• Tidak ada hasil yang ditemukan

Elektroforesis adalah suatu teknik yang mengukur laju perpindahan atau pergerakan partikel-partikel bermuatan dalam suatu medan listrik. Prinsip kerja dari elektroforesis berdasarkan pergerakan partikel-partikel bermuatan negatif (anion), dalam hal tersebut DNA, yang bergerak menuju kutub positif (anode), sedangkan partikel-partikel bermuatan positif (kation) akan bergerak menuju kutub negatif (anode) (Gaffar, 2007). Elektroforesis digunakan untuk mengamati hasil amplifikasi dari DNA. Hasil elektroforesis yang terlihat adalah terbentuknya band yang merupakan fragmen DNA hasil amplifikasi dan menunjukkan potongan-potongan jumlah pasangan basanya.

Teknik elektroforesis mempergunakan medium yang terbuat dari gel.

Perpindahan partikel pada medium gel tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti ukuran partikel, komposisi dan konsentrasi gel, densitas muatan, kuat medan listrik dan sebagainya. Semakin kecil partikel tesebut, maka pergerakan atau migrasinya akan semakin cepat, karena matriks gel mengandung jaringan kompleks berupa pori-pori sehingga partikel-partikel tersebut dapat bergerak

22 melalui matriks tersebut.Perangkat elektroforesis yang digunakan dalam elektroforesis meliputi sumber arus listrik searah (DC), ruang untuk elektroforesis (Comb, Well, platform dan cetakan wadah gel), larutan buffer (buffer ionik dan loading buffer), matriks elektroforesis, marker dan gel.

Elektroforesis gel didasarkan pada pergerakan molekul bermuatan dalam media penyanggah matriks stabil dibawah pengaruh medan listrik. Media yang umum digunakan adalah gel agarosa atau poliakrilamid. Elektroforesis gel agarosa digunakan untuk memisahkan fragmen DNA yang berukuran lebih besar dari 100 bp dan dijalankan secara horizontal, sedangkan elektroforesis akrilamid dapat memisahkan 1 bp dan dijalankan secara vertikal. Elektroforesis poliakrilamid biasanya digunakan untuk menentukan urutan DNA atau sekuensing (Gaffar, 2007).

Elektroforesis digunakan dengan tujuan untuk mengetahui ukuran dan bentuk suatu partikel baik DNA, RNA dan protein. Selain itu, elektroforesis juga digunakan untuk fraksionasi yang dapat digunakan untuk mengisolasi masing-masing komponen dari campurannya, mempelajari fitogenetika, kekerabatan dan mempelajari penyakit yang diturunkan. Elektroforesis dalam bidang genetika, digunakan untuk mengetahui ukuran dan jumlah basa yang dikandung suatu sekuen DNA tertentu (Sambrook dan Russel, 2001).

Teknik elektroforesis mempergunakan medium yang terbuat dari gel.

Perpindahan partikel pada medium gel tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti ukuran partikel, komposisi dan konsentrasi gel, densitas muatan, kuat medan listrik dan sebagainya. Semakin kecil partikel tesebut, maka pergerakan atau migrasinya akan semakin cepat, karena matriks gel mengandung jaringan

23 kompleks berupa pori-pori sehingga partikel-partikel tersebut dapat bergerak melalui matriks tersebut (Muladno, 2010).

DNA dicampurkan dengan loading dye sebelum proses elektroforesis. Loading dye terdiri dari glycerol, bromphenol blue, dan xylene cyanol FF. Glycerol berfungsi sebagai pemberat sehingga DNA berada di bawah sumuran, sedangkan bromphenol blue dan xylene cyanol FF berfungsi sebagai visualisasi pada gel sehingga proses migrasi DNA pada saat berlangsungnya elektroforesis tidak melebih batas gel (Carson, 2006). Sumur-sumur dalam gel agarosa berfungsi untuk meletakkan larutan DNA yang bermuatan negatif. Arus listrik dialirkan dengan menggunakan larutan buffer yang sesuai, maka DNA akan bergerak menuju kutub positif. Laju migrasi DNA dalam medan listrik berbanding terbalik dengan massa DNA. Migrasi DNA terutama ditentukan oleh ukuran panjang dan bentuk DNA. Fragmen DNA yang berukuran kecil akan bermigrasi lebih cepat dibanding yang berukuran besar, sehingga elektroforesis mampu memisahkan fragmen DNA berdasarkan ukuran panjangnya. Kecepatan migrasi DNA ditentukan oleh beberapa faktor di antaranya (Muladno, 2010):

1. Migrasi molekul DNA berukuran besar lebih lambat daripada migrasi molekul berukuran kecil.

2. Migrasi molekul DNA pada gel berkonsentrasi lebih rendah lebih cepat daripada migrasi molekul DNA yang sama pada gel berkonsentrasi tinggi. Oleh karena itu, penentuan konsentrasi agarosa dalam membuat gel harus memperhatikan ukuran molekul DNA yang akan dianalisis.

