• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abstrak

Keragaman genetik yang tinggi pada kedelai (Glycine max (L.) Merr.) sangat penting untuk program pemuliaan tanaman. Seleksi in vitro merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan variasi somaklonal. Penggunaan embrio somatik dalam program seleksi in vitro sangat penting karena somaklon yang dihasilkan diharapkan dapat diregenerasikan. Embriogenesis somatik pada kedelai dilaporkan sangat dipengaruhi oleh genotipe (genotype specific). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan media induksi dan proliferasi kalus embriogenik pada empat genotipe kedelai, serta meregenerasikan kalus embriogenik. Pada percobaan awal, kalus embriogenik terinduksi pada media MS dengan penambahan 2,4-D 10 mg/l dan NAA 10 mg/l. Pengamatan histologi menunjukkan bahwa struktur PEM ditemukan pada kalus dengan ciri-ciri warna kekuningan dan struktur kompak. Struktur kalus tersebut ditemukan dari kalus yang diinduksi pada media MS dengan penambahan 2,4-D 10 mg/l dan NAA 10 mg/l. Kalus kemudian diproliferasi pada media MS dengan penambahan 2,4-D 5 mg/l dan NAA 5 mg/l. Induksi embrio somatik dilakukan pada genotipe Wilis dan Tanggamus. Embrio somatik genotipe Tanggamus diinduksi setelah 4 minggu dalam medium induksi (media MS dengan penambahan 40 mg/l 2,4-D) dan kemudian sub-kultur selama 4 minggu di media yang sama. Beberapa metode proliferasi diuji untuk meningkatkan jumlah embrio somatik. Media proliferasi cair MS dengan penambahan 2,4-D 10 mg/l menghasilkan pertambahan jumlah embrio somatik paling banyak yaitu sekitar 52 embrio tahap globular pada 4 minggu setelah kultur.

Kata kunci : Glycine max (L.) Merr., 2,4-D, AlCl3, globular, embrio somatik

Abstract

High genetic variability of soybean (Glycine max (L.) Merr.) is very important to assist breeding program of this important crop. In vitro selection is one of strategies to increase genetic variability. The use of somatic embryo for in vitro selection program is very valuable since the selected traits will be inherited in the progenies. Somatic embryo induction medium was reported to be genotype specific for soybean. This study was aimed to obtain (1) the optimum medium of embryogenic callus induction, proliferation and to regenerated embryogenic callus of four soybean genotypes. In the preliminary experiment, embryogenic callus were formed from callus cultured in MS medium supplemented with 10 mg/l 2,4-D and 10 mg/l NAA. Histological observations showed that PEM structure was found in callus that have yellowish colour and compact structure. This callus structure was found from MS medium supplemented with 10 mg/l 2,4-D and 10 mg/l NAA. Callus then proliferated in the proliferation medium with 5 mg/l 2,4-D and 5 mg/l NAA. Somatic embryo induction was repeated for Wilis and

18

Tanggamus genotypes. Somatic embryo of Tanggamus genotype was induced after 4 weeks in the induction medium (MS medium supplemented with 40 mg/l 2,4-D) and then subcultured for another 4 weeks in the same media. In order to increase the number of somatic embryo formed, several proliferation methods were tested. MS liquid medium supplemented with 10 mg/l 2,4-D resulted in the highest rate of proliferation (approximately 52 globular-stage embryos at 4 weeks after culture).

Keywords : Glycine max (L.) Merr., 2,4-D, AlCl3, globular, somatic embryo Pendahuluan

