• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Periodik Unsur

Dalam dokumen BAHAN AJAR KIMIA UMUM (Halaman 105-0)

BAB V SISTEM PERIODIK UNSUR

C. Sifat Periodik Unsur

Perbedaan inti dan jumlah elektron akan mengakibatkan ukuran atom suatu unsur berbeda dari atom lain. Ukuran itu dinyatakan dengan jari-jari atom. Jari-jari atom adalah jarak antara dua atom sejenis yang terikat dalam ikatan tunggal.

Contoh klor, jari-jari dihitung dari panjang ikatan molekul Cl2 (Cl – Cl). Panjangnya 1,98 A0, maka jari-jari atom klor adalah setengahnya, yaitu 0,99A0.

Atom dapat menjadi ion positif atau ion negatif. Ion positif terjadi bila atom kehilangan elektron, maka jari-jari ion positif lebih kecil dari atomnya. Ion negatif terbentuk bila atom menerima elektron, maka jari-jari ion negatif lebih besar dari atomnya.

Jari-jari atom beberapa unsur dapat dilihat pada Gambar 5.3. unsur golongan utama mempunyai satu jenis ion yang stabil, sedangkan golongan transisi mempunyai dua atau lebih ion yang stabil.

Gambar 5.3 Jari-jari atom (dalam pikometer) unsur golongan utama

Unsur dalam satu periode, mempunyai kulit yang sama, tetapi nomor atom bertambah dari kiri ke kanan, sehingga daya tarik inti pada kulit terluar makin besar dari kiri ke kanan. Contoh: atom Na dan Mg mempunyai nomor atom masing-masing 11 dan 12. Daya tarik inti Na lebih kecil dari pada inti Mg terhadap elektron kulit terluarnya. Akibatnya, jari-jari atom Na (1,90) lebih besar dari Mg (1,60).

Dalam satu golongan, unsur mempunyai elektron valensi sama, tetapi jumlah kulitnya bertambah dari atas ke bawah. meninggalkan atom sehingga membentuk ion positif.

Contoh : Na(g) Na+(g) + e

-Proses ini disebut ionisasi (pembentukan ion).

Energi ionisasi adalah energi minimum yang diperlukan untuk melepaskan satu elektron dari atom berwujud gas pada keadaan dasarnya. Makin besar energi ionisasi, makin sukar untuk melepaskan elektronnya.

Jumlah elektron yang lepas dari suatu atom mungkin satu, dua atau tiga, bergantung pada atom dan energy yang diberikan. Energi untuk melepaskan satu elektron pertama disebut energi ionisasi pertama (I1), kedua disebut energi ionisasi kedua (I2), ketiga disebut energi ionisasi ketiga (I3), contohnya atom Aluminium.

Al(g) Al+(g) + e- ∆H = 577,4 kJ mol-1 (I1) Al+(g) Al2+(g) + e- ∆H = 816 kJ mol-1 (I2) Al2+(g) Al3+(g) + e- ∆H = 2744 kJ mol-1 (I3) Oleh karena itu, untuk unsur yang sama, energi ionisasi selalu bertambah sesuai dengan urutan berikut : I1 < I2 < I3

Berarti setelah satu electron keluar dari atom, daya tarik inti terhadap elektron yang tinggal menjadi besar, karena jari-jari, rA > rA+ > rA2+ > ….

Pengecilan jari-jari terjadi karena elektron saling tolak menolak, dan bila satu elektron keluar maka daya tolaknya menjadi lebih kecil, sehingga terjadi pengerutan seperti Al menjadi Al+. pengecilan juga terjadi bila setelah elektron keluar mengakibatkan jumlah kulit berkurang, seperti Na menjadi Na+.

Tabel 5.3 mencantumkan energi ionisasi untuk 20 unsur pertama yang dinyatakan dalam kilojoule per mol (kJ/mol), yaitu jumlah energi dalam kilojoule yang diperlukan untuk melepaskan 1 mol elektron dari 1 mol atom (ion) dalam keadaan gas. Energi yang diserap oleh atom (atau ion) dalam proses ionisasi mempunyai nilai positif.

