• Tidak ada hasil yang ditemukan

Entalpi

Dalam dokumen BAHAN AJAR KIMIA UMUM (Halaman 151-0)

BAB IX TERMODINAMIKA

C. Entalpi

Sebuah pompa berisi gas yang mula-mula stabil (Pin = Pex) dan kemudian diberi kalor sebesar q, secara perlahan akan terjadi ekspansi. Karena piston dapat bergerak bebas, maka tekanan gas dalam pompa (Pin) selalu sama dengan tekanan luar (Pex) sehingga w = -Pex(V2-V1) = -Pin(V2-V1).

Sesuai dengan hukum pertama : qp = ∆U + P∆V

qp adalah kalor yang masuk atau keluar sistem pada tekanan luar (dalam) yang tetap. Persamaan menunjukkan bahwa nilai qp bergantung pada U, P, dan V keadaaan awal dan akhir. U

dan PV adalah energi, akibatnya U + PV juga energi. Berarti, dalam sistem ada kuantitas energi lain yang disebut entalpi (H) : H = U + PV

Jika sistem mengalami perubahan maka entalpi juga demikian : tekanan luar yang tetap sama dengan perubahan entalpinya”.

Perubahan entalpi ∆H adalah suatu ukuran kalor reaksi pada tekanan tetap. Perubahan entalpi (∆H) sistem bergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir. Akhirnya ada kemungkinan : suhu sistem tetap disebut ekspansi isotermal. Perubahan energi proses ini adalah : ∆H = ∆U + P∆V. Karena proses isotermal maka ∆U = 0. Sehingga persamaan perubahan entalpi jika sistem berekspansi isotermal menjadi ∆H = P∆V.

Jadi, ∆H dapat dihitung dari perkalian tekanan luar dengan perubahan volume.

2. Peralihan Wujud

Peralihan wujud merupakan proses isotermal, karena berlangsung pada suhu tetap, contohnya penguapan air.

Penguapan air adalah perubahan air menjadi uap air pada suhu 1000C atau

Nilai ∆H ini tidak dapat dihitung, tetapi dapat diukur dengan percobaan. Hasil pengukuran terhadap suatu zat akan mempunyai nilai tertentu yang disebut Kalor Penguapan (∆Hvap). Kalor penguapan merupakan energi yang diperlukan untuk menguapkan 1 mol zat pada titik didihnya (Tabel 9.1.).

Kalor yang diperlukan untuk menguapkan sejumlah zat tergantung pada mol zat dan kalor penguapannya.

q = n ∆Hvap

Tabel 9.1 Kalor penguapan dan titik didih beberapa unsur dan senyawa

3. Kapasitas Kalor

Perubahan entalpi untuk proses yang tidak isotermal memerlukan perhitungan lain, yaitu dengan kapasitas kalor.

Kapasitas kalor (C) adalah jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu sistem satu derajat atau C = 𝑑𝑞

𝑑𝑇

Jika tekanan luar konstan maka qp = ∆H, dan bila proses isovolum maka qv = ∆H. Jadi, ada dua macam kapasitas kalor, yaitu :

a. Pada tekanan tetap Cp = (𝑑𝐻

𝑑𝑇)p (JK-1) b. Pada volume tetap Cp = (𝑑𝑈

𝑑𝑇)v (JK-1)

Dalam perhitungan sering diperlukan nilai kapasitas kalor tiap mol zat yang disebut Kapasitas Kalor Molar yaitu :

Cp = 𝐶𝑝

𝑛 (JK-1 mol-1) Cv = 𝐶𝑣

𝑛 (JK-1 mol-1)

nilai cp dan cv mempunyai hubungan : cp – cv = R dengan R adalah tetpan gas ideal (8,314 J mol-1 K-1). Nilai cp suatu zat dapat diukur dengan percobaan di laboratorium (Tabel 9.2).

