• Tidak ada hasil yang ditemukan

CPUE Oseanograf

5 PEMBAHASAN UMUM

Sistem pemetaan DPI merupakan salah satu subsistem penting dalam sistem perikanan tangkap. Sistem pemetaan tidak hanya mencakup aspek-aspek dari parameter oseanografi saja, khususnya untuk perikanan tradisonal. Adanya pengaruh aspek lain, diantaranya aspek sumber daya manusia, kapal dan teknologi alat penangkapan akan mempengaruhi keberhasilan suatu operasi penangkapan pada daerah penangkapan ikan yang potensial. Variabel-variabel aspek tersebut tentunya memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain sehingga harus dikaji dalam menentukan sistem pemetaan DPI potensial. Sebagai suatu sistem, keberhasilan dari sub sistem usaha perikanan tangkap akan sangat bergantung kepada ketersediaan potensi sumber daya ikan, optimalisasi dari proses produksi yang dilakukan, penanganan hasil tangkapan dan pemasaran (Nurani dan Widyamayanti 2005).

Aspek sumber daya manusia yang meliputi jumlah ABK, keterampilan, pendidikan, umur nelayan dan birokrasi; aspek kapal yang meliputi dimensi dan kelayakan melaut; aspek teknologi alat penangkapan yang meliputi penambahan alat, bahan, rumpon dan cahaya dan aspek sumber daya ikan yang meliputi musim, ukuran, CPUE dan parameter oseanografi tentunya mempunyai peran yang berbeda-beda. Pengaruh dari variabel-variabel tersebut inilah perlu dianalisis untuk menggambarkan bahwa pemetaan DPI potensial tidak hanya dipengaruhi oleh parameter oseanografi lingkungan saja. Interaksi antar variabel yang cukup rumit dan dinamis menyebabkan perlu dianalisis dengan pendekatan sistem.

Pendekatan sistem mampu melihat kebutuhan pelaku perikanan cakalang, identifikasi permasalahan dan juga mampu membuat rancangan model pemetaan DPI. Rancangan model pemetaan DPI di Perairan Prigi diuji dengan analisis SEM karena analisis ini mampu menunjukkan konsep-konsep yang tidak teramati serta hubungan-hubungan yang ada di dalamnya. Kline dan Klammer (2001) menyatakan bahwa SEM mampu memeriksa hubungan di antara variabel-variabel sebagai unit dan mampu menyediakan lebih banyak isyarat tentang arah penelitian dan pemodelan yang perlu ditindaklanjuti. Hasil pengujian terhadap model pemetaan di Perairan Prigi memperlihatkan bahwa metode penangkapan ikan cakalang menggunakan alat bantu (rumpon dan cahaya lampu) dan tidak menggunakan alat bantu.

Variabel-variabel aspek teknologi alat penangkapan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam penentuan daerah penangkapan sehingga memiliki pengaruh yang baik terhadap sistem pemetaan DPI. Variabel-variabel dari aspek SDM, kapal dan SDI belum memiliki pengaruh yang baik terhadap sistem pemetaan daerah penangkapan di Perairan Prigi. Rumpon dan cahaya sangat berperan dalam peningkatan hasil tangkapan ikan. Hal ini memperlihatkan bahwa operasi penangkapan di Perairan Prigi masih sama seperti operasi penangkapan ikan di wilayah perairan Indonesia lainnya. Jeujanan (2008) menyatakan bahwa alat bantu rumpon paling efektif digunakan dalam mendukung operasional alat penangkapan ikan, terutama dari aspek produksi hasil tangkapan di Perairan Maluku Tenggara untuk perikanan purse seine dan pancing tonda.

Peta prakiraan DPI yang dibuat oleh BPOL belum mampu diaplikasikan pada perikanan cakalang di Perairan Prigi. Permasalahan ini hampir terjadi pada perikanan skala kecil di wilayah perairan Indonesia. Penelitian Muklis (2008) menggambarkan bahwa perikanan cakalang dan tongkol di Perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam belum menggunakan peta DPI dari BPOL. Penelitian Tadjuddah (2005) menggambarkan bahwa perikanan cakalang dan madidihang di Perairan Wakatobi Sulawesi Tenggara belum menggunakan peta prakiraan DPI dari BPOL. Hal yang sama juga terjadi pada penelitian Adnan (2008) terhadap perikanan tongkol, layang dan kembung di Perairan Kalimantan Timur. Peta prakiraan DPI yang dibuat oleh BPOL masih hanya digunakan oleh nelayan skala industri yang memiliki perlengkapan kapal yang lengkap. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sumber data yang dimasukkan dalam pembuatan peta prakiraan, seperti aspek teknis yang mencakup kapal, sumber daya manusia dan sumber daya ikan.