Variasi somaklonal adalah variasi yang muncul dalam populasi tanaman hasil regenerasi in vitro (Larkin & Scowcroft 1981). Variasi somaklonal pada tanaman yang dihasilkan dari kultur in vitro dapat digunakan untuk mendapatkan sumber keragaman genetik baru dalam upaya perbaikan sifat tanaman yang diinginkan serta untuk menghasilkan kultivar baru (Jain 2001). Embriogenesis somatik merupakan salah satu teknik kultur in vitro yang memberikan peluang tinggi untuk mendapatkan variasi di tingkat sel atau jaringan. Penelitian embriogenesis kedelai sebelumnya melaporkan bahwa penggunaan ZPT 2,4-D pada konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan variasi somaklonal (Gesteira et al. 2002). Variasi somaklonal yang diperoleh melalui embriogenesis somatik dapat digunakan sebagai materi seleksi in vitro dengan menggunakan media seleksi yang sesuai sehingga diperoleh somaklon dengan sifat yang diinginkan. Tersedianya metode embriogenesis somatik merupakan salah satu syarat untuk melakukan seleksi in vitro. Embriogenesis somatik dapat diinduksi secara langsung dan tidak langsung (Chawla, 2002). Embriogenesis somatik pada kedelai sangat dipengaruhi oleh genotipe tanaman (genotype specific). Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan varian somaklonal yang putatif toleran cekaman Al. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan media induksi, proliferasi kalus embriogenik dan embrio somatik, serta meregenerasikan kalus embriogenik dan embrio somatik pada empat genotipe kedelai.

19 Bahan dan Metode

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2011 sampai dengan Agustus 2012. Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan dan Laboratorium Mikroteknik, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Analisis histologi jaringan dilakukan di Laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah empat genotipe kedelai yaitu dua varietas nasional (Tanggamus dan Willis), serta dua nomor hasil silangan (F7) yaitu CG-22-10, dan SP-10-4 yang didapatkan dari koleksi Laboratorium Penelitian Pemuliaan Tanaman IPB (Lampiran 1). Bahan kimia yang diperlukan adalah formula media MS Murashige dan Skoog (1962) (Lampiran 2), dan media seleksi yang mengandung AlCl3. Zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah NAA, 2,4-D, pikloram dan BAP. Asam amino yang di gunakan adalah asparagin dan gl utamin. Sukrosa digunakan sebagai sumber karbon dan gelrite digunakan sebagai bahan pemadat. Bahan sterilisasi yang digunakan adalah alkohol 70% dan air steril. Alat yang akan digunakan sebagian besar berupa alat gelas standar seperti botol kultur, erlenmeyer, petridis, pipet, labu ukur, corong, saringan, timbangan analiti k, autoklaf, pH met er, oven, alat diseksi (pisau, pinset dan gunting), laminar air flow cabinet (LAFC), lampu spritus dan rak kultur. Mikroskop digunakan untuk analisis sel dan jaringan.

Metode Percobaan

Pada penelitian embriogenesis somatik ini dilakukan 5 sub-percobaan yaitu optimasi media induksi kalus embriogenik, optimasi media proliferasi kalus embriogenik, optimasi media induksi embrio somatik, optimasi media proliferasi embrio somatik dan regenerasi embrio somatik.

20

1 mm 5 mm

1.a. Optimasi media induksi kalus embriogenik

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mendapatkan komposisi media induksi kalus embriogenik terbaik pada masing-masing genotipe kedelai. Keragaan tanaman kedelai di lapang dan benih kedelai dapat dilihat pada Gambar Lampiran 1. Sumber eksplan berasal dari polong muda (immature pod) yang berumur 14 hari setelah bunga mekar (Gambar 4A). Eksplan berupa polong muda (Gambar 4B) dengan kotiledon berukuran 4-7 mm disterilisasi dengan alkohol 70% selama 3 menit lalu dibilas sebanyak 3 kali menggunakan akuades steril. Kotiledon muda tanpa aksis embrio ditanam dengan posisi abaksial yaitu bagian kotiledon yang cembung menyentuh media tanam (Gambar 5).

Gambar 4. Sumber eksplan. A) Bunga mekar, B) Polong muda, C) kotiledon muda berukuran 4-7 mm, D) Kotiledon muda pada media.

Percobaan disusun berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah genotipe kedelai (Tanggamus, Wilis, CG-22-10 dan SP-10-4 yang didapatkan dari koleksi Laboratorium Penelitian Pemuliaan Tanaman, IPB). Faktor kedua adalah komposisi media induksi kalus embriogenik yang terdiri atas 8 taraf media dasar MS + gelrite 2 g/l + vit B5 (Tabel 4).

