• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Perumusan Masalah

5. Emotional Quotient

Goleman (2001:512) menyatakan bahwa Emotional Quotient (EQ) adalah kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri, serta mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kemampuan ini saling melengkapi dan berbeda dengan kemampuan akademik murni, yaitu kemampuan kogniktif murni yang diukur dengan Intellectual Quotient (IQ).

Menurut Wibowo (2002), kecerdasan emosional adalah kecerdasan untuk menggunakan emosi sesuai dengan keinginan, kemampuan untuk mengendalikan emosi sehingga memberikan dampak yang positif. Kecerdasan emosional dapat membantu membangun hubungan dalam menuju kebahagiaan dan kesejahteraan.

Goleman (2001) membagi kerangka kerja kecakapan emosi menjadi dua, yaitu kecakapan pribadi dan kecakapan sosial, adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Kecakapan Pribadi 1) Kesadaran diri

(a)Kesadaran emosi: Mengenali emosi diri sendiri dan efeknya. (1) Tahu emosi mana yang sedang mereka rasakan dan mengapa. (2) Menyadari keterkaitan antara perasaan mereka dengan yang

29 (3) Mengetahui bagaimana perasaan mereka mempengaruhi

kinerja

(4) Mempunyai kesadaran yang menjadi pedoman untuk nilai-nilai dan sasaran-sasaran mereka.

(b) Penilaian diri secara teliti: Mengetahui kekuatan dan batas-batas diri sendiri.

(1) Sadar akan kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya.

(2) Menyempatkan diri untuk merenung, belajar dari pengalaman.

(3) Terbuka terhadap umpan balik yang tulus, bersedia menerima perspektif baru, mau terus belajar, dan mengembangkan diri. (4) Mampu menunjukkan rasa humor dan bersedia memandang

diri sendiri dengan perspektif yang luas.

(c) Percaya diri: Keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri.

(1) Berani tampil dengan keyakinan diri; berani menyatakan “keberadaannya”.

(2) Berani menyuarakan pandangan yang tidak populer dan bersedia berkorban demi kebenaran.

(3) Tegas, mampu membuat keputusan yang baik kendati dalam keadaan tidak pasti dan tertekan.

30 2) Pengaturan diri

(a) Kendali diri: Mengelola emosi-emosi dan desakan-desakan hati yang merusak.

(1) Mengelola dengan baik perasaan-perasaan impulsif dan emosi-emosi yang menekan mereka.

(2) Tetap teguh, positif, dan tidak goyah bahkan dalam situasi yang paling berat.

(3) Berpikir dengan jernih dan tetap terfokus kendati dalam tekanan.

(b) Sifat dapat dipercaya: Memelihara norma kejujuran dan integritas. (1) Bertindak menurut etika dan tidak pernah mempermalukan

orang.

(2) Membangun kepercayaan lewat keandalan diri dan otentisitas.

(3) Mengakui kesalahan sendiri dan berani menegur perbuatan tidak etis orang lain.

(4) Berpegang kepada prinsip secara teguh bahkan bila akibatnya adalah menjadi tidak disukai.

(c) Kewaspadaan: Bertanggung jawab atas kinerja pribadi (1) Memenuhi komitmen dan mematuhi janji.

(2) Bertanggung jawab sendiri untuk memperjuangkan tujuan mereka.

31 (d) Adaptibilitas: Keluwesan dalam menghadapi perubahan.

(1) Terampil menangani beragamnya kebutuhan, bergesernya prioritas, dan pesatnya perubahan.

(2) Siap mengubah tanggapan dan taktik untuk menyesuaikan diri dengan keadaan.

(3) Luwes dalam memandang situasi.

(e) Inovasi: Mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan, dan informasi-informasi baru.

(1) Selalu mencari gagasan baru dari berbagai sumber.

(2) Mendahulukan solusi-solusi yang orisinil dalam pemecahan masalah.

(3) Menciptakan gagasan-gagasan baru.

(4) Berani mengubah wawasan dan mengambil risiko akibat pemikiran baru mereka.

3) Motivasi

(a) Dorongan prestasi: Dorongan untuk menjadi lebih baik atau memenuhi standar keberhasilan.

(1) Berorientasi kepada hasil, dengan semangat juang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi standar.

