• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 ESTIMASI PARAMETER ELASTISITAS PRODUKTIVITAS DAN

5.2 Estimasi Parameter Usahatani Jagung

Input yang digunakan untuk mengukur elastisitas produktivitas RTU Jagung adalah benih, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja. Pada Tabel 5.6. disajikan distribusi elastisitas produktivitas usaha jagung berdasarkan penggunaan input-nya.

a. Benih

Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi jagung adalah ketersediaan benih yang cukup dan berkualitas. Peningkatan penggunaan bibit yang berkualitas tentunya akan meningkatkan produktivitas usaha tanaman jagung. Sebagai contoh Jawa Timur sebagai sentra produksi jagung menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 persen benih akan meningkatkan produktivitas usaha jagung sebesar 0,20 persen. Namun demikian, tidak semua provinsi menunjukkan hal yang sama. Sebagai contoh di provinsi Jawa Tengah kenaikan 1 persen pemakaian benih justru menurunkan produktivitas jagung sebesar 0,25 persen. Hal ini mengindikasikan penggunaan benih jagung di Jawa Tengah sudah berlebih (Tabel 5.8).

Provinsi Benih Urea TSP Pestisida Tenaga kerja (1) (2) (3) (4) (5) (6) Aceh -0,17 -0,02 0,07 -0,26 0,07 Sumatera Utara -0,27 1,33 -0,52 0,01 -0,02 Sumatera Barat -0,11 0,45 0,11 0,04 0,25 Riau 1,02 0,36 -0,04 0,93 -0,16 Jambi -1,24 1,61 0,28 -0,04 0,30 Sumatera Selatan 0,08 0,53 0,03 -0,14 0,25 Bengkulu 0,14 0,84 0,02 0,11 0,30 Lampung -0,49 1,08 -0,28 0,05 0,12 Jawa Barat -0,82 3,45 0,22 0,00 -0,27 Jawa Tengah -0,25 0,86 0,41 -0,02 -0,23 Di Yogyakarta -0,07 1,21 0,02 0,00 0,18 Jawa Timur 0,20 1,29 0,03 0,01 0,23 Banten 0,36 -0,04 0,25 0,22 -0,71 Bali -0,18 0,88 -0,01 -0,01 0,28

Nusa Tenggara Barat 0,52 1,87 -0,02 0,19 -0,28

Nusa Tenggara Timur 1,16 -0,03 -0,02 -0,14 -0,14

Kalimantan Barat 1,99 -0,99 0,13 0,38 1,25 Kalimantan Tengah 0,22 0,23 0,13 -0,11 -0,26 Kalimantan Selatan 0,96 1,16 0,04 0,48 -0,02 Kalimantan Timur 3,49 3,75 -1,96 0,96 1,19 Sulawesi Utara -0,82 0,83 0,01 -0,12 0,53 Sulawesi Tengah -0,11 -0,01 0,00 0,03 0,34 Sulawesi Selatan -0,05 0,59 0,06 0,02 0,25 Sulawesi Tenggara 0,64 0,07 0,03 -0,01 0,03 Gorontalo 0,80 -0,56 -0,02 -0,08 0,36 Sulawesi Barat 0,48 0,20 -0,03 -0,07 0,01 Maluku 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Maluku Utara 1,66 0,43 -0,15 -0,06 -0,07 Papua Barat 1,66 0,43 -0,15 -0,06 -0,07 Papua 0,44 0,05 -0,04 -0,02 -0,06 Sumber: ST2013-SPD, diolah Tabel 5.8 Distribusi Elastisitas Produksi Jagung Berdasarkan Penggunaan Input (Persen), 2014

Di Indonesia, sebaran provinsi yang menggunakan benih jagung dengan efisien (nilai elastisitas antara 0 dan 1) dan yang berlebihan (nilai elastisitas kurang dari 0) masing-masing berjumlah 12 provinsi. Masih ada 6 provinsi yang penggunaan benihnya masih kurang yaitu Provinsi Riau, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Maluku Utara, dan Papua Barat (lihat Tabel 5.9 dan Gambar 5.7).

