• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedelai merupakan salah satu bahan pangan utama sumber protein bagi masyarakat Indonesia. Produksi nasional kedelai saat ini baru mampu memenuhi sekitar 40% dari kebutuhan dalam negeri. Produksi kedelai pada tahun 2011 sebesar 851 ribu ton mengalami penurunan sebesar 56 ribu ton dibandingkan produksi tahun 2010 (BPS 2012). Penurunan produksi diperkirakan terjadi akibat dari penurunan luas panen. Luas lahan produksi kedelai yang dibutuhkan untuk meningkatkan produksi mencapai 1.3 juta ha (Deptan 2012). Setiap tahun, pemerintah harus mengimpor kedelai untuk menutupi kekurangan produksi. Oleh karena itu, upaya peningkatan produksi kedelai perlu dipercepat. Upaya tersebut tersusun dalam program pemerintah melalui program swasembada kedelai.

Program peningkatan produksi kedelai dapat dilakukan melalui metode intensifikasi, yaitu perbaikan teknik budidaya dan perbaikan varietas, serta melalui program ekstensifikasi yaitu perluasan areal tanam termasuk ke daerah berlahan marginal. Lahan marginal di Indonesia sebagian besar berupa lahan kering masam dan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai perluasan areal tanam karena luasnya mencapai 102.8 juta ha di Indonesia (Mulyani et al. 2004). Namun demikian, masih ditemukan kendala pada tanah masam yaitu kemasaman tanah yang rendah, keracunan aluminium (Al) dan kekahatan hara seperti N, P, K, Ca, Mg dan Mo serta kurang aktifnya mikroba tanah. Kendala pada tanah masam tersebut dapat diatasi dengan perbaikan teknik budidaya dan penggunaan varietas kedelai yang toleran terhadap pH rendah dan keracunan Al.

Perbaikan teknik budidaya yang umum dilakukan adalah penambahan kapur pertanian misalnya kapur dolomit [CaMg(CO3)2]. Hasil penelitian Kamprath (1970) menunjukkan bahwa untuk setiap 1.0 me Al-dd diperlukan 1.65 ton/ha CaCO3 ton/ha. Di samping itu, aplikasi pupuk pertanian pada tanah masam juga harus diikuti oleh aplikasi pupuk P untuk mendukung pertumbuhan tanaman (Atman 2005). Produksi biji kedelai baru mengalami peningkatan dari 1.32 menjadi 1.44 ton/ha di tanah masam setelah diaplikasikan kapur dolomit sebanyak 0.5 ton/ha dan untuk pemberian pupuk P yang efektif adalah sebesar 120 kg/ha P2O5 (Anwar et al. 1995). Mengingat besarnya input kapur pertanian dan

2

pemupukan P, aplikasi kapur pertanian dan penambahan pemupukan P pada tanah masam tanpa penggunaan varietas toleran dianggap kurang efisien. Perbaikan varietas tanaman agar toleran terhadap cekaman tanah masam memerlukan keragaman plasma nutfah yang tinggi. Varietas kedelai nasional toleran tanah masam yang sudah dilepas oleh pemerintah adalah Tanggamus, Sibayak, Nanti, Ratai dan Seluah. Tim pemulia kedelai IPB memiliki beberapa galur harapan toleran naungan dengan produktivitas tinggi (F7) yaitu CG-22-10 dan SP-10-4 namun sampai saat ini belum diketahui tingkat toleransinya terhadap cekaman Al. Teknik perakitan varietas unggul dapat dilakukan secara konvensional yaitu melalui persilangan dari berbagai tetua yang memiliki sifat unggul yang diinginkan, dan secara non konvensional yang salah satunya melalui melalui induksi variasi somaklonal dan seleksi in vitro. Variasi somaklonal adalah keragaman yang muncul di antara tanaman hasil perbanyakaan secara kultur in vitro (Larkin & Scowcroft 1981). Embriogenesis somatik merupakan salah satu teknik kultur in vitro yang memberikan peluang tinggi untuk mendapatkan keragaman di tingkat sel atau jaringan. Media induksi embriogenesis somatik pada kedelai dilaporkan memiliki sifat genotype specific. Variasi somaklonal yang diperoleh melalui embriogenesis somatik dapat digunakan sebagai materi seleksi in vitro dengan menggunakan media seleksi yang sesuai sehingga diperoleh somaklon dengan sifat yang diinginkan. Peran seleksi in vitro dalam program pemuliaan tanaman adalah mempercepat waktu seleksi (Jain 2001). Menurut Wenzel dan Fouroughi-Wehr (1993), seleksi in vitro memiliki beberapa keuntungan yaitu tidak dipengaruhi lingkungan, dapat dilakukan seleksi pada tingkat sel, dan dapat dilakukan seleksi untuk satu faktor tunggal. Sehingga tanaman yang dihasilkan dari seleksi in vitro tetap mempertahankan sifat-sifat unggul sebelumnya dan menambah sifat unggul baru yang diinginkan seperti ketahanan terhadap cekaman tanah masam.