A a B a C a D a

21

Gambar 5. Posisi eksplan pada media. Sumber: Thibaud-Nissen et al. (2003) Tabel 4. Komposisi media induksi kalus embriogenik

Kode

Media Komposisi Media

N1 Suk 60 g/l + 2,4-D 40 mg/l + Gly 2 mg/l + Arg 100 mg/l + Glu 100 mg/l + vit B5 N2 Suk 30 g/l + 2,4-D 40 mg/l + Gly 2 mg/l + Arg 100 mg/l + Glu 100 mg/l + vit B5 N3 Suk 30 g/l + 2,4-D 10 mg/l + NAA 10 mg/l + vit B5

N4 Suk 30 g/l + 2,4-D 10 mg/l + NAA 10 mg/l + Gly 2 mg/l + Arg 100 mg/l + Glu 100 mg/l + vit B5

N5 Suk 30 g/l + 2,4-D 40 mg/l + vit B5

N6 Suk 30 g/l + NAA 5 mg/l + vit B5 + CaP 2 mg/l N7 Suk 30 g/l + NAA 5 mg/l + vit B5

N8 Suk 30 g/l + NAA 5 mg/l + Gly 2 mg/l + Arg 100 mg/l + Glu 100 mg/l + vit B5 Keterangan: Suk=sukrosa, Gly=glisin, Arg=arginin, Glu=glutamin

Media N1 adalah komposisi media dengan gula 60 g/l (Ito et al. 1999) yang berhasil menginduksi embrio somatik pada kedelai genotipe Bromo (Mariska et al. 2004). Media N2 adalah komposisi media modifikasi dari media N1 dengan mengurangi penggunaan sukrosa menjadi 30 g/l. Media N3 adalah komposisi media yang berhasil menginduksi ES pada beberapa genotipe yaitu B3731, MLG2999, MLG3072, Tambora, dan Kipas Putih (Widoretno et al. 2003). Media N4 adalah komposisi media modifikasi dari media N3 dengan menambahkan beberapa asam amino yaitu arginin 100 mg/l + glutamin 100 mg/l + glisin 2 mg/l. Media N5 adalah komposisi media yang dapat menginduksi embrio somatik pada genotipe Jack (Yang et al. 2009; Schimdt et al. 2005; Ko et al. 2003; Moon & Hildebrand 2003; Tomlin et al. 2002) dan Wilis (Mariska et al. 2004). Media N6 adalah komposisi media modifikasi dari media N5 dengan menambahkan CaP. Media N7 adalah komposisi media yang berhasil menginduksi embrio somatik pada genotipe CG-70-10 (Riyadi 2009). Media N8

Kotiledon muda

Media

Adaksial

22

adalah media modifikasi dari media N7 dengan menambahkan beberapa asam amino yaitu + glisin 2 mg/l + arginin 100 mg/l + glutamin 100 mg/l.

Tanggamus dan Wilis adalah varietas nasional yang memiliki sifat toleran terhadap tanah masam (Lampiran 3 & Lampiran 4). Genotipe CG-22-10 adalah generasi F7 hasil persilangan Ceneng dan Godek, dan genotipe SP-10-4 adalah generasi F7 hasil persilangan Sibayak dan Pangrango (Lampiran 5). Genotipe CG-22-10 dan SP-10-4 memiliki sifat toleran terhadap naungan dan diduga memiliki sifat high yielding sehingga berpotensi untuk dikembangkan ke arah ketahanan terhadap tanah masam (Lampiran 5). Percobaan ini terdiri atas 10 ulangan dengan satu botol kultur berisi dua kotiledon sebagai satuan percobaan.

Skoring morfologi kalus dilakukan berdasarkan respon eksplan terhadap media induksi kalus embriogenik (Gambar 6).

