel DCs yang memproduksi sitokin-sitokin yang mengaktivasi sel Th2 CD4+, dan Treg. Sel dendritik neonatus cenderung mensekresikan IL-12 dan IL-18 yang rendah, sehingga aktivasi sel NK, Th1CD4+ dan sel T sitotoksik CD8+ terhambat. Selain itu terdapat 2 jalur sinyal yang merespon sinyal bahaya pada neonatus diketahui mengalami down regulasi yaitu jalur sinyal TLRs dan jalur sinyal IL-1/inflammasome, sehingga jalur ini tidak dapat mengaktifkan produksi IL-12 yang penting dalam diferensiasi Th1/Tsitotoksik. Jalur alternatif yang disebutkan dapat dipicu

commit to user

untuk meningkatkan aktifasi sel Th1 adalah jalur endosomal ligand ( seperti single strands (ssRNA) atau double strands RNA (dsRNA) virus, oligonukleotida CpG bakteri) yang berikatan dengan TLR 3, 7/8 dan 9.

(Gervasi and Horton, 2014).

Respon humoral pada neonatus juga terbatas, terutama dalam kemampuannya memproduksi antibodi. Hal ini menunjukkan adanya keterbatasan respon sel plasma di ektra folikuler dan turunan germinal center.

Penyebabnya adalah keterbatasan kemampuan aktifasi melalui jalur BCR, ekpresi kostimulator sel T yang rendah dan maturasi lambat dari sel B pada zona marginal. Selain itu sel stroma sunsum tulang juga mempunyai kemampuan terbatas dalam memproduksi faktor survival seperti A proliferation inducing ligand (APRIL) yang meningkatkan kemampuan hidup sel B post GC (Gervasi dan Horton, 2015).

c. Pengaruh IL-12 terhadap Perkembangan Sistem Imun Seluler Neonatus Respon imun seluler selain membutuhkan interaksi dengan antigen, juga dibutuhkan interaksi dengan sitokin seperti IL-12. Sitokin yang dihasilkan oleh berbagai sel seperti sel epitel mukosa, DCs, makrofag, sel Langerhans, sel limfosit T dan sel B merupakan stimulus yang akan ditangkap oleh reseptor-reseptor sel dan dapat mengaktifkan jalur Ras dan jalur STAT.

Protein Ras adalah salah satu jenis protein G kecil yang terdiri dari protei H-, K-, dan N-Ras. Semua varian ini terikat pada guanine di-phosphate (GDP) / guanine tri-phosphate (GTP) dan mempunyai aktivitas dengan GTPase.

Ketika terikat dengan GTP, atau juga pada GTPase actifating protein (GAP) maka Ras disebut Raf-1. Protein Raf-1 ini mempunyai aktivitas memicu jalur tyrosine kinase. Protein Raf akan meningkatkan aktivitas kinase, ikatannya pada membrane plasma akan memungkinkan pembentukan Src, PKC dan PKA. Protein ini disandi oleh gen Ras. Raf merupakan serine/threonine kinase.

Bila Raf terikat pada Ras melalui domain N-terminal akan terjadi fosforilasi MEK dan aktivasi MAP kinase. Fosforilasi ini akan mengatur ekspresi siklus sel dan diferensiasi protein khusus(Poli ,2015).

Sitokin beraksi melalui ikatan dengan reseptornya sehingga sinyal akan tertransduksi dan jalur janus tyrosine kinase (JAK)- signal transducers dan activators of trancription (STAT) diaktifkan. Aktifasi JAK akan memfosforilasi monomerik STAT baru pada tyrosine kinase dan menginduksinya sehingga terjadi dimerisasi. Keluarga JAK adalah protein tyrosine kinase (PTK) yang terlibat dalam transduksi sinyal yang dimediasi reseptor sitokin tipe I dan II, meliputi 3 protein yaitu JAK 1,JAK 2, JAK 3 dan Tyk2. Dalam jalur ini melibatkan 6 protein STAT yang dihasilkan oleh 7 gen STAT meliputi STAT 1,2,3,4,5A,5B dan 6. Fosforilasi STAT akan menginduksi Src homology-2 (SH-2) dari protein STAT sehingga terjadi mediasi homo atau heterodimerisasi, yang diikuti traslokasi dimer STAT ke nukleus. Dimer STAT selanjutnya akan terikat pada elemen DNA yang spesifik di daerah promoter untuk mengeskpresikan gen(Poli,2015; Morris dan Surendran, 2016).