Tabel 5.3 Energi Ionisasi (kJ/mol) untuk 20 Unsur Pertama

Nilai energi ionisasi unsur ternyata:

a. Dalam satu perioda, energi ionisasi pertama bertambah dari kiri ke kanan.

b. Dalam satu golongan, energi ionisasi pertama bertambah dari bawah ke atas.

Bila jarak makin kecil maka daya tarik makin besar.

Akibatnya energi ionisasi makin besar. Sebaliknya, bila jarak makin besar maka daya tarik makin kecil. Dalam satu perioda, jari-jari berkurang dari kiri ke kanan, sehingga energy ionisasi pertama bertambah dari kiri ke kanan. Sedangkan dalam satu golongan, energi ionisasi pertamanya akan bertambah dari bawah ke atas, karena jari-jari atomnya makin kecil.

Afinitas Elektron

Afinitas elektron adalah energi yang dilepaskan oleh suatu atom (dalam wujud gas) ketika menangkap satu elektron membentuk ion negatif. Karena energi dilepas, maka harga afinitas elektron diberi tanda minus.

Cl(g) + e¯ → Cl¯(g) (∆H=-348kj)

Unsur golongan utama memiliki afinitas elektron bertanda negatif, kecuali golongan IIA dan VIIIA. Afinitas elektron terbesar dimiliki golongan VIIA. Semakin besar energy yang dilepas, ion negatif yang terbentuk semakin stabil. Atom golongan IIA dan VIIIA tidak membentuk ion negatif yang stabil. Harga afinitas elektronnya positif.

Tabel 5.4 Perkiraan perubahan entalpi untuk atom atau anion

Dari tabel diatas dapat disimpulkan : S(g) + e- → S-(g)EAH = -201 S-(g) + e- → S2-(g)EAH = +640

Atom S yang menerima satu electron menghasilkan anion S- membebaskan energi sebesar 201, sedangkan anion S -menerima satu electron menghasilkan anion S 2-membutuhkan energy sebesar 640, ini disebabkan karena adanya gaya tolak menolak dari muatannya yang sama.

Kecenderungan afinitas electron

a. Dalam satu golongan afinitas elektron dari atas ke bawah makin kecil, karena jari-jari atom bertambah besar.

Meskipun jumlah muatan positif dalam inti bertambah tetapi gaya tarik inti terhadap elektron terluar makin lemah.

b. Dalam satu periode afinitas elektron dari kiri ke kanan makin besar, karena jari- jari atom berkurang, sehingga gaya tarik inti terhadap elektron makin kuat.

BAB VI IKATAN KIMIA

A. Lambang Titik Lewis

Konfigurasi elektron memberikan landasan untuk pembentukan molekul dan senyawa. Gilbert Lewis menyatakan bahwa atom bergabung untuk mencapai konfigurasi elektron yang stabil, yang dicapai jika konfigurasi elektron sama dengan konfigurasi elektron gas mulia. Atom berinteraksi membentuk ikatan kimia hanya dengan elektron valensi. Sistem titik yang disusun oleh Lewis digunakan untuk menggambarkan elektron valensi dari atom-atom yang terlibat dalam pembentukan ikatan kimia.

Lambang Lewis terdiri dari lambang unsur dan titik-titk yang setiap titiknya menggambarkan setiap elektron valensi dari atom-atom unsur. Lambang titik Lewis untuk beberapa unsur dan gas mulia diperlihatkan pada Gambar 6.1. jumlah elektron valensi dalam setiap atom, kecuali Helium, sama dengan nomor golongan dari unsur tersebut. Contoh: atom Li termasuk golongan IA dan memiliki 1 elektron valensi yang digambarkan dengan satu titik; atom Be unsur golongan IIA memiliki 2 elektron valensi (dua titik) dst.