Gambar 6. Berbagai keragaan respon eksplan kotiledon kedelai pada berbagai media induksi kalus embriogenik. Terdiri atas skor morfologi : (1= kalus yang terbentuk sedikit; 2=eksplan langsung berakar; 3=eksplan membentuk kalus kemudian kalus tersebut membentuk akar; 4=eksplan berkalus; 5=eksplan langsung berakar dan bertunas; 6=eksplan bertunas). (Bar = 0.5 mm)

Aba 2 a 3 a 1 a 4 a 5 a 6 a

23 Pengamatan terhadap morfologi, warna dan diameter kalus serta pengamatan histologi dilakukan pada 6 MST. Skoring warna kalus dibagi menjadi 6 yaitu; skor 0 (warna tidak diamati karena kalus yang terbentuk sedikit atau tidak ada), skor 1 (hijau), skor 2 (hijau muda), skor 3 (kekuningan), skor 4 (putih), skor 5 (coklat) (Gambar 7).

Gambar 7. Skor warna kalus. Skor 0 = warna tidak diamati karena kalus yang terbentuk sedikit atau tidak ada, skor 1 = hijau, skor 2 = hijau muda, skor 3 = kekuningan, skor 4 = putih, skor 5 = coklat. (Sumber : Riyadi 2009).

1.b. Optimasi media proliferasi kalus embriogenik

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mendapatkan komposisi media proliferasi kalus embriogenik terbaik pada masing-masing genotipe kedelai. Eksplan yang digunakan adalah kalus embriogenik kedelai hasil percobaan 1a. Percobaan disusun berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah genotipe kedelai (Tanggamus, Wilis, CG-22-10 dan SP-10-4). Faktor kedua adalah komposisi media proliferasi kalus embriogenik yang terdiri atas 3 taraf (P1 = 2,4-D 5 mg/l + NAA 5 mg/l; P2 = 2,4-D 10 mg/l + NAA 10 mg/l; P3 = 2,4-D 20 mg/l) dengan media dasar MS + gelrite 2 g/l + sukrosa 30 g/l + glisin 2 mg/l + arginin 100 mg/l + glutamin 100 mg/l + vit B5. Setiap satuan percobaan diulang 10 kali dengan 2 klum kalus per botol kultur. Kultur dipelihara di ruang kultur dengan suhu 24 ± 3ºC, tingkat penyinaran 1500 lux dan fotoperiode 24 jam. Pengamatan dilakukan pada 6 Minggu Setelah Perlakuan (MSP), yaitu menghitung pertambahan bobot basah kalus.

1.c. Optimasi media induksi embrio somatik

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mendapatkan komposisi media induksi embrio somatik terbaik berdasarkan hasil dari Percobaan 1a. Eksplan yang digunakan adalah polong muda (immature pod) kedelai yang berumur 14 hari setelah bunga mekar dengan ukuran 4-5 mm (Yang et al. 2009). Percobaan

1 a 5 a 2 a 4 a 3 a

24

disusun berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah genotipe kedelai (Tanggamus dan Wilis). Faktor kedua adalah komposisi media induksi embrio somatik yang terdiri atas atas 4 taraf yaitu (N3 = 2,4-D 10 mg/l + NAA 10 mg/l; N5 = 2,4-D 40 mg/l; N9 = pikloram 40 mg/l; N10 = pikloram 20 mg/l) dengan media dasar MS + gelrite 2 g/l + sukrosa 30 g/l + vit B5. Percobaan ini terdiri atas 15 ulangan dengan satu botol kultur berisi dua kotiledon sebagai satuan percobaan.

Pengamatan dilakukan terhadap :

1. Jumlah kalus embriogenik pada 4 minggu setelah tanam (MST) 2. Jumlah embrio somatik pada 4 minggu setelah subkultur (MSS)

3. Pengamatan histologi dengan menggunakan metode paraffin (Lampiran 6) dilakukan pada embrio somatik fase globular, jantung dan torpedo.