Kategori Elastisitas

e<0 0<e<1 e>1

(1) (2) (3)

Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Bali, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan (12 Provinsi)

Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa Timur, Banten, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Papua (12 Provinsi)

Riau, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Maluku Utara, Papua Barat (6 Provinsi) Sumber: ST2013-SPW, diolah Tabel 5.9 Sebaran Provinsi menurut Kategori Elastisitas Produktivitas RTU Jagung terhadap Penggunaan Benih, 2014

Gambar 5.7

Peta sebaran Provinsi menurut Kategori Elastisitas Produktivitas RTU Jagung terhadap Penggunaan Benih, 2014

b. Pupuk

Petani jagung biasa memupuk tanamannya dengan menggunakan pupuk urea, karena kandungan unsur Nitrogen (N) dalam pupuk cukup tinggi yaitu 46 persen (Saragih, et al., 2013). Menurut Koswara dalam jurnal Saragih, et al., 2013, tanaman jagung mengambil N sepanjang hidupnya. Nitrogen diserap tanaman selama masa pertumbuhan sampai pematangan biji, sehingga tanaman ini menghendaki tersedianya N secara terus menerus pada semua tahapan pertumbuhan sampai pembentukan biji. Pemberian pupuk yang tepat selama pertumbuhan tanaman jagung dapat meningkatkan hasil jagung. Sebagai contoh Provinsi Jawa Timur sebagai sentra produksi jagung menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk urea sebesar 1 persen akan meningkatkan produktivitas tanaman jagung sebesar 1,29 persen. Sementara peningkatan penggunaan pupuk TSP sebesar 1 persen akan meningkatkan produktivitas sebesar 0,03 persen. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk urea lebih signifikan dalam peningkatan produktivitas.

Kategori Elastisitas

e<0 0<e<1 e>1

Urea TSP Urea TSP Urea TSP

(1) (2) (3) (4) (5) (6) Aceh, Banten, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Gorontalo (6 Provinsi) Sumatera Utara, Riau, Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Papua Barat, Papua (15 Provinsi) Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa Tengah, Bali, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Papua Barat, Papua (14 Provinsi)

Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku (17 Provinsi) Sumatera Utara, Jambi, Lampung, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur (7 Provinsi) -Sumber: ST2013-SPW, diolah Tabel 5.10 Sebaran Provinsi menurut Kategori Elastisitas Produktivitas RTU Jagung terhadap Penggunaan Pupuk, 2014

Berdasarkan Tabel 5.10 dan Gambar 5.8 terdapat 14 provinsi di Indonesia yang telah memanfaatkan pupuk urea secara tepat (nilai elastisitas antara 0 dan 1). Enam provinsi lainnya mengalami pemborosan dalam penggunaan pupuk urea (nilai elastisitas lebih dari 0), yaitu Aceh, Banten, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo. Sedangkan terdapat 9 provinsi yang membutuhkan tambahan pupuk urea dalam produksi jagungnya (nilai elastisitas lebih dari 1).

Menurut Darman dan Fathurrahman (1997) dalam Minardi (2002), budidaya tanaman jagung sebagaimana tanaman serealia lainnya memerlukan hara fosfat relatif banyak agar pertumbuhan dan produksi menjadi lebih baik. Hal ini yang menyebabkan adanya 12 di Indonesia yang berlebihan dalam pemberian pupuk TSP untuk produksi tanaman jagung (nilai elastisitas kurang dari 0). Sedangkan terdapat 17 provinsi di Indonesia yang telah efisien dalam menggunakan pupuk TSP untuk meningkatkan produksi jagung. Tidak ada 1 provinsipun yang membutuhkan tambahan pupuk TSP untuk meningkatkan produksi jagung (Tabel 5.10 dan Gambar 5.9).

Sumber: ST2013-SPW, diolah Gambar 5.8

Peta sebaran Provinsi menurut Kategori Elastisitas Produktivitas RTU Jagung terhadap Penggunaan Urea, 2014

c. Pestisida

Penggunaan pestisida yang bijaksana dalam menanggulangi hama dapat meningkatkan produksi tanaman jagung. Sebagai contoh provinsi Jawa Timur dengan elastisitas produktivitas sebesar 0,01 menunjukkan bahwa setiap peningkatan 1 persen pemakaian pestisida akan meningkatkan produktivitas tanaman jagung hanya sebesar 0,01 persen. Dengan kata lain, peningkatan penggunaan pestisida hampir tidak meningkatkan produktivitas RTU jagung.

