• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAWADDAH RENHORAN C3408

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Ekstraksi Senyawa Aktif

Ekstraksi merupakan metode pemisahan komponen-komponen tertentu antara dua atau lebih fase cairan (Keulemans dan Walraven 1965). Ekstraksi didefinisikan sebagai proses penarikan komponen yang diinginkan dari suatu bahan dengan cara pemisahan satu atau lebih komponen dari bahan tersebut. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses ekstraksi adalah lama ekstraksi, suhu, dan jenis pelarut yang digunakan harus memperhatikan daya melarutkan, titik didih, sifat toksik, mudah tidaknya terbakar, dan sifat korosif terhadap peralatan ekstraksi (Khopkar 2003).

Prinsip ekstraksi adalah zat yang akan diekstrak hanya dapat larut dalam pelarut yang digunakan, sedangkan zat lainnya tidak akan larut. Proses perpindahan komponen bioakif dari dalam bahan ke pelarut terjadi secara difusi. Proses difusi merupakan perubahan secara spontan dari fase yang memiliki konsentrasi lebih tinggi menuju konsentrasi lebih rendah (Danesi 1992). Proses ini akan terus berlangsung selama komponen bahan padat yang dipisahkan menyebar diantara kedua fase. Proses difusi akan berakhir jika kedua fase berada dalam kesetimbangan, yaitu apabila seluruh zat sudah terlarut di dalam zat air dan konsentrasi larutan yang terbentuk menjadi seragam. Pengelompokkan metode

ektraksi ada dua yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus (Harborne 1987). Ekstraksi sederhana terdiri atas:

a) Maserasi, yaitu metode ekstraksi dengan cara merendam sampel dalam pelarut dengan atau tanpa pengadukan;

b) Perkolasi, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan;

c) Reperkolasi, yaitu perkolasi dimana hasil perkolasi digunakan untuk melarutkan sampel di dalam perkulator sampai senyawa kimianya terlarut; d) Diskolasi, yaitu perkolasi dengan penambahan tekanan udara.

Ekstraksi khusus terdiri atas:

a) Sokletasi, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan untuk melarutkan sampel kering dengan menggunakan pelarut bervariasi;

b) Arus balik, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan dimana sampel dan pelarut saling bertemu melalui gerakan aliran yang berlawanan;

c) Ultrasonik, yaitu metode ekstraksi dengan menggunakan alat yang menghasilkan frekuensi bunyi atau getaran antara 25-100 KHz.

Sifat penting yang harus diperhatikan dalam ekstraksi adalah kepolaran senyawa dilihat dari gugus polarnya. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda pada pelarut yang berbeda. Bahan dan senyawa kimia akan mudah larut pada pelarut yang relatif sama kepolarannya. Semakin besar konstanta dielektrik, maka pelarut tersebut semakin polar. Beberapa pelarut organik dan sifat fisiknya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Pelarut organik dan sifat fisiknya

Jenis Pelarut Titik didih (o Titik beku C) (o Konstanta dielektrik C) Heksana Dietil eter Kloroform Etil asetat Aseton Etanol Metanol Air 68 35 61 77 56 78 65 100 -94 -116 -64 -84 -95 -117 -98 0 1,8 4,3 4,8 6,0 20,7 24,3 32,6 80,2 Sumber: Nur dan Adijuwana (1989)

2.3 Fitokimia

Istilah fitokimia (dari kata “phyto” = tanaman dan “chemical” = zat kimia) berarti kimia tanaman. Fitokimia menguraikan aspek kimia suatu tanaman. Kajian fitokimia meliputi uraian tentang isolasi dan konstitusi senyawa kimia dalam tanaman, perbandingan struktur senyawa kimia tanaman dan perbandingan komposisi senyawa kimia dari bermacam-macam jenis tanaman atau penelitian untuk pengembangan senyawa kimia dalam tanaman (Sirait 2007).

2.3.1Alkaloid dari rumput laut

Alkaloid adalah senyawa kimia tanaman hasil metabolit sekunder yang terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran (Sirait 2007). Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Umumnya, alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid biasanya tidak berwarna, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotin) pada suhu kamar (Harborne 1987).