1.d. Optimasi media proliferasi embrio somatik

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mendapatkan komposisi media proliferasi embrio somatik terbaik pada genotipe Tanggamus. Eksplan yang digunakan adalah embrio somatik kedelai hasil Percobaan 1c. Percobaan ini disusun berdasarkan RAL yaitu faktor komposisi media proliferasi embrio somatik yang terdiri atas 4 taraf yaitu (MP5 = gelrite 2 g/l + 2,4-D 20 mg/l; MP6 = gelrite 2 g/l + 2,4-D 10 mg/l; MC5 = 2,4-D 20 mg/l; MC6 = 2,4-D 10 mg/l) dengan media dasar MS + sukrosa 30 g/l + vit B5. Percobaan ini terdiri atas 3 ulangan dengan satu botol kultur berisi satu klum kalus yang terdapat satu embrio fase globular sebagai satuan percobaan. Pengamatan dilakukan terhadap pertambahan jumlah embrio somatik pada 4 MSP.

1.e. Regenerasi embrio somatik

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk dapat meregenerasikan embrio somatik hasil percobaan 1d. Eksplan yang digunakan untuk regenerasi embrio somatik adalah embrio somatik kedelai hasil percobaan 1d. Percobaan ini disusun berdasarkan RAL yaitu faktor komposisi media regenerasi embrio somatik yang terdiri atas 4 taraf yaitu (MP5 = gelrite 2 g/l + 2,4-D 20 mg/l; MP6 = gelrite 2 g/l + 2,4-D 10 mg/l; MC5 = 2,4-D 20 mg/l; MC6 = 2,4-D 10 mg/l) dengan media

25 dasar MS + sukrosa 30 g/l + vit B5. Percobaan ini terdiri atas 3 ulangan dengan satu botol kultur berisi satu klum kalus yang terdapat satu embrio fase globular sebagai satuan percobaan. Pengamatan dilakukan terhadap perkembangan embrio globular.

Analisis data

Data yang diperoleh di analisis ragam menggunakan uji F pada taraf nyata 5%, dan uji lanjut menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5 %. Untuk data skor morfologi dan warna kalus dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis.

Hasil dan Pembahasan

Optimasi media induksi kalus embriogenik

Media yang digunakan pada penelitian ini adalah media untuk menginduksi kalus embriogenik pada beberapa genotipe kedelai. Induksi kalus embriogenik pada kedelai sangat dipengaruhi oleh genotipe tanaman (genotype specific) (Texeira et al. 2011; Loganathan et al. 2010; Yang et al. 2009). Pada media yang sama, morfologi, warna dan diameter kalus dapat berbeda antar genotipe. Penilaian morfologi kalus dilakukan pada 6 MST. Morfologi kalus yang terbentuk dikelompokkan dalam enam kategori (Tabel 5 & Gambar 6).

Tabel 5 menunjukkan morfologi kalus yang berbeda-beda pada masing-masing genotipe dan media induksi kalus yang digunakan. Kalus berhasil diinduksi pada semua genotipe kedelai pada media N3 dan N4 (media MS dengan penambahan 2,4-D 10 mg/l + NAA 10 mg/l) memiliki morfologi kalus yang berwarna kekuningan dan memiliki struktur kalus yang kompak. Pada media N2 (media MS dengan penambahan 2,4-D 40 mg/l), kalus juga berhasil diinduksi akan tetapi hanya pada genotipe Wilis, sedangkan pada media N8 (media MS dengan penambahan NAA 5 mg/l) kalus juga berhasil diinduksi hanya pada genotipe SP-10-4 yang memiliki ciri-ciri morfologi kalus yang kompak dan berwarna kekuningan. Kalus yang berhasil diinduksi pada media N6, N7 dan N8 (media MS dengan penambahan NAA 5 mg/l) memiliki morfologi kalus yang cenderung berwarna hijau dan kemudian berakar. Kalus yang berhasil diinduksi

26

pada media N1, N2 dan N5 (media MS dengan penambahan 2,4-D 40 mg/l) cenderung menginduksi sedikit kalus (skor 1).