Di Indonesia terdapat 16 provinsi yang telah menggunakan pestisida secara bijaksana untuk meningkatkan produksi tanaman jagung. Selain itu, terdapat 14 provinsi yang masih berlebihan dalam penggunaan pestisida untuk meningkatkan produkstivitas jagung (Tabel 5.11 dan Gambar 5.10). Hal ini mungkin dimaksudkan sebagai tindakan preventif. Semakin tinggi penggunaan pestisida merupakan refleksi bahwa lokasi tersebut biasanya rawan serangan hama/penyakit (Sumaryanto, 2013).

Sumber: ST2013-SPW, diolah Gambar 5.9

Peta sebaran Provinsi menurut Kategori Elastisitas Produktivitas RTU Jagung terhadap Penggunaan TSP, 2014

Kategori Elastisitas

e<1 0<e<1 e>1

(1) (2) (3)

Aceh, Jambi, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Papua Barat, Papua

(14 Provinsi)

Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku

(16 Provinsi)

-d. Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dalam menentukan tingkat produksi. Faktor tenaga kerja dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu tenaga kerja anggota keluarga dan tenaga kerja yang bukan anggota keluarga (Ola, 2013). Penggunaan tenaga kerja yang efisien akan meningkatkan produktifitas usaha pertanian jagung. Sebagai contoh di Provinsi Jawa Timur, peningkatan tenaga kerja sebesar 1 persen akan meningkatkan produktivitas sebesar 0,23 persen. Dengan kata lain penggunaan tenaga kerja pada usaha jagung di Jawa Timur sudah cukup efisien (Tabel 5.8).

Sumber: ST2013-SPW, diolah Sumber: ST2013-SPW, diolah Tabel 5.11 Sebaran Provinsi menurut Kategori Elastisitas Produktivitas RTU Jagung terhadap Penggunaan Pestisida, 2014

Sumber: ST2013-SPW, diolah Gambar 5.10

Peta sebaran Provinsi menurut Kategori Elastisitas Produktivitas RTU Jagung terhadap Penggunaan Pestisida, 2014

Terdapat 15 provinsi yang secara efisien telah memanfaatkan tenaga kerja yang ada dalam meningkatkan produktivitas tanaman jagung (nilai elastisitas antara 0 dan 1). Selain itu terdapat 12 provinsi di Indonesia yang penggunaan tenaga kerjanya sudah berlebih. Sedangkan dua provinsi lainnya, yaitu Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur membutuhkan tenaga kerja tambahan untuk meningkatkan hasil produksi jagung (Tabel 5.12 dan Gambar 5.11).

Kategori Elastisitas

e<0 0<e<1 e>1

(1) (2) (3)

Sumatera Utara, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Maluku Utara, Papua Barat, Papua (12 Provinsi)

Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, DI Yogyakarta , Jawa Timur, Bali, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat (15 Provinsi)

Kalimantan Barat, Kalimantan Timur (2 Provinsi) Sumber: ST2013-SPW, diolah Sumber: ST2013-SPW, diolah Tabel 5.12 Sebaran Provinsi menurut Kategori Elastisitas Produktivitas RTU Jagung terhadap Penggunaan Tenaga Kerja, 2014

Gambar 5.11

Peta sebaran Provinsi menurut Kategori Elastisitas Produktivitas RTU Jagung terhadap Penggunaan Tenaga Kerja, 2014

Elastisitas Permintaan Input oleh RTU Jagung

Elastisitas permintaan input pada tanaman jagung menggambarkan bagaimana dampak dari persentase perubahan harga input terhadap persentase perubahan permintaan input. Input yang digunakan dalam analisis ini diantaranya adalah benih, pupuk yang terdiri dari urea dan TSP, serta pestisida dan tenaga kerja. Tabel 5.13 menunjukkan persentase provinsi menurut kategori elastisitas permintaan input usaha tani jagung terhadap perubahan harga masing-masing input.

