• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Epidemiologi

Resistensi primer adalah strain Mycobacterium tuberculosis yang mengalami resisten terhadap obat antituberkulosis dimana pasien yang tidak memiliki riwayat pengobatan sebelumnya atau telah mendapat pengobatan antituberkulosis dengan lamanya kurang dari 1 (satu) bulan.

22

2.2. Epidemiologi

5,23,24

Kasus resistensi pada penderita TB yang belum mendapat pengobatan OAT atau telah mendapat pengobatan OAT yang kurang dari satu bulan disebut dengan resistensi primer (primary resistance/ resistance among new case). Pada resistensi ini individu terpajan dengan M. tuberculosis yang resisten terhadap OAT.24 Penemuan kasus resistensi pada penderita TB yang belum mempunyai riwayat mengkonsumsi obat antituberkulosis (OAT) sering digunakan untuk mengevaluasi penularan terbaru atau tertular galur kuman resisten. 6,25

Resistensi diantara kasus baru didefinisikan resistensi dari isolate M. tuberculosis pada pasien dengan kriteria berdasarkan hasil anamnese yang

menyangkal mendapatkan terapi antituberkulosis sebelumnya atau tidak dapat dibuktikan adanya riwayat OAT.

Secara umum resistensi terhadap OAT dibagi menjadi: resistensi primer, resistensi sekunder dan resitensi inisial. Resistensi primer adalah resistensi yang terjadi M. tuberculosis terhadap OAT, dimana penderita tidak memiliki riwayat pengobatan OAT atau telah mendapat pengobatan OAT, namun kurang dari 1 (satu) bulan. Sedangkan resistensi sekunder, pasien telah mempunyai riwayat pengobatan OAT minimal 1(satu) bulan. Pada resistensi inisial, bila tidak diketahui pasti apakah pasien sudah ada riwayat pengobatan OAT sebelumnya atau belum pernah.

5

WHO pada tahun 2001 telah mendata dan melaporkan negara-negara yang perlu mewaspadai akan marak terjadinya kasus TB-MDR, diantaranya: Afghanistan, Bangladesh, Brazil, Cambodia, China, Democratic Republic of Congo, Ethiopia, India, Indonesia, Kenya, Mozambique, Myanmar, Nigeria, Pakistan, Philippines, Russia, South Africa, Tanzania, Thailand, Uganda, Vietnam, dan Zimbabwe.

22

26

Diperkirakan jumlah kasus TB-MDR yang terjadi di seluruh dunia pada tahun 2004 adalah 424.203 (95% CI, 376.019 – 620.061) atau 4,3% (95% CI, 3,8% -6,1%) dari semua kasus baru dan telah mendapat pengobatan TB sebelumnya. Dalam tahun yang sama, terdapat 181.408 (95% CI, 135,276-319,017) di perkirakan terjadi kasus TB-MDR diantara kasus TB yang telah mendapat pengobatan sebelumnya. Tiga negara China, India dan Federasi Rusia menunjukkan angka kasus TB-MDR sebesar 261.362 (95% CI, 180,779-414,749) atau 62% dari beban global diperkirakan.27

Hasil surveilans global menjelaskan bahwa M. tuberculosis yang resisten terhadap OAT telah menyebar dan menjadi ancaman terhadap program pengendalian tuberkulosis di berbagai negara. Enam negara dengan kekerapan TB-MDR tinggi di

dunia adalah Estonia, Kazakhstan, Latvia, Lithunia, bagian dari Federasi Rusia dan Uzbekistan. WHO memperkirakan ada 300.000 kasus baru TB-MDR dalam setiap tahunnya. M. tuberculosis yang resisten terhadap OAT akan semakin bertambah, saat ini 79% dari TB-MDR adalah “super strains” yang resisten paling sedikit 3 atau 4 obat antituberkulosis.28

Berikut ini prevalensi dari resistensi obat dan TB-MDR pada TB kasus baru berdasarkan lima wilayah di berbagai belahan dunia (dalam %).29

Table 1 Prevalensi rata-rata terjadinya resistensi obat, poliresistensi dan TB-MDR diantara TB kasus baru dari berbagai wilayah (%)29