Interleukin-12 (IL-12) memegang peranan penting dalam kostimulasi imunitas melalaui respon Th1 (Vacaflores et al, 2016). Ikatan IL-12 dengan TCR akan mengaktifasi jalur sinyal Janus kinase-STAT dan menyebabkan fosforilasi STAT-4. Sinyal STAT-4 adalah salah satu mediator penting dalam diferensiasi sel Th1 dan produksi IFN-γ. Peningkatan fosforilasi STAT-4 menurut Hanel et al (2016) memuncak pada menit ke 15–45 setelah perlakuan. Fosforilasi ini menurun kembali mendekati kadar basal setelah 6 jam dari paparan IL-12.

d. Beberapa cara meningkatkan ekspresi IL-12

Beberapa penelitian terakhir membuktikan bahwa secara in vitro DCs turunan monosit dari darah tali pusat dapat dipicu untuk memproduksi IL- 12p70 melalui aktifasi jalur dectin dan TLR7/8. Penambahan recombinant IFN-γ pada monosit neonatus dari DCs yang distimulasi dengan LPS secara in vitro dapat menghasilkan sekresi IL-12p70 setingkat dengan dewasa.

Stimulasi sinergis dengan jalur TLR4/8 atau TLR3/8 dapat pula meningkatkan sekresi IL-12p70 dari DCs yang diambil dari darah tali pusat.

commit to user

Keberadaan IL-12 bersama dengan IFN tipe 1 akan memicu terjadinya proliferasi yang tinggi yang menyebabkan fase ekspansi dari perkembangan limfosit T (Karasawa et al, 2012). Interferon IFN-α/β memegang peran penting dalam imunitas terhadap virus dan memicu respon Th1. Sumber IFNγ alamiah adalah sel natural killer (NK). Jumlah sel NK pada bayi baru lahir lebih tinggi jumlahnya daripada orang dewasa, dan mengekspresikan reseptor inhibisi CD94/NKG2A lebih banyak. Sel NK akan secara cepat diaktivasi melalui interaksi sel-ke sel dengan kontak langsung dengan DCs, monosit/makrofag dan sitokin. Aktivasi sel NK akan meningkatkan kemampuan sitolitik dengan mensekresikan sitokin IFN-γ yang lebih banyak.

4. TAHNIK

a. Pengertian tahnik

Pengertian tahnik secara bahasa dan syar’i adalah mengunyahkan kurma hingga lumat dan meletakkanya di mulut bayi, menggosokkan pada langit-langit mulutnya, ke kanan ke kiri meliputi seluruh permukaan gusi/ginggiva tempat bakal tumbuhnya gigi. Salah satu manfaat dari tahnik yang diyakini dan diakui oleh ulama adalah adanya pemindahan bakteri baik (Ahmad, 2013.) Nabi Muhammad S.A.W mengajarkan cara melindungi bayi dengan cara mentahnik neonatus . Pada masa Nabi Muhammad SAW tahnik dilakukan lebih ditekankan untuk perlindungan kepada bayi dari sihir, racun dan penyakit. Hal ini sesuai dengan hadist yang menegaskan manfaat kurma secara khusus kurma ajwa untuk pencegahan sihir, racun dan penyakit.

Dalam sejarah disebutkan bahwa tahnik pertama kali dilakukan pada suasana ummat Muslim yang diancam oleh beberapa upaya kaum yahudi di Madinah untuk menghalangi perkembangan Islam di Madinah. Bayi pertama yang dilakukan tahnik adalah bayi Abdullah bin Zubair, anak Asma binti Abu Bakar. Selanjutnya ajaran ini diikuti oleh ummat Muslim dari generasi ke generasi. Terdapat pendapat yang memperbolehkan penggunaan selain kurma, akan tetapi ulama seperti Imam Nawawi ra lebih

menganjurkan hanya menggunakan kurma yaitu tepatnya pada fase tamr (Achmad, 2013).