Beberapa contoh senyawa alkaloid yang telah umum dikenal dalam bidang farmakologi, diantaranya adalah nikotin (stimulan pada syaraf otonom), morfin (analgesik), kodein (analgesik dan obat batuk), atropin (obat tetes mata), skopolamin (sedatif/obat penenang menjelang operasi), kokain (analgesik), piperin (antifeedant), quinin (obat malaria), vinkristin (obat kanker), ergotamin (analgesik untuk migrain), reserpin (pengobatan simptomatis disfungsi ereksi), mitraginin (analgesik dan antitusif), serta vinblastin (antineoplastik dan obat kanker) (Sudarmadji et al. 2007). Kaewsritong et al. (2007) dalam Kantachumpoo dan Chirapart (2010) melaporkan ekstrak dari Padina australis, S. polycystum dan Turbinaria conoides yang menggunakan pelarut metanol, etanol, diklorometana dan eter mengandung terpenoid, flavonoid dan alkaloid.

2.3.2 Triterpenoid/steroid dari rumput laut

Triterpenoid adalah senyawa senyawa alam yang terbentuk dengan proses biosintesis dan terdistribusi secara luas dalam dunia tumbuhan dan hewan. Struktur terpenoid dibangun oleh molekul isoprene dengan kerangka terpenoid

terbentuk dari dua atau lebih banyak satuan isoprene (C5) (Sirait 2007). Secara umum triterpenoid diekstrak dari jaringan tumbuhan memakai eter minyak

bumi, eter atau kloroform dan dapat dipisahkan secara kromatografi pada silika gel atau alumina memakai pelarut tersebut. Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa yaitu komponen minyak atsiri, diterpenoid, giberalin, triterpenoidem sterid dan karotenoid (Lenny 2006)

Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana perhidrofenantrena. Tiga senyawa yang biasa disebut fitosterol mungkin terdapat pada setiap tumbuhan tingkat tinggi yaitu sitosterol, stigmasterol dan kampesterol. Sterol tertentu hanya terdapat dalam tumbuhan tingkat rendah, contohnya ergosterol yang terdapat dalam khamir dan sejumlah fungi. Sterol lain terutama terdapat dalam tumbuhan tingkat rendah tetapi kadang-kadang terdapat dalam tumbuhan tingkat tinggi, misalnya fukosterol, yaitu steroid utama pada alga cokelat dan juga terdeteksi pada kelapa (Harborne 1987).

Hasil penelitian Swantara et al. (2009) menyatakan bahwa senyawa streroid dan ester ditemukan pada ekstrak Sargassum ringgoldianum. Senyawa steroid seperti 3β-bromo-kolest-5-ena kemungkinan bersifat antiradikal bebas karena senyawa tersebut mengandung gugus bromo dan ikatan rangkap.

2.3.3 Flavonoid dari rumput laut

Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Gugusan gula bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil fenolik. Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tanaman, termasuk pada buah, tepung sari dan akar. Flavonoid diklasifikasikan menjadi flavon, flavonol, flavanon, flavanonol, isoflavon, calkon, dihidrokalkon, auron, antosianidin, katekin dan flavan-3,4-diol (Sirait 2007).

Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70%. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau amonia sehingga mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan. Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi dan karena itu menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum Ultra Violet (UV) dan spektrum tampak. Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga di lapisan amil alkohol pada uji fitokimia menunjukkan adanya flavonoid (Harborne 1987). Hasil uji Prajitno (2006) menunjukkan bahwa rumput laut

epigallocathecin, cathecol, hesperidia, miricetin dan morin. Epigallocathecin merupakan komponen penting yang digunakan sebagai aktivitas antioksidan.

2.3.4 Saponin dari rumput laut

Saponin merupakan glikosida yang apabila dihidrolisis secara sempurna akan menghasilkan gula dan satu fraksi non-gula yang disebut sapogenin atau genin. Gula-gula yang terdapat dalam saponin jumlah dan jenisnya bervariasi, diantaranya glukosa, galaktosa, arabinosa, ramnosa, serta asam galakturonat dan glukoronat. Sapogenin sendiri dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sapogenin triterpenik dan steroidik (Muchtadi 1989).

Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun. Saponin dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Dari segi ekonomi, saponin penting karena kadang- kadang menimbulkan keracunan pada ternak (misalnya saponin alfalfa, Medicago sativa) atau karena rasanya yang manis (misalnya glisirizin dari akar manis, Glycyrrhiza glabra) (Harborne 1987). Sebagian besar saponin bereaksi netral (larut dalam air), beberapa ada yang bereaksi asam (sukar larut dalam air). Saponin dapat membentuk senyawa kompleks dengan kolesterol. Saponin bersifat toksik terhadap ikan dan binatang berdarah dingin lainnya. Hal inilah yang menyebabkan saponin banyak dimanfaatkan sebagai racun ikan. Saponin yang beracun disebut sapotoksin (Sirait 2007).

Saponin menyebabkan stimulasi pada jaringan tertentu misalnya, pada epitel hidung, bronkus, ginjal dan sebagainya. Stimulasi pada ginjal diperkirakan menimbulkan efek diuretika. Saponin dapat mempertinggi resorpsi berbagai zat oleh aktivitas permukaan. Saponin juga dapat meregangkan partikel tak larut dan

menjadikan partikel tersebut tersebar dan terbagi halus dalam larutan (Sirait 2007). Hasil penelitian Sahayaraj dan Kalidas (2011) menunjukkan bahwa

analisis fitokimia yang dilakukan pada rumput laut Padina pavonica (Phaeophyta) dengan ekstrak kloroform dan benzena ditemukan senyawa steroid, saponin dan komponen fenol.

2.3.5Fenol hidrokuinon dari rumput laut

Komponen fenolat merupakan struktur aromatik yang berikatan dengan satu atau lebih gugus hidroksil, beberapa mungkin digantikan dengan gugus metil

atau glikosil. Komponen fenolat bersifat larut air selama komponen tersebut berikatan dengan gula membentuk glikosida, dan biasanya terdapat dalam vakuola sel. Flavonoid merupakan kelompok yang terbesar di antara komponen fenolat alami yang strukturnya telah diketahui, tetapi fenol monosiklik sederhana, fenilpropanoid dan fenolat kuinon terdapat dalam jumlah sedikit. Kuinon dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu benzokuinon, naftakuinon, antrakuinon, dan isoprenoid kuinon. Tiga kelompok pertama umumnya terhidrolisis dan memiliki sifat fenol, sedangkan isoprenoid kuinon terdapat pada respirasi seluler (ubikuinon) dan fotosintesis (plastokuinon) (Harborne 1987).

Menurut Lincoln et al. (1991) dalam Smit (2004), banyak ditemukan respon kimia berupa aktivitas antioksidan dari makroalga. Beberapa zat yang penting pada reaksi ini adalah komponen halogen seperti alkali dan alkena, alkohol, aldehida, hidrokuinon, dan keton.

2.3.6Tanin dari rumput laut

Tanin adalah polifenol alami yang banyak digunakan sebagai bahan perekat tipe eksterior, yang terutama terdapat pada bagian kulit kayu. Tanin dapat dijumpai pada hampir semua jenis tumbuhan hijau di seluruh dunia baik tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat rendah dengan kadar dan kualitas yang berbeda-beda. Senyawa ini memiliki sifat antara lain dapat larut dalam air atau alkohol karena tanin banyak mengandung fenol yang memiliki gugus OH, dapat mengikat logam berat, serta adanya zat yang bersifat antirayap dan jamur. Tanin yang terdapat pada kulit kayu dan kayu dapat berfungsi sebagai penghambat kerusakan akibat serangan serangga dan jamur, karena memiliki sifat antiseptik (Carter et al. 1978 dalam Shut 2002). Menurut Cox (2010), florotanin merupakan komponen tanin yang hanya dapat ditemukan pada alga laut. Florotanin diekstrak dari alga cokelat yang memiliki aktivitas antioksidan tinggi yang mungkin berhubungan dengan molekul skeletonnya.

Dokumen terkait