Keberhasilan penggunaan teknik seleksi in vitro untuk mendapatkan tanaman kedelai dengan sifat yang diinginkan memerlukan: 1) tersedianya keragaman di tingkat sel atau jaringan, 2) metode seleksi in vitro untuk mengidentifikasi sel atau jaringan sesuai dengan sifat yang diinginkan, dan 3) metode regenerasi sel jaringan menjadi tanaman secara in vitro yang efektif

3

(Widoretno et al. 2003). Pengujian kalus embriogenik pada media seleksi Al pertama kali dilakukan oleh Meredith (1978) menggunakan AlCl3 dengan konsentrasi 200 dan 400 mg/l. Pada konsentrasi tersebut diketahui pertumbuhan kalus terhambat sehingga dapat dilakukan untuk mendapatkan tanaman putatif toleran cekaman Al melalui seleksi in vitro. Seleksi in vitro terhadap toleransi cekaman Al telah dilakukan pada dua kultivar tomat (Sutjahjo et al. 2004) dan pada jagung (Sutjahjo 2006), dengan menggunakan agen seleksi AlCl3 pada konsentrasi 0, 100, 200 dan 800 mg/l. Penelitian Mariska et al. (2004) menghasilkan beberapa galur harapan kedelai yang memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap Al dan pH rendah dibandingkan varietas yang toleran dengan menggunakan agen seleksi AlCl3 pada konsentrasi 100 dan 500 mg/l dengan menggunakan eksplan embrio somatik. Kerangka berpikir penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan kandidat varietas yang toleran tanah masam. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mendapatkan media induksi dan proliferasi kalus embriogenik, serta meregenerasikan kalus embriogenik pada empat genotipe kedelai

2. Mendapatkan somaklon kedelai yang putatif toleran cekaman Al Hipotesis Penelitian

1. Terdapat media induksi, proliferasi dan regenerasi kalus embriogenik yang optimal pada masing-masing genotipe

2. Terdapat somaklon kedelai yang putatif toleran cekaman Al Manfaat Penelitian

1. Diperoleh informasi media induksi embriogenesis terbaik dalam menginduksi embrio somatik pada genotipe Tanggamus

2. Diperoleh informasi media proliferasi terbaik dalam memperbanyak embrio globular pada genotipe Tanggamus

4

Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian seleksi in vitro empat genotipe kedelai dengan agen seleksi AlCl3 untuk menghasilkan somaklon toleran cekaman Al.

Produksi kedelai nasional belum

mencukupi

Populasi penduduk dan konsumsi kedelai meningkat setiap tahun

Ekstensifikasi: Perluasan areal Intensifikasi : 1. Teknik budidaya 2. Perbaikan varieats Perbaikan varietas Impor kedelai meningkat Program Swasembada Kedelai Kendala: Lahan subur Pemanfaatan lahan marginal: Lahan kering Tanah masam Lahan pasang surut Konvensional Persilangan Introduksi Non konvensional Variasi somaklonal Fusi Protoplas Rekayasa Genetika

Tanah masam Seleksi in vitro dengan agen seleksi AlCl3

Somaklon toleran cekaman Al (putatif)

Kandidat varietas toleran tanah masam

5

Ruang Lingkup Penelitian

Program peningkatan produksi kedelai dapat dilakukan melalui program intensifikasi, yaitu perbaikan teknik budidaya dan perbaikan varietas. Keragaman plasma nutfah yang tinggi merupakan syarat utama dalam perbaikan varietas tanaman. Salah satu teknik untuk meningkatkan keragaman adalah melalui induksi variasi somaklonal, misalnya melalui embriogenesis somatik. Somaklon yang diperoleh dari embriogenesis somatik kemudian dapat diseleksi menggunakan agen seleksi tertentu melalui seleksi in vitro sehingga diperoleh somaklon dengan sifat yang diinginkan. Keberhasilan seleksi in vitro untuk mendapatkan tanaman kedelai dengan sifat yang diinginkan memerlukan tersedianya keragaman di tingkat sel atau jaringan, metode seleksi in vitro untuk mengidentifikasi sel atau jaringan sesuai dengan sifat yang diinginkan, dan metode regenerasi sel jaringan menjadi tanaman secara in vitro yang efektif.

Penelitian ini terdiri dari dua percobaan yaitu peningkatan variasi somaklonal empat genotipe kedelai melalui embriogenesis somatik dan seleksi in vitro empat genotipe kedelai menggunakan AlCl3 untuk menghasilkan somaklon yang putatif toleran cekaman Al. Percobaan pertama dilakukan untuk mendapatkan media induksi, proliferasi kalus embriogenik dan embrio somatik, serta meregenerasikan kalus embriogenik dan embrio somatik pada empat genotipe kedelai. Hasil penelitian pada percobaan pertama dijadikan sebagai sumber bahan eksplan yaitu berupa klum kalus embriogenik yang kemudian diseleksi pada percobaan kedua. Pada percobaan kedua yaitu seleksi in vitro empat genotipe kedelai menggunakan AlCl3 untuk menghasilkan somaklon yang putatif toleran cekaman Al bertujuan untuk mendapatkan somaklon toleran terhadap cekaman Al (putatif). Garis besar kegiatan penelitian disajikan pada Gambar 2.

6

Gambar 2. Diagram alir kegiatan penelitian induksi embriogenesis somatik dan seleksi in vitro empat genotipe kedelai untuk toleransi terhadap cekaman Aluminium

Penanaman dalam pot: kotiledon muda (Tanggamus, Wilis, CG-22-10 dan SP-10-4

Percobaan 1a. Optimasi media induksi kalus embriogenik

Output : Media terbaik induksi kalus embriogenik dan klum kalus embriogenik Percobaan 1b. Optimasi media

proliferasi embriogenik Percobaan 1c. Optimasi media induksi embrio somatik Percobaan 1d. Optimasi media proliferasi embrio somatik

Percobaan 1e. Regenerasi kalus embriogenik dan embrio somatik

Output : Media terbaik proliferasi ES dan klum kalus embriogenik Output : Media terbaik induksi ES dan populasi ES

Output : Media terbaik proliferasi ES dan populasi ES

Percobaan 2a. Seleksi in vitro kalus embriogenik kedelai terhadap cekaman Al dengan AlCl3

Output : kandidat somaklon toleran cekaman Al (putatif)

Percobaan 2b. Regenerasi somaklon toleran cekaman Al

TINJAUAN PUSTAKA

Dokumen terkait