• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etnobiologi

Dalam dokumen Ethnobiology of thesamin (Halaman 46-50)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Etnobiologi

Etnobiologi didefinisikan sebagai suatu kajian pengetahuan biologi tradisional dan penilaian pengaruh manusia pada aspek biologi dan lingkungannya (Cotton1996). Sedangkan Society of Ethnobiology mendefinisikan Etnobiologi sebagai suatu studi yang mengkaji dinamika hubungan masyarakat, biota dan lingkunganya pada masa lampau sampai masa

sekarang (Anonim 2010). Studi ini juga dipahami sebagai bidang kajian yang mengungkapkan hubungan masyarakat atau kelompok masyarakat pada etnik tertentu sesuai dengan karakteristik geografisnya dalam mengatur kelompoknya terhadap objek biologi (Suryadarma 2008). Kajian etnobiologi setidaknya mejawab pertanyaan mengenai bagaimana pandangan masyarakat terhadap alam dan bagaimana praktek pemanfaatan dan pengelolaan alam oleh masyarakat (Anonim 2010). Secara luas etnobiologi mengkaji berbagai aspek mengenai: pengetahuan terhadap sumberdaya hayati; pengetahuan terhadap ekologi; pengetahuan terhadap etnobotani cognitive; pengetahuan terhadap budaya materi; pengetahuan terhadap palaeoetnobotani; pengetahuan terhadap fitokimia tradisional; dan pengetahuan terhadap sistem pertanian tradisional (Purwanto 2007).

Adanya perkembangan teknologi dan dinamika masyarakat maka muncul berbagai bidang kajian yang terkait dengan objek-objek biologi oleh kelompok masyarakat. Menurut Cotton (1996) Studi Etnobiologi meliputi berbagai macam kajian antara lain etnobotani, etnomikologi, etnoentomologi, etnozoologi. Etnobiologi juga membahas tentang etnotaksonomi, etnomedisin, ekonomi subsisten, budaya materi dan etnoekologi. Dalam penelitian ini hanya mengkaji etnoekologi, etnobotani dan etnozoologi.

2.2.1 Etnoekologi

Istilah etnoekologi dicetuskan oleh Harold Conklin pada tahun 1954 ketika mempelajari masyarakat Hanunoo di Philipina. Secara istilah Etnoekologi dapat didefinisikan sebagai suatu ilmu multidisiplin yang mengkaji hubungan timbal balik antara aspek pola pikir dan aspek praktis suatu etnik terhadap sumberdaya alam mereka berikut pengaruhnya dalam suatu proses produksi.

Etnoekologi merupakan satu sains yang bertumpu pada kebutuhan praktis (Suryadarma 2008). Merupakan bidang studi yang kehadirannya relatif baru, sehingga terminologinya masih menjadi perdebatan diantara para ahli. Menurut Toledo (1992) bidang ilmu etnoekologi berkembang dari 4 bidang ilmu yaitu: etnobiologi, agro-ekologi, etnosain dan geografi lingkungan. Kajiannya bertumpu pada bagaimana pemanfaatan alam oleh kelompok masyarakat sesuai ragam kepercayaan, pengetahuan, dan bagaimana pandangan kelompok etnis tersebut dalam pemanfaatan sumberdaya alam (Toledo 1992, Suryadarma 2009). Pandangan masyarakat terhadap alamnya (corpus), dan rangkaian proses

pengelolaan sumberdaya alam (praxis), pengamatan terhadap karakteristik dan penilaian dinamika kualitas ekosistemnya adalah wujud totalitas kegiatannya. Corpusnya mencakup simbol, konsepsi dan persepsi masyarakat terhadap alam dan praksisnya berupa praktek atau rentetan aktivitas dalam pengelolaan sumberdaya alam.

Studi etnoekologi berkembang tidak hanya mempelajari interaksi antara suatu bentuk kehidupan dengan kehidupan lainnya, dan lingkungannya, tetapi bersifat menganalisis secara holistik sampai pada analisis tentang sistem pengetahuan masyarakat lokal dalam mengelola lingkungannnya berikut strategi adaptasi dan sistem produksi yang dikembangkan di lingkungannya tersebut (Purwanto 2007).

Pengetahuan etnoekologi mencakup keseluruhan pengetahuan ekologi yang menganalisis semua aspek pengetahuan lokal masyarakat tentang lingkungannya meliputi persepsi dan konsepsi masyarakat lokal terhadap lingkungannya beserta strategi adaptasi dan sistem produksi serta pengelolaan sumberdaya alam yang terdapat di dalamnya. Pengetahuan ini juga menganalisis pengaruh formatif persepsi lokal tentang lingkungan dan pengetahuan lokal mengenai pembangunan, serta pengaruh semua aktivitas manusia terhadap lingkungannya (Purwanto 2007).