Gambar 6.1 Lambang titik Lewis untuk unsur golongan utama dan gas mulia.

Jumlah titik berkaitan dengan jumlah ikatan yang dapat dibentuk oleh atom.

B. Ikatan Kovalen

Ikatan Kovalen adalah ikatan yang terbentuk dari pemakaian bersama sepasang electron atau lebih. Senyawa kovalen adalah senyawa yang hanya mengandung ikatan kovalen.

Ikatan kovalen dalam atom-atom berelektron banyak hanya melibatkan electron valensi. Contoh: ikatan pada molekul fluorin, F2 (9F Z= 9). Konfigurasi electron F adalah 1s2 2s2 2p5. Electron pada orbital 1s tidak terlibat dalam pembentukan ikatan karena tingkat energinya rendah, maka electron valensi yang dimiliki F (electron pada orbital 2s dan 2p) artinya F mempunyai 7 elektron valensi sehingga mempunyai 7 titik. Sesuai dengan letak golongan atom F berada pada golongan VIIA. Ada satu electron yang tidak berpasangan, sehingga pembentukan molekul F2 adalah:

Perhatikan hanya dua elektron valensi yang terlibat dalam pembentukan F2. Pasangan elektron valensi yang tidak terlibat dalam pembentukan ikatan kovalen disebut pasangan elektron bebas.

Struktur yang digunakan untuk menggambarkan senyawa kovalen F2 disebut struktur Lewis. Struktur lewis adalah penggambaran ikatan kovalen yang menggunakan lambang titik Lewis dimana pasangan elektron ikatan dinyatakan dengan satu garis atau sepasang titik yang diletakkan diantara kedua atom, dan pasangan elektron bebas dinyatakan dengan titik-titk pada masing-masing atom.

Catatan:: hanya elektron valensi yang ditunjukkan pada struktur Lewis.

Atom-atom dapat membentuk berbagai jenis ikatan kovalen yang berbeda. Dua atom yang berikatan melalui sepasang elektron disebut ikatan tunggal. Dalam beberapa senyawa, atom-atom berikatan dengan ikatan rangkap, yaitu ikatan yang terbentuk jika dua atom menggunakan dua atau lebih pasangan elektron secara bersama-sama. Ikatan antara dua atom yang menggunakan bersama dua pasang elektron disebut ikatan rangkap dua. Contoh: ikatan rangkap dua terdapat dalam molekul karbon dioksida (CO2) dan etilena (C2H4):

Ikatan rangkap tiga terbentuk jika dua atom menggunakan bersama tiga pasang electron, seperti dalam molekul N2 :

Molekul asetilena (C2H2) juga mengandung ikatan rangkap tiga, yaitu pada ikatan antara dua atom karbon :

C. Penulisan Rumus Lewis

Rumus Lewis menggunakan titik cukup sulit untuk senyawa-senyawa beratom banyak (poliatom), tetapi dapat disederhanakn dengan cara garis. Dalam cara ini, dua (sepasang) electron dilambangkan dengan satu garis (-), sehingga atom dalam senyawa harus mempunyai empat garis, kecuali H satu garis. Langkah-langkah cara ini sebagai berikut:

a. Jumlahkan semua elektron valensi atom dalam senyawa.

b. Tentukan jumlah garis dengan membagi dua jumlah elektron itu.

c. Letakkan atom-atom secara berdekatan sesuai dengan struktur molekulnya.

d. Beri garis tiap atom sehingga jumlah masing-masing empat, dan jika perlu beri dua atau tiga garis antara dua atom.

e. Jumlah semua garis harus sesuai dengan yang dihitung pada b.

D. Muatan Formal

Muatan formal suatu atom adalah jumlah elektron valensi dalam atom bebas dikurangi dengan jumlah elektron yang dimiliki oleh atom tersebut di dalam struktur Lewis.

