• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3. Aktivitas Enzim

4.3.1. Enzim papain

Enzim papain merupakan suatu sulfhidril protease dari getah pepaya (Muchtadi et al. 1992). Enzim ini mempunyai spesifikasi yang luas dan telah banyak digunakan pada berbagai industri. Enzim papain yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengempuk daging komersial. Penentuan aktivitas enzim papain terimobil dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan enzim imobil semi basah. Enzim imobil dalam kondisi semi basah dimaksudkan untuk mempermudah penggunaannya dan mudah mengembalikan bahan penyangga kitosan pada bentuk semula, selain itu enzim papain semi basah lebih mudah dipertahankan stabilitasnya selama penyimpanan terhadap pengaruh suhu dan mikroorganisme yang dapat menurunkan aktivitas enzim yang terikat pada matriks. Data hasil imobilisasi yang diperoleh disajikan pada Gambar 10 sebagai rata-rata, sedangkan data mentah hasil pengukuran aktivitas enzim papain terdapat pada Lampiran 4. 0.01080.0119 0.0120 0.0122 0.0122 0.0129 0.0113 0.0128 0.0126 0.0143 0.0190 0.0000 0.0020 0.0040 0.0060 0.0080 0.0100 0.0120 0.0140 0.0160 0.0180 0.0200 A k ti v it as E n z im ( U /m l/ me n it ) 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Perlakuan (g)

Gambar 10. Histogram hubungan perlakuan kitosan terhadap aktivitas enzim papain imobil

Imobilisasi enzim dilakukan dua kali ulangan dengan perlakuan matriks kitosan 0-1 gram. Aktivitas enzim papain yang terukur sangat bervariasi. Enzim papain tanpa perlakuan (0 g kitosan) mempunyai aktivitas rata-rata sebesar 0,0108 U/ml/menit. Enzim papain yang mendapatkan perlakuan kitosan, rata-rata mempunyai aktivitas yang lebih tinggi daripada enzim bebasnya, yaitu berkisar antara 0,0113-0,0190 U/ml/menit. Aktivitas Enzim papain imobil terkecil diperoleh pada perlakuan 0,6 g kitosan yaitu sebesar 0,0113 U/ml/menit, sedangkan aktivitas enzim papain imobil tertinggi yaitu sebesar 0,0190 U/ml/menit diperoleh pada perlakuan 1 g kitosan. Aktivitas enzim imobil sebesar 0,0190 U/ml/menit termasuk sangat rendah bila dibandingkan dengan aktivitas enzim papain murni yang diproduksi oleh Sigma Chemical Co.USA. Hasan (2000) menyatakan aktivitas enzim papain murni yang diproduksi oleh Sigma Chemical Co.USA yaitu sebesar 32887 ± 0,89 U/ml/menit atau 1068,87 U/g untuk getah pepaya semangka paris hasil dari pemurnian.

Analisis statistik data terhadap hipotesis rancangan percobaan diperoleh kesimpulan tolak H0. Kesimpulan ini diperoleh dari perbandingan besarnya nilai Fhitung terhadap nilai Ftabel. Nilai

Fhitung yang diperoleh pada selang kepercayaan 95% adalah sebesar 9,643 dan nilai Ftabel yang

diperoleh adalah 2,854 sehingga, terlihat bahwa Fhitung > Ftabel yang berarti terima hipotesis H1.

Hipotesis H1 artinya, ada satu perlakuan kitosan atau lebih yang memberikan pengaruh terhadap aktivitas enzim imobil.

Berdasarkan kesimpulan di atas maka data dianalisis lebih lanjut dengan uji lanjut untuk mengetahui perlakuan mana yang memberikan pengaruh nyata terhadap aktivitas enzim. Uji lanjut terhadap aktivitas enzim setelah diberi perlakuan kitosan menjelaskan bahwa, hanya ada satu perlakuan kitosan yang memberikan hasil berbeda nyata dengan semua konsentrasi perlakuan kitosan (0-0,9 g kitosan) yaitu perlakuan 1 g kitosan.

Nilai aktivitas enzim imobil yang berbeda nyata pada perlakuan 1 g kitosan diduga karena terjadinya konformasi yang tepat pada pembentukan ikatan intramolekul dan intermolekul antara enzim dengan matriks kitosan dan pereaksi glutaraldehid yang ditambahkan. Miao dan Swee (2000) menyatakan bahwa enzim dan kitosan tidak dapat berikatan secara langsung, oleh karena itu diperlukan glutaraldehid sebagai jembatan penghubung. Gugus amino dari kitosan akan berikatan dengan gugus aldehid dari glutaraldehid, demikian juga gugus amino dari enzim akan berikatan dengan gugus aldehid sehingga membentuk suatu jalinan gusus amino-pereaksi-molekul enzim. Mekanisme pembentukan ikatan silang (cross-linking) dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Mekanisme pembentukan ikatan silang (Wang et al. 2005)

Proses pembentukan ikatan silang (cross-linking) yang tepat memungkinkan aktivitas enzim imobil yang dihasilkan cukup tinggi. Reaksi pengikatan yang tepat ini dapat terjadi antara gugus –NH2 dari kitosan secara dominan terhadap gugus fungsional –CHO dari glutaraldehid.