Suatu sistem yang mengalami perubahan suhu pada tekanan tetap akan disertai oleh pemasukan atau pengeluaran kalor. Besarnya kalor dapat dihitung dari jumlah mol dan perbedaan suhu.

Pada tekanan tetap: q = ∆H = ncp ( T2 – T1) Pada proses isovolum :q = ∆U = ncv ( T2 – T1)

Tabel 9.2 Kapasitas kalor molar (cp) beberapa zat

BAB X TERMOKIMIA

Penerapan hukum pertama termodinamika terhadap peristiwa kimia disebut termokimia, yang membahas tentang kalor yang menyertai reaksi kimia. Reaksi kimia termasuk proses isothermal dan bila dilakukan di udara terbuka maka kalor reaksi.

qp = ∆H

akibatnya, kalor dapat dihitung dari perubahan entalpi reaksi:

q = ∆Hreaksi = Hhasil reaksi – Hpereaksi

Supaya terdapat keragaman harus ditetapkan keadaan standar, yaitu 250C dan tekanan 1 atm. Dengan demikian, perhitungan termokimia pada keadaan standar yaitu, contoh:

AB + CD AC + BD ∆H0 = x kJ mol-1

∆H0 adalah lambang (notasi) perubahan entalpi reaksi pada keadaan standar.

A. Jenis-Jenis Kalor

Ditinjau dari jenis reaksi, terdapat 4 jenis kalor sebagai berikut :

1. Kalor Pembentukan

Kalor pembentukan merupakan kalor yang menyertai pembentukan 1 mol senyawa langsung dari unsur-unsurnya.

Contoh: ammonia (NH3) harus dibuat dari gas nitrogen dan hidrogen, sehingga reaksinya :

Karena NH3 harus 1 mol maka koefisien reaksi nitrogen dan hydrogen boleh dituliskan sebagai pecahan. Energi yang dilepaskan sebesar 46 kJ mol-1 disebut kalor pembentukan

ammonia (∆H0 NH3).

Contoh lain: C(s) + O2(g) CO2(g) ∆Hf0 = -394kJ mol-1 Berarti ∆H0 CO2 = -394 kJ mol-1

2. Kalor Penguraian

Kalor penguraian adalah kalor yang menyertai penguraian 1 mol senyawa langsung menjadi unsur-unsurnya.

Contoh:

3. Kalor Penetralan

Kalor penetralan adalah kalor yang menyertai pembentukan 1 mol air dari reaksi penetralan (asam dan basa).

Contoh :

4. Kalor Reaksi

Kalor reaksi merupakan kalor yang menyertai suatu reaksi dengan koefisien yang paling sederhana.

Contoh :

B. Kalor Reaksi

Kalor reaksi dapat ditentukan dengan percobaan laboratorium atau dengan perhitungan. Dengan perhitungan ada tiga cara yaitu :

1. Hukum Hess

Walaupun ada alat untuk mengukur kalor reaksi, tetapi ada reaksi yang berlangsung terlalu cepat atau lambat sehingga sulit diukur. Disamping itu, ada reaksi yang tidak terjadi tetapi kita ingin mengetahui kalor reaksinya. Masalah ini dapat dipecahkan dengan menggunakan Hukum Hess yang menyatakan : “kalor yang menyertai reaksi tidak bergantung pada jalan yang ditempuh, tetapi hanya pada keadaan awal dan akhir”.

2. Kalor Pembentukan Standar

Suatu senyawa dapat dibuat langsung dari unsur-unsurnya. Kalornya disebut kalor pembentukan dan dapat ditentukan dengan percobaan. Kalor ini merupakan selisih entalpi senyawa dengan unsur-unsur pembentuknya. “kalor pembentukan unsur bebas pada suhu 250C dan tekanan 1 atm adalah nol”.

Suhu 250C dan tekanan 1 atm dipilih sebagai keadaan standar karena dianggap merupakan kondisi yang umum dari permukaan bumi. Kondisi ini harus dinyatakan mengingat entalpi sistem dipengaruhi oleh suhu dan tekanan.