Elastisitas Keterangan Benih

Pupuk

Pestisida Tenaga Kerja

Urea TSP (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) e < -1 Sangat Responsif 6,67 33,33 56,67 80,00 0,00 -1 < e < 0 Kurang Responsif 90,00 36,67 13,33 16,67 10,00 0 < e < 1 Kurang Responsif 3,33 23,33 10,00 0,00 76,67 e > 1 Sangat Responsif 0,00 6,67 20,00 3,33 13,33

Berdasarkan Tabel 5.13, permintaan benih dan pupuk urea oleh RTU jagung di sebagian besar provinsi di Indonesia kurang responsif terhadap perubahan harga. Hal ini terlihat dari banyaknya provinsi yang memiliki elastisitas permintaan benih dan pupuk urea yang berkisar antara -1 sampai 0. Terdapat 27 provinsi (90 persen) yang permintaan benihnya tidak responsif terhadap harga. Sementara untuk pupuk urea terdapat 11 provinsi (36,67 persen). Hal berbeda ditunjukkan oleh input pupuk TSP dan pestisida. Permintaan pupuk TSP dan pestisida cenderung sangat responsif dalam menanggapi perubahan harga. Terlihat dari banyaknya provinsi yang memiliki elastisitas permintaan pupuk TSP dan pestisida yang bernilai kurang dari -1. Untuk lebih jelas, elastisitas permintaan input masing-masing provinsi dapat dilihat pada Tabel 5.14. Sumber: ST2013-SPW, diolah Sumber: ST2013-SPW, diolah Tabel 5.13 Persentase Provinsi Menurut Kategori Elastisitas Permintaan Input Jagung terhadap Perubahan Harga dan Jenis Input di Indonesia, 2014

Provinsi Benih

Pupuk

Pestisida Tenaga Kerja

Urea TSP (1) (2) (3) (4) (5) (6) Sumatera Barat -0,24 -0,23 -0,45 -7,71 0,42 Riau -0,49 -4,46 176,65 -0,59 0,99 Jambi -0,14 -0,34 -0,06 -9,35 0,15 Sumatera Selatan -0,25 -0,07 -1,59 -0,72 0,42 Bengkulu -0,17 0,85 1,15 -1,67 0,08 Lampung -0,36 0,12 -1,22 -6,31 0,48 Jawa Barat -0,68 0,10 0,33 -24,64 0,50 Jawa Tengah -0,27 -0,55 -1,07 -7,21 0,33 Di Yogyakarta -0,87 -0,10 1,86 -30,78 0,08 Jawa Timur -0,42 -0,39 -4,02 -5,87 0,41 Banten -0,01 3,57 0,28 0,00 0,00 Bali -0,65 0,27 -63,20 -108,40 0,94

Nusa Tenggara Barat -0,45 -0,08 -21,62 -3,64 0,77

Nusa Tenggara Timur -0,14 -8,47 -15,34 -2,27 0,59

Kalimantan Barat -0,42 -2,92 -14,15 -0,84 0,14 Kalimantan Tengah -0,46 -2,34 -2,25 -9,08 0,01 Kalimantan Selatan -0,20 0,55 0,99 -0,83 1,31 Kalimantan Timur -0,98 -1,15 -2,53 -1,97 -0,05 Sulawesi Utara -0,25 -0,23 -0,94 -2,99 0,27 Sulawesi Tengah -0,24 -2,05 46,58 -3,78 0,57 Sulawesi Selatan -0,38 -0,33 -0,18 -3,10 0,37 Sulawesi Tenggara 0,12 -3,24 -21,84 -8,40 0,11 Gorontalo -0,16 -0,14 74,59 -1,33 0,54 Sulawesi Barat -0,12 -0,64 -70,60 -1,49 1,22 Maluku -0,03 23,89 274,33 23,80 -0,05 Maluku Utara -0,29 0,85 -9,46 -35,91 0,75 Papua Barat -0,29 0,85 -9,46 -35,91 0,75 Papua -0,10 -3,61 -10,34 -7,49 -0,01 Sumber: ST2013-SPW, diolah Tabel 5.14 Elastisitas Permintaan