2.2.2 Etnobotani

Istilah etnobotani dikemukakan pertama kali oleh Harshberger pada tahun 1895 yang memberikan batasan etnobotani adalah ilmu yang mempelajari berbagai jenis tumbuhan secara tradisional oleh masyarakat primitif (Walujo 2004). Etnobotani secara sederhana didefinisikan sebagai sebagai kajian interaksi manusia dengan keanekaragaman jenis tumbuhan (Cotton 1996; Martin 1995). Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan kajian etnobotani berkembang menjadi ilmu multidisiplin yang mempelajari hubungan manusia dengan sumberdaya tumbuhan.

Etnobotani secara etimologi terdiri atas dua penggal kata yaitu etno yang berarti bangsa atau kelompok etnis, dan botani yaitu tentang tumbuh-tumbuhan. Faham ini memadukan dalam satu ranah etnologi dan botani yang harus mampu saling mengisi dan menguatkan (Walujo 2009). Pengertian etnobotani harus mampu menungkapkan keterkaitan hubungan budaya masyarakat, terutama

tentang persepsi dan konsepsi masyarakat dalam memahami sumberdaya nabati di sekitar tempat bermukim.

Pengetahuan tradisional tentang botani membahas secara menyeluruh pengetahuan botani yang dimiliki masyarakat lokal. Pengetahuan lokal merupakan pengetahuan masyarakat mencakup segala aspek pemanfaatan, aspek ekologis dan kognitif pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan dan pengelolaannya. Sehingga pengetahuan tradisional ini mencakup seluruh aspek pengetahuan lokal tentang pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam tumbuhan dan lingkungannya, meliputi identifikasi, pemanfaatan dan pengelolaan keanekaragaman jenis tumbuhan secara subsisten, serta sistem pengetahuan dalam konteks sosiologis dan spiritual (Purwanto 2007).

Etnobotani dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk mendokumentasikan pengetahuan masyarakat tradisional yang telah menggunakan berbagai macam jasa tumbuhan untuk menunjang kehidupannya. Pendukung kehidupan untuk kepentingan makan, obat-obatan, bahan bangunan, upacara adat, budaya, bahan bakar, pakan ternak dan lainnya. Semua kelompok masyarakat memiliki ketergantungan terhadap tumbuhan tidak hanya sebagai sumber pangan (Suryadarma 2008).

Peneliti etnobotani dalam melakukan analisis etnosain pengetahuan tradisional harus menitik beratkan pada dunia tumbuhan meliputi berbagai aspek diantaranya adalah pemanfaatannya, pengelolaannya, persepsi dan konsepsi dari berbagai kelompok masyarakat atau etnik yang berbeda. Pada umumnya penelitian etnobotani selalu menitikberatkan pada pengetahuan tradisional masyarakat lokal, namun perkembangan terkini telah dimulai upaya mempelajari etnobotani masyarakat urban, misalnya kelompok masyarakat Matizaro di Amerika tengah (Purwanto 2007); Varanasi Uttar Pradesh, India (Verma et al. 2007)

2.2.3 Etnozoologi

Hewan tidak hanya makhluk yang berguna dan menarik dalam dunia biologi. Sebagian bangsa menganggap bahwa hewan adalah makhluk sosial yang hidup bersama dengan manusia, dan sebagian kebutuhan manusia bergantung pada hewan (Johnson 2002). Studi Etnozoologi mengkaji interaksi antara budaya manusia dengan hewan dan lingkungannya pada masa lampau maupun masa sekarang. Kajian bidang ini mencakup klasifikasi, penamaan dan

pengetahuan keterkaitan dengan budaya masyarakat lokal, dan kegunaannya baik hewan liar maupun hewan budidaya (Johnson 2002). Studi ini juga mempelajari persepsi manusia tentang hewan kaitannya dengaan ajaran moral atau nilai-nilai spiritual (Ellen 1993).

Studi etnozoologi mengkaji pengetahuan masyarakat mengenai pengelolaan sumberdaya hayati fauna. Studi ini sangat jarang dilakukan di Indonesia dan bahkan sangat langka, walaupun sebenarnya masyarakat Indonesia mengenal dengan baik pemanfaatan bebagai jenis hewan (fauna) yang digunakan dalam berbagai kepentingan, seperti sebagai bahan pangan, bahan kerajinan, bahan pakaian, bahan obat-obatan, bahan hiasan, ritual, peralatan dan lain-lainnya.

2.3 Hubungan Masyarakat dengan Sumberdaya Hayati dan Lingkungannya

Dalam dokumen Ethnobiology of thesamin (Halaman 46-50)

Dokumen terkait