Untuk menentukan jumlah electron atom dalam struktur Lewis, kita gunakan aturan berikut:

1. Semua elektron nonikatan dalam atom tersebut dinyatakan milik atom itu.

2. Kita membagi ikatan antara atom tersebut dengan atom lain dan menyatakan separuh elektron ikatannya sebagai milik atom tersebut.

Contoh 1 :

Molekul ozon (O3), struktur Lewis untuk O3.

Muatan formal pada setiap atom dalam O3 dapat dihitung dengan menurut skema berikut:

Elektron valensi 6 6 6

Elektron yang dinyatakan “milik” atom 6 5 7 Selisihnya (muatan formal) 0 1 -1 Contoh 2 :

Tulislah muatan formal pada ion karbonat!

Muatan formal pada setiap atom dapat dihitung dengan menggunakan prosedur yang telah diberikan.

Muatan formal Atom C: 4 – 4 = 0

Muatan formal Atom O pada C=O : 6 – 6 = 0 Muatan formal Atom O pada C – O : 6 – 7 = -1 Muatan formal Atom O pada C – O : 6 – 7 = -1 E. Konsep Resonansi

Struktur Resonansi adalah salah satu dari dua atau lebih struktur Lewis untuk satu molekul yang tidak dapat dinyatakan secara tepat dengan hanya menggunakan satu struktur Lewis.

Contoh struktur Lewis Ozon (O3) :

Berdasarkan struktur di atas, ikatan O – O dalam O3

diperkirakan akan lebih panjang dari pada ikatan O══O, karena ikatan rangkap dua telah diketahui lebih pendek dibandingkan ikatan tunggal. Tetapi data percobaan menunjukkan bahwa panjang kedua ikatan oksigen dengan oksigen adalah sama panjang (128 pm). Masalah ini diatasi dengan menggunakan kedua struktur Lewis untuk menyatakan molekul ozon:

Kedua struktur itu masing-masing disebut sebagai struktur resonansi. Tanda panah dua arah menyatakan bahwa struktur-struktur yang diberikan merupakan struktur resonansi. Istilah resonansi berarti penggunaan dua atau lebih struktur Lewis untuk menggambarkan molekul tertentu.

Contoh lain dari resonansi adalah ion karbonat :

F. Teori Tolakan Pasangan Elektron Valensi

Setelah Lewis berhasil menggambarkan electron valensi dalam senyawa kovalen, timbul upaya untuk meramalkan struktur molekul senyawa ini. Struktur senyawa kovalen sangat ditentukan oleh bentuk electron valensi atom pusatnya. Bentuk itu dipengaruhi oleh jumlah pasangan elektronnya, baik yang terikat maupun yang bebas.

Menurut Gillespie dan Nyholm, pasangan electron valensi atom mempunyai gaya tolak menolak (Gaya Coulomb) karena electron bermuatan negatif. Berdasarkan itu, mereka mengemukakan suatu gagasan yang disebut teori tolakan pasangan electron valensi (VSEPR= valence shell electron repulsion). Karena tolakan, pasangan akan menempati ruang sesuai dengan jenisnya, apakah pasangan bebas, atau pasangan terikat dalam bentuk ikatan tunggal, rangkap dua, atau rangkap tiga. Contohnya SO2 :

Dalam SO2, atom pusat S mempunyai sepasang electron bebas, sepasang electron dalam ikatan tunggal dan dua pasang dalam ikatan rangkap dua. Jumlah atom atau substituent yang terikat pada atom pusat disebut bilangan koordinasi (BK). Jadi, atom S mempunyai BK = 2 dan satu pasangan bebas (PB).

BK = 3 BK = 5

PB = 1 PB = 0

Dari jumlah BK dan PB atom pusat dapat diramalkan struktur molekul senyawa dengan teori VSEPR, berdasarkan aturan pasangan elektron cenderung meminimumkan gaya tolakan sesamanya. Atom pusat yang tidak mempunyai pasangan bebas (PB) mempunyai bentuk ideal sesuai dengan BK-nya (Tabel 7.1).