Sesuai dengan perjanjian, maka ∆H pembentukan unsur pada keadaan standar adalah nol, dengan wujud yang sesuai pada keadaan itu.

Contoh : ∆H0f Fe(s) = 0; ∆H0f Hg(l) = 0; ∆H0f H2(g) = 0;

∆H0f N2(g) = 0

Notasi nol kecil (0) diatas ∆H melambangkan nilai entalpi pada keadaan standar. Berdasarkan perjanjian di atas, kita dapat menentukan kalor pembentukan (∆H0f) senyawa dari data hasil percobaan.

Tabel 10.1 Kalor Pembentukan Standar Zat Kimia (250C, 1 atm)

3. Energi Ikatan

Kalor reaksi juga dapat diperkirakan dari data energy ikatan pereaksi dan hasil reaksi. Energi ikatan adalah energi rata-rata yang diperlukan untuk memutuskan ikatan antar dua atom dalam senyawa. Data dari Tabel 10.2. dipakai untuk menghitung energi pengatoman senyawa (∆H0atom) yaitu energi yang diperlukan untuk memutuskan semua ikatan dalam senyawa (dalam keadaan gas) menjadi atom-atomnya.

Tabel 10.2 Energi Ikatan

Contoh energi pengatoman H2O, CH4, dan C3H6: a. H2O

∆H0 atom = 2(O – H)

= 2(463)kJ mol-1

= 926 kJ mol-1 b. CH4

∆H0 atom = 4(C – H)

= 4(415)kJ mol-1

= 1660 kJ mol-1 c. C3H6

∆H0 atom = 6(C – H) + 1(C – C) + 1(C=C)

= 6(415) + 1(348) + 1(607)

= 3445 kJ mol-1

Jika zat yang terlibat dalam reaksi berupa unsur bebas, maka dipakai data energi pengatoman unsur (∆H0 atom) seperti Tabel 10.3. Energi pengatoman unsur adalah energy yang diperlukan untuk memutuskan ikatan antar atom dalam unsur (dalam suhu kamar) sehingga menjadi atom-atom bebas.

Tabel 10.3 Energi Pengatoman Beberapa Unsur

Proses pengatoman bersifat endotermik, karena diperlukan energi untuk memutuskan ikatan. Dalam reaksi terjadi pemutusan ikatan pereaksi dan pembentukan ikatan hasil reaksi. Dengan kata lain, pengatoman pereaksi membutuhkan energi, sedangkan pengatoman hasil reaksi melepaskan energi.

Energi pengatoman pereaksi = energi yang dibutuhkan Energi pengatoman hasil reaksi = energi yang dilepaskan Sehingga ∆H (kalor reaksi) adalah perbedaan energy yang dibutuhkan dengan energi yang dilepaskan.

∆H = Energi Pengatoman pereaksi – Energi Pengatoman hasil reaksi Menghitung kalor reaksi dengan data ikatan akan mudah bila zat yang terlibat dalam reaksi adalah senyawa berwujud gas atau unsur. Hal ini disebabkan oleh energi pengatoman senyawa dihitung dalam keadaan gas, sedangkan energi pengatoman unsur dihitung dalam wujudnya pada suhu kamar.

Jika senyawa dalam reaksi berwujud cair atau padat, maka di ubah menjadi gas. Energy yang diperlukan dihitung dari data kalor penguapan (∆Hvap) dan kalor sublimasi (∆Hsub).

BAB XI KIMIA ORGANIK

Senyawa organik adalah senyawa yang terdapat dalam organisme yang sangat bervarisi jumlah atom dan strukturnya. Setiap senyawa organik mengandung karbon sebagai unsur utama. Dalam bab ini akan membahas senyawa organik dimulai dari keistimewaan unsur karbon dan cara menuliskan rumus senyawa organik. Kemudian dilanjutkan dengan senyawa hidrokarbon, yaitu senyawa yang mengandung hidrogen dan karbon. Pembahasan diarahkan pada penggolongan, tata nama dan isomernya.

