• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI DAERAH PENANGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN PRIG

CPUE Oseanograf

4 EVALUASI DAERAH PENANGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN PRIG

Pendahuluan

Peta prakiraan daerah penangkapan ikan (DPI) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberhasilan suatu operasi penangkapan ikan. Keberadaan peta prakiraan DPI potensial di wilayah perikanan Indonesia yang dibuat oleh BPOL belum mampu memberikan informasi yang sesuai dengan perikanan skala kecil, termasuk perikanan cakalang di Perairan Prigi. Perikanan cakalang di Prigi terbagi dalam dua kelompok nelayan yaitu nelayan tonda Jawa (lokal) dan nelayan tonda Makassar. Nelayan tonda Jawa menambahkan alat tangkap lain untuk meningkatkan hasil tangkapan dan menggunakan cahaya lampu untuk mengumpulkan schooling cakalang pada malam hari. Nelayan tonda Makassar memperbesar ukuran kapal untuk menjangkau daerah penangkapan yang lebih jauh dan menggunakan rumpon sebagai daerah penangkapan.

Cahaya merupakan alat bantu penangkapan yang sudah lama digunakan nelayan Indonesia. Sebelum teknologi electrical light berkembang dengan pesat seperti sekarang ini, nelayan-nelayan di berbagai belahan dunia menggunakan cahaya lampu obor sebagai alat bantu penangkapan ikan. Penggunaan lampu untuk penangkapan masih terbatas pada daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di tepi pantai dengan menggunakan alat tangkap beach seine, serok (scoop net) dan pancing (hand line). Namun, saat ini pemanfaatan lampu tidak hanya

terbatas pada daerah pantai saja, tetapi juga dilakukan pada daerah lepas pantai yang penggunaannya disesuaikan dengan keadaan perairan seperti alat tangkap payang, tonda dan purse seine. Rumpon adalah salah satu alat bantu penangkapan ikan yang dipasang di laut, baik laut dangkal maupun laut dalam. Pemasangan tersebut dimaksudkan untuk menarik gerombolan ikan agar berkumpul di sekitar rumpon, sehingga ikan mudah untuk ditangkap. Pemasangan rumpon bermanfaat untuk kegiatan penangkapan ikan sehingga menjadi lebih efektif dan efisien karena tidak lagi berburu ikan tetapi cukup melakukan kegiatan penangkapan ikan di sekitar rumpon tersebut (Simbolon et al. 2009).

Dampak terburuk dari penggunaan cahaya dan rumpon adalah rusaknya siklus hidup ikan tuna. Ikan tuna yang berada di sekitar rumpon biasanya berukuran kecil yang hampir sama dengan ukuran ikan cakalang yang sudah layak tangkap. Nelayan tonda di Prigi menangkap semua ikan yang terpancing karena tetap bisa dijual. Penangkapan cakalang dapat dilakukan dengan cara yang efisien dan efektif melalui pendekatan terhadap penyebaran ikan cakalang di Perairan Prigi. Penyebaran ikan tidak terlepas dari siklus hidup dan migrasi yang dilakukan cakalang. Ada tiga alasan utama yang menyebabkan ikan melakukan migrasi, yaitu (a) mencari perairan yang kaya akan makanan, (b) mencari tempat untuk memijah dan (c) terjadinya perubahan beberapa faktor lingkungan perairan seperti suhu air, salinitas dan arus (Nikolsky 1963). Dengan demikian perubahan ketersediaan SDI pada suatu daerah perairan merupakan respon terhadap dinamika atau perubahan kondisi lingkungan.

Faktor utama yang mempengaruhi penyebaran atau kepadatan ikan antara lain makanan, suhu, salinitas dan konsentrasi oksigen terlarut. Oleh sebab itu, identifikasi parameter perairan dilakukan berdasarkan parameter utama yang berpengaruh seperti suhu permukaan laut (SPL) dan konsentrasi klorofil-a. Nybakken (1982) menyatakan bahwa SPL sangat berpengaruh terhadap aktivitas ikan karena mengatur proses kehidupan dan penyebaran sedangkan tingkat produktivitas perairan ditentukan oleh besarnya kandungan konsentrasi klorofil yang dihasilkan oleh fitoplankton maupun alga. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a sangat terkait dengan kondisi oseanografis suatu perairan (Simbolon et al. 2009). Identifikasi parameter SPL dan klorofil-a secara langsung membutuhkan waktu dan biaya yang besar sehingga dapat memanfaatkan data satelit. Pengkajian dengan data satelit ini sudah dimulai di Indonesia sejak sepuluh tahun terakhir.

