• Tidak ada hasil yang ditemukan

Output yang dikehendaki

1. Peta DPI yang akurat untuk perikanan tradisional

2. Optimalisasi biaya dan waktu operasi

penangkapan ikan 3. Produktivitas tinggi 4. Kesejahteraan nelayan 5. Teknologi penangkapan

ikan yang ramah lingkungan

SISTEM PEMETAAN

DPI

Output yang tidak dikehendaki

1. Trip operasi penangkapan lama 2. Konflik sosial

3. Kualitas hasil tangkapan rendah

MANAJEMEN PERIKANAN

melalui proses konsep kotak gelap (black box). Aspek stok SDI, cuaca dan parameter oseanografi memiliki peranan yang tidak terlalu penting, akan tetapi diperlukan agar sistem pemetaan dapat berfungsi dengan baik. Aspek SDM, teknologi, harga, kapal dan peranan pemerintah sangat diperlukan karena berperan penting dalam mengubah kinerja sistem yang dibuat. Respon yang diharapkan dari hasil sistem yang dibuat diantaranya daerah penangkapan yang akurat, optimalisasi biaya dan waktu operasi sehingga produktivitas meningkat dan terciptanya kesejahteraan nelayan serta adanya teknologi penangkapan yang ramah lingkungan. Namun, hasil sampingan yang tidak diharapkan berupa konflik antar nelayan dan trip operasi yang masih lama serta kualitas hasil tangkapan yang masih rendah.

Diagram input-output diidentifikasi untuk menganalisis semua aspek-aspek yang berkaitan dengan peningkatan hasil tangkapan dalam sistem pemetaan daerah penangkapan ikan (Gambar 3.2). Penyaringan dilakukan untuk komponen yang perlu dipakai untuk membentuk model deskriptif dengan analisis pemodelan abstrak. Model deskriptif dihasilkan melalui rekayasa model dengan pendekatan kotak gelap dan struktur pemodelan karakteristik dari komponen sistem. Komponen-komponen yang dianalisis terdiri dari SDM, SDI, kapal dan teknologi alat penangkapan (TAP). Komponen-konponen ini secara tidak langsung akan saling mempengaruhi dan secara langsung mempengaruhi hasil tangkapan. Sistem pemetaan daerah penangkapan dapat didekati dengan analisis hasil tangkapan sehingga menghasilkan peta daerah penangkapan ikan yang sesuai dengan karakteristik perikanan di Perairan Prigi dengan menambahkan analisis faktor budaya lokal dan kondisi wilayah secara geografis dan topografi. Namun, unsur- unsur dalam komponen model abstrak sistem tersebut masih harus dikaji untuk memperoleh model sistem yang cocok di Perairan Prigi. Pengujian dilakukan dengan analisis Structural Equation Modeling (SEM). Hal ini dilakukan untuk melihat aspek-aspek yang paling mempengaruhi terhadap hasil tangkapan di Perairan Prigi. Model yang diharapkan merupakan model yang sudah cocok (fit) sehingga dapat digunakan untuk menggambarkan model sistem pemetaan yang selama ini terjadi pada perikanan tonda di Perairan Prigi.

Sistem pemetaan DPI potensial ikan cakalang di Perairan Prigi

Pengujian model sistem pemetaan dilakukan dengan menggunakan analisis model persamaan struktural dengan menganalisis semua faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil tangkapan. Pendekatan hasil tangkapan dapat digunakan untuk memprediksi daerah penangkapan ikan potensial. Variabel laten terdiri dari SDM, teknologi alat penangkapan, kapal, SDI dan juga hasil tangkapan. Variabel teramati terdiri dari jumlah nelayan, keterampilan, pendidikan, birokrasi, umur nelayan, penambahan alat, bahan pembuat alat, rumpon, cahaya, kelayakan melaut, dimensi kapal, musim penangkapan, ukuran ikan, catch per unit effort dan parameter oseanografi perairan. Analisis SEM dilakukan dengan menggunakan Higher Order Corfirmatory Factor Analysis Model atau second order CFA (2ndCFA) dengan estimasi Maximum Likelihood.