Wilayah Monoresisten Poliresisten TB-MDR Afrika 7.1 1.3 1.4 Amerika 9.7 2.1 1.1 Mediterania Timur 9.9 2.5 0.4 Eropa 8.4 1.1 0.9 Asia tenggara 19.8 4.0 1.3 Pasifik Barat 11.4 2.5 0.9 Rata-rata keseluruhan 10.2 1.9 1.1

Sumber: Referensi WHO 2006

Kegagalan pada pengobatan poliresisten TB atau TB-MDR akan menyebabkan lebih banyak OAT yang resisten terhadap kuman M. tuberculosis. Kegagalan ini tidak hanya merugikan pasien tetapi juga meningkatkan penularan pada masyarakat. Resistensi obat anti TB (OAT) adalah suatu fenomena akibat perbuatan manusia, pengobatan penderita TB yang tidak adekuat menyebabkan terjadinya

penularan dari pasien TB-MDR ke orang lain/ masyarakat. Faktor penyebab resitensi OAT terhadap kuman M. tuberculosis antara lain: 1). Faktor Mikrobiologik, diantaranya yaitu: Resisten yang natural, Resisten yang didapat, Amplifier effect, Virulensi kuman, Tertular galur kuman yang telah MDR; 2). Faktor Klinik, yang bergantung pada Obat, Penyelenggara Kesehatan dan pasien itu sendiri. Faktor klinik obat, diantaranya: Pengobatan TB dalam jangka waktu yang lama (lebih dari 6 bulan); Obat OAT dapat menyebabkan efek samping sehingga pengobatan tidak lengkap sampai selesai; Obat tidak dapat diserap dengan baik misal rifampisin diminum setelah makan, atau ada diare; Kualitas obat kurang baik misal penggunaan obat kombinasi dosis tetap (fixed dose combinations) yang mana bioavibiliti rifampisinnya telah berkurang; Regimen/ dosis obat yang tidak tepat; Harga obat yang mahal/ tidak terjangkau oleh penderita; Ketersediaan/ pengadaan obat yang tidak berkisinambungan. Sedangkan pada Penyelenggara Kesehatan, faktor penyebab terjadinya resistensi OAT, diantaranya: Keterlambatan dalam menegakkkan diagnosis; Pengobatan tidak mengikuti atau tidak adanya pedoman/ guideline; Penggunaan paduan OAT yang tidak adekuat yaitu karena jenis obatnya yang kurang atau karena lingkungan tersebut telah terdapat resitensi yang tinggi terhadap OAT (dalam hal ini Rifampisin atau INH); Tidak ada/ kurangnya pelatihan TB terhadap tenaga kesehatan; Tidak ada pemantauan pengobatan; Fenomena addition syndrome yaitu suatu obat yang ditambahkan pada satu paduan yang telah gagal. Bila kegagalan ini terjadi karena kuman tuberkulosis telah resisten pada paduan yang pertama maka ”penambahan” satu jenis obat tersebut akan menambah panjang daftar obat yang resisten; Organisasi program nasional TB yang kurang baik.28,30

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya TB-MDR diantaranya: pengobatan yang tidak memadai (monoterapi, kombinasi obat yang tidak tepat, dosis

sub optimal, lama terapi relatif singkat, keterlambatan diagnosis); Komunitas (lingkungan yang buruk, sosial ekonomi yang rendah, pendidikan dan pengetahuan yang rendah); Genetika dan faktor lain kepatuhan berobat yang rendah, pertahanan tubuh yang menurun, infeksi mikobakterium lain, infeksi HIV, penghambat patologis).31

Zhang dan kawan-kawan tahun 2009 menyatakan bahwa penderita TB dengan diabetes mellitus (DM) memiliki proporsi yang lebih tinggi secara bermakna akan kejadian TB-MDR bila dibandingkan dengan penderita TB yang tidak menderita DM. Selanjutnya, proposi yang tinggi ini terdapat kontrol pengobatan diabetes yang buruk.

2.3. Patogenesis

Dokumen terkait