Konsentrasi klorofil-a dan SPL dari satelit digunakan untuk mendeteksi penyebaran ikan cakalang dengan manggabungkan produksi hasil tangkapan serta ukuran ikan yang tertangkap. Hubungan SPL dan klorofil-a terhadapat produksi hasil tangkapan serta terhadap ukuran (size) ikan akan mendapatkan pola penyebaran ikan cakalang yang layak untuk ditangkap. Selain itu, evaluasi SPL dan klorofil-a secara spasial dan temporal dapat mengetahui karakteristik perairan di Prigi sehingga dapat dimanfaatkan untuk keperluan penelitian lainnya yang menunjang pengelolaan perikanan.

Parameter oseanografi diharapkan dapat mengetahui penyebaran ikan cakalang secara spasial dan temporal dengan membandingkan terhadap hasil tangkapan dan ukuran ikan. Kemudian aspek penyebaran SDI akan digabungkan dengan aspek SDM, teknologi alat penangkapan dan kapal dengan menggunakan model deskriptif sistem pemetaan DPI potensial di Peraiarn Prigi. Diharapkan

melalui analisis ini dapat menghasilkan peta daerah penangkapan yang sesuai dengan karakteristik perikanan cakalang di Prigi kemudian dapat digunakan untuk mengevaluasi peta prakiraan daerah potensial yang dihasilkan BPOL. Evaluasi ini dilakukan bukan untuk membandingkan atau melihat kelemahan, akan tetapi untuk melengkapi dan memberi masukan sehingga akhirnya diperoleh peta prakiraan yang sesuai dengan perikanan skala kecil di wilayah Indonesia.

Metode Penelitian Pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah metode observasi langsung dan wawancara. Data yang diperlukan terdiri dari data primer yaitu data tentang posisi dan waktu penangkapan, komposisi hasil tangkapan, jumlah dan ukuran hasil tangkapan. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2012 di PPN Prigi. Untuk penentuan sampel kapal dilakukan secara sengaja atau purposif sebanyak 8 kapal tonda dengan pertimbangan sampel kapal beroperasi di Perairan Prigi, sampel kapal layak beroperasi dan sampel kapal terpilih dapat mewakili seluruh jenis unit penangkapan tradisional dengan tujuan utama penangkapannya adalah ikan cakalang. Komposisi jumlah cakalang yang tertangkap dicatat tiap-tiap operasi penangkapan. Penentuan ukuran ikan hasil tangkapan dilakukan dengan cara mengukur 10 ikan cakalang tiap kali proses pemancingan. Untuk mempermudah proses pengambilan data dibagikan kuisioner untuk diisi oleh enumerator yang ditempatkan pada masing-masing kapal sampel. Data hasil tangkapan ikan cakalang tersebut dicatat dalam suatu daftar hasil penangkapan pada setiap unit kapal dan trip operasi penangkapan. Selain data hasil tangkapan langsung, data sekunder hasil tangkapan juga dikumpulkan yaitu data secara time series (bulanan dan tahunan) dari dinas PPN Prigi mulai bulan Januari 2007 sampai Agustus 2012. Data citra satelit SPL dan klorofil-a harian yang dipilih untuk penelitian ini adalah citra satelit yang bersih dari tutupan awan level 3 pada situs http://oceancolor.gsfc.nasa.gov. Selain data SPL dan klorofil harian, diperlukan juga data SPL dan klorofil-a bulanan mulai bulan Januari 2007 sampai Agustus 2012.

Alat yang digunakan dalam evaluasi daerah penangkapan antara lain (a) komputer dari jenis laptop dan pencetak (printer), (b) perangkat lunak (software) SeaDas untuk pengolahan citra satelit, (c) software sistem informasi geografis (SIG) untuk pengolahan dan analisis secara spasial dan (e) software Microsoft Word dan Excel 2007.