(2) Menetapkan sasaran yang menantang dan berani mengambil resiko yang telah diperhitungkan.

(3) Mencari informasi sebanyak-banyaknya guna mengurangi ketidakpastian dan mencari cara yang lebih baik.

32 (4) Terus belajar untuk meningkatkan kinerja mereka.

(b) Komitmen: Menyesuaikan diri dengan sasaran kelompok atau perusahaan.

(1) Siap berkorban demi pemenuhan sasaran perusahaan yang lebih penting.

(2) Merasakan dorongan semangat dalam misi yang lebih besar. (3) Menggunakan nilai-nilai kelompok dalam pengambilan

keputusan dan penjabaran pilihan-pilihan.

(4) Aktif mencari peluang guna memenuhi misi kelompok. (c) Inisiatif: Kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan.

(1) Siap memanfaatkan peluang.

(2) Mengejar sasaran lebih daripada yang dipersyaratkan atau diharapkan dari mereka.

(3) Berani melanggar batas-batas dan aturan-aturan yang tidak prinsip bila perlu agar tugas dapat dilaksanakan.

(4) Mengajak orang lain melakukan sesuatu yang tidak lazim dan bernuansa petualangan.

(d) Optimisme: Kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada halangan dan kegagalan.

(1) Tekun dalam mengejar sasaran kendati banyak halangan dan kegagalan.

33 (3) Memandang kegagalan atau kemunduran sebagai kekurangan

pribadi. b. Kecakapan Sosial

1) Empati

(a) Memahami orang lain: Mengindra perasaan dan perspektif orang lain dan menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka. (1) Memperhatikan isyarat-isyarat emosi dan mendengarkannya

dengan baik.

(2) Menunjukkan kepekaan dan pemahaman terhadap perspektif orang lain.

(3) Membantu berdasarkan pemahaman terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain.

(b) Orientasi pelayanan: Mengantisipasi, mengenali dan berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan.

(1) Memahami kebutuhan-kebutuhan pelanggan dan menyesuaikan semua itu dengan pelayanan atau produk yang tersedia.

(2) Mencari berbagai cara untuk meningkatkan kepuasan dan kesetiaan pelanggan.

(3) Dengan senang hati menawarkan bantuan yang sesuai.

(4) Menghayati perspektif pelanggan, bertindak sebagai penasihat yang dapat dipercaya.

34 (c) Mengembangkan orang lain: merasakan kebutuhan perkembangan

orang lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka. (1) Mengakui dan menghargai kekuatan, keberhasilan, dan

perkembangan orang lain.

(2) Menawarkan umpanbalik yang bermanfaat dan mengidentifikasi kebutuhan orang lain untuk berkembang. (3) Menjadi mentor, memberikan pelatihan pada waktu yang

tepat, dan penugasan-penugasan yang menantang serta memaksakan dikerahkannya keterampilan seseorang.

(d) Mengatasi keseragaman: menumbuhkan peluang melalui pergaulan dengan bermacam-macam orang.

(1) Hormat dan mau bergaul dengan orang-orang dari bermacam-macam latar belakang.

(2) Memahami beragamnya pandangan dan peka terhadap perbedaan antar kelompok.

(3) Memandang keragaman sebagai peluang, menciptakan lingkungan yang memungkinkan semua orang sama-sama maju kendati berbeda-beda.

(4) Berani menentang sikap membeda-bedakan dan intoleransi. (e) Kesadaran politis: Mampu membaca arus emosi sebuah kelompok

dan hubungannya dengan kekuasaan.

(1) Membaca dengan cermat hubungan kekuasaan yang paling tinggi.

35 (2) Mengenal dengan baik semua jaringan sosial yang penting. (3) Memahami kekuatan-kekuatan yang membentuk

pandangan-pandangan serta tindakan-tindakan klien, pelanggan, atau pesaing.

(4) Membaca dengan cermat realitas perusahaan maupun realitas di luar.

2) Keterampilan Sosial

(a) Pengaruh: Memiliki taktik untuk melakukan persuasi. (1) Terampil dalam persuasi.