Tabel 5. Pengaruh media terhadap morfologi kalus empat genotipe kedelai

Komposisi media Genotipe P H

CG-22-10 SP-10-4 Tanggamus Wilis …...………Skor morfologi kalus……….….. 2,4-D 40 mg/l + suk 60 g/l + asam amino 1.0 1.0 1.0 1.0 tn 2.9 2,4-D 40 mg/l + suk 30 g/l + asam amino 1.0 1.0 1.0 4.0 * 7.9 2,4-D 40 mg/l + NAA 10 mg/l + suk 30 g/l 4.0 4.0 4.0 4.0 tn 7.5 2,4-D 40 mg/l + NAA 10 +

suk 30 g/l + asam amino 4.0 4.0 4.0 4.0 tn 0.3 2,4-D 40 mg/l + suk 30 g/l 1.0 4.0 1.0 1.0 ** 16.4 NAA 5 mg/l + suk 30 g/l 3.0 3.0 4.0 3.0 ** 11.6 NAA 5 mg/l + suk 30 g/l 3.0 3.0 3.0 2.0 ** 19.3 NAA 5 mg/l + suk 30 g/l + asam amino 2.0 4.0 3.0 2.0 ** 12.3 P ** ** ** ** H 66.5 65.8 32.62 76.31

Keterangan: Hasil analisis dengan uji Kruskal-Wallis, * berbeda nyata pada 0.01 < P < 0.05, ** berbeda sangat nyata pada P < 0.01, tn=tidak nyata. Skor morfologi kalus (1= kalus yang terbentuk sedikit; 2=eksplan langsung berakar; 3=eksplan membentuk kalus kemudian kalus tersebut membentuk akar; 4=eksplan berkalus; 5=eksplan langsung berakar dan bertunas; 6=eksplan bertunas). Seluruh media menggunakan media dasar MS dan mengandung vitamin B5. Asam amino= arginin 100 mg/l + glutamin 100 mg/l + glisin 2 mg/l. Suk=sukrosa.

Pengamatan warna kalus dilakukan pada 6 MST. Warna kalus yang berhasil diinduksi kemudian dikelompokkan dalam lima kategori (Tabel 6). Warna kalus putih kekuningan (skor 4) cenderung terdapat pada media N3 dan N4 yaitu media dengan penambahan 10 mg/l NAA + 10 mg/l 2,4-D. Warna kalus hijau muda (skor 2) cenderung terdapat pada media N6, N7, dan N8 yaitu media dengan penambahan NAA 5 mg/l. Skor 0 diberikan pada eksplan yang hanya membentuk sedikit kalus dan pada kalus yang berakar yaitu cenderung terdapat pada media N1, N2, dan N5 yaitu media dengan penambahan 2,4-D 40 mg/l.

27 Induksi kalus embriogenik pada kedelai pada berbagai media induksi dengan komposisi yang berbeda-beda akan menghasilkan morfologi kalus yang berbeda pula. Untuk menginduksi kalus embriogenik, penambahan hormon auksin sangat berperan penting. Hartweck et al. 1988 menunjukkan bahwa induksi embriogenesis somatik bergantung pada kadar auksin pada media induksi serta jaringan eksplan. Kalus yang berhasil diinduksi pada media dengan penambahan NAA 5 mg/l cenderung berwarna hijau dan akan membentuk akar.

Tabel 6. Pengaruh media terhadap warna kalus empat genotipe kedelai

Komposisi media Genotipe P H

CG-22-10 SP-10-4 Tanggamus Wilis .………..Skor warna kalus…..………… 2,4-D 40 mg/l + suk 60 g/l + asam amino 0.0 0.0 0.0 0.0 tn 2.8 2,4-D 40 mg/l + suk 30 g/l + asam amino 0.0 0.0 1.5 3.0 * 9.3 2,4-D 10 mg/l + NAA 10 mg/l + suk 30 g/l 4.0 4.0 4.0 4.0 * 9.2 2,4-D 10 mg/l + NAA 10 +

asam amino + suk 30 g/l 4.0 4.0 3.0 4.0 ** 39.8 2,4-D 40 mg/l + suk 30 g/l 0.0 3.0 4.0 0.0 ** 14.3 NAA 5 mg/l + suk 30 g/l 2.0 2.0 2.0 2.0 tn 5.7 NAA 5 mg/l + suk 30 g/l 1.0 2.0 2.0 0.0 ** 27.2 NAA 5 mg/l + suk 30 g/l + asam amino 0.0 1.0 0.0 0.0 tn 7.1 P ** ** ** ** H 69.7 84.1 62.1 123.6