Analisis Data Evaluasi peta prakiraan DPI dari BPOL

Evaluasi peta prakiraan DPI yang diterbitkan oleh BPOL dilakukan dengan cara analisis deskriptif. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian indikator gambaran peta prakiraan yang dibuat dengan indikator peta prakiraan DPI yang diharapkan. Indikator peta prakiraan DPI yang diharapkan dapat digunakan oleh nelayan skala kecil dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Indikator evaluasi peta prakiraan DPI

No Indikator Keterangan Ukuran yang Diharapkan

1 Variabel oseanografi

Variabel parameter oseanografi yang mempengaruhi penyebaran ikan cakalang. (SPL, klorofil-a, dan salinitas, dll)

Lengkap

2 Faktor teknis dan SDI

Faktor teknis (SDM, kapal dan teknologi alat penangkapan) dan SDI yang

mempengaruhi akurasi DPI

Lengkap

3 Pengguna Tujuan pembuatan peta mencakup kebutuhan pelaku usaha nelayan

Nelayan skala industri dan tradisional 4 Akurasi

Tingkat kesesuaian peta prakiraan dengan

keberhasilan operasi penangkapan Tinggi 5

Spesifikasi Jenis Ikan Target

Jenis ikan target merupakan jenis

komoditas unggulan 1 jenis ikan target 6 Cakupan wilayah

Luasan area perairan yang dapat

dimanfaatkan potensi perikanan 1 wilayah perairan 7 Distribusi

Pola penyebaran dan informasi peta

prakiraan 1 wilayah perairan

8 Sumber Data

Sumber data yang digunakan untuk

membuat peta prakiraan DPI Primer dan Sekunder 9 Penerapan

Informasi dan fasilitas peta prakiraan dapat

digunakan Digunakan nelayan

Analisis citra satelit

Data citra SPL dan klorofil-a level 3 yang diperoleh dengan mengunduh pada situs http://oceancolor.gsfc.nasa.gov mempunyai ekstensi file *.bz2 diproses dengan analisis digital kemudian ditampilkan dalam bentuk JPEG. Langkah- langkah pemrosesan citra SPL dan klorofil-a adalah sebagai berikut:

1. Pemilihan citra: Citra satelit SPL dan klorofil-a diketahui dengan melakukan analisis digital terhadap citra satelit level 3, dimana pada level ini sudah terkoreksi radiometrik maupun geometrik dengan resolusi 4 km x 4 km. Citra yang dipilih adalah citra harian selama penelitian (Juli-Oktober 2012) untuk data hasil tangkapan harian dan citra bulanan (Januari 2007-Agustus 2012) untuk data hasil tangkapan dengan data time series sebagai pembanding.

2. Pengolahan citra: Citra satelit diolah dengan menggunakan perangkat lunak SeaDAS 6.4. Proses pengolahan citra untuk level 3 ini digunakan program Seadisp (General image and graphics display) yang terdapat pada menu SeaDAS. Citra level 3 ini merupakan file yang sudah terkoreksi baik koreksi radiometrik maupun geometrik dan sudah terolah dalam format HDF (Hierachical Data Format) menjadi konsentrasi klorofil-a dan SPL. Nilai konsentrasi SPL dan klorofil-a yang dihasilkan dapat dibuka pada Microsoft Office Excel untuk diolah lebih lanjut.

3. Pemotongan citra (cropping): Untuk melakukan cropping atau pemotongan citra sesuai dengan daerah yang diinginkan, dilakukan pada menu SeaDAS yaitu pada menu Seadips. Dalam pemotongan citra, masukkan pixel atau line awal dan akhir serta nilai lintang/bujur awal dan akhir. Hal ini bertujuan untuk menampilkan konsentrasi nilai SPL dan klorofil-a dengan color bar ke dalam bentuk JPEG. Dengan adanya tampilan JPEG, maka akan lebih mudah untuk mengamati secara kasat mata.

4. Anotasi citra: Untuk menampilkan citra yang lebih informatif maka dilakukan perbaikan tampilan citra antara lain, landmask, skala warna dan garis pantai menggunakan menu Seadips, yang semuanya terdapat pada menu function. Selain itu perlu juga ditampilkan histogramnya untuk melihat penyebaran konsentrasi SPL dan klorofil-a dalam bentuk tabel.