Juang et al. (2002) menjelaskan bahwa selama proses cross-linking gugus –CHO dari glutaraldehid dapat berikatan dengan –NH2 dari kitosan pada dua perbandingan molar yaitu 2:1

dan 1:1. Pengikatan silang pada rasio 1:1 menyebabkan adanya satu gugus –NH2 bebas dari

kitosan yang dapat digunakan pada proses penyerapan sehingga dapat meningkatkan aktivitas enzim. Rasio 1:1 molar artinya satu molekul –CHO dari glutaraldehid hanya berikatan silang dengan satu molekul –NH2 dari kitosan.

Menurut Hsien dan Rorrer (1995) gugus aktif pereaksi bifungsional glutaraldehid (–CHO) bereaksi secara simultan dengan dua sisi aktif dari kitosan (–NH2) selama proses pengikatan

silang. Jumlah grup amino dari kitosan di alam kira-kira 6,2 × 10-4 mol dan jumlah maksimum dari glutaraldehid yang bereaksi dengan kitosan hanya 4,10 × 10-4 mol. Fakta inilah yang

R – NH2 H – C – C – H O O R – N = C – C – H H O NH2 - Enzim R – N = C – C = N – Enzim H H Kitosan

menyebabkan terjadinya mekanisme pengikatan silang antara satu molekul gugus –CHO glutaraldehid dengan satu molekul gugus amino kitosan. Hsien dan Rorrer (1995) menambahkan bahwa fenomena crosslinking ini juga dapat terjadi karena adanya polimerasi glutaraladehid yang dipengaruhi pH.

Hasil uji lanjut yang tidak menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata dari berbagai perlakuan kitosan terhadap aktivitas enzim yang dihasilkan dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Reaksi glutaraldehid atau matriks kitosan dengan gugus sulfhidril pada sisi aktif enzim merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas enzim. Faktor berikutnya yang dapat menurunkan daya katalitik enzim adalah perubahan konformasi protein enzim.

Perubahan konformasi terjadi karena modifikasi asam amino baik pada sisi aktif maupun non aktif enzim selama proses imobilisasi. Perubahan konformasi ini terjadi karena reaksi asam amino yang bersangkutan dengan senyawa pengikat atau matrik penyangga yang ditambahkan, selain itu perubahan konformasi ini juga dapat disebabkan oleh perubahan gaya-gaya yang menentukan keseluruhan struktur enzim seperti gaya elektrostatik, gaya vander walls dan interaksi hidrofobik. Perubahan ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan selama proses imobilisasi dan penambahan molekul polimer penyangga atau senyawa kimia lain yang menginduksi perubahan tersebut (Suhartono 1989).

Aktvitas enzim yang tidak berbeda nyata pada berbagai perlakuan kitosan ini diduga juga karena kondisi operasional yang menimbulkan denaturasi protein. Penurunan aktivitas selama proses operasi dipengaruhi oleh kecepatan aliran substrat atau pelarut kimia yang digunakan selain oleh perubahan pH, suhu, kekuatan ion dan kondisi fisik lainnya (Suhartono 1989).

Imobilisasi enzim dengan menggunakan metode cross-linking umumnya akan menyebabkan enzim mengalami pengikatan silang setelah absorpsi pada zat penyangga atau matriks yang sesuai (Smith 1990). Adsorpsi awal enzim terhadap matriks kitosan diduga membentuk suatu ikatan ionik antara enzim dengan gugus amin dari kitosan dan dilanjutkan pengikatan silang dengan bantuan pereaksi glutaraldehid mengakibatkan pembentukan ikatan kovalen antara enzim dengan matriks yang mempunyai gugus fungsi aldehid. Pembentukan jaringan ini memungkinkan inhibitor tidak dapat menginaktivasi enzim, selain itu juga memungkinkan gugus aktif dari enzim papain bebas untuk bereaksi dengan substrat sehingga akan mampu meningkatkan daya katalitiknya (Goldstein, Mannecke 1976).

Glutaradehid telah digunakan secara intensif dalam imobilisasi enzim. Wirawan (1987) menyatakan, pereaksi glutaraldehid banyak dipakai dalam penelitian imobilisasi enzim karena relatif murah dan metodenya juga mudah. Glutaraldehid telah digunakan juga sebagai pereaksi pengimobilisasian papain pada berbagai matriks. Konsentrasi glutaraldehid yang digunakan pada penelitian ini adalah 1% dengan konsentrasi dalam campuran 0,1% total volume. Konsentrasi yang sama juga telah digunakan untuk mengimobilisasi enzim papain pada matriks kitin kepiting (Finley et al. 1997 diacu dalam Heryani 1998) dan Wirawan (1987) untuk mengimobilisasi papain

pada kitin cangkang udang, sedangkan Mayangsari (1995) menyatakan bahwa penggunaan glutaraldehid 0,1% adalah baik untuk menentukan protease imobil selanjutnya.

Dokumen terkait