A. Pengertian Kimia Organik

Senyawa organik berasal dari organisme atau makhluk hidup, karena pada awalnya diduga hanya dapat dibuat oleh organisme. Tahun 1828, Friedrich Wholer berhasil mensintesis urea (senyawa organik) dari amonium sianat (senyawa anorganik).

Sejak itu, banyak dilakukan percobaan untuk membuat senyawa organik. Ternyata senyawa organik selalu mengandung paling sedikit satu atom karbon. Salah satu kekhasan senyawa organik adalah mempunyai rumus dan struktur molekul yang beranekaragam, tergantung pada jumlah atom C (karbon)-nya. Jadi, senyawa organik adalah senyawa yang strukturnya terutama ditentukan oleh atom karbon yang saling berikatan.

1. Keistimewaan Atom Karbon

Keanekaragaman senyawa organik muncul karena keistimewaan atom karbon (C) yang tidak dimiliki oleh atom lainnya. Keistimewaan itu adalah :

a. Atom C dengan elektron valensi empat, sehingga dapat membuat empat ikatan kovalen tunggal yang cukup kuat dengan atom lain, seperti CH4, CCl4, CH3Cl dengan struktur tetrahedral.

Gambar 11.1 Struktur CH4, CCl4 dan CH3Cl

b. Satu atom C dapat berikatan kovalen dengan atom C lainnya, dan dapat pula sambung-menyambung membentuk suatu rantai karbon contoh C2H6 dan C5H12.

Sehingga jumlah atom C dalam senyawa organik sangat bervariasi, mulai dari 1 sampai tak hingga.

c. Rantai karbon dalam senyawa organik dapat berupa rantai lurus, bercabang, dan melingkar (siklik).

Contoh :

d. Antara dua atom C yang berdekatan dapat terbentuk ikatan rangkap dua atau tiga seperti pada C3H6, dan C3H4.

e. Atom karbon dapat membentuk ikatan kovalen dengan atom elektronegatif lainnya seperti O, S, N, dan Halogen (F, Cl, Br, dan I).

Contoh :

2. Rumus Senyawa Organik

Secara umum, senyawa kimia mempunyai tiga macam rumus kimia, yaitu (1) rumus molekul, (2) rumus empiris, dan (3) struktur molekul. Untuk menyatakan suatu senyawa organik tidak cukup hanya dengan rumus empiris dan rumus molekul, tetapi juga diperlukan struktur molekulnya, karena suatu senyawa organik mempunyai rantai karbon yang bervariasi, ada yang lurus, bercabang, dan melingkar, serta mempunyai ikatan tunggal dan rangkap dua atau tiga. Letak cabang, ikatan rangkap, dan bentuk rantai, tidak dapat ditunjukkan oleh rumus molekulnya.

Untuk menggambarkan kedudukan atom dalam ruang (tiga dimensi) cukup sulit pada kertas (berdimensi dua). Oleh karena itu digunakan tiga jenis rumus, yaitu (1) rumus dimensional, (2) rumus bola pasak, dan (3) proyeksi newman.

Berikut ini adalah contoh konformasi (penataan dalam ruang

secara berlain – lainan) dari etana.

Jumlah ikatan kovalen suatu atom bergantung pada jumlah elektron yang belum berpasangan, seperti :

B. Hidrokarbon

Suatu senyawa yang mengandung unsur karbon dan hidrogen disebut hidrokarbon. Senyawa ini terdiri atas senyawa hidrokarbon alifatik dan aromatik. Hidrokarbon alifatik adalah senyawa hidrokarbon yang tidak mengandung inti benzena, baik dalam senyawa yang berantai lurus dan bercabang, maupun siklik. Hidrokarbon aromatik adalah senyawa hidrokarbon yang mengandung inti benzena, yaitu rantai enam karbon yang melingkar tetapi stabil.