Analisis hasil tangkapan ikan cakalang

Hasil tangkapan dianalisis dengan teknik statistik deskriptif. Hasil tangkapan dikelompokkan berdasarkan jumlah hasil tangkapan dan unit penangkapannya. Selanjutnya jumlah hasil tangkapan dihitung per upaya penangkapan atau Catch per unit effort (CPUE). Formula yang digunakan untuk mengetahui nilai CPUE adalah sebagai berikut (Gulland, 1983):

����� = ���������� ℎ� i = 1,2,3,...,n

Keterangan:

CPUEi = hasil tangkapan per upaya penangkapan (kg/kapal) dalam hari ke-i

catchi = hasil tangkapan (kg) pada hari ke-i

efforti = upaya penangkapan (kapal) pada hari ke-i

Nilai CPUE kemudian dibuat dalam bentuk grafik atau tabel sehingga menghasilkan informasi untuk mengetahui penyebaran hasil tangkapan cakalang berdasarkan waktu dan daerah penangkapannya.

Hubungan SPL dan klorofil-a terhadap hasil tangkapan

Hubungan antara hasil tangkapan dengan SPL/klorofil-a dicari melalui analisis deskriptif terhadap grafik SPL/klorofil-a dan hasil tangkapan. Hubungan antara dua peubah SPL/klorofil-a dan hasil tangkapan didapat melalui persamaan regresi. Model-model regresi yang digunakan antara lain regresi linear, logarithmic, inverse, compound, power, S, growth, exponential dan logistic. Jenis model regresi yang dipilih merupakan model yang memiliki koefisien determinasi (R2

Penentuan DPI cakalang potensial didasarkan pada empat indikator, yaitu jumlah ikan, ukuran panjang (size) ikan, besarnya konsentrasi SPL dan klorofil-a pada lokasi penangkapan. Masing-masing indikator dianalisis secara parsial dengan sistem pembobotan (scoring) dan hasil evaluasinya digunakan untuk menentukan daerah penyebaran cakalang. Untuk menentukan DPI cakalang potensial menggunakan peta penyebaran ikan dengan memasukkan unsur-unsur yang berpengaruh terhadap sistem pemetaan DPI seperti SDM, teknologi alat penangkapan, kapal dan SDI yang telah terlebih dahulu dianalisis dengan

) tertinggi dan signifikan. Variabel bebas dalam model regresi adalah SPL dan klorofil-a sedangkan variabel tidak bebasnya adalah hasil tangkapan. Pengujian dengan menggunakan uji F dilakukan untuk melihat signifikansi antara kedua variabel.

Penentukan derajat hubungan antara variabel hasil tangkapan dan variabel SPL/klorofil-a dilakukan dengan analisis korelasi. Semakin tinggi nilai korelasi maka hubungan antara kedua koefisien semakin erat. Kisaran nilai koefisien korelasi adalah -1 ≤ r ≤ +1. Korelasi erat jika r ≥ 0.7 dan r ≤ - 0.6 dan korelasi tidak erat jika -0.6 < r < 0.7 (Walpole 1995).

pendekatan sistem dan analisis SEM. Bentuk analisis terhadap keempat indikator adalah sebagai berikut:

1. Hasil tangkapan cakalang: indikator hasil tangkapan dalam penentuan daerah penyebaran cakalang dihasilkan dengan menganalisis rata-rata CPUE kapal tonda selama penelitian. Data ini diperoleh dari hasil tangkapan nelayan setiap operasi penangkapan pada lokasi penangkapan. Hasil tangkapan dikategorikan banyak jika jumlah hasil tangkapannya lebih besar 100 kg, kategori sedang jika jumlah hasil tangkapannya berkisar 75–100 kg dan kategori sedikit jika jumlah hasil tangkapannya lebih kecil dari 75 kg. Kategori ini dihasilkan dari perhitungan CPUE dari data sekunder mulai tahun 2007 sampai 2012.