1. BK dua adalah liniear.

2. BK tiga adalah segitiga.

3. BK empat adalah tetrahedron.

4. BK lima adalah trigonal bipiramid.

5. BK enam adalah oktahedron.

Langkah-langkah dalam meramalkan struktur molekul adalah :

a. Menuliskan rumus Lewis molekul.

b. Menghitung jumlah BK dan PB atom pusat dan jumlah ini disebut kelompok pasangan.

c. Menentukan tipe senyawa sesuai dengan kelompok pasangan (sesuai aturan pada Tabel 6.1).

Tabel 6.1 Susunan Pasangan Elektron disekitar Atom Pusat (A) dalam suatu Molekul dan Geometri Beberapa Molekul dan Ion Sederhana yang Atom Pusatnya tidak Memliki Pasangan Elektron Bebas

Molekul yang Atom Pusatnya Tidak Memiliki Pasangan Elektron Bebas AB2 ; Berilium klorida (BeCl2).

1. AB2 ; Berilium klorida (BeCl2) BK = 2, PB = 0 berstruktur Liniear

2. AB3 ; Boron trifluorida (BF3)

BK = 3, PB = 0 berstruktur trigonal planar/segitiga datar

3. AB4 ; Metana (CH4)

BK = 4, PB = 0 berstruktur tetrahedral

4. AB5 ; Fosfro pentaklorida (PCl5)

BK = 5, PB = 0 berstruktur segitiga bipiramida

5. AB6 ; Belerang heksafluorida (SF6)

BK = 6, PB = 0 berstruktur segitiga bipiramida

Molekul yang Atom Pusatnya Memiliki Satu atau Lebih Pasangan Elektron Bebas

a. AB2E ; Belerang dioksida (SO2)

BK = 2, PB = 1 berstruktur V atau “tekuk”

b. AB3E ; Amonia (NH3)

BK = 3, PB = 1 berstruktur segitiga bipiramida

c. AB2E2 ; Air (H2O)

BK = 2, PB = 2 berstruktur menekuk

d. AB4E ; belerang tetrafluorida (SF4)

BK = 4, PB = 1 berstruktur Segitiga bipiramida

BAB VII KIMIA LARUTAN

A. Jenis Larutan

Larutan adalah campuran homogeny dari dua zat atau lebih. Ada enam jenis larutan, bergantung pada wujud asal (padatan, cairan, atau gas) komponen larutan. Kimiawan juga membedakan larutan berdasarkan kemampuannya melarutkan zat terlarut. Larutan yang mengandung jumlah maksimum zat terlarut di dalam pelarut pada suhu tertentu, dinamakan Larutan Jenuh. Sebelum titik jenuh tercapai, larutannya disebut Larutan tak jenuh; larutan ini mengandung zat terlarut lebih sedikit dibandingkan dengan kemampuannya untuk melarutkan. Jenis ketiga, Larutan Lewat Jenuh, mengandung lebih banyak zat terlarut dibandingkan yang terdapat di dalam larutan jenuh.

B. Satuan Konsentrasi

Konsentrasi larutan adalah banyaknya zat terlarut yang ada dalam sejumlah tertentu larutan. Jenis satuan konsentrasi, antara lain :

1. Fraksi Mol (X)

Fraksi mol adalah perbandingan mol salah satu komponen dengan jumlah mol semua komponen. Jika larutan mengandung zat A dan B dengan jumlah mol masing-masing nA dan nB maka fraksi mol masing-masing komponen adalah :

XA = 𝒏𝑨

𝒏𝑨+ 𝒏𝑩 XB = 𝒏𝑩

𝒏𝑩+ 𝒏𝑨

Dalam campuran (larutan) jumlah fraksi mol = 1, sehingga XA + XB = 1

Contoh :

maka, fraksi mol zat terlarut (fraksi mol NaCl) adalah:

XA = 𝑛𝐴

Satuan molaritas adalah mol per liter (mol/Liter).