Tahnik merupakan sunnah dan petunjuk Nabi dan dalil-dalilnya sangat banyak, dan dianjurkan dilakukan oleh laki-laki sehat, bertakwa dan shalih. Salah satu contohnya dalam hadist yang diriwayatkan oleh Al- Bukhari dan Muslim: dari hadits Abu Burdah dari Abu Musa, dia berkata,

“aku pernah dikarunia anak laki-laki, lalu aku membawanya ke hadapan Nabi SAW, maka beliau memberinya nama Ibrahim dan mentahniknya dengan sebuah kurma(tamr)”. (Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (5467 Fathul Bari) Muslim (2145 Nawawi), Ahmad (4/399), Al-Baihaqi dalam Al-Kubra (9/305) dan Asy-Syu’ab (8621, 8622)).

Syaikh Ihsan bin Muhammad Al ‘Utaibi berkata, Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah menjelaskan, “maksud mentahnik adalah mengunyahkan kurma, meletakkan dalam mulut bayi, kemudian menggosoknya, kemudian mendoakannya yaitu berdoa, “Baarakallahu fiihi (semoga berkah Allah diberikan untuknya)”, atau “Allahumma baarik fiihi (Ya Allah, berkahilah dia).”) Fathul Baari 27: 248).

Selain tahnik penelitian di seluruh dunia terdapat banyak budaya mengunyahkan makanan yang dipraktekkan oleh masyarakat non muslim seperti masyarakat China, Eropa, Afrika, Amerika dll (Zhang, 2007). Budaya ini disebut dengan istilah premastikasi. Budaya mengunyahkan makanan/herbal telah dipraktekkan oleh beberapa masyarakat dari berbagai negara, dan diyakini dapat berdampak positif walaupun hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap kesehatan manusia (Butler et al, 2010; Pelto et al,2010). Budaya pemberian makanan yang dikunyahkan oleh orang dewasa pada bayi (infant feeding) dapat ditemukan pada kurang lebih 117 budaya dari 138 budaya (77%) (Pelto et al,2010). Terdapat 38 budaya yang secara spesifik diketahui menyebutkan dan mendeskripsikan budaya ini sebagai premastikasi (Pelto et al, 2010). Budaya-budaya ini tersebar di Afrika (4 budaya), Amerika utara dan tengah (9 budaya), Amerika selatan (8 budaya),

commit to user

Asia (10 budaya), Eropa dan Timur Tengah (2 budaya), dan Oseania (5 budaya) (Pelto et al,2010). Tahnik adalah salah satu ajaran Nabi Muhammad SAW yang disebutkan dalam tesis Zhang Yuan sebagai budaya premastikasi bersumber dari ajaran Nabi yang menurut data e-HRAF banyak dipraktekkan di daerah Palestina (Zhang, 2010).

b. Mekanisme tahnik menstimulasi sistem imun mukosa dan sistemik Mekanisme kerja tahnik menstimulasi sistem imun diperkirakan melalui sinergi dari kurma, saliva dan rangsang mekanik pada mukosa. Dalam perspektif imunologi tahnik menyerupai metode vaksinasi intra mukosa pada NALT dan GALT, serta merupakan bentuk stimulasi neuroimun pada N.Vagus.

1) Kurma

Kurma merupakan tumbuhan yang termasuk dalam famili palmae atau Aracaceae. Kurma adalah tanaman tertua yang ditanam oleh manusia sejak zaman mesopotamia dan Mesir kuno sejak 4000 SM , dan telah digunakan sebagai makanan sejak 6000 tahun yang lalu. Kurma juga termasuk makanan yang tahan lama, dan terjaga kesegarannya hingga 8 bulan tanpa pengawet (Shahib dan Marshall, 2003). Ada sekitar 2000 varitetas kurma yang tersebar di seluruh dunia. Kurma Ajwa adalah kurma yang hanya ditanam di Madinah. Kurma merupakan makanan yang dimuliakan bukan hanya oleh ummat Islam akan tetapi juga oleh ummat Yahudi. Ummat Yahudi menganggapnya sebagai buah yang suci dan merayakannya dengan hari Kurma (Rahmani et al,2014).