2. Ukuran panjang ikan cakalang: penentuan daerah penyebaran cakalang yang potensial dilakukan dengan mengukur rata-rata panjang length of maturity (Lm) cakalang. Hal ini dilakukan untuk melihat jenis ikan yang layak tangkap. Setelah dilakukan pengukuran, selanjutnya dapat ditentukan daerah penyebaran cakalang potensial dengan melihat kategori ukuran panjang ikan pada setiap posisi operasi penangkapan ikan. Kategori ukuran panjang cakalang yang layak tangkap (> 40 cm) dan kategori ukuran panjang cakalang yang tidak layak tangkap (≤ 40 cm) (Matsumoto 1984 ).

3. Parameter oseanografi: penentuan daerah penyebaran cakalang potensial berdasarkan indikator SPL/klorofil-a dilakukan dengan menganalisis hubungan SPL/klorofil-a terhadap hasil tangkapan serta menentukan SPL/klorofil-a optimum cakalang. Dalam menentukan SPL/klorofil-a optimum keberadaan ikan cakalang dapat dilakukan dengan membuat diagram pencar sebaran SPL/klorofil-a terhadap CPUE setiap posisi penangkapan pada waktu operasi penangkapan. Hal yang sama juga dilakukan untuk menganalisis hubungan SPL/klorofil-a dengan ukuran ikan yang tertangkap. Perubahan intensitas cahaya akan mengakibatkan terjadinya perubahan suhu air laut baik horizontal, minggua n, bulanan maupun tahunan (Edmondri 1999). Ikan cakalang yang tertangkap di perairan Samudera Hindia berkisar pada suhu 27-30 oC (Tampubolon 1990). Menurut Muklis et al. (2009), nilai kandungan klorofil-a berpengaruh signifikan terhadap hasil tangkapan ikan cakalang. Berdasarkan hal ini, penentuan kategori konsentrasi klorofil-a optimum dilakukan dengan klasifikasi menurut Nontji (1993), yaitu: kategori tinggi (>1 mg/m3), sedang (0.31–1 mg/m3) dan rendah (<0.3 mg/m3

Tahap terakhir dalam penentuan daerah penyebaran ikan cakalang potensial adalah dengan mengelompokkan nilai bobot (scoring) gabungan yang ditentukan melalui penjumlahan nilai bobot dari empat indikator (Tabel 4.2). Kategori nilai bobot gabungan dari keempat indikator dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

).

1. Jika nilai bobot gabungan berada pada kisaran tertinggi, maka daerah penyebarannya dikategorikan sebagai potensial.

2. Jika nilai bobot gabungan berada pada kisaran menengah, maka dikategorikan sebagai sedang potensial.

3. Jika nilai bobot gabungan berada pada kisaran terendah, maka dikategorikan kurang potensial.

Tabel 4.2 Evaluasi daerah penyebaran ikan cakalang

DP** Indikator Kategori Bobot Jumlah*

DP Jumlah HT • Banyak • Sedang • Rendah 5 3 1 Ukuran Panjang Ikan • Layak tankap • Tidak layak 3 1 SPL • Optimum • Tidak optimum 3 1 Klorofil-a • Banyak • Sedang • Rendah 5 3 1

*) Jumlah bobot : 11 – 16 = Potensial ** Daerah penyebaran ikan Jumlah bobot : 6 – 10 = Sedang potensial

Jumlah bobot : 1 – 5 = Kurang potensial

Analisis terhadap aspek teknis dilakukan dengan metode scoring. Nilai-nilai dari unsur-unsur SDM, teknologi alat penangkapan (TAP) dan kapal penangkapan kemudian dilakukan pembobotan (Tabel 4.3). Kategori nilai bobot gabungan dari tiga indikator dikelompokkan menjadi dua, yaitu jika nilai bobot gabungan berada pada kisaran tertinggi (bobot 5-8), maka dikategorikan sebagai potensial dan jika berada pada bawah (bobot 1-4), maka dikategorikan sebagai sedang.