Aspek teknologi alat penangkapan (TAP) yang terdiri dari penambahan alat, bahan, rumpon, cahaya lampu dan harga mempunyai nilai yang paling besar yaitu sebesar 34%. Aspek SDM yang terdiri dari jumlah ABK, keterampilan, pendidikan atau latar belakang, birokrasi dan umur mempunyai persentase sebesar

30%. Aspek SDI yang terdiri dari musim ikan, ukuran ikan, CPUE dan parameter oseanografi memiliki persentase sebesar 26%. Sedangkan aspek kapal yang terdiri dari dimensi dan tingkat kestabilan kapal hanya memiliki persentase sebesar 10% (Gambar 3.3). Berdasarkan identifikasi aspek kebutuhan nelayan, dapat diketahui bahwa penambahan alat, bahan, rumpon dan cahaya memiliki pengaruh yang besar terhadap keberhasilan operasi penangkapan ikan.

Gambar 3.3 Persentase aspek-aspek yang dibutuhkan oleh nelayan tonda Hasil uji kecocokan atau Goodness of fit (GOT) keseluruhan model yang terdiri dari ukuran kecocokan absolut, ukuran kecocokan inkremental, ukuran kecocokan parsimoni dan ukuran kecocokan lainnya dapat dilihat pada Tabel 3.3. Penilaian GOF secara keseluruhan tidak dapat dilakukan secara langsung seperti teknik multivariate yang lain karena SEM tidak memiliki satu uji statistik terbaik sehingga dapat menggunakan kombinasi dari beberapa nilai GOF. Hasil output analisis tahap pertama secara menyeluruh dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 3.3 Ukuran GOF antara data dengan model

Ukuran GOF Cut off Value Hasil Estimasi Evaluasi Model

Chi-square(χ2) Diharapkan kecil 87.79 Baik

Probability ≥ 0.05 0.34 Baik

χ2 ≤ 2.00

/df 1.009 Baik

NCP Diharapkan kecil 0.79 Baik

GFI ≥ 0.90 0.90 Baik

RMR Standarddized RMR≤ 0.05 0.082 Kurang baik

AGFI ≥ 0.90 0.86 Kurang baik

NNFI ≥ 0.90 0.94 Baik IFI ≥ 0.90 0.96 Baik RMSEA ≤ 0.08 0.0095 Baik CFI ≥ 0.9 0 0.95 Baik SDM 30% TAP 34% KPL 10% SDI 26%

Nilai evaluasi model terhadap Root Mean Square Residual (RMR) dan Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) tidak sesuai dengan batas kecocokan (Tabel 3.3). Terdapat 2 ukuran GOF yang menunjukkan kecocokan yang kurang baik dan 9 ukuran GOF menunjukkan kecocokan yang baik, sehingga dapat disimpulkan bahwa kecocokan seluruh model adalah kurang baik. Pada Gambar 3.4 menunjukkan nilai kombinasi Basic Model-T-values, dimana angka-angka tersebut menunjukkan nilai-t dari setiap angka hasil estimasi yang terkait. Nilai-t yang < 1.96 menunjukkan bahwa angka estimasi terkait adalah tidak signifikan atau sama dengan nol sehingga harus dikeluarkan dari analisis untuk memperoleh model yang fit. Berdasarkan Gambar 3.4, terlihat bahwa aspek teknologi alat penangkapan (TAP) dan kapal yang dapat mempengaruhi hasil tangkapan. TAP dipengaruhi oleh rumpon (RMP) dan cahaya (CHY), sedangkan aspek kapal mempengaruhi hasil tangkapan walaupun variabel kelayakan melaut (KLM) dan dimensi (DMS) tidak berpengaruh signifikan terhadap kapal tonda. Elemen SDM dan SDI tidak mempengaruhi hasil tangkapan ikan cakalang di Perairan Prigi.

