BAB VII KIMIA LARUTAN
B. Satuan Konsentrasi
3. Kemolalan (m)
Kemolalan (m) adalah jumlah mol zat terlarut dalam 1 kg (1000 g) pelarut.
Molalitas (m) = πππ πππ ππππππππ πππππ πππππππ (π€π )
Contoh :
5,85 g NaCl dilarutkan dalam 500 g air. Tentukan kemolalan NaCl!
β’ maka molalitas NaCl adalah : molalitas (m) = πππ π§ππ‘ π‘ππππππ’π‘
πππ π π ππππππ’π‘ (kg) = 0,1 πππ
0,5 ππ = 0,2 molal C. Sifat Koligatif Larutan
Sifat koligatif adalah sifat larutan bergantung pada banyaknya partikel zat terlarut dalam larutan dan tidak bergantung pada jenis partikel zat terlarut.
1. Penurunan Tekanan Uap
Jika zat terlarut bersifat tidak menguap, tekanan uap dari larutan selalu lebih kecil daripada pelarut murninya. Jadi, hubungan antara tekanan uap larutan dan tekana uap pelarut bergantung pada konsentrasi zat terlarut dalam larutan.
Hubungan ini dirumuskan dalam Hukum Raoult, yang menyatakan bahwa tekanan parsial pelarut dari larutan (P1) adalah tekanan uap pelarut murni (P10) dikalikan fraksi mol pelarut (X1).
P1 = X1 P10
Dalam larutan yang mengandung hanya satu zat terlarut, X1 = 1 β X2 dimana X2 adalah fraksi mol zat terlarut. dengan pelarut murni) dan βP (penurunan tekanan uap). Penurunan tekanan uap (βP) berbanding lurus dengan konsentrasi
(disini konsentrasi berupa fraksi mol zat terlarut).
β’ Kita harus cari dahulu fraksi mol pelarut (X1), pelarut disini H2O 2. Kenaikan Titik Didih
Peralihan wujud suatu zat ditentukan oleh suhu dan tekanan, contohnya air pada tekanan 1 atm mempunyai titik didih 1000C dan titik beku 00C. jika air mengandung zat terlarut yang sukar menguap (misalkan gula), maka titik
didihnya akan lebih besar dari 1000C dan titik bekunya lebih kecil 00C. perbedaan ini disebut kenaikan titik didih (βTb).
Gambar 8.1 memperlihatkan diagram fasa dari air dan perubahan yang terjadi dalam larutan berair.
Air mendidih pada 1000C, karena tekanan uapnya sama dengan tekanan luar, yaitu 1 atm. Tetapi jika ada zat terlarut, maka tekanan uapnya turun sebesar βP atau CCβ. Akibatnya untuk mendidih diperlukan suhu lebih, yaitu sampai titik D.
Perbedaan suhu itu, sebesar CD, disebut kenaikan titik didih (βTb). Tekanan uap larutan lebih rendah daripada tekanan uap pelarut murninya.
Gambar 7.1 Diagram fasa kenaikan titik didih dan penurunan titik beku larutan berair
Kurva putus- putus adalah untuk larutan dan kurva biasa untuk pelarut murni. Titik didih larutan lebih tinggi dibandingkan titik air dan titik beku larutan lebih rendah dibandingkan titik beku air.
Analisis grafis ini menunjukkan bahwa titik didih larutan
lebih tinggi dari titik didih air. Kenaikan titik didih (βTb) didefinisikan yaitu :
βTb = Tb β Tb0
dimana Tb adalah titik didih larutan dan T 0 adalah titik didih pelarut murni. Karena βTb berbanding lurus dengan penurunan tekanan uap, maka juga berbanding lurus dengan konsentrasi (molalitas) larutan. Dengan kata lain :
βTb = Kb m
dimana m adalah molalitas zat terlarut dan Kb adalah konstanta kenaikan titik didih.
Contoh :
Bila 5,5 gram bifenil (C12H10) dilarutkan dalam 100 gram benzena (C6H6), titik didihnya meningkat sebanyak 0,903 0C.
β’ Langkah pertama cari dlu nilai m (molalitas) molalitas = πππ π§ππ‘ π‘ππππππ’π‘
β’ Maka nilai Kb adalah :
βTb = Kb m
0,9030C = Kb x 0,357 mol kg-1 Kb = 0,9030πΆ
0,357 πππ ππβ1 = 2,530C mol-1 kg 3. Penurunan Titik Beku
Penurunan tekanan uap larutan tidak hanya pada suhu 1000C, tetapi juga pada suhu yang lebih rendah sampai ke titik tripel. Hal ini menyebabkan garis kesetimbangan cair-gas (CO) bergeser menjadi DOβ. Pergeseran ini menyebabkan titik tripel pindah dari O ke Oβ. Sejalan dengan itu, garis kesetimbangan padat-cair (BO), juga bergeser ke kiri yaitu ke BβOβ. Hal ini mempunyai pengaruh pada titik beku larutan, yaitu lebih rendah dari titik beku air murni. Perbedaan itu disebut Penurunan titik beku (βTf). Penurunan titik beku didefinisikan yaitu :
βTf = Tf0 - Tf
dimana Tf adalah titik beku larutan dan Tf0 adalah titik beku pelarut murni. Penurunan titik beku (βTf) berbanding lurus dengan konsentrasi larutan :
βTf = Kf m
dimana m adalah molalitas zat terlarut dan Kf adalah konstanta penurunan titik beku. Tabel 7.1 mencantumkan nilai Kb dan Kf untuk beberapa pelarut.
Tabel 7.1 Konstanta Kenaikan Titik Didih dan Konstanta Penurunan Titik Beku untuk Beberapa Cairan yang
Umum
Tentukan titik beku larutan yang mengandung 0,025 mol gula dalam 250 gram air! (Kf air = 1,860C mol-1 kg dan T 0 = 00C).
Karena βTf belum diketahui, maka harus dicari dulu dengan rumus: βTf = Kf m
β’ Langkah pertama cari dlu nilai molalitas zat terlarut :
molalitas = πππ π§ππ‘ π‘ππππππ’π‘ molekul pelarut secara selektif melewati membran berpori dari larutan encer ke larutan yang lebih pekat. Gambar 8.2 mengilustrasikan fenomena ini. Wadah kiri peralatan berisi pelarut murni; wadah kanan berisi larutan. Kedua wadah dipisahkan oleh membrane semipermeabel, yang memungkinkan molekul pelarut melewatinya tetapi menghalangi lewatnya molekul zat terlarut.
Pada awalnya permukaan air di kedua tabung sama tingginya [lihat Gambar 7.2 (a)]. Setelah beberapa saat, permukaan di bagian kanan mulai naik, dan berlanjut sampai mencapai kesetimbangan. Gerakan bersih molekul pelarut melewati membran semipermiabel dari pelarut murni atau dari laruten encer ke larutan yang lebih pekat disebut osmosis. Tekanan osmotik (Ο) suatu larutan adalah tekanan yang diperlukan untuk menghentikan osmosis. Seperti diperlihatkan Gambar 7.2 (b), tekanan ini dapat diukur langsung dari selisih permukaan-permukaan cairan pada keadaan akhir.
Gambar 7.2 Tekanan ismotik.
(a) Permukaan pelarut murni (kiri) dan permukaan larutan kanan pada awalnya sama tinggi. (b) Selama osmosis, permukaan pada sisi larutan naik sebagai akibat aliran bersih pelarut dari kiri ke kanan. Tekanan osmotic sama dengan tekanan hidrostatik yang diberikan oleh kolom cairan di tabung kanan pada kesetimbangan. Pada dasarnya, pengaruh yang sama terjadi bila pelarut murni digantikan dengan larutan yang lebih encer daripada larutan yang ada disebelah kanan.
Tekanan osmotik larutan dinyatakan sebagai : Ο = MRT dimana, M adalah molaritas larutan (mol L-1)
R adalah konstanta gas (0,082 L atm K-1mol-1) T adalah suhu mutlah (K)
Contoh :
Hitunglah tekanan osmotik larutan yang mengandung 5 gram gula (C12H22O11) dalam 1,2 L larutan pada suhu 200C. (Mr C12H22O11 = 342 g mol-1).
Diketahui : massa zat terlaru (C12H22O11) = 5 gram volume larutan= 1,2 L
T = 200C Ditanya : Ο
Jawab :
β’ Karena yang ditanya tekanan osmotik, maka rumus yang digunakan adalah Ο = MRT.
β’ T = 20 + 273 K = 293 K
β’ Untuk mencari M (molaritas) maka rumus yang digunakan :
M = πππ π§ππ‘ π‘ππππππ’π‘ π£πππ’ππ ππππ’π‘ππ
mol C12H22O11 = 5 ππππ
342 π πππβ1 = 0,0146 mol M = πππ π§ππ‘ π‘ππππππ’π‘
π£πππ’ππ ππππ’π‘ππ = 0,0146 πππ
1,2 πΏ = 0,012 mol L-1 a. Maka nilai tekanan osmotik adalah :
Ο = MRT
Ο = 0,012 mol L-1 x 0,082 L atm K-1mol-1 x 293 K Ο = 0,28 atm.
BAB VIII ASAM DAN BASA
A. Teori Asam Basa
Air murni tidak mempunyai rasa, bau, dan warna. Bila mengandung zat tertentu, air dapat terasa asam, pahit asin dan sebagainya. Cairan yang berasa asam disebut larutan asam, yang terasa asin disebut larutan garam, sedangkan yang terasa licin dan pahit disebut larutan basa. Cara yang baik untuk membuktikan larutan bersifat asam atau basa yaitu dengan menggunakan kertas lakmus. Jika kertas lakmus dicelupkan kedalam larutan asam maka akan berwarna merah, sedangkan jika kertas lakmus dicelupkan kedalam larutan basa maka akan berwarna biru.
Pada tahun 1884, Svante August Arrhenius menyatakan bahwa sifat asam dan basa suatu zat ditentukan oleh jenis ion yang dihasilkan dalam air. Asam adalah senyawa yang melepaskan H+ atau H3O+ dalam air dan Basa adalah yang melepaskan OH-.
Secara kimia dapat dinyatakan :
Asam : HA + aq H+(aq) + A-(aq) Basa : BOH + aq B+(aq) + OH-(aq)
Tabel 8.1 Beberapa asam yang Umum
-Senyawa yang bereaksi dengan air dan menghasilkan OH -adalah oksida logam, contohnya Na2O, K2O, CaO, SrO dan BaO.
Na2O + H2O 2NaOH K2O + H2O 2KOH CaO + H2O Ca(OH)2 SrO + H2O Sr(OH)2 BaO + H2O Ba(OH)2
2. Garam
Garam adalah senyawa antara ion positif basa dengan ion negatif asam. Reaksi asam dengan basa disebut juga reaksi penggaraman.
Asam + Basa Garam + Air
Contoh garam yaitu: NaCl, K2SO4, BaC2O4, LiBr, CH3COOK, Sr(NO3)2 dsb.
B. pH Larutan Asam dan Basa Kesetimbangan Air
Air murni mengandung ion dalam jumlah kecil. Hal ini disebabkan oleh terjadinya reaksi asam basa sesama molekul air (autoionisasi) dan membentuk kesetimbangan:
H2O + H2O H3O+ + OH
-Bila H3O+ disederhanakan menjadi H+, maka kesetimbangan ditulis sebagai :
H2O H+ + OH
-dengan : Kc = [π―+] [πΆπ―β]
[π―ππΆ]
derajat ionisasi (Ξ±) air sangat kecil, maka jumlah air yang terion dapat diabaikan sehingga konsentrasi air yang tidak terion dapat dianggap konstan, sehingga :
Kc [H2O] = Kw = [H+] [OH-]
Kw adalah konstanta ionisasi air. Pada suhu kamar (250C), [H+] = [OH-] dimana [H+] = 10-7 M dan [OH-] = 10-7 M, sehingga:
Kw = [H+] [OH-] Kw = 10-7 M x 10-7 M Kw = 10-14 M
Berdasarkan konsentrasi ion tersebut, larutan dapat dibagi tiga, yaitu:
b. larutan asam: [H+] > [OH-]
c. larutan netral: [H+] = [OH-] = 10-7 d. larutan basa: [H+] < [OH-]
Karena nilai [H+], [OH-] dan Kw sangat kecil maka biokimiawan Denmark mengajukan cara pengukuran yang lebih praktis yang disebut pH. pH suatu larutan didefinisikan sebagai logaritma negative dari konsentrasi tertentu ion hydrogen (dalam mol per liter):
pH = -log[H+]
pOH = -log[OH-]
pKw = -logKw
Pada suhu kamar (250C), air mempunyai : pH + pOH = pKw = 10-14
Tabel 8.2. menunjukkan kriteria untuk menentukan larutan bersifat asam, basa atau netral adalah sebagai berikut:
Tabel 8.2 Kriteria Larutan Asam, Basa dan Netral Jenis Larutan [H+] [OH-] pH pOH
Larutan asam >10-7 <10-7 <7 >7
Larutan netral 10-7 10-7 7 7
Larutan basa <10-7 >10-7 >7 <7
1. Larutan Asam dan Basa Kuat
Asam kuat adalah elektrolit kuat, akan terionisasi sempurna dalam air. Kebanyakan asam kuat adalah asam anorganik: asam klorida (HCl), asam nitrat (HNO3), asam perklorat (HClO4), dan asam sulfat (H2SO4).
HCl(aq) H+(aq) + Cl-(aq) HNO3(aq) H+(aq) + Cl-(aq)
HClO4(aq) H+(aq) + ClO4-(aq)
H2SO4(aq) H+(aq) + HSO4-(aq)
Basa kuat adalah semua elektrolit kuat yang terionisasi sempurna dalam air, yang mencakup hidroksida dari logam alkali dan logam alkali tanah tertentu, seperti NaOH, KOH, dan Ba(OH)2.
NaOH(s) Na+(aq) + OH-(aq)
KOH(s) K+(aq) + OH-(aq)
Ba(OH)2(s) Ba2+(aq) + 2OH-(aq) Tabel 8.3. memuat daftar dari beberapa pasangan asam basa konjugat dalam urutan berdasarkan kekuatannya.
Tabel 8.3 Kekuatan Relatif Pasangan Asam-Basa Konjugat
Contoh:
b. Langkah pertama cari dulu Molaritas (M) M = πππ π§ππ‘ π‘ππππππ’π‘
π£πππ’ππ ππππ’π‘ππ
Karena mol belum diketahui maka cari dulu jumlah mol NaOH: langkah kedua mencari nilai pOH :
NaOH βNa+ + OH-
= 1,61 200mL. hitunglah massa HBr yang terambil bila pH larutan = 2
Diketahui : Volume larutan = 200mL = 0,2 L pH = 2 Ditanya : massa HBr
Jawab :
a) Dari nilai pH, kita bias menentukan nilai konsentrasi H+ / [H+]
pH = -log[H+] 2 = -log[H+]
[H+] = 10-2 M = 0,01M
b) Dari nilai konsentrasi,kita bias menentukan jumlah mol, sehingga kita bias menentukan massa dari HBr M = πππ π»π΅π c) Sehingga massa HBr adalah:
Mol HBr = πππ π π π»π΅π
Bila konsentrasi asam atau basa sangat kecil, yaitu mendekati atau lebih kecil dari 10-7, maka [H+] atau [OH-] dari air tidak dapat diabaikan, maka untuk mencari [H+] dan [OH-] dapat dihitung dengan :
[H+] = ππΒ±βππ
π+π π²π
π [OH-] = ππΒ±βππ
π+π π²π π
2. Larutan Asam dan Basa Lemah
Asam lemah adalah asam yang terionisasi hanya sedikit di dalam air (elektrolit lemah). Contoh: HF, CH3COOH, dan ion NH4+.
Basa lemah adalah basa yang terionisasi hanya sedikit di dalam air (elektrolit lemah). Contoh: NH3 (ammonia).
Untuk mencari nilai konsentrasi H+ dan konsentrasi OH-, maka digunakan :
[H+] = βπ²ππͺπ [OH-] = βπ²ππͺπ
BAB IX TERMODINAMIKA
A. Pengertian Termodinamika
Termodinamika merupakan ilmu yang mempelajari perubahan antar kalor dan bentuk-bentuk energi lain.
1. Sistem dan Lingkungan
Sistem adalah bagian tertentu dari alam yang menjadi pusat perhatian untuk dipelajari. Disamping sistem ada lingkungan. Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di luar sistem. Jika kita ingin mempelajari reaksi kimia dalam tabung reaksi, maka zat kimia yang ada dalam tabung disebut sistem, sedangkan yang di luar zat kimia termasuk tabung reaksi dan udara di atas permukaannya adalah lingkungan.
2. Dinding dan Sistem
Batas antara sistem dan lingkungan disebut dinding yang bersifat diatermal (tembus energi) atau adiatermal (tidak tembus energi). Akibatnya ada sistem terbuka, tertutup dan tersekat (terisolasi).
Sistem terbuka adalah sistem yang dapat mengadakan pertukaran materi dan energi dengan lingkungannya. Contoh:
sistem terbuka dapat terdiri dari sejumlah air dalam wadah terbuka, seperti ditunjukkan dalam gambar 9. 1a. jika kita tutup botol itu, seperti gambar 9. 1b sedemikian rupa sehingga tidak ada uap air yang dapat lepas dari atau mengembun ke wadah, maka kita menciptakan sistem tertutup. Sistem tertutup mempunyai dinding diatermal sehingga hanya terjadi pertukaran energi. Dengan menempatkan air dalam wadah yang disekat seluruhnya, maka membuat sistem terisolasi. Sistem terisolasi tidak
mengadakan pertukaran materi dan energi dengan lingkungan karena mempunyai dinding adiatermal, seperti gambar 9.1.
Gambar 9.1 Tiga sistem yang diwakili oleh air dalam botol
(a) sistem terbuka, yang memungkinkan pertukaran energi maupun massa dengan lingkungan; (b) sistem tertutup, yang memungkinkan pertukaran energi tetapi bukan massanya;
dan (c) sistem terisolasi, yang tidak memungkinkan pertukaran energi maupun massa (disini botol ditutup oleh pelapis hampa)
3. Keadaan Setimbang
Sistem disebut dalam keadaan setimbang jika tidak terjadi perubahan yang berarti antara sistem dengan lingkungannya, bila keduanya mengadakan kontak satu sama lain.
Kesetimbangan ada tiga macam, yaitu : a. Kesetimbangan Mekanik
Merupakan sistem yang tidak mempunyai energi mekanik, karena resultan gaya terhadap sistemnya nol. Contohnya, sebuah pompa yang pistonnya diam karena tekanan gas dalam pompa sama dengan tekanan luar.
b. Kesetimbangan Termal
Terjadi bila energi yang masuk dan yang keluar sistem sama jumlahnya dalam saat bersamaan. Hal ini terjadi jika suatu sistem dan lingkungan sama.
c. Kesetimbangan listrik
Keadaan sistem dan lingkungan yang mempunyai potensial listrik yang sama sehingga tidak terjadi perpindahan muatan.
4. Kerja, Kalor dan Energi Listrik
Sistem yang tidak setimbang dengan lingkungannya cenderung berubah untuk mencapai kesetimbangan. Bentuk perubahan yang terjadi bergantung pada jenis sistem dan lingkungan, mungkin terjadi kerja, perpindahan kalor, atau menimbulkan arus listrik.
a. Kerja
Kerja yang akan dibahas adalah kerja mekanik. Contoh yang berguna tentang kerja mekanik adalah pemuaian gas (Gambar 9. 2). Suatu gas yang berada dalam tabung yang tertutup piston yang dapat bergerak tapi tidak mempunyai berat dan gesekan, pada suhu, tekanan dan volume tertentu.
Ketika memuai, gas tersebut mendorong piston ke atas melawan tekanan atmosfer luar P. Perpindahan piston menghasilkan energi yang disebut kerja volume. Nilai kerja bergantung pada besarnya penambahan volume dan tekanan udara luar. Kerja yang dilakukan oleh gas pada lingkungan adalah :
w = -PβV
dengan βV, perubahan volume. Tanda minus pada persamaan dibuat agar mengikuti kesepakatan untuk w. Untuk pemuaian gas βV > 0, sehingga -PβV bernilai negatif, sedangkan untuk pemampatan gas βV < 0 sehingga -PβV bernilai positif.
Menurut persamaan, satuan untuk kerja yang dilakukan oleh atau pada suatu gas adalah liter atmosfer. Untuk menyatakan kerja yang dilakukan dalam satuan yang lebih dikenal, yaitu Joule; 1 L atm = 101,3 Joule
Gambar 9.2 Pemuaian gas melawan tekanan luar konstan Gas itu terdapat dalam silinder yang tertutup piston yang dapat bergerak dan tidak bermassa. Kerja yang dilakukan dirumuskan oleh -PβV
b. Kalor
Kalor adalah energi mekanik akibat gerakan partikel materi dan dapat pindah dari satu tempat ke tempat lain.
Jika sistem mempunyai dinding diatermal (tembus energi) dan suhunya lebih tinggi dari lingkungan maka kalor akan keluar sistem. Sebaliknya jika suhu lingkungan lebih tinggi, kalor akan mengalir ke sistem.
c. Energi Listrik
Bila sistem diberi beda potensial dari lingkungannya akan mengakibatkan listrik mengalir ke dalamnya atau diberi energi listrik. Sebaliknya, bila dalam sistem terdapat beda potensial maka sistem dapat memberikan energi listrik ke lingkungan.
B. Hukum Pertama Termodinamika 1. Energi Dalam
Setiap sistem mempunyai energi karena partikel-partikel materi (padat, cair atau gas) selalu bergerak acak dan beraneka ragam. Disamping itu, dapat terjadi perpindahan tingkat energi elektron dalam atom atau molekul. Setiap gerakan dipengaruhi oleh banyak faktor dan dapat berubah bentuk bila saling bertumbukan.
Akibatnya besar energi gerakan satu partikel akan berbeda dengan yang lain. Jumlah total energi semua partikel dalam sistem disebut energi dalam (U) karena itu nilai mutlak U tidak dapat dihitung.
Bila sistem mengalami peristiwa, akan mengubah energi dalam, misalnya dari U1 (keadaan awal) menjadi U2 (keadaan akhir). Walaupun nilai mutlak U1 dan U2 tidak diketahui, perubahannya dapat diketahui dari perubahan suhu sistem.
Jika suhu naik menandakan gerakan partikel lebih cepat dan berarti energi dalam bertambah. Sebaliknya jika suhu turun berarti energi dalam berkurang.
2. Rumusan Hukum Pertama Termodinamika
Hukum pertama termodinamika menyatakan hubungan energi sistem dengan lingkungan. Jika sistem kemasukan energi, berarti lingkungan kehilangan energi, dan sebaliknya, jika lingkungan kemasukan energi maka sistem kehilangan energi dengan jumlah yang sama.
Sebuah pompa bila dipanaskan akan menyebabkan suhu gas dalam pompa naik dan volumenya bertambah. Berarti energi dalam gas bertambah dan sistem melakukan kerja.
Dengan kata lain, kalor (q) yang diberikan kepada sistem sebagian disimpan sebagai energi dalam (βU) dan sebagian lagi diubah menjadi kerja (w).
q = βU β w atau βU = q + w Persamaan di atas merupakan rumusan hukum pertama termodinamika. Hukum pertama termodinamika didasarkan pada Hukum Kekekalan Energi yang menyatakan : βEnergi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, tetapi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk lainβ atau β Energi alam semesta adalah konstanβ.
Agar tidak keliru dalam menggunakan rumus di atas, perlu ditetapkan perjanjian:
3. Kalor (q)
Bertanda (+), jika kalor masuk sistem/ proses penyerapan kalor dari lingkungan ke sistem (proses endotermik).
Bertanda (-), jika kalor keluar sistem/ proses melepaskan kalor dari sistem ke lingkungan (proses eksotermik).
4. Kerja (w)
Bertanda (+), jika kerja dilakukan oleh lingkungan/proses pemampatan gas (kompresi).
Bertanda (-), jika kerja dilakukan oleh sistem/ proses pemuaian gas (ekspansi).
5. Kerja dihitung dengan rumus : w = -PβV tekanan konstan. Hitunglah kerja yang dilakukan gas jika gas itu memuai terhadap ruang hampa!
Jawab :
Ruang hampa, berarti tekanan luar nol maka w adalah : w = -PβV
= - 0 atm (6 L β 2 L)
= 0 L atm Contoh :
0,5 mol gas (2,5 atm, 500C) berekspansi menentang udara luar (1 atm) sehingga suhu menjadi 750C. Tentukan :
a. Kerja (w) untuk mencari volume diperlukan persamaan gas ideal dengan rumus:
Jika dijadikan dalam satuan Joule, maka : w = -8,97 L atm x 101,3 J L-1 atm-1
= -908,6 Joule
b. βU = q + w akibatnya energi dalam tetap (βU = 0). Dengan demikian persamaan menjadi : q = -w. Artinya kalor yang diberikan kepada sistem semuanya di ubah menjadi kerja.
b. Proses isovolum
Proses yang tidak mengalami perubahan volume (βV = 0), akibatnya sistem tidak melakukan kerja (w = 0), sehingga persamaan menjadi : q = βU. Artinya semua kalor yang masuk sistem disimpan sebagai energi dalam.
c. Proses adiabatik
Proses yang tidak menyerap atau melepaskan kalor (q = 0), sehingga persamaan menjadi : βU = w. Artinya energi dalam sistem dipakai untuk menghasilkan kerja.
C. Entalpi
Sebuah pompa berisi gas yang mula-mula stabil (Pin = Pex) dan kemudian diberi kalor sebesar q, secara perlahan akan terjadi ekspansi. Karena piston dapat bergerak bebas, maka tekanan gas dalam pompa (Pin) selalu sama dengan tekanan luar (Pex) sehingga w = -Pex(V2-V1) = -Pin(V2-V1).
Sesuai dengan hukum pertama : qp = βU + PβV
qp adalah kalor yang masuk atau keluar sistem pada tekanan luar (dalam) yang tetap. Persamaan menunjukkan bahwa nilai qp bergantung pada U, P, dan V keadaaan awal dan akhir. U
dan PV adalah energi, akibatnya U + PV juga energi. Berarti, dalam sistem ada kuantitas energi lain yang disebut entalpi (H) : H = U + PV
Jika sistem mengalami perubahan maka entalpi juga demikian : tekanan luar yang tetap sama dengan perubahan entalpinyaβ.
Perubahan entalpi βH adalah suatu ukuran kalor reaksi pada tekanan tetap. Perubahan entalpi (βH) sistem bergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir. Akhirnya ada kemungkinan : suhu sistem tetap disebut ekspansi isotermal. Perubahan energi proses ini adalah : βH = βU + PβV. Karena proses isotermal maka βU = 0. Sehingga persamaan perubahan entalpi jika sistem berekspansi isotermal menjadi βH = PβV.
Jadi, βH dapat dihitung dari perkalian tekanan luar dengan perubahan volume.
2. Peralihan Wujud
Peralihan wujud merupakan proses isotermal, karena berlangsung pada suhu tetap, contohnya penguapan air.
Penguapan air adalah perubahan air menjadi uap air pada suhu 1000C atau
Nilai βH ini tidak dapat dihitung, tetapi dapat diukur dengan percobaan. Hasil pengukuran terhadap suatu zat akan mempunyai nilai tertentu yang disebut Kalor Penguapan (βHvap). Kalor penguapan merupakan energi yang diperlukan untuk menguapkan 1 mol zat pada titik didihnya (Tabel 9.1.).
Kalor yang diperlukan untuk menguapkan sejumlah zat tergantung pada mol zat dan kalor penguapannya.
q = n βHvap
Tabel 9.1 Kalor penguapan dan titik didih beberapa unsur dan senyawa
3. Kapasitas Kalor
Perubahan entalpi untuk proses yang tidak isotermal memerlukan perhitungan lain, yaitu dengan kapasitas kalor.
Kapasitas kalor (C) adalah jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu sistem satu derajat atau C = ππ
ππ
Jika tekanan luar konstan maka qp = βH, dan bila proses isovolum maka qv = βH. Jadi, ada dua macam kapasitas kalor, yaitu :
a. Pada tekanan tetap Cp = (ππ»
ππ)p (JK-1) b. Pada volume tetap Cp = (ππ
ππ)v (JK-1)
Dalam perhitungan sering diperlukan nilai kapasitas kalor tiap mol zat yang disebut Kapasitas Kalor Molar yaitu :
Cp = πΆπ
π (JK-1 mol-1) Cv = πΆπ£
π (JK-1 mol-1)
nilai cp dan cv mempunyai hubungan : cp β cv = R dengan R adalah tetpan gas ideal (8,314 J mol-1 K-1). Nilai cp suatu zat dapat diukur dengan percobaan di laboratorium (Tabel 9.2).
Suatu sistem yang mengalami perubahan suhu pada tekanan tetap akan disertai oleh pemasukan atau pengeluaran kalor. Besarnya kalor dapat dihitung dari jumlah mol dan perbedaan suhu.
Pada tekanan tetap: q = βH = ncp ( T2 β T1) Pada proses isovolum :q = βU = ncv ( T2 β T1)
Tabel 9.2 Kapasitas kalor molar (cp) beberapa zat
BAB X TERMOKIMIA
Penerapan hukum pertama termodinamika terhadap peristiwa kimia disebut termokimia, yang membahas tentang kalor yang menyertai reaksi kimia. Reaksi kimia termasuk proses isothermal dan bila dilakukan di udara terbuka maka kalor reaksi.
qp = βH
akibatnya, kalor dapat dihitung dari perubahan entalpi reaksi:
q = βHreaksi = Hhasil reaksi β Hpereaksi
Supaya terdapat keragaman harus ditetapkan keadaan standar, yaitu 250C dan tekanan 1 atm. Dengan demikian, perhitungan termokimia pada keadaan standar yaitu, contoh:
AB + CD AC + BD βH0 = x kJ mol-1
βH0 adalah lambang (notasi) perubahan entalpi reaksi pada keadaan standar.
A. Jenis-Jenis Kalor
Ditinjau dari jenis reaksi, terdapat 4 jenis kalor sebagai berikut :
1. Kalor Pembentukan
Kalor pembentukan merupakan kalor yang menyertai pembentukan 1 mol senyawa langsung dari unsur-unsurnya.
Contoh: ammonia (NH3) harus dibuat dari gas nitrogen dan hidrogen, sehingga reaksinya :
Karena NH3 harus 1 mol maka koefisien reaksi nitrogen dan hydrogen boleh dituliskan sebagai pecahan. Energi yang dilepaskan sebesar 46 kJ mol-1 disebut kalor pembentukan
ammonia (βH0 NH3).
Contoh lain: C(s) + O2(g) CO2(g) βHf0 = -394kJ mol-1 Berarti βH0 CO2 = -394 kJ mol-1
2. Kalor Penguraian
Kalor penguraian adalah kalor yang menyertai penguraian 1 mol senyawa langsung menjadi unsur-unsurnya.
Contoh:
3. Kalor Penetralan
Kalor penetralan adalah kalor yang menyertai pembentukan 1 mol air dari reaksi penetralan (asam dan basa).
Contoh :
4. Kalor Reaksi
4. Kalor Reaksi