Tabel 4.3 Pembobotan aspek teknis operasi penangkapan Aspek Indikator Keterangan Jumlah

TAP

Penambahan

Alat Adanya perlakuan penambahan alat

Ya 1

Tidak 0

Bahan Bahan yang digunakan merupakan kualitas terbaik

Ya 1

Tidak 0

Rumpon Penggunaan alat bantu rumpon Ya 1

Tidak 0

Cahaya Penggunaan alat bantu cahaya Ya 1

Tidak 0

KAPAL

Kelayakan

melaut Pentingnya fasilitas yang menunjang kelayakan untuk operasi

Ya 1

Tidak 0

Dimensi Pentingnya dimensi kapal yang besar Ya 1

Tidak 0

SDM

Jumlah Pengaruh Jumlah ABK dalam produktivitas hasil tangkapan

Ya 1

Tidak 0

Skill Perlunya keahlian khusus Ya 1

Tidak 0

Pendidikan Perlunya tingkat pendidikan yang tinggi Ya 1

Tidak 0

Umur Pengaruh umur terhadap produktivitas kerja

Ya 1

Tidak 0

Birokrasi Adanya peranan pemerintah Ya 1

Tidak 0

Tabel 4.4 Evaluasi daerah penangkapan ikan cakalang DPI Indikator Kategori Bobot Jumlah*

DPI

Penyebaran Ikan · Potensial 3 · Sedang 1 Aspek Teknis · Potensial 3

· Sedang 1

*) Jumlah bobot : 4 dan 6 = Potensial Jumlah bobot : 2 = Sedang potensial

Peta DPI dihasilkan dari gabungan aspek SDI dengan aspek teknis yaitu peta penyebaran ikan kategori potensial dan sedang digabungkan dengan aspek teknis kategori potensial dan sedang (Tabel 4.4). Peta penyebaran kategori kurang potensial tidak dimasukkan dalam analisis selanjutnya. Hasil peta akan mencakup aspek SDM, SDI, kapal dan teknologi alat penangkapan. Hal ini bertujuan untuk membantu nelayan Prigi yang sebagian besar masih tradisional.

Hasil Penelitian Peta prakiraan DPI oleh BPOL

Peta prakiraan daerah penangkapan ikan (PPDPI) potensial yang terdapat di PPN Prigi masih menggunakan peta yang dikeluarkan oleh badan penelitian dan observasi laut (BPOL) yang berpusat di Jakarta. Peta ini tersedia gratis di internet yang bisa diakses oleh nelayan. PPDPI yang dihasilkan terdiri dari PPDPI Nasional, PPDPI Laut Sawu, dan PPDPI Pelabuhan Perikanan yang mencakup hampir seluruh wilayah perairan Indonesia. PPDPI Nasional dibagi menjadi 5 wilayah pengelolaan perikanan, yaitu (1) Sumatera, (2) Jawa Bali dan Nusa Tenggara, (3) Kalimantan, (4) Sulawesi dan (5) Maluku dan Papua yang dibuat secara rutin seminggu dua kali, yaitu pada hari Senin dan Kamis, sedangkan PPDPI Laut Sawu dan Pelabuhan Perikanan dibuat setiap hari. Untuk pemetaan DPI di Perairan Prigi digolongkan ke wilayah Jawa Bali dan Nusa Tenggara karena posisi wilayah Perairan Prigi yang terletak di bagian selatan Provinsi Jawa Timur. Hasil peta pada http://www.bpol.litbang.kkp.go.id/ memperlihatkan lokasi DPI, daerah potensi ikan, kecepatan dan arah angin, tinggi gelombang laut dan skala peta.

Gambar 4.1 Jumlah peta prakiraan DPI BPOL potensial untuk wilayah selatan Jawa (Juli-Oktober 2012) 34 20 98 34 September Oktober Juli Agustus

Peta prakiraan DPI potensial yang dihasilkan BPOL pada bulan September jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan bulan Juli, Agustus dan Oktober 2012 (Gambar 4.1). Jumlah peta prakiraan DPI potensial untuk wilayah selatan Jawa pada bulan Juli 2012 berjumlah 34 DPI potensial, bulan Agustus 2012 sebanyak 20 DPI potensial, bulan September 2012 sebanyak 98 DPI potensial dan bulan Oktober 2012 sebanyak 34 DPI potensial. Peta prakiraan DPI wilayah Jawa Bali dan Nusa Tenggara pada tanggal 15-16 Agustus 2012 dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Pembuatan peta prakiraan hanya menggunakan parameter oseanografi SPL dan klorofil-a. Penambahan informasi tentang kecepatan dan arah angin serta tinggi gelombang hanya untuk meningkatkan tingkat keselamatan saat operasi penangkapan. Wawancara dengan nelayan dan petugas pelabuhan memperlihatkan bahwa peta prakiraan tidak dapat diterapkan di Perairan Prigi oleh nelayan tonda. Nelayan tonda lebih mengandalkan penggunaan rumpon dan cahaya sebagai daerah penangkapan.