Melalui perhitungan kecocokan model pengukuran dengan menggunakan muatan faktor standar (standardized loading factors) dihasilkan bahwa elemen teknologi alat penangkapan, kapal dan SDM memenuhi validitas yang baik sedangkan elemen SDI tidak memiliki validasi yang baik. Hal ini terlihat dari nilai muatan faktor standarnya ≥ 0.70 (Gambar 3.5). Akan tetapi, secara keseluruhan model sistem pemetaan daerah penangkapan ikan cakalang di Perairan Prigi memiliki konstruk model yang kurang baik karena nilai Construct Reliability (CR) ≤ 0.70 yaitu sebesar 0.38 dan nilai Variance Extracted (VE) ≤ 0.05 yaitu sebesar 0.12. Elemen teknologi alat penangkapan memiliki nilai R2 tertinggi yaitu 0.95, kapal memiliki nilai R2 sebesar 0.98 dan SDM memiliki nilai R2 sebesar 0.58 sedangkan SDI memiliki nilai R2 hanya sebesar 0.43. Nilai R2 masing- masing elemen menjelaskan seberapa besar variabel dari aspek dapat menjelaskan variabel terhadap hasil tangkapan di Perairan Prigi. Hasil output SEM tahap ini secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3.

Model yang dihasilkan pada analisis pertama merupakan model yang belum fit sehingga perlu melakukan respesifikasi dengan cara menghapus semua variabel-variabel yang tidak signifikan (nilai-t ≥ 1.96). Berdasarkan perhitungan nilai-t, variabel-variabel yang layak untuk dianalisis selanjutnya adalah variabel pada aspek teknologi alat penangkapan (TAP). Hasil evaluasi model goddness of fit memperlihatkan bahwa RMSEA tidak memenuhi kriteria kecocokan, akan tetapi terdapat 10 ukuran GOF yang cocok (Tabel 3.4). Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa kecocokan model yang telah direspesifikasi adalah baik. Gambar 3.6 memperlihat nilai-t model yang menunjukkan tingkat hubungan antara variabel yang dapat mempengaruhi hasil tangkapan. Penambahan alat (PHA) tidak mimiliki nilai-t akan tetapi tidak dapat dihapus dari analisis karena variabel tersebut mempengaruhi variabel rumpon (RMP). Variabel bahan (BHN) dan variabel cahaya (CHY) memiliki nilai-t positif sedangkan variabel rumpon memiliki nilai-t negatif yang signifikan.

Keterangan:

JBK = jumlah nelayan RMP = rumpon OCG = parameter oseanografi perairan KTP = keterampilan CHY = cahaya SDM =sumber daya manusia LBK = pendidikan KLM = kelayakan melaut TAP = teknologi alat penangkapan BKR = birokrasi DMS = dimensi (ukuran) kapal KPL = kapal tonda

UMR = umur nelayan MSM = musim penangkapan SDI = sumber daya ikan

PHA = penambahan alat UKR = ukuran ikan HSL = produksi hasil tangkapan ikan BHN = bahan pembuat alat CPU = CPUE

Gambar 3.4 Structural equation modeling yang menunjukkan nilai-t

Tabel 3.4 Ukuran GOF antara data dengan model setelah respesifikasi Ukuran GOF Cut off Value Hasil Estimasi Evaluasi Model

Chi-square(χ2) Diharapkan kecil 3.85 Baik

Probability ≥ 0.05 0.15 Baik

χ2 ≤ 2.00

/df 1.925 Baik

NCP Diharapkan kecil 1.85 Baik

GFI ≥ 0.90 0.98 Baik

RMR Standarddized RMR≤ 0.05 0.044 Baik

AGFI ≥ 0.90 0.91 Baik

NNFI ≥ 0.90 0.96 Baik

IFI ≥ 0.90 0.99 Baik

RMSEA ≤ 0.08 0.095 Kurang baik

CFI ≥ 0.9 0 0.99 Baik

Perhitungan kecocokan model pengukuran dengan menggunakan muatan faktor standar (standardized loading factors) dihasilkan bahwa variabel rumpon dan cahaya memenuhi validitas yang baik sedangkan variabel penambahan alat dan bahan tidak memiliki validasi yang baik. Hal ini terlihat dari nilai muatan faktor standarnya ≥ 0.70 (Gambar 3.7). Keseluruhan model sistem pe metaan daerah penangkapan ikan cakalang di Perairan Prigi memiliki konstruk model yang baik karena nilai Construct Reliability (CR) ≥ 0.70 yaitu sebesar 0.80 dan nilai Variance Extracted (VE) ≥ 0.05 yaitu sebesar 0.59. Elemen teknologi alat penangkapan memiliki nilai R2