(2) Menyesuaikan presentasi untuk menarik hati pendengar. (3) Menggunakan strategi yang rumit seperti memberi pengaruh

tidak langsung untuk membangun konsesus dan dukungan. (4) Memadukan dan menyelaraskan peristiwa-peristiwa dramatis

agar menghasilkan sesuatu secara efektif.

(b) Komunikasi: Mengirimkan pesan yang jelas dan meyakinkan. (1) Efektif dalam memberi dan menerima, menyertakan isyarat

emosi dalam pesan-pesan mereka.

(2) Menghadapi masalah-masalah sulit tanpa ditunda.

(3) Mendengarkan dengan baik, berusaha saling memahami, dan bersedia berbagi informasi secara utuh.

(4) Mendukung komunikasi terbuka dan tetap bersedia menerima kabar buruk sebagaimana kabar baik.

36 (c) Kepemimpinan: Membangkitkan inspirasi dan memandu

kelompok dan orang lain.

(1) Mengartikulasikan dan membangkitkan semangat untuk meraih visi serta misi bersama.

(2) Melangkah di depan untuk memimpin bila diperlukan, tidak peduli sedang dimana.

(3) Memandu kinerja orang lain namun tetap memberikan tanggung jawab kepada mereka.

(4) Memimpin lewat teladan.

(d) Katalisator perubahan: Memulai dan mengelola perubahan.

(1) Menyadari perlunya perubahan dan dihilangkannya hambatan.

(2) Menentang status quo untuk menyatakan perlunya perubahan.

(3) Menjadi pelopor perubahan dan mengajak orang lain ke dalam perjuangan itu.

(4) Membuat model perubahan seperti yang diharapkan oleh orang lain.

(e) Manajemen konflik: Negosiasi dan pemecahan silang pendapat. (1) Menangani orang-orang sulit dan situasi tegang dengan

37 (2) Mengidentifikasi hal-hal yang berpotensi menjadi konflik, menyelesaikan perbedaan pendapat secara terbuka, dan membantu mendinginkan situasi.

(3) Menganjurkan debat dan diskusi secara terbuka. (4) Mengantar ke solusi menang-menang.

(f) Pengikat jaringan: Menumbuhkan hubungan sebagai alat.

(1) Menumbuhkan dan memelihara jaringan tidak formal yang meluas.

(2) Mencari hubungan-hubungan yang saling menguntungkan. (3) Membangun hubungan saling percaya dan memelihara

keutuhan anggota.

(4) Membangun dan memelihara persahabatan pribadi antara sesama mitra kerja.

(g) Kolaborasi dan kooperasi: Kerja sama dengan orang lain demi tujuan bersama.

(1) Menyeimbangkan pemusatan perhatian kepada tugas dengan perhatian kepada hubungan.

(2) Kolaborasi, berbagi rencana, informasi, dan sumberdaya. (3) Mempromosikan iklim kerja sama yang bersahabat.

(4) Mendeteksi dan menumbuhkan peluang-peluang untuk kolaborasi.

(h) Kemampuan tim: Menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan tujuan bersama.

38 (1) Menjadi teladan dalam kualitas tim, seperti respek, kesediaan

membantu orang lain, dan kooperasi.

(2) Mendorong setiap anggota tim agar berpartisipasi secara aktif dan penuh antusiasme.

(3) Membangun identitas tim, semangat kebersamaan, dan komitmen.

Peneliti dalam mengembangkan butir pertanyaan dalam kuesioner penelitian ini menggunakan kerangka kerja di atas karena kerangka kerja tersebut lebih menekankan pada penjelasan kecerdasan emosional dalam lingkup kinerja yang dihasilkannya. Beberapa praktisi lebih menggunakan model yang ditawarkan Goleman karena Goleman lebih menekankan manfaat kecerdasan emosional dalam membentuk kinerja dan kesuksesan individu dalam organisasi. Pertanyaan yang diajukan dalam menilai variabel

emotional quotient ini yaitu kerangka kerja pada butir a1a1, a1c3, a2a2, a2a3, a2b3, a2b4, a3a, a3a3, a3b1, a3d1, b1b4, b2b3, b2b4, b2e1, dan b2e2 karena indikator tersebut sesuai dengan topik penelitian yang penulis teliti.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa emotional quotient adalah seperangkat kemampuan untuk mengenali dan memahami perasaan diri sendiri serta perasaan orang lain, memiliki rasa kesadaran diri serta pengaturan diri, mampu memotivasi diri, mampu menggunakan perasaan itu untuk bertindak, memiliki rasa empati dan keterampilan sosial yang tinggi, mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain sehingga dapat memberikan dampak yang