Keterangan: Hasil analisis dengan uji Kruskal-Wallis, *berbeda nyata pada 0.01<P<0.05, **berbeda sangat nyata pada P<0.01, tn=tidak nyata. Skoring (0=Warna tidak diamati; 1=Hijau; 2=Hijau Muda; 3=Kekuningan; 4=Putih; 5=Coklat). Seluruh media menggunakan media dasar MS dan mengandung vitamin B5. Asam amino= arginin 100 mg/l + glutamin 100 mg/l + glisin 2 mg/l. Suk=sukrosa.

Penggunaan NAA sebagai sumber auksin pada media induksi kalus embriogenik diduga dapat menginduksi akar, hal ini sejalan dengan penelitian Franklin et al. (2004) yang menyebutkan bahwa penggunaan auksin NAA akan menginduksi perakaran pada kalus kedelai. Hasil penelitian Joyner (2010) juga

28

menunjukkan hal yang sama yaitu penggunaan NAA sebagai sumber auksin tunggal akan menginduksi akar pada eksplan yang dikulturkan. Pada media dengan penggunaan kombinasi NAA 10 mg/l + 2,4-D 10 mg/l berhasil menginduksi kalus dengan pertumbuhan yang cepat. Pertumbuhan kalus yang lambat terdapat pada media dengan penggunaan auksin tunggal 2,4-D 40 mg/l. Tabel 7. Pengaruh genotipe terhadap diameter kalus pada 6 MST

Komposisi media Genotipe CG-22-10 SP-10-4 Tanggamus Wilis ………..…….Diameter (cm)………..………. 2,4-D 40 mg/l + suk 60 g/l + asam amino 0.17c 0.12b 0.07c 0.33cd 2,4-D 40 mg/l + suk 30 g/l + asam amino 0.28bc 0.14b 0.32bc 0.43c 2,4-D 10 mg/l + NAA 10 mg/l + suk 30

g/l 0.62a 0.74a 0.46ab 1.07b

2,4-D 10 mg/l + NAA 10 + asam

amino + suk 30 g/l 0.57ab 0.75a 0.69a 1.34a 2,4-D 40 mg/l + suk 30 g/l 0.09c 0.34b 0.07c 0.18cde NAA 5 mg/l + suk 30 g/l 0.29bc 0.14b 0.46ab 0.08de NAA 5 mg/l + suk 30 g/l 0.28bc 0.26b 0.24bc 0.09de NAA 5 mg/l + suk 30 g/l + asam amino

0.00bc 0.26b 0.06c 0.00e Rata-rata 0.27b 0.36ab 0.31ab 0.41a Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada baris yang sama tidak

berbeda nyata pada uji DMRT (α = 0.05). Seluruh media menggunakan media dasar

MS, gelrite 2 g/l dan mengandung vitamin B5. Asam amino= arginin 100 mg/l + glutamin 100 mg/l + glisin 2 mg/l. Suk=sukrosa.

Media induksi kalus dan genotipe berpengaruh nyata pada diameter kalus. Rata-rata diameter kalus tertinggi pada semua media yaitu pada genotipe Wilis sedangkan genotipe CG 22-10 memiliki rata-rata diameter kalus terendah ( Tabel 7). Rata-rata diameter kalus tertinggi pada semua genotipe yaitu pada media MS dengan penambahan 2,4-D 10 mg/l + NAA 10 mg/l, sedangkan rata-rata diameter terendah pada semua genotipe yaitu pada media MS dengan penambahan 2,4-D 40 mg/l (Tabel 8).