3. Kemolalan (m)

Kemolalan (m) adalah jumlah mol zat terlarut dalam 1 kg (1000 g) pelarut.

Molalitas (m) = 𝒎𝒐𝒍 𝒛𝒂𝒕 𝒕𝒆𝒓𝒍𝒂𝒓𝒖𝒕 𝒎𝒂𝒔𝒔𝒂 𝒑𝒆𝒍𝒂𝒓𝒖𝒕 (𝐤𝐠)

Contoh :

5,85 g NaCl dilarutkan dalam 500 g air. Tentukan kemolalan NaCl!

• maka molalitas NaCl adalah : molalitas (m) = 𝑚𝑜𝑙 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (kg) = 0,1 𝑚𝑜𝑙

0,5 𝑘𝑔 = 0,2 molal C. Sifat Koligatif Larutan

Sifat koligatif adalah sifat larutan bergantung pada banyaknya partikel zat terlarut dalam larutan dan tidak bergantung pada jenis partikel zat terlarut.

1. Penurunan Tekanan Uap

Jika zat terlarut bersifat tidak menguap, tekanan uap dari larutan selalu lebih kecil daripada pelarut murninya. Jadi, hubungan antara tekanan uap larutan dan tekana uap pelarut bergantung pada konsentrasi zat terlarut dalam larutan.

Hubungan ini dirumuskan dalam Hukum Raoult, yang menyatakan bahwa tekanan parsial pelarut dari larutan (P1) adalah tekanan uap pelarut murni (P10) dikalikan fraksi mol pelarut (X1).

P1 = X1 P10

Dalam larutan yang mengandung hanya satu zat terlarut, X1 = 1 – X2 dimana X2 adalah fraksi mol zat terlarut. dengan pelarut murni) dan ∆P (penurunan tekanan uap). Penurunan tekanan uap (∆P) berbanding lurus dengan konsentrasi

(disini konsentrasi berupa fraksi mol zat terlarut).

• Kita harus cari dahulu fraksi mol pelarut (X1), pelarut disini H2O 2. Kenaikan Titik Didih

Peralihan wujud suatu zat ditentukan oleh suhu dan tekanan, contohnya air pada tekanan 1 atm mempunyai titik didih 1000C dan titik beku 00C. jika air mengandung zat terlarut yang sukar menguap (misalkan gula), maka titik

didihnya akan lebih besar dari 1000C dan titik bekunya lebih kecil 00C. perbedaan ini disebut kenaikan titik didih (∆Tb).

Gambar 8.1 memperlihatkan diagram fasa dari air dan perubahan yang terjadi dalam larutan berair.

Air mendidih pada 1000C, karena tekanan uapnya sama dengan tekanan luar, yaitu 1 atm. Tetapi jika ada zat terlarut, maka tekanan uapnya turun sebesar ∆P atau CC. Akibatnya untuk mendidih diperlukan suhu lebih, yaitu sampai titik D.

Perbedaan suhu itu, sebesar CD, disebut kenaikan titik didih (∆Tb). Tekanan uap larutan lebih rendah daripada tekanan uap pelarut murninya.

Gambar 7.1 Diagram fasa kenaikan titik didih dan penurunan titik beku larutan berair

Kurva putus- putus adalah untuk larutan dan kurva biasa untuk pelarut murni. Titik didih larutan lebih tinggi dibandingkan titik air dan titik beku larutan lebih rendah dibandingkan titik beku air.

Analisis grafis ini menunjukkan bahwa titik didih larutan

lebih tinggi dari titik didih air. Kenaikan titik didih (∆Tb) didefinisikan yaitu :

∆Tb = Tb – Tb0

dimana Tb adalah titik didih larutan dan T 0 adalah titik didih pelarut murni. Karena ∆Tb berbanding lurus dengan penurunan tekanan uap, maka juga berbanding lurus dengan konsentrasi (molalitas) larutan. Dengan kata lain :

∆Tb = Kb m

dimana m adalah molalitas zat terlarut dan Kb adalah konstanta kenaikan titik didih.