Gambar 4.2 Peta prakiraan DPI wilayah Jawa Bali dan Nusa Tenggara pada tanggal 15-16Agustus 2012 “Dimodifikasi dari internet situs http://www.bpol.litbang.kkp.go.id/ (2013) dengan seizin lembaga DKP

Parameter yang mempengaruhi DPI cakalang di Perairan Prigi Suhu permukaan laut

Sebaran SPL selama penelitian di Perairan Prigi pada setiap lokasi penangkapan ikan mulai bulan Juli-Oktober 2012 cenderung meningkat. Pada Gambar 4.3 terlihat bahwa peningkatan SPL dimulai pada bulan September sampai Oktober 2012. Pada bulan Juli dan Agustus 2012, suhu rata-rata perairan adalah 25.49 oC. Pada bulan September 2012, suhu rata-rata perairan 25.82 oC sedangkan pada bulan Oktober 2012 berkisar pada 25.90 oC.

Jika dilihat secara umum, kisaran suhu selama penelitian hampir seragam, hal ini terlihat dari kisaran suhu dominan dan suhu minimum perairan pada lokasi penangkapan ikan cakalang. Kisaran suhu dominan, minimum dan maksimum dapat dilihat pada Tabel 4.5. Selama penelitian (Juli-Oktober 2012), suhu terendah memiliki nilai yang sama yaitu sebesar 24.5 o

Gambar 4.3 SPL rata-rata selama penelitian (Juli-Oktober 2012)

Tabel 4.5 Sebaran SPL di perairan Prigi (Juli-Oktober 2012)

C akan tetapi suhu maksimum di perairan Prigi cenderung berfluktuasi.

Bulan SPL (ºC) Rata-rata SPL (ºC) Dominan Minimum Maksimum

Juli 24.5 - 25.9 24.5 27.2 25.5 Agustus 24.9 - 26.1 24.5 26.4 25.5 September 25.4 - 26.3 24.5 26.7 25.8 Oktober 25.5 - 26.7 24.5 26.9 25.9

Citra sebaran SPL di perairan Prigi mulai tahun 2007 sampai 2012 dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada tahun 2007, rata-rata suhu terendah terjadi pada bulan Agustus dan September 2007 yaitu sebesar 25.48 oC dan suhu tertinggi terjadi pada bulan Februari 2007 yaitu 30.75 oC. Pada tahun 2008, rata-rata suhu terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 25.12 oC dan suhu tertinggi terjadi pada bulan Maret 2008 yaitu sebesar 29.83 oC. Pada tahun 2009 terdapat suhu terendah pada bulan Agustus yaitu 25.85 oC dan tertinggi terjadi pada bulan Maret 2009 yaitu sebesar 30.35 oC. Pada tahun 2010, suhu permukaan air terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 27.29 oC dan tertinggi pada

25.40 25.50 25.60 25.70 25.80 25.90 26.00

Juli Agustus September Oktober

SPL r at a- rat a ( ºC) Bulan

bulan Maret 2010 yaitu sebesar 30.99 oC. Pada tahun 2011, SPL terendah terjadi pada bulan September yaitu sebesar 25.00 oC dan tertinggi terjadi pada bulan Desember 2011 yaitu sebesar 29.76 oC. Pada tahun 2012, suhu rata-rata terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 25.33 oC dan suhu tertinggi terjadi pada bulan Februari 2012 yaitu sebesar 29.69 oC. Jika dilihat secara umum, suhu tertinggi selama 6 tahun terakhir terjadi pada bulan Februari dan Maret, sedangkan suhu terendah pada bulan Agustus dan September. Suhu rata-rata tertinggi terjadi antara bulan Januari sampai dengan April dan akan menurun mulai bulan Mei sampai Agustus. Bulan Oktober suhu kembali meningkat sampai bulan Desember. Berdasarkan Gambar 4.4 terlihat bahwa suhu rata-rata pada

Dokumen terkait