29 Tabel 8. Pengaruh media terhadap diameter kalus pada 6 MST

Komposisi media Genotipe Rata-rata CG-22-10 SP-10-4 Tanggamus Wilis ……….….….Diameter (cm)…………..……....……. 2,4-D 40 mg/l + suk 60 g/l + asam amino 0.17c 0.12b 0.07c 0.33cd 0.18bcd 2,4-D 40 mg/l + suk 30 g/l + asam amino 0.28bc 0.14b 0.32bc 0.43c 0.31b 2,4-D 40 mg/l + NAA 10

mg/l + suk 30 g/l 0.62a 0.74a 0.46ab 1.07b 0.76a 2,4-D 40 mg/l + NAA 10 +

asam amino + suk 30 g/l 0.57ab 0.75a 0.69a 1.34a 0.85a 2,4-D 40 mg/l + suk 30 g/l 0.09c 0.34b 0.07c 0.18cde 0.15cd NAA 5 mg/l + suk 30 g/l 0.29bc 0.14b 0.46ab 0.08de 0.28bc NAA 5 mg/l + suk 30 g/l 0.28bc 0.26b 0.24bc 0.09de 0.18bcd NAA 5 mg/l + suk 30 g/l +

asam amino 0.00bc 0.26b 0.06c 0.00e 0.57b Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak

berbeda nyata pada uji DMRT (α = 0.05). Seluruh media menggunakan media dasar

MS, gelrite 2 g/l dan mengandung vitamin B5. Asam amino= arginin 100 mg/l + glutamin 100 mg/l + glisin 2 mg/l. Suk=sukrosa.

Kalus yang terbentuk pada media MS yang mengandung 2,4-D 10 mg/l + NAA 10 mg/l diduga merupakan kalus embriogenik karena memiliki struktur kompak, berwarna putih kekuningan, dan memiliki diameter besar (Gambar 8A). Warna kalus yang putih kekuningan dengan struktur yang kompak memperlihatkan adanya kapasitas embriogenik dari massa kalus tersebut (Tang et al. 2000; Fulzele & Satdive 2003, Kumari et al. 2006). Diameter kalus yang tinggi menunjukkan adanya pertambahan massa kalus. Menurut Khumaida dan Handayani (2010), pertumbuhan kalus yang cepat diduga akan mampu menginisiasi embrio somatik lebih banyak. Oleh karena itu, analisis histologi dilakukan pada kalus-kalus yang terbentuk pada kedua media tersebut.

Berdasarkan hasil pengamatan histologi terhadap irisan melintang kalus yang terbentuk pada media MS yang mengandung 2,4-D 10 mg/l + NAA 10 mg/l, terdapat struktur pre-embryogenic mass (PEM) dari kalus yang diamati (Gambar 8B). Ciri-ciri struktur PEM adalah berbentuk isodiametris, memiliki nukleus yang

30

besar dan sitoplasmanya pekat (Gambar 8D), dimana ciri-ciri sel yang demikian dimiliki oleh sel-sel embriogenik (Taylor & Vasil 1996). Hal tersebut menunjukkan bahwa kalus yang terbentuk pada media MS yang mengandung 2,4-D 10 mg/l + NAA 10 mg/l adalah kalus embriogenik.

Gambar 8. Struktur PEM dari kalus kedelai dengan struktur struktur kompak, berwarna putih kekuningan dan diameter yang besar. A) Kalus kedelai yang diduga embriogenik pada genotipe wilis yang pada media MS yang mengandung 2,4-D 10 mg/l dan NAA 10 mg/l dengan struktur kompak, berwarna putih kekuningan dan diameter yang besar, B) struktur PEM perbesaran 10x, C) Perbesaran 40x, D) sel-sel embriogenik.

Penelitian Widoretno et al. (2003) pada kedelai menunjukkan bahwa subkultur dari media yang mengandung 2,4-D 40 mg/l ke media dengan konsentrasi 2,4-D 10 mg/l + NAA 10 mg/l mampu menginduksi embrio somatik sekunder. Oleh karena itu seluruh kalus yang terbentuk disubkultur ke media yang

A a B a C a D a

31 mengandung 2,4-D 10 mg/l + NAA 10 mg/l. Pengamatan terhadap induksi embrio

Dokumen terkait