Kurma mengandung karbohidrat yang tinggi ( total gula 44-88%), lemak (0,2-0,5%), protein yang tinggi (2,3-56%) meliputi 23 asam amino, asam lemak tak jenuh (seperti palmitoleic acid,oleic linoleic acid, linolenic acid) (Shahib dan Marshall, 2003), 15 garam dan mineral (seperti fluorine, selenium, magnesium dan zinc) , serta vitamin ( meliputi vitamin A, D, C, B1, B2, B6 dan B12) (Shahib dan Marshall, 2003;

Rahmani 2014). Shahib dan Marshall (2003) menjelaskan terdapat 5 fase

pematangan kurma dalam terminologi Arab meliputi fase ‘altalaa’, kimri, khalal, ruthab dan tamr. Fase tamr adalah fase kurma mulai memgering, akan tetapi konsistensinya kenyal dan warnanya menjadi lebih gelap (Shahib dan Marshall (2003)). Proses pematangan juga mempengaruhi kandungan kurma analisa proteomik terhadap 4 stadium pematangan kurma didapatkan bukti adanya proses pematangan dan paparan cahaya akan meningkatkan kandungan antosianin sedangkan kandungan stress protein seperti HSPs akan menurun. (Marondedze et al, 2014). Penelitian Shaleh dan Otaibi (2013) membuktikan bahwa kandungan karotenoid dan antosianin pada kurma akan semakin meningkat sesuai fase pematangannya. Kandungan gula pada kurma juga semakin meningkat sesuai fase pematangannya, paling tinggi pada fase tamr (Shahib dan Mashall, 2003). Total fenol tertinggi pada fase ruthab, sedangkan karotenoid dan antosianin tertinggi pada fase tamr (Saleh dan Otabi, 2013). Antosianin diketahui dapat meningkatkan diversitas mikrobiota usus.

Gambar 2.14. Stadium pematangan kurma menurut (Baliga et al,2011) Kurma ajwa diketahui mempunyai kandungan magnesium yang tinggi dibandingkan jenis kurma yang lainnya. Berikut ini tabel perbandingan mineral dalam kurma Ajwa dibandingkan kurma lain:

commit to user

Tabel 2.4. Perbandingan kandungan mineral kurma Ajwa (Assirey, 2015) Mineral

(mg/100g)

Varietas kurma

Huruf a, b.c menunjukkan perbedaan mean±SD yang signifikan

Tabel 2.4. menunjukkan kandungan mineral kurma ajwa meliputi kalsium, fosfor, potasium, sodium dan magnesium. Kurma Ajwa mempunyai kandungan kalsium, fosfor, dan magnesium yang tertinggi, sedangkan untuk kalium kandungannya lebih rendah daripada Safawy.

Kandungan protein pada kurma Ajwa yang membedakannya dengan kurma jenis lain antara lain tidak didapatkannya cysteine dan Tyrosin. Kurma ajwa mengandung asam amino triptofan yang tertinggi dibandingkan kurma yang lain. Triptofan ini adalah bahan baku melatonin.

Kurma juga diketahui mempunyai banyak protein seperti Hsp70 dan Hsp 82 (Marondedze et al,2014). Berikut ini tabel perbandingan asam amino pada kurma:

Ajwa Kodari Safawy Burni

Kalsium 187±0,5a 133±0,3c 123±0,4c 168±0,2b

Fosfor 27±0,01a 16±0,01b 12±0,1c 18±0,01b

Kalium 476,3±0,4a 289,6±0,8c 512±0,6a 422,5±0,5b Natrium 7,5±0,01a 4,9±0,01b 8,6±0,1a 8,9±0,02a Magnesium 150±0,7a 60±0,2c 56±0,03c 100±0,6b