Contoh :

Bila 5,5 gram bifenil (C12H10) dilarutkan dalam 100 gram benzena (C6H6), titik didihnya meningkat sebanyak 0,903 0C.

• Langkah pertama cari dlu nilai m (molalitas) molalitas = 𝑚𝑜𝑙 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡

• Maka nilai Kb adalah :

∆Tb = Kb m

0,9030C = Kb x 0,357 mol kg-1 Kb = 0,9030𝐶

0,357 𝑚𝑜𝑙 𝑘𝑔−1 = 2,530C mol-1 kg 3. Penurunan Titik Beku

Penurunan tekanan uap larutan tidak hanya pada suhu 1000C, tetapi juga pada suhu yang lebih rendah sampai ke titik tripel. Hal ini menyebabkan garis kesetimbangan cair-gas (CO) bergeser menjadi DO’. Pergeseran ini menyebabkan titik tripel pindah dari O ke O’. Sejalan dengan itu, garis kesetimbangan padat-cair (BO), juga bergeser ke kiri yaitu ke B’O’. Hal ini mempunyai pengaruh pada titik beku larutan, yaitu lebih rendah dari titik beku air murni. Perbedaan itu disebut Penurunan titik beku (∆Tf). Penurunan titik beku didefinisikan yaitu :

∆Tf = Tf0 - Tf

dimana Tf adalah titik beku larutan dan Tf0 adalah titik beku pelarut murni. Penurunan titik beku (∆Tf) berbanding lurus dengan konsentrasi larutan :

∆Tf = Kf m

dimana m adalah molalitas zat terlarut dan Kf adalah konstanta penurunan titik beku. Tabel 7.1 mencantumkan nilai Kb dan Kf untuk beberapa pelarut.

Tabel 7.1 Konstanta Kenaikan Titik Didih dan Konstanta Penurunan Titik Beku untuk Beberapa Cairan yang

Umum

Tentukan titik beku larutan yang mengandung 0,025 mol gula dalam 250 gram air! (Kf air = 1,860C mol-1 kg dan T 0 = 00C).

Karena ∆Tf belum diketahui, maka harus dicari dulu dengan rumus: ∆Tf = Kf m

• Langkah pertama cari dlu nilai molalitas zat terlarut :

molalitas = 𝑚𝑜𝑙 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 molekul pelarut secara selektif melewati membran berpori dari larutan encer ke larutan yang lebih pekat. Gambar 8.2 mengilustrasikan fenomena ini. Wadah kiri peralatan berisi pelarut murni; wadah kanan berisi larutan. Kedua wadah dipisahkan oleh membrane semipermeabel, yang memungkinkan molekul pelarut melewatinya tetapi menghalangi lewatnya molekul zat terlarut.

Pada awalnya permukaan air di kedua tabung sama tingginya [lihat Gambar 7.2 (a)]. Setelah beberapa saat, permukaan di bagian kanan mulai naik, dan berlanjut sampai mencapai kesetimbangan. Gerakan bersih molekul pelarut melewati membran semipermiabel dari pelarut murni atau dari laruten encer ke larutan yang lebih pekat disebut osmosis. Tekanan osmotik (π) suatu larutan adalah tekanan yang diperlukan untuk menghentikan osmosis. Seperti diperlihatkan Gambar 7.2 (b), tekanan ini dapat diukur langsung dari selisih permukaan-permukaan cairan pada keadaan akhir.

Gambar 7.2 Tekanan ismotik.