Hidrokarbon alifatik yang tidak mengandung ikatan rangkap disebut hidrokarbon jenuh (alkana), dan yang mengandung ikatan rangkap disebut hidrokarbon tak jenuh (alkena dan alkuna), serta hidrokarbon siklik yang jenuh disebut sikloalkana.

C. Alkana

Alkana merupakan senyawa hidrokarbon jenuh, semua atom karbon dalam alkana mempunyai empat ikatan tunggal dan tidak ada pasangan elektron bebas. Semua elektron terikat kuat oleh kedua atom. Akibatnya, senyawa ini cukup stabil dan disebut juga parafin yang berarti kurang reaktif.

1. Rumus Molekul Alkana

Tabel 11.1 Beberapa senyawa alkana

Perhatikan jumlah atom C dan atom H pada tabel, bertambah secara teratur yaitu sebanyak CH2.

CH4 + CH2 = C2H6 C2H6 + CH2= C3H8

C3H8 + CH2= C4H10 ... dst

Jika diperhatikan, pertambahan sebesar CH2 ini seperti sebuah deret. Sehingga pertambahan jumlah atom C dan atom H yang teratur ini dinamakan deret homolog alkana.

Dari deret homolog ini kita peroleh : Jika atom C = 1, maka atom H = 4 Jika atom C = 2, maka atom H = 6 Jika atom C = 3, maka atom H = 8 Jika atom C = n, maka atom H = Un

Dalam deret aritmatika Un merupakan suku ke-n dengan rumusan matematikanya :

Un = a + (n - 1)b Misal : a = U1 = suku pertama = 4

b = beda antar suku = U2 – U1 = 6 - 4 = 2 maka, Un = 4 + (n - 1) 2 = 4 + 2n – 2 = 2 + 2n

dari perhitungan di atas, jika atom C = n, maka atom H = 2 + 2n. Jadi rumus umum golongan alkana adalah CnH2n+2.

2. Sifat Fisika Alkana Perhatikan tabel berikut ini:

Tabel 11.2 Sifat – Sifat Fisika Beberapa Senyawa Alkana

Alkana adalah senyawa nonpolar. Akibatnya, gaya tarik antar molekul lemah. Alkana rantai lurus sampai dengan butana berwujud gas pada suhu kamar, sementara alkana C5 sampai C17 berwujud cair, dan alkana C18 atau lebih berwujud padat. Berdasarkan dari tabel di atas, semakin besar Mr maka harga titik didih akan semakin besar.

Kenaikan titik didih ini pada hakikatnya disebabkan oleh membesarnya gaya tarik van der waals antara molekul yang makin panjang. Sementara itu, cabang dalam hidrokarbon akan menurunkan titik didih karena cabang dapat mengganggu gaya tarik van der waals antara molekul- molekul pada fase padat.

3. Sifat Kimia Alkana

Umumnya alkana dan sikloalkana tidak bereaksi dengan asam kuat, basa, dan zat pengoksidasi atau pereduksi, karena alkana bersifat kurang reaktif. Ada dua reaksi pada alkana yang akan dibahas pada pokok bahasan ini, yaitu reaksi alkana dengan halogen dan reaksi pembakaran.

4. Halogenasi

5. Pembakaran

Pembakaran adalah reaksi cepat suatu senyawa dengan oksigen. Pembakaran disertai dengan pembebasan kalor (panas) dan cahaya. Pembakaran ada dua jenis yaitu

pembakaran sempurna dan pembakaran tak sempurna.

Pembakaran sempurna adalah pengubahan suatu senyawa menjadi CO2 dan H2O. Sedangkan pembakaran tidak sempurna menghasilkan karbon monoksida dan uap air.

Energi yang dibebaskan bila suatu senyawa teroksidasi sempurna menjadi CO2 dan H2O disebut kalor pembakaran

∆H. Harga kalor pembakaran tergantung pada banyaknya hidrogen dan karbon dalam suatu molekul.