Tabel 2.5. Perbandingan kandungan protein pada kurma Ajwa dan kurma lain. (Assirey, 2015)

Mineral Varietas kurma

(mg/100g) Ajwa Kodari Safawy Burni

Ala 82 104 105 78

Arg 93 56 37 60

Asp 186 147 127 225

Cyst - 36 32 46

Glu 205 232 158 265

Gly 83 102 98 90

His 26 9 21 27

Iso 44 55 43 45

Leu 57 100 84 82

Lys 73 60 52 51

Met 27 21 18 17

Phe 45 56 54 48

Pro 86 97 110 113

Ser 59 57 64 62

Thr 53 50 51 42

Try 44 - 46 13

Tyr - 40 15 16

Val 65 78 - 16

Selain mengandung asam amino kurma juga mengandung polifenol.

Penelitian Saleh et al(2012) membuktikan bahwa ektrak air kurma ajwa mempunyai kandungan total polifenol yang tertinggi (455,88mg/100g), demikian pula pada ekstrak metanolnya. Berikut ini tabel yang menunjukkan kadar flavonoid kurma Ajwa juga tertinggi dibandingkan dengan yang lain:

commit to user

Tabel 2.6. Perbandingan flavonoid kurma ajwa dengan kurma lain (Hamad et al, 2014)

.

78

Tabel di atas menunjukkan kandungan flavonoid kurma Ajwa dari yang tertinggi meliputi rutin, isoquercetin, apigenin, quercetin dan luteolin. Total flavonoid kurma Ajwa adalah 2,787±0.138, tertinggi dibanding yang lain. Kandungan polifenol selain dipengaruhi oleh fase pematangan, juga sangat dipengaruhi oleh distribusi geografis dan metode penanaman. Distribusi geografis sangat memepengaruhi kandungan flavonoid kurma, antara kurma yang ditanam di Arab Saudi dengan di Mesir, mempunyai kandungan yang berbeda. Contohnya kurma Sukari yang ditanam di Saudi dengan kurma Mesir kandungan fenoliknya lebih tinggi kurma Mesir (532,96:266,54 g), sedangkan karoteinoidnya lebih tinggi kurma Sukari ( 3,156:2,953). Aktifitas antioksidan kurma Mesir lebih tinggi dari Sukari (62,79:53,30) (Al-Tamim, 2014). Kandungan polifenol dalam kurma terutama tediri atas flavonoid, dan asam fenolik.

Penelitian Karasawa et al (2012) seperti disebutkan sebelumnya, membuktikan Chlorogenic acid, caffeic acid, pelargonin dan ferulic acid, menstimulasi ekpresi mRNA IFN-γ secara signifikan pada kultur sel Peyer’s patch tikus. Chlorogenic acid dan caffeic acid juga meningkatkan jumlah sel T yang menekspresikan IFN-γ+CD4+ secara signifikan.

Sedangkan beberapa polifenol meningkatkan jumlah IFN-γ pada sel T yang mengekspresikan CD49b+ dan IL-12 pada sel T yang mengeskpresikan CD11b+.

Selain itu kurma juga mengandung beberapa polifenol lain seperti gallic, cathechin, ferulic, coumarin, quercetin, rousmarinic dll. Beberapa penelitian membuktikan aktifitas anti mikroba dari berbagai macam polifenol dalam kurma seperti chlorogenic acid (Rahmani et al,2014).

Penelitian Arinkumar et al (2013) membuktikan aktifitas anti bakteri chlorogenic acid pada bakteri Strenotrophomonas maltopholia yang sudah resisten terhadap antibiotika standar (trimetroprim dan sulfametoksazol).

Kurma telah dibuktikan mempunyai efek anti bakteri terhadap berbagai macam bakteri seperti F. oxysporum, Fusarium sp., F. solani, A. alternata, Alternaria sp, Klebsiella pneumonia, Escherichia coli, E.fekalis, bakteri- bakteri penyebab karies dll (Rahmanai et al, 2014). commit to user

Kurma Ajwa mempunyai kandungan dari yang paling tinggi ke rendah meliputi: gallic acid,p-coumaric acid, ferulic acid, protocatchuic acid, catechin, syringic acid, resorsinol,chlorogenic acid, dan caffeic acid. Total fenol kurma Ajwa adalah 22,11± 1,10, tertinggi dibandingkan jenis kurma lain.

Berikut ini tabel perbandingan kadar polifenol dari kurma ajwa dibandingkan dengan kurma yang lain ( Hamad et al, 2014):

commit to user

Tabel 2.7. Perbandingan kandungan polifenol kurma Ajwa dibanding kurma lain ( Hamad et al, 2014).

81

commit to user

Saliva adalah cairan mulut yang berasal dari sekresi kelenjar saliva yang berperan penting yang berfungsi pentimng dalam sistem imun mukosa. Terdapat 3 pasang kelenjar saliva mayor (parotis, sub lingula dan sub mandibula) dan banyak kelenjar saliva minor (Chiappin et al , 2007).

Kelenjar saliva tersusun atas sel epitel spesifik yang mempunyai segmen- segmen fungsional berupa asinus dan duktus interkalatus yang mempunyai fungsi sekresi yang kompleks. Dodds et al (2006) menjelaskan proses biomolekuler sekresi saliva. berdasarkan beberapa literatur (Martinez et al(1990), Baum et al (1993), Turner (1993) dan Ambudkar (2000), dimana sekresi saliva terjadi melalui 2 fase. Pada fase awal sekresi saliva berupa cairan primer menyerupai plasma yang disekresikan oleh sel asinus. Pada fase berikutnya cairan ini akan mengalami modifikasi sepanjang alirannya melalui sistem duktus yang bersifat tidak permeabel terhadap air. Sekresi saliva diatur oleh sistem syaraf otonom melalui sistem sinyal transduksi yang membutuhkan stimulasi dari reseptor sehingga mengaktifkan transport ion dan mekanisme sekresi protein.

Volume saliva bervariasi tergantung tipe dan intensitas stimulasi.

Volume terbesar terjadi karena stimulasi kolinergik. Neurotransmiter yang dilepaskan sebagai respon terhadap rangsang sekretorik akan berikatan dengan reseptor spesifik pada membran sel asinus. Hal ini akan menyebabkan perubahan pada protein G yang terikat membran, mengaktifkan sinyal pembawa pesan intraseluler. Bila rangsangan berupa rangsang kolinergik muskarinik, maka sinyal transduksi yang melibatkan inositol triphosphate (IP3) akan memicu pelepasan kalsium(Ca2+) dari penyimpanan intrasel. Hal ini akan menyebabkan aktifasi dari chanel ion dan sistem transport ion, sehingga terjadilah aliran air melalui epitel.

Menurut Dodds et al (2006) sebagian besar manusia dapat memproduksi banyak saliva ketika distimulasi.

Menurut Chiappin et al (2007) mempuyai 2 jenis konsistensi yaitu cairan serosa dan mukus, seperti dikutipnya dari Hu et al (2004) hal ini akan menyebabkan variasi dalam komposisinya.Kelenjar parotis commit to user

mandibula dan sub lingual mensekresi saliva yang bersifat sero-mukus (Chiappin et al , 2007). Chiappin et al (2007) dari Amerongen et al (2004) dan Lawrence (2002) juga menjelaskan, bahwa kelenjar saliva minor terutama kelenjar Von Ebner yang terletak di jaringan konektif dibawah papila sirkumvalatta cairan sekresinya seluruhnya serosa, sedangkan kelenjar Blandin-Nuhm cairannya bersifat mukus. Setiap kelenjar saliva mempunyai kontribusi secara bervariasi terhadap sekresi total saliva.

Dalam kondisi tanpa stimulasi menurut penelitian Chicharro et al (1998) kontribusi masing masing kelenjar saliva meliputi kelenjar sub mandibula 65%, dari kelenjar parotis 23%, dari kelenjar Von Ebner 8% dan dari sub lingual 4% ( dalam Chiappin et al , 2007).