(a) Permukaan pelarut murni (kiri) dan permukaan larutan kanan pada awalnya sama tinggi. (b) Selama osmosis, permukaan pada sisi larutan naik sebagai akibat aliran bersih pelarut dari kiri ke kanan. Tekanan osmotic sama dengan tekanan hidrostatik yang diberikan oleh kolom cairan di tabung kanan pada kesetimbangan. Pada dasarnya, pengaruh yang sama terjadi bila pelarut murni digantikan dengan larutan yang lebih encer daripada larutan yang ada disebelah kanan.

Tekanan osmotik larutan dinyatakan sebagai : π = MRT dimana, M adalah molaritas larutan (mol L-1)

R adalah konstanta gas (0,082 L atm K-1mol-1) T adalah suhu mutlah (K)

Contoh :

Hitunglah tekanan osmotik larutan yang mengandung 5 gram gula (C12H22O11) dalam 1,2 L larutan pada suhu 200C. (Mr C12H22O11 = 342 g mol-1).

Diketahui : massa zat terlaru (C12H22O11) = 5 gram volume larutan= 1,2 L

T = 200C Ditanya : π

Jawab :

• Karena yang ditanya tekanan osmotik, maka rumus yang digunakan adalah π = MRT.

T = 20 + 273 K = 293 K

• Untuk mencari M (molaritas) maka rumus yang digunakan :

M = 𝑚𝑜𝑙 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙𝑟𝑢𝑡 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛

mol C12H22O11 = 5 𝑔𝑟𝑎𝑚

342 𝑔 𝑚𝑜𝑙−1 = 0,0146 mol M = 𝑚𝑜𝑙 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙𝑟𝑢𝑡

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 = 0,0146 𝑚𝑜𝑙

1,2 𝐿 = 0,012 mol L-1 a. Maka nilai tekanan osmotik adalah :

π = MRT

π = 0,012 mol L-1 x 0,082 L atm K-1mol-1 x 293 K π = 0,28 atm.

BAB VIII ASAM DAN BASA

A. Teori Asam Basa

Air murni tidak mempunyai rasa, bau, dan warna. Bila mengandung zat tertentu, air dapat terasa asam, pahit asin dan sebagainya. Cairan yang berasa asam disebut larutan asam, yang terasa asin disebut larutan garam, sedangkan yang terasa licin dan pahit disebut larutan basa. Cara yang baik untuk membuktikan larutan bersifat asam atau basa yaitu dengan menggunakan kertas lakmus. Jika kertas lakmus dicelupkan kedalam larutan asam maka akan berwarna merah, sedangkan jika kertas lakmus dicelupkan kedalam larutan basa maka akan berwarna biru.

Pada tahun 1884, Svante August Arrhenius menyatakan bahwa sifat asam dan basa suatu zat ditentukan oleh jenis ion yang dihasilkan dalam air. Asam adalah senyawa yang melepaskan H+ atau H3O+ dalam air dan Basa adalah yang melepaskan OH-.

Secara kimia dapat dinyatakan :

Asam : HA + aq H+(aq) + A-(aq) Basa : BOH + aq B+(aq) + OH-(aq)

Tabel 8.1 Beberapa asam yang Umum

-Senyawa yang bereaksi dengan air dan menghasilkan OH -adalah oksida logam, contohnya Na2O, K2O, CaO, SrO dan BaO.

Na2O + H2O 2NaOH K2O + H2O 2KOH CaO + H2O Ca(OH)2 SrO + H2O Sr(OH)2 BaO + H2O Ba(OH)2

2. Garam

Garam adalah senyawa antara ion positif basa dengan ion negatif asam. Reaksi asam dengan basa disebut juga reaksi penggaraman.

Asam + Basa Garam + Air

Contoh garam yaitu: NaCl, K2SO4, BaC2O4, LiBr, CH3COOK, Sr(NO3)2 dsb.

B. pH Larutan Asam dan Basa Kesetimbangan Air

Air murni mengandung ion dalam jumlah kecil. Hal ini

Air murni mengandung ion dalam jumlah kecil. Hal ini

Dalam dokumen BAHAN AJAR KIMIA UMUM (Halaman 105-0)