6. Isomer alkana

Dalam senyawa karbon, satu rumus molekul bisa mempunyai banyak struktur molekul dengan sifat-sifat yang berbeda.

Perhatikan contoh berikut : a. Rumus molekul C4H10

Struktur molekul :

Ada 2 buah isomer dari rumus molekul C4H10.

b. Rumus molekul C6H14 Struktur molekul :

Jumlah isomer C6H14 sebanyak 5 buah.

Isomer adalah suatu senyawa yang mepunyai rumus molekul sama tetapi struktur molekul berbeda. Makin banyak atom C maka makin banyak jumlah isomer senyawa tersebut.

Tabel 11.3 Jumlah Isomer Untuk Senyawa Golongan Alkana

7. Tata nama alkana

Aturan penamaan senyawa alkana menurut aturan IUPAC:

a. Jika rantai C tidak bercabang penamaan alkana sesuai dengan jumlah atom C yang dimiliki dan diberi awalan n (n=normal atau tidak bercabang).

b. Jika rantai C bercabang :

1) Tentukan rantai terpanjang dengan cara memanjangkan alkil-alkil yang ada dan tentukan jumlah atom C dari berbagai ujung C.

2) Tentukan cabang- cabang alkil

Atom C (alkil) yang merupakan cabang adalah alkil yang bukan rantai C terpanjang tetapi alkil yang terikat pada C terpanjang.

Nama cabang sesuai nama alkana hanya ana diganti il.

Rumus umum gugus alkil adalah CnH2n+1

3) Penomoran cabang (penomoran C1) dengan cara menetapkan nomor cabang serendah mungkin.

4) Jika cabang lebih dari satu :

a) Alkil yang besar diberi nomor yang kecil

b) Jika cabang yang sama lebih dari satu maka diberi awalan :

di - untuk 2 cabang

tri - untuk 3 cabang

tetra - untuk 4 cabang penta - untuk 5 cabang

c) Aturan penulisan berdasarkan urutan abjad dari nama alkil. Nama awalan di, tri, dan sebagainya tidak berpengaruh. Awalan di pada dimetil tidak menetukan urutan penulisan, yang menentukan adalah awalan m dari metil.

8. Sikloalkana

Alkana yang mempunyai tiga atom karbon atau lebih dapat mempunyai bentuk siklik (melingkar) yang disebut sikloalkana. Nama senyawa sesuai dengan alkananya ditambah awalan siklo.

Contoh :

Berdasarkan contoh, rumus umum sikloalkana adalah CnH2n. Senyawa alkana yang mengandung rantai tertutup dan rantai terbuka dalam satu molekul diberi nama dengan mengambil sikloalkana sebagai induk dan alkana (alkil) sebagai cabang.

Contoh:

D. Alkena

Alkena adalah senyawa alkana yang kehilangan sepasang hidrogen dari dua karbon yang berdekatan, sehingga ada ikatan rangkap antara karbon tersebut. Ikatan antara atom C pada alkena ada yang membentuk ikatan rangkap dua.

Dengan adanya ikatan rangkap dua maka senyawa alkena masih memungkinkan mengikat atom hidrogen lagi dengan membuka ikatan rangkap dua tersebut.

1. Rumus umum alkena

Perhatikan rumus molekul golongan alkena pada tabel 8.4.

berikut ini :

Tabel 11.4 Rumus Molekul Beberapa Senyawa Alkena

Perhatikan jumlah atom C dan atom H pada tabel, bertambah secara teratur yaitu sebanyak CH2.

C2H4 + CH2 = C3H6 C3H6 + CH2= C4H8

C4H8 + CH2 = C5H10 dst

Jika diperhatikan, pertambahan sebesar CH2 ini seperti sebuah deret. Sehingga pertambahan jumlah atom C dan atom H yang teratur ini dinamakan deret homolog alkana.