Walaupun saliva disekresikan dari kelenjar, akan tetapi komponen saliva tidak hanya berasal dari kelenjar. Berdasarkan beberapa literatur menurut kajian Chiappin et al ( 2007) cairan mulut dapat berasal dari beberapa sumber lain seperti:

a) Mukosa orofaring (Aps et al ( 2005) dan Nagler et al 2002)) yang mengandung sel-sel transudat dari mukosa mulut, bakteri, virus, sekresi dari saluran nafas atas dan refluks gastrointestinal.

b) Cairan kreviculer), yaitu cairan yang berasal dari epitel krevis gigi (ginggival crevice), yang produksinya per-gigi sekitar 2-3 µl/jam , yang kemungkinan berasal dari transudat plasma (Yamaguchi et al (2005))

c) Debris makanan (Aps et al (2005).

d) Komponen darah yang masuk secara aktif dan pasif seperti protein plasma, eritrosit dan leukosit pada kondisi inflamasi dan adanya lesi di mukosa (Aps et al (2005).

Komponen plasma masuk ke dalam saliva melalui beberapa proses seperti yang dijelaskan oleh Chiapin et al (2007) dari Marini et al(2002), meliputi:

a) Ultrafiltrasi melalui jaringan konektif antar sel unit sekretorik (intercellular nexus), meliputi molekul yang mempunyai berat commit to user

Konsentrasi molekul-molekul ini di saliva 300-3000 kali lebih rendah dibandingkan plasma.

b) Transudasi komponen plasma seperti albumin ke dalam rongga mulut dari cairan krevikuler.

c) Transportasi selektif melalui membran sel dengan cara difusi pasif untuk molekul yang bersifat lipofilik seperti hormon steroid dan secara aktif melalui chanel protein.

Menurut Chicharro et al (1998) seperti dikutip oleh Chiappin et al (2007) produksi orang dewasa sehat secara normal adalah sekitar 500- 1500 ml perhari atau sekitar 0,5 ,l/min. Menurut kajian Chiapin et al( 2007) dari beberapa literatur (Aps et al (2005), Chicharro et al (1998), Kalks et al(2002) dan Hu et al(2004)) terdapat beberapa faktor baik kondisi fisiologi dan kondisi patologis yang dapat menyebabkan perubahan produksi saliva secara kualitatif dan kuantitif, antara lain stimulasi bau, stimulasi rasa, pengunyahan, status psikologi dan hormonal, obat-obatan, umur, herediter, oral higiene, latihan fisik, tipe kelenjar , proses sekresi (dengan atau tanpa stimulasi), dan aktifitas sistem syaraf otonom. Cairan serosa dikendalikan oleh sistem simpatis sedangkan, cairan mukus dikendalikan oleh sistem syaraf parasimpatis dan simpatis. Stimulasi parasimpatik memicu pengeluaran saliva yang lebih banyak akan tetapi kandungan inorganiknya lebih rendah. Stimulasi simpatik memicu sekresi yang yang kandungan protein dan K+nya lebih tinggi. Makanan merupakan stimulus protein yang bersifat selektif. Setelah makan Messenger et al (2003) membuktikan adanya peningkatan total protein dan α-amylase . Kandungan saliva dapat berubah karena adanya penyakit sistemik. Berikut ini tabel perubahan saliva karena penyakit sistemik:

commit to user

(Fabian dan Fejerdy , 2007) Kondisi Perubahan pada saliva

Ansietas Penurunan volume aliran Depresi Penurunan volume aliran

Stress akut Penurunan sIgA, peningkatan amilase, chaperokine Hsp70, hormon stress dan perubahan komponen adesif musin

Sindrom Sjorgen Penurunan volume aliran, fosfat, peningkatan sodium , klorida dan beberapa protein saliva

Sindrom Sjorgen Penurunan volume aliran, fosfat, peningkatan sodium , klorida dan beberapa protein saliva

Dalam dokumen BAB II LANDASAN TEORI (Halaman 60-78)

Dokumen terkait