39 positif. Kecerdasan emosi tidak hanya berarti bersikap ramah melainkan bersikap tegar walaupun tidak menyenangkan dan mengungkapkan kebenaran yang selama ini dihindari. Selain itu, emotional quotient bukan berarti memberi kebebasan kepada perasaan untuk berkuasa melainkan mengelola perasaan sehingga terekspresikan secara efektif yang memungkinkan orang bekerja sama dengan lancar menuju sasaran bersama. 6. Kinerja Auditor

Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance). Sebagaimana dikemukakan oleh Anwar Prabu Mangkunegara (2005:67) bahwa istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi. Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan. Sedangkan, kinerja organisasi adalah gabungan dari kinerja individu dengan kinerja kelompok (Anwar Prabu Mangkunegara, 2005:15).

Joko Widodo (2008:79) menyatakan bahwa kinerja hakikatnya berkaitan dengan tanggung jawab individu atau organisasi dalam menjalankan apa yang menjadi wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja individu perorangan (individual performance)

40 dan organisasi (organizational performance) memiliki keterkaitan yang sangat erat. Tercapainya tujuan organisasi tidak bisa dilepaskan dari sumber daya yang dimiliki oleh organisasi yang digerakkan atau dijalankan oleh sekelompok orang yang berperan aktif sebagai pelaku dalam upaya mencapai tujuan organisasi tersebut.

Kinerja auditor merupakan tindakan atau pelaksanaan tugas pemeriksaan yang telah diselesaikan oleh auditor dalam kurun waktu tertentu. Pengertian kinerja auditor menurut Mulyadi (1998) dalam Sri Trisnaningsih (2007:8-9) adalah akuntan publik yang melaksanakan penugasan pemeriksaan (examination) secara obyektif atas laporan keuangan suatu perusahaaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, dan hasil usaha perusahaan.

Kinerja merupakan suatu bentuk kesuksesan seseorang untuk mencapai peran atau target tertentu yang berasal dari perbutannya sendiri. Kinerja seseorang dikatakan baik apabila hasil kerja individu tersebut dapat melampaui peran atau target yang ditentukan sebelumnya (Reza Surya, 2004:35).

41 Miner (1988) dalam Reza Surya (2004:35) menyatakan bahwa dimensi kinerja adalah ukuran penilaian dari perilaku yang aktual di tempat kerja, dimensi kinerja tersebut mencakup:

a. Quality of Output, kinerja seseorang individu dinyatakan baik apabila kualitas output yang dihasilkan lebih baik atau paling tidak sama dengan target yang telah ditentukan.

b. Quantity of Output, kinerja seseorang juga diukur dari jumlah output yang dihasilkan. Seseorang individu dinyatakan mempunyai kinerja yang baik apabila jumlah/kuantitas output yang dicapai dapat melebihi atau paling tidak sama dengan target yang telah ditentukan serta tidak mengabaikan kualitas output tersebut.

c. Time at Work, dimensi waktu juga menjadi pertimbangan di dalam mengukur kinerja seseorang. Dengan tidak mengabaikan kualitas dan kuantitas output yang harus dicapai, seseorang individu dinilai mempunyai kinerja yang baik apabila individu tersebut dapat menyelesaikan pekerjaan secara tepat waktu atau bahkan melakukan penghematan waktu.

d. Cooperation with Others’ Work, kinerja juga dinilai dari kemampuan seseorang individu untuk tetap bersifat kooperatif dengan pekerja lain yang harus menyelesaikan tugasnya masing-masing.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja auditor adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang auditor dalam melaksanakan tugas-tugas yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya

42 dengan tolak ukur baik secara kuantitas, kualitas, ketepatan waktu, maupun bersifat kooperatif dengan rekan kerja dalam menjalankan tugas yang diberikan. Kinerja seseorang dapat dikatakan baik apabila hasil kerja individu tersebut dapat mencapai peran atau target yang ditentukan sebelumnya.

Dokumen terkait