Peta DPI di Prigi dibuat dengan penggabungan dua aspek yaitu aspek penyebaran ikan dan teknis sehingga mampu mengakomodasi keterbatasan perikanan cakalang yang bersifat tradisional. Penyebaran ikan dianalisis dengan pendekatan parameter oseanografi yaitu suhu permukaan laut dan klorofil-a, CPUE dan ukuran ikan. Suhu sangat berpengaruh terhadap proses metabolisme, seperti pertumbuhan dan pengambilan makanan, aktivitas tubuh, seperti kecepatan renang serta dalam rangsangan syaraf (Laevastu dan Hela 1970). Sedangkan kandungan klorofil-a dalam perairan merupakan salah satu indikator tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton atau tingkat kesuburan suatu perairan.

Suhu permukaan laut pada bulan Juli-Oktober 2012 didominasi oleh suhu yang dingin (<27 oC). Hal ini disebabkan oleh pengaruh musim timur. Posisi matahari akan meninggalkan belahan bumi selatan sehingga suhu menjadi rendah. Hal yang berbeda terjadi pada kandungan klorofil-a pada bulan Juli-Oktober 2012

yang didominasi oleh klorofil-a kategori sedang (0.3-1 mg/m3). Hal ini terjadi karena adanya pengaruh hembusan angin dari arah Laut Arafura dan Laut Banda yang membawa zat hara dari hasil upwelling ke selatan Jawa sehingga meningkatkan kesuburan perairan. Pengaruh tekanan angin sangat mempengaruhi penyebaran zat hara dari hasil upwelling (Pitcher et al. 2010). Produksi hasil tangkapan pada bulan Juli-Oktober 2012 dapat dikategorikan tinggi, yang disebabkan oleh musim puncak penangkapan di Perairan Prigi. Kondisi perairan yang tenang menyebabkan banyak kapal tonda yang melakukan operasi penangkapan. Pada bulan September-Oktober, kondisi cuaca yang baik menyebabkan nelayan mampu menangkapan ikan dengan jarak yang lebih jauh sehingga ukuran ikan yang tertangkap juga lebih besar. Selain itu, mata pancing lebih mampu menjangkau perairan yang lebih dalam ketika kondisi perairan lebih tenang.

Korelasi SPL dengan produksi hasil tangkapan menunjukkan hubungan yang tidak terlalu erat. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kisaran suhu pada bulan Juli-Oktober 2012 tidak terlalu besar. Hasil ini sesuai dengan penyataan Laevastu dan Hayes (1981), bahwa pengaruh SPL terhadap penyebaran cakalang untuk perairan tropis adalah kecil karena suhu relatif sama (konstan) sepanjang tahun. Hal yang sama juga terjadi pada ukuran cakalang yang tertangkap yang memiliki korelasi yang tidak erat. Ukuran ikan yang tertangkap didominasi ikan berukuran besar disebabkan oleh metode panangkapan yang menggunakan alat pancing tonda dan pancing ulur yang menangkap ikan pada lapisan yang lebih dalam. Korelasi klorofil-a dengan produksi hasil tangkapan pada bulan Juli- Oktober 2012 tidak signifikan yang disebabkan oleh adanya waktu sela (time lag) selama 1-4 bulan dan diperkirakan terjadi pada saat penelitian. Hal ini dapat dibuktikan dengan data klorofil-a bulanan selama 6 tahun (2007-2012) yang menghasilkan adanya hubungan yang erat antara klorofil-a dengan produksi hasil tangkapan cakalang. Korelasi klorofil-a dengan ukuran ikan memiliki hubungan yang kurang erat. Kemungkin hal ini disebabkan oleh time lag yang terjadi pada saat penelitian dilakukan sehingga tidak dapat memberikan pengaruh yang kuat.

Penyebaran cakalang di Perairan Prigi dengan pendekatan parameter SPL, klorofil-a, produksi dan ukuran ikan memberikan hasil yang lebih baik. Penggabungan aspek penyebaran ikan dan aspek teknis memberikan gambaran peta prakiraan yang sesuai dengan perikanan cakalang di Prigi. Peta DPI cakalang pada bulan Juli-Oktober 2012 memiliki 2 daerah penangkapan. Daerah pertama berada pada posisi 08o30’ LS yang berjarak ±26 mil dari PPN Prigi. Lokasi ini menjadi DPI untuk nelayan tonda lokal yang tidak memiliki rumpon. Daerah penangkapan kedua berada pada posisi mulai dari 09o20’ LS yang berjarak lebih besar dari 26 mil. Lokasi ini menjadi daerah penangkapan nelayan lokal dan andon yang sebagian besar sudah menggunakan rumpon. Penggunaan alat bantu cahaya saat malam hari menghasilkan hasil tangkapan dengan ukuran yang tidak layak tangkap karena bergerombol dengan schooling ikan tongkol. Sedangkan penggunaan rumpon akan menangkap ikan tuna kecil. Secara umum, penggunaan rumpon ini akan meningkatkan produksi hasil tangkapan, tetapi akan mengakibatkan kecemburuan sosial terhadap nelayan yang tidak menggunakan rumpon. Jeujanan (2008) menyatakan bahwa penggunaan rumpon di Perairan Maluku Tenggara juga mengakibatkan konflik antar nelayan dengan nelayan dari luar dan juga kecemburuan sosial nelayan gillnet.

Dokumen terkait