Gambar 3.6 Nilai-t structural equation modeling setelah respesifikasi yaitu 0.95 yang berarti elemen ini berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan cakalang di Perairan Prigi sebesar 95 %, sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil output analisis SEM setelah respesifikasi dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 4. Hasil analisis menghasilkan model persamaan struktural yang sudah fit sebagai berikut:

Gambar 3.7 Diagram nilai muatan faktor standar structural equation modeling setelah respesifikasi

Pembahasan

Pendekatan sistem dalam pemodelan pemetaan DPI

Sistem pemetaan suatu DPI di setiap wilayah yang berbeda-beda pasti juga akan memiliki model sistem yang berbeda-beda. Hal ini tidak terlepas dari budaya lokal, letak geografis suatu wilayah tertentu. Nurani dan Widyamayanti (2005), menyatakan adanya faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan perikanan di Pacitan, diantaranya adalah kondisi demografi, ekonomi, sosial budaya dan pendidikan. Hal itu juga berlaku untuk perikanan di Prigi. Pembuatan sistem pemetaan DPI di Perairan Prigi ini merupakan langkah awal yang nantinya bisa diterapkan di wilayah perairan Indonesia lainnya dengan melakukan perubahan sesuai wilayah masing-masing. Model sistem pemetaan DPI cakalang potensial di Perairan Prigi mencakup berbagai aspek yang menunjang peningkatan hasil tangkapan ikan cakalang.

Aspek SDM, aspek teknologi alat penangkapan, aspek kapal dan aspek SDI dimasukkan ke dalam pengkajian sistem karena pengamatan awal di lapangan menunjukkan bahwa aspek tersebut yang paling berpengaruh dalam operasi penangkapan ikan. Kemampuan dan jumlah nelayan, peranan pemerintah atau dinas perikanan dan pengalaman atau keterampilan nelayan tentunya berperan besar dalam bisnis perikanan. Ukuran dan kelayakan melaut kapal akan berpengaruh terhadap kemampuan kapal menempuh jarak ke lokasi penangkapan ikan. Hal ini berkaitan dengan keselamatan saat operasi penangkapan dan daya tampung hasil tangkapan di atas kapal. Penambahan alat penangkapan lain atau penambahan alat bantu tentunya memudahkan nelayan dalam operasi penangkapan disamping pengaruh dari SDI seperti musim penangkapan, ukuran dan keadaan oseanografi perairan. Semua aspek dianalisis untuk memperoleh sistem pemetaan DPI potensial yang berwawasan lingkungan. Namun, tidak semua variabel-variabel tersebut berpengaruh langsung dengan hasil tangkapan. Kohar et al. (2009) menyatakan bahwa lingkungan usaha kerja (keterampilan dan

pengetahuan nelayan, modal, fasilitas logistik dan akses pemasaran) mempunyai pengaruh yang positif terhadap perikanan purse seine di PPN Pekalongan sedangkan kebijakan pemerintah (pendidikan, pelatihan, penyuluhan, pelabuhan, proses perizinan, pelelangan ikan, koperasi) mempunyai pengaruh yang negatif. Hal ini menggambarkan bahwa kemungkinan ada aspek yang belum berfungsi atau berperan dengan baik dalam memajukan perikanan skala tradisional.

Pendidikan merupakan variabel yang dianggap kurang penting dalam operasi penangkapan karena keterampilan nelayan diperoleh secara langsung ketika mengikuti operasi penangkapan. Nelayan lebih mendukung pendidikan formal kepada anak mereka yang nantinya diharapkan memiliki kehidupan yang jauh lebih baik. Suryani et al. (2004), mengatakan bahwa peranan orang tua nelayan sangat tinggi untuk mendorong anak-anak mereka belajar ke tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi sehingga nantinya mampu mengangkat derajat sosial keluarga di masyarakat. Jumlah dan umur nelayan dalam operasi penangkapan dengan kapal tonda harus dimasukkan dalam analisis karena variabel tersebut berkaitan dengan tingkat produktivitas usia kerja. Peranan pemerintah atau dinas perikanan sangat penting untuk meningkatkan perikanan cakalang. Untuk meningkatkan kemajuan perikanan, pemerintah dapat mengadakan pelatihan dan penyuluhan kepada nelayan sehingga roda perekonomian perikanan menjadi berkembang. Nelayan sangat mengharapkan adanