• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Patogenesis

2.3. Patogenesis 32

Lima celah penyebab terjadinya TB-MDR (“SPIGOTS”): 1. Pemberian terapi TB yang tidak adekuat akan menyebabkan mutants resisten. Hal ini amat ditakuti karena dapat terjadi resisten terhadap OAT lini pertama; 2. Masa infeksius yang terlalu panjang akibat keterlambatan diagnosis akan menyebabkan penyebaran galur resitensi obat. Penyebaran ini tidak hanya pada pasien di rumah sakit tetapi juga pada petugas rumah sakit, asrama, penjara dan keluarga pasien; 3. Pasien dengan TB-MDR diterapi dengan OAT jangka pendek akan tidak sembuh dan akan menyebarkan kuman. Pengobatan TB-MDR sulit diobati serta memerlukan pengobatan jangka panjang dengan biaya mahal; 4. Pasien dengan OAT yang resisten yang mendapat pengobatan jangka pendek dengan monoterapi akan menyebabkan bertambah banyak OAT yang resisten (The amplifier effect). Hal ini menyebabkan seleksi mutasi resisten karena penambahan obat yang tidak multipel dan tidak efektif; 5. HIV akan mempercepat terjadinya terinfeksi TB menjadi sakit TB dan akan memperpanjang periode infeksious.28

2.3.1. Resistensi Rifampisin

Rifampisin adalah semisintetik derivat dari Streptomyces mediterranei, merupakan obat antituberkulosis yang paling kuat dan penting. Memiliki sifat bakterisida intraseluler dan ekstraseluler. Rifampisin sangat baik diabsobsi melalui per oral. Ekskresi melaui hati kemudian ke empedu dan mengalami resirkulasi enterohepatik. In vitro aktif terhadap gram +, gram -, bakteri enterik, mikobakterium, dan klamidia. Secara khusus menghentikan sintesis RNA dengan cara mengikat dan menghambat polymerase RNA yang tergantung DNA (RNA polymerase DNA-dependent) pada sel-sel mikobakterium yang masih sensitif.

Resistensi rifampisin yang didapat merupakan hasil dari mutasi yang spontan mengubah sub unit gen RNA polymerase (rpoB), sub unit gen β-RNA polymerase. RNA polimerase manusia tidak mengikat Rifampisin ataupun dihambatnya. Beberapa studi menunjukkan bahwa 96% strain yang resisten rifampisin telah memiliki mutasi pada daerah inti gen 91-bp. Resistensi muncul segera pada pemakaian obat tunggal.

33, 34,35

2.3.2. Resistensi Isoniasid 33,35

INH adalah obat yang paling terbaik sebagai antituberkulosis setelah Rifampisin. Isoniasid harus diberikan pada setiap terapi TB kecuali organisme telah mengalami resistensi. Obat ini murah, dapat mudah diperoleh, memiliki selektifitas yang tinggi untuk mycobacterium dan hanya 5% yang menunjukkan efek samping. INH merupakan molekul yang kecil, larut dan bebas dalam air, mudah penetrasi ke dalam sel, aktif terhadap mikroorganisme intrasel maupun ekstrasel. Mekanisme kerja INH adalah menghambat sintesis asam mikolat dinding sel melalui jalur yang tergantung dengan oksigen seperti reaksi katalase-peroksidase. INH adalah obat

bakteriostatik pada bakteri yang istirahat dan baktersida pada organism yang bermultiplikasi cepat, baik pada ekstraseluler dan intraseluler.31,35

Lokasi molekul dari resistensi INH telah terungkap. Sebagian besar galur yang resisten INH memiliki perubahan asam amino pada gen katalase-peroksidase (katG) atau promoter lokus dua gen yang dikenal dengan inhA. Produksi berlebih dari gen inhA menimbulkan resistensi INH tingkat rendah dan resistensi silang Etionamida. Sedangkan mutan gen katG menimbulkan resistensi INH tingkat tinggi dan sering tidak menimbulkan resistensi silang dengan Etionamida. Mutasi missense atau delesi katG juga dihubungkan dengan penurunan aktifitas katalase dan peroksidase.33,34,35

2.3.3. Resistensi Etambutol

Etambutol merupakan derivat etilendiamin yang dapat larut dalam air aktif melawan M. tuberculosis, dan stabil terhadap panas. Dalam dosis standart sebagai bakteriostatik aktif melawan M. tuberculosis. Mekanisme kerja etambutol yang utama menunjukkan penghambatan pada enzim arabinosiltransferase sebagai media polimerasi dari arabinosa menjadi arabinogalaktan di dinding sel. Etambutol diabsobsi di saluran pencernaan sebesar 70–80% dari dosis yang diberikan. Kemudian didistribusikan ke seluruh tubuh secara adekuat. Etambutol pada kadar yang tinggi dapat melintasi sawar otak.

Resistensi Etambutol pada M. tuberculosis umumnya dikaitkan dengan mutasi pada gen embB yang merupakan gen yang mengkodekan untuk enzim arabinosiltransferase. Arabinosiltransferase terlibat dalam reaksi polimerasi arabinoglikan (komponen esensial dinding sel M. tuberculosis). Resistensi terjadi akibat mutasi yang menyebabkan ekspresi berlebih produksi dari gen emb atau gen

embB. Mutasi gen embB telah ditemukan pada 70% galur yang resisten dan melibatkan pergantian posisi (replacements ) asam amino 306 atau 406 pada 90 % kasus. Resistensi segera timbul bila obat diberika secara tunggal.

2.3.4. Resistensi Pirazinamid

33,34,35

Pirazinamid merupakan derivat asam nikotinik, obat penting yang digunakan terapi TB jangka pendek. Sebagai bakterisida pada organisme metabolisme lambat dalam suasana lingkungan asam diantara sel fagosit dan granuloma kaseosa. Pirazinamid hanya aktif pada suasana pH yang lebih rendah dari enam (pH <6). Sedikit larut dalam air. Pirazinamid diduga oleh basil tuberkel dikonversikan menjadi produk zat yang aktif yaitu asam pirazinoat. Target dari zat ini pada fatty acid synthase gene (fasI). M. tuberculosis galur yang masih sensitif akan dihambat oleh

Pirazinamaid pada 20 μg/mL. Pirazinamid diabsorbsi dengan baik melalui saluran

pencernaan, konsentrasi dalam plasma berkisar 20–60 μg/mL 1-2 jam setelah dikonsumsi dari dosis harian dewasa yang direkomendasikan 15–30 mg/kgBB (maksimum 2 g / hari). Obat didistribusikan ke seluruh tubuh dengan baik termasuk cairan otak hingga mencapai 50–100% kadar dalam serum.

Resistensi terhadap Pirazinamid dihubungkan dengan kehilangan aktiviti pirazinamidase sehingga pirazinamid tidak lagi dikonversikan menjadi asam pirazinoat. Resistensi ini dihubungkan dengan terjadinya mutasi pada gen pncA yang menyandikan enzim pyrazinamidase. Resistensi Pirazinamid terjadi karena gangguan ambilan Pirazinamid atau mutasi pada gen pncA yang mengganggu konversi Pirazinamid menjadi bentuk aktifnya Asam Pirazinoat.

33,34

2.3.5. Resistensi Streptomisin

Suatu golongan aminoglikosida yang diisolasikan dari Streptomyces griseus, yang diberikan hanya melalui IV atau IM. Streptomisin menghambat sintesis protein dengan cara menimbulkan gangguan pada fungsi ribosom. Dua per tiga galur M. tuberculosis yang resisten terhadap streptomisin diidentifikasi bahwa terjadi mutasi pada satu dari dua target yaitu gen 16s rRNA (rrs) atau gen yang menyandi protein ribosom S12 (rpsL). Kedua target ini diyakini terdapat ikatan ribosom streptomisin.

2.4. Mikobakterium Tuberkulosis

Dokumen terkait