Dari deret homolog ini kita peroleh :

Jika atom C = 2, maka atom H = 4 Jika atom C = 3, maka atom H = 6 Jika atom C = 4, maka atom H = 8 Jika atom C = n, maka atom H = Un’

Pertambahan atom C: n = n’ + 1, jadi n’ = n – 1

Dalam deret aritmatika Un’ merupakan suku ke-n dengan rumusan matematikanya:

Jadi rumus umum golongan alkena adalah CnH2n.

2. Sifat Fisika Alkena

Titik didih alkena dalam deret homolognya naik kira-kira 30oC tiap gugus CH2. Kenaikan ini sama dengan yang terjadi

pada alkana. Sama halnya dengan alkana, percabangan dalam alkena menurunkan sedikit titik didih. Alkena dianggap non polar, mereka sedikit lebih mudah larut dalam air jika dibandingkan dengan alkana, sebab elektron pi, yang agak terbuka itu, ditarik oleh hidrogen (dari air) yang bermuatan positif parsial (sebagian).

3. Tatanama Alkena menurut IUPAC

Penamaan alkena pada dasarnya sama dengan alkana, hanya prioritas untuk penentuan rantai terpanjang dan penomoran C1 harus melalui ikatan rangkap dua (C=C).

Tahap penamaan:

a. Penentuan rantai terpanjang harus melalui gugus fungsi (melalui ikatan rangkap dua). Nama alkena dari rantai C terpanjang diberi akhiran -ena.

b. Penomoran C1 harus pada nomor ikatan rangkap serendah mungkin. Nomor ikatan rangkap dua dituliskan pada awal nama rantai C terpanjang.

c. Ketentuan lain sama seperti pada penamaan alkana.

Contoh:

4. Isomer

Pada alkena ada beberapa jenis isomer yaitu isomer posisi dan isomer geometri. Isomer posisi terjadi karena posisi ikatan rangkapnya berbeda sedangkan rumus molekulnya sama. Isomer geometri terjadi karena adanya gugus yang

searah (cis) dan ada yang melintang (trans). Isomer ini akan terjadi pula pada alkena yang mempunyai atom C genap, dengan posisi ikatan rangkap di tengah.

Contoh :

Isomer posisi dari C5H10

Isomer geometri dari C5H10

5. Pembuatan Alkena

Alkena dapat dibuat dengan reaksi eliminasi alkohol (dalam asam kuat) atau alkil halida (dalam basa kuat) atau alkil halida (dalam basa).

Pembuatan alkena dari alkil halida primer :

Alkil halida primer mengalami reaksi eliminasi dengan lambat. Namun bila digunakan suatu basa berlebih seperti ion t-butoksida, dapat diperoleh alkena dengan rendemen yang baik.

Pembuatan alkena dari alkohol (reaksi dehidrasi)

Alkohol bereaksi eliminasi menghasilkan alkena dalam H2SO4 pekat dan panas. Karena air dilepaskan dalam reaksi ini maka reaksi ini disebut reaksi dehidrasi.

Contoh :

E. Alkuna

Alkuna adalah senyawa yang telah kehilangan dua pasang hidrogen pada atom karbonnya yang berdekatan, sehingga membentuk ikatan rangkap tiga.

1. Rumus Umum Alkuna

Untuk memahami rumus umum alkuna, perhatikan rumus molekul golongan alkuna berikut :

Perhatikan jumlah atom C dan atom H bertambah secara teratur yaitu sebanyak CH2.