Input Usaha Tani Jagung

di Masing-Masing Provinsi di Indonesia, Tahun 2014

Jawa Timur sebagai daerah sentra produksi jagung di Indonesia memiliki elastisitas permintaan benih yang bernilai -0,42. Hal ini berarti kenaikan harga benih sebesar 1 persen akan menurunkan permintaan benih sebesar 0,42 persen. Sementara itu, ketika penggunaan benih bertambah 1 persen, produktivitas akan meningkat 0,20 persen. Dari kedua informasi tersebut dapat diketahui bahwa untuk meningkatkan produktivitas jagung 0,42 persen dapat dilakukan dengan penurunan harga benih sebesar 5 persen.

Hal yang sama juga terjadi pada input pupuk urea. Elastisitas permintaan input yang bernilai -0,39 menunjukkan bahwa di setiap kenaikan harga pupuk urea sebesar 1 persen, permintaan RTU jagung di Jawa Timur terhadap pupuk urea akan berkurang 0,39 persen. Penurunan penggunaan pupuk urea akibat peningkatan harga ini akan mengganggu produktivitas RTU jagung. Menurut hasil estimasi elastisitas poduktivitas, penurunan penggunaan pupuk urea sebesar 1 persen akan menurunkan produktivitas sebesar 1,29 persen. Hal tersebut disebabkan karena pupuk urea sangat bermanfaat bagi tanaman padi karena kandungan nitrogen yang dimiliki. Menurut Sigit dan Marsono (2005), nitrogen berperan dalam pembentukan dan pertumbuhan bagian-bagian tanaman seperti pembentukan klorofil, membentuk lemak, protein dan memacu pertumbuhan daun, batang, dan akar (Wahyudi & Hatta, 2009). Dengan demikian, kurangnya nitrogen akan membuat pertumbuhan tanaman menjadi terhambat.

Sementara itu, sama halnya dengan padi, elastisitas permintaan pupuk TSP oleh RTU jagung di Provinsi Jawa Timur juga sangat responsif terhadap perubahan harga. Kenaikan 1 persen harga pupuk TSP akan membuat permintaan terhadap pupuk tersebut turun 4,02 persen. Jika kita melihat kembali pada elastisitas produktivitas yang dihasilkan, pengurangan penggunaan pupuk TSP tidak terlalu berpengaruh pada produktivitas karena penurunan 1 persen penggunaan pupuk TSP akan menurunkan produktivitas dalam jumlah yang kecil yakni 0,03 persen. Dengan demikian, meskipun penurunan harga pupuk TSP dapat membuat permintaan terhadap pupuk tersebut menurun dalam jumlah yang besar namun hal ini tidak akan berpengaruh pada peningkatan produktivitas RTU jagung di Provinsi Jawa Timur.

Selanjutnya pada input pestisida, elastisitas permintaannya juga tergolong sangat responsif dimana kenaikan 1 persen harga pestisida akan direspon oleh penurunan pestisida sebesar 5,87 persen. Sementara itu, penambahan pestisida tidak berpengaruh pada peningkatan produktivitas. Setiap peningkatan 1 persen penggunaan pestisida hanya akan meningkatkan produktivitas dalam jumlah yang kecil yakni 0,01 persen. Dengan demikian meskipun penurunan harga pestisida dapat meningkatkan penggunaan, namun tidak terlalu berpengaruh pada peningkatan produktivitas RTU jagung.

Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa naik turunnya harga input baik input benih, pupuk urea, pupuk TSP, maupun pestisida akan berpengaruh terhadap produktivitas RTU jagung di Jawa Timur. Dengan demikian, untuk meningkatkan produktivitas RTU jagung di sana, hendaknya kebijakan yang dibuat adalah dengan menurunkan harga

input-input tersebut. Penurunan harga input sendiri dapat dilakukan

dengan pemberian bantuan input secara langsung maupun pemberian subsidi.

5.3. Estimasi Parameter Usahatani Kedelai