• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.2 Electronic Commerce

2.2.1 Definisi Electronic Commerce

Electronic commerce atau dapat disebut sebagai e-commerce merupakan

sistem perdagangan elektronik yang memanfaatkan sistem komunikasi, sistem manajemen data dan keamanan karena adanya saling tukar informasi komersial dalam kaitannya dengan produk atau jasa dijual (Nanehkaran, 2013). Value proposition yang ditawarkan oleh e-commerce adalah jual beli secara online atau kemampuan untuk bertransaksi secara online (Chaffey & Smith, 2013).

Keberadaan pasar virtual dalam bentuk e-commerce merupakan suatu kemudahan berbelanja dimana konsumen dapat memesan produk dengan transaksi pembayaran secara elektronik. Ritel dan perbankan online merupakan contoh dari

e-commerce, dimana pembeli akan melakukan transaksi serta benar-benar melakukan

pembelian. E-commerce dapat dilakukan oleh berbagai pihak, dimana digolongkan berdasarkan jenis transaksinya (Turban & King, 2011), yaitu B2C

(business-to-consumer), B2B (business-to-business), C2C (consumer-to-(business-to-consumer), C2B

(consumer-to-business), intraorganizational, G2C (government-to-citizen),

15 2.2.2 Social Commerce

Social commerce (s-commerce) merupakan bentuk bisnis online yang

mengkombinasikan electronic commerce (e-commerce) dengan media sosial atau situs jejaring sosial untuk memberikan konsumen penawaran harian terkait produk dan jasa (Kim & Park, 2013). S-commerce merupakan konsep baru dalam bisnis

online seiring dengan berkembangnya pasar e-commerce. S-commerce secara tidak

langsung menawarkan suatu bisnis model baru pada retailer tradisional dengan mengintegrasikan bisnisnya dengan media sosial untuk meningkatkan performansi bisnis mereka. Disisi lain, s-commerce juga membuat konsumen merasakan pengalaman berbelanja baru pada online store di media sosial yang mereka gunakan. Marsden (2010) dalam Kim & Park (2013) juga menyatakan bahwa s-commerce merupakan bentuk e-commerce menggunakan media sosial dimana memfasilitasi interaksi sosial dan menambah pengalaman belanja online konsumen. Melalui bisnis model s-commerce, peritel online dapat memberikan layanan pribadi secara lebih akurat, kemudahan dan monitoring sosial pada pelanggan mereka (Park et al, 2014).

Mengacu pada Wang & Zhang (2012) lingkungan s-commerce terdiri dari empat komponen: masyarakat, informasi, manajemen dan teknologi (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Lingkungan Social Commerce (Wang & Zhang, 2012)

Menurut Wang & Zhang (2012), pada dasarnya s-commerce bersangkutan dengan keempat komonen fundamental tersebut. Masyarakat merupakan pemicu serta alasan

16

penting dalam sosialisasi, perdagangan, kemajuan teknologi serta penciptaan dan penggunaan informasi. Dalam s-commerce, masyarakat mungkin saja menjadi konsumen individu dan penjual, grup kecil dan besar, ataupun komunitas pengguna dan penerima manfaat dari teknologi.

Disisi lain Stephen & Toubia (2009) menjelaskan bahwa s-commerce merupakan penghubung antara i2i (individu-to-individu) atau C2C

(customer-to-customer), serta B2C (business-to-customer) yang memanfaatkan peran platform

jejaring sosial. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemain dalam bisnis s-commerce tidak hanya pemain besar, namun juga terdapat individu-individu yang juga memanfaatkan platform online sebagai tempat untuk bisnis online.

2.2.3 Karakteristik Social Commerce

Karakteristik s-commerce dikembangkan oleh Kim & Park (2013) yang terdiri dari beberapa variabel, yang dianggap mewakili karakteristik dari s-commerce.

2.2.3.1 Reputasi

Reputasi didefinisikan sebagai sejauh mana konsumen percaya bahwa perusahaan jujur dan peduli tentang pelanggan (Doney & Cannon, 1997). Sedangkan menurut (Van Riel & Fombrun, 2007), reputasi merupakan identitas fisik dan non fisik suatu perusahaan sebagai titik pertama yang tercermin melalui nama perusahaan serta tampilan lain. Reputasi diindikasikan sebagai salah satu faktor kunci untuk membangun kepercayaan konsumen dalam konteks belanja online. Oleh karena itu, reputasi yang bagus merupakan sebuah aset intangible bagi peritel online. Davies & Miles (1998) menyatakan tentang paradigma reputasi yaitu sebagai berikut:

1. Elemen-elemen utama reputasi saling berkaitan, yaitu para investor, karyawan dan pelanggan.

2. Reputasi diciptakan melalui pengalaman, kesan, kepercayaan, dan pengetahuan yang dimiliki dan dirasakan konsumen mengenai suatu perusahaan.

3. Reputasi dapat dikelola, yaitu dengan memperhatikan perilaku dalam menghadapi pelanggan serta memperhatikan cara komunikasi perusahaaan pada pelanggan. 4. Reputasi lebih mudah hilang daripada diciptakan. Untuk mengembangkan dan

17

suatu kesalahan yang dapat mempengaruhi reputasi, maka reputasi tersebut dapat hilang dengan cepat.

2.2.2.2 Kualitas Informasi

Kualitas informasi mengacu pada informasi terbaru, akurat dan lengkap yang diberikan untuk para pengguna s-commerce (Kim & Park, 2013). Informasi yang dimaksud dapat berupa informasi terkait produk atau jasa yang dijelaskan secara detil yang bertujuan untuk memberi konsumen suatu rincian. Pembeli online sangat bergantung pada informasi yang ditampilkan dikarenakan mereka memiliki sumber yang terbatas pada produk atau jasa yang ingin dibeli. Menurut Sutabri (2012), kualitas informasi bergantung pada 3 hal, yaitu:

1. Akurat. Informasi yang diberikan harus terbebas dari kesalahan dan tidak menyesatkan. Selain itu, informasi tersebut juga harus tepat dalam mencerminkan maksud yang ingin disampaikan.

2. Tepat waktu. Suatu informasi harus disampaikan secara tepat waktu dikarenakan apabila informasi yang diberikan sudah usang, maka dapat dikatakan bahwa informasi tersebut tidak memiliki nilai lagi.

3. Relevan. Informasi yang diberikan akan memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Kualitas informasi mungkin merupakan hal yang esensial bagi s-commerce dibandingkan e-commerce karena informasi terkait produk dan jasa yang diberikan melalui media s-commerce diberikan langsung oleh konsumen yang pernah berbelanja produk dan jasa di s-commerce tersebut dengan menggunakan fitur

comment, feedback, bulletin board dan lainnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa

informasi yang ditampilkan pada s-commerce merupakan informasi yang akurat, dapat dipahami dan real time.

2.2.3.3 Keamanan Transaksi

Kim & Park (2013) mendefinisikan keamanan transaksi sebagai kepercayaan pengguna s-commerce bahwa perusahaan s-commerce memberikan keamanan terkait transaksi dan informasi yang berhubungan dengan transaksi. Seperti diketahui bahwa transaksi online hanya mengandalkan media internet, dimana tidak ada interaksi

face-18

to-face antara penjual dan pembeli sehingga tak jarang munculnya lack of trust

konsumen pada keamanan transaksi perusahaan s-commerce. Dari sisi konsumen, konsumen tentu ingin jaminan keamanan terkait keamanan transaksi dan privasi. 2.2.3.4 Komunikasi

Rogers (1986) mengartikan komunikasi sebagai proses formal dan informal dimana konsumen membuat dan berbagi informasi satu sama lain untuk mencapai kesepakatan. Sedangkan menurut Himstreet & Baty (1990), komunikasi merupakan suatu proses pertukaran informasi antar individu baik melalui simbol, sinyal, perilaku maupun tindakan. Komunikasi dapat terjadi apabila seorang komunikator menyampaikan suatu informasi yang kemudian diterima oleh orang lain. Komunikasi merupakan hal yang esensial untuk keberhasilan penjual dalam bisnis, Moorman et al (1992) menyatakan bahwa komunikasi aktif memainkan peranan penting antara konsumen dengan suatu usaha serta membangun efek positif pada kepercayaan konsumen.

2.2.3.5 Economic Feasibility

Economic feasibility mengacu pada harapan individu bahwa s-commerce

menyediakan peluang pertukaran komunikasi dan informasi dengan harga yang efektif (Kim & Park, 2013). Sedangkan Grewal et al (1998) dan Monroe et al (1983) mendefinisikan economic feasibility sebagai nilai yang dikorbankan oleh konsumen untuk mendapatkan produk maupun jasa tertentu. Nilai yang dimaksud adalah elemen moneter dan non moneter seperti waktu yang dihabiskan ketika berbelanja dan kondisi emosi konsumen ketika berbelanja. Salah satu faktor yang dapat meningkatkan nilai di mata konsumen adalah harga murah serta diskon (Anckar & D'Incau, 2002).

2.2.3.6 Referensi Word-of-Mouth (WOM)

Referensi WOM mengacu pada aktivitas online dimana konsumen saling bertukar informasi atau pengalaman untuk membantu orang lain dalam membuat keputusan pembelian (Kim & Prabhakar, 2000; Park et al,1998). Sedangkan menurut Hasan (2010), referensi WOM merupakan tindakan konsumen untuk memberikan informasi ke konsumen lain secara non komersial tentang suatu merek, produk,

19

maupun jasa. WOM merupakan salah satu cara terbaik untuk mendapatkan pembeli baru berdasarkan referensi dari konsumen tersebut. Maka dari itu, konsumen merupakan subyek yang penting dalam mempromosikan produk maupun jasa pada

s-commerce melalui referensi WOM. WOM dianggap opini paling jujur dari konsumen

yang pernah merasakan pengalaman pada produk maupun jasa tersebut, sehingga orang lain akan lebih menghargai informasi opini dan informasi orang lain daripada iklan ketika membeli produk maupun jasa (Park et al, 1998).

Dokumen terkait