3. Konformasi atau bentuk rangkaian molekul DNA berukuran sama akan bermigrasi dengan kecepatan yang berbeda.

24 4. Kecepatan migrasi DNA sebanding dengan tingginya voltase yang digunakan. Akan tetapi apabila penggunaan voltase dinaikkan, mobilitas molekul DNA meningkat secara tajam. Ini mengakibatkan pemisahan molekul DNA di dalam gel menurun dengan meningkatnya voltase yang digunakan. Penggunaan voltase yang ideal untuk mendapatkan separasi molekul DNA berukuran lebih besar 2 kb adalah tidak lebih dari 5 Volt per cm.

5. Keberadaan etidium bromida di dalam gel mengakibatkan pengurangan tingkat kecepatan migrasi molekul DNA linear sebesar 15%.

6. Apabila tidak ada kekuatan ion di dalam larutan, maka aliran listrik akan sangat minimal dan migrasi DNA sangat lambat. Sementara larutan buffer berkekuatan ion tinggi akan meningkatkan panas, sehingga aliran listrik menjadi sangat maksimal. Ada kemungkinan gel akan meleleh dan DNA dapat mengalami denaturasi.

Visualisasi maka ditambahkan larutan etidium bromida yang akan masuk di antara ikatan hidrogen pada DNA, sehingga pita fragmen DNA akan terlihat di bawah lampu UV (Gaffar, 2007). Larutan etidium bromida sangat berbahaya dan bersifat karsinogen. Semua larutan yang mengandung etidium bromida harus didekontaminasi sebelum dibuang (Muladno, 2010). Bahaya yang ditimbulkan oleh etidium bromida, dapat dihindari dengan menggunakan menggunakan larutan SYBR safe sebagai penggantinya. Menurut Sambrook dan Russel (2001) pewarna SYBR safe membuat DNA berpendar di bawah sinar UV. Pita DNA yang berpendar pada gel agarosa menunjukkan hasil positif bahwa terdapat DNA pada setiap lajur.

25 2.7 Sekuensing gen 16S rRNA

Metode sekuensing telah mengalami perkembangan yang cukup pesat.

Perkembangan teknologi saat ini telah memungkinkan dilakukannya analisis terhadap jutaan sekuens DNA per tahun. Kualitas analisis sekuensing sangat tergantung pada faktor kecepatan prosedur kerja dan teknologi yang digunakan.

Identifikasi mikroorganisme penyebab infeksi dilakukan dengan menumbuhkan bakteri dari berbagai spesimen klinis pada media tertentu (Trisna, 2011).

Pada metode mikrobiologi konvensional membutuhkan waktu yang lama pada saat identifikasi berdasarkan karakteristik fisiologis dan biokimianya sedangkan pada identifikasi berbasis molekuler melalui analisis sekuensing, waktu yang dibutuhkan jauh lebih singkat. Langkah analisis sekuensing dimulai dengan mengisolasi DNA dari kultur bakteri, baik kultur padat maupun cair. DNA yang diperoleh akan dijadikan sebagai cetakan dalam tahap amplifikasi dengan PCR.

Primer yang digunakan dalam PCR adalah primer 16S rRNA yang bersifat universal berukuran sekitar 1500 pb, sehingga dapat mengamplifikasi daerah 16S rRNA dari seluruh bakteri. Produk PCR dimurnikan terlebih dahulu dengan menggunakan kit komersial untuk menghilangkan sisa-sisa primer serta fragmen nukleotida (Lau, 2002).

Produk PCR yang telah dimurnikan ditentukan urutan nukleotidanya dengan metode sekuensing. Pada tahap sekuensing produk PCR dengan ukuran tertentu digunakan sebagai cetakan. Primer pada tahap PCR juga digunakan dalam sekuensing, hanya saja masing-masing primer digunakan secara terpisah dalam satu siklus sekuensing (forward saja atau reverse saja). Berbeda dengan PCR, produk yang dihasilkan dari sekuensing memiliki ukuran yang berbeda-beda. Hal

26 ini disebabkan karena pada sekuensing ditambahkan ddNTP (dideoxyribonuclease Triphosphat) atau dNTP terminator yang dilabel dengan zat warna. Terminator ini pada satu siklus akan berikatan secara acak dan menghentikan proses pembacaan.

Pada tiap basa terminator (ddATP, ddGTP, ddCTP, atau ddTTP), terdapat zat warna fluoresen yang dapat menyerap panjang gelombang yang berbeda sehingga basa terminator akan dapat dibaca dengan fluorometri

Dalam penggunaan klinis sangat penting untuk dipertimbangkan apakah diperlukan sekuensing dari keseluruhan gen (sekitar 1500 pb). Sekuensing keseluruhan gen dapat digunakan untuk membedakan strain dari suatu mikroorganisme. Dalam penemuan spesies baru, sekuensing keseluruhan gen 16S rRNA sangat diperlukan. Pada sebagian besar isolat klinis bakteri, fragmen pendek, yaitu 500 pb di bagian awal gen 16S rRNA dinilai sudah cukup informatif dalam mengidentifikasi (Trisna, 2011). Kattar dkk (2000), menyatakan bahwa spesies dari Bordetella sp dapat ditentukan dari sekuens DNA di bagian awal gen 16S rRNA yang dimilikinya.

27 BAB III. METODE PENELITIAN

Dokumen terkait