C2H2 + CH2 = C3H4 C3H4 + CH2= C4H6

C4H6 + CH2= C5H8...dst

Pertambahan pada golongan alkuna secara teratur dinamakan deret homolog alkuna. Deret homolog alkuna diperoleh jika atom

Jika atom C = 2, maka atom H = 2 Jika atom C = 3, maka atom H = 4 Jika atom C = 4, maka atom H = 6 Jika atom C = n, maka atom H = Un’

Pertambahan atom C: n = n’ + 1, jadi n’ = n – 1

Dalam deret aritmatika Un merupakan suku ke-n dengan rumusan matematikanya:

Un’ = a + (n’ - 1)b Misal : a = U1 = suku pertama = 2

b = beda antar suku = U2 – U1 = 4 - 2 = 2 maka, Un’ = a + (n’ – 1) b

Un’ = 2 + [(n - 1)-1] 2 Un’ = 2 + (n – 2)2 Un’ = 2n – 2

dari perhitungan di atas, jika atom C = n, maka atom H = 2n-2.

Jadi rumus umum golongan alkena adalah CnH2n-2.

2. Tatanama Alkuna

Penamaan golongan alkuna sama seperti penamaan pada golongan alkena. Tahap penamaan alkuna :

a. Penentuan rantai terpanjang harus melalui gugus fungsi (melalui ikatan rangkap tiga). Nama alkuna dari nama rantai C terpanjang dengan diberi akhiran –una.

b. Penomoran C1 harus pada nomor ikatan rangkap serendah mungkin. Nomor ikatan rangkap tiga dituliskan pada awal nama rantai C terpanjang.

c. Ketentuan lain sama seperti pada alkana.

Contoh :

3. Isomer

Sama dengan alkena, pada alkuna terdapat isomer posisi, bila atom karbon lebih dari 3.

Contoh menentukan isomer C4H6 :

F. Hidrokarbon Aromatis

Hidrokarbon aromatis adalah senyawa hidrokarbon yang mengandung inti benzena. Senyawa ini mempunyai bau yang enak dan mempunyai rantai melingkar (siklik) dengan enam karbon. Rumus molekul senyawa ini adalah C6H6 yang disebut benzena.

Rumus di atas menunjukan bahwa semua atom karbon dan hidrogen berada dalam satu bidang datar. Adanya ikatan rangkap yang selang-seling mengakibatkan benzena mempunyai dua bentuk resonansi, yaitu :

Sehingga struktur yang sesunguhnya bukanlah salah satu dari keduanya tetapi merupakan gabungan keduanya, dan digambarkan sebagai berikut :

Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa keenam ikatan C – C tersebut sama panjang dan sama besar energinya. Berikut ini adalah beberapa contoh molekul benzena yang saling bergabung menjadi suatu molekul polisiklik.

Benzena yang mengandung alkana disebut alkil benzena, dengan benzena sebagai rantai induk dan alkana sebagai cabang, perhatikan contoh berikut ini :

Berikut ini adalah beberapa nama senyawa benzena yang umum:

Benzena terdisubstitusi diberi nama dengan awalan orto, meta, dan para. Dan tidak dengan nomor posisi. Awalan orto menunjukkan bahwa kedua substituen itu 1, 2; meta menandai hubungan 1,3; dan para menandai hubungan 1,4.

Penggunaan orto, meta dan para sebagai ganti nomor-nomor posisi hanya khusus untuk benzena terdisubstitusi, dan tidak berlaku pada sikloheksan atau sistem cincin lain.

Contoh :

G. Gugus Fungsional Dan Turunan Hidrokarbon

Senyawa hidrokarbon adalah induk senyawa organik, dan yang paling banyak adalah turunan hidrokarbon. Yang disebut turunan hidrokarbon adalah apabila satu atau lebih atom hidrogen diganti (disubstitusi) oleh gugus lain yang bukan alkil. Yang dianggap sebagai induk senyawa organik alifatik adalah alkana (CnH2n+2) dan aromatik adalah benzena (C6H6), dan masing-masing dapat disederhanakan.

R – H R = alkil = C2H2n+1 Ar – H Ar = aril = C6H5

Apabila gugus pengganti dilambangkan dengan Y maka

Apabila gugus pengganti dilambangkan dengan Y maka

Dalam dokumen BAHAN AJAR KIMIA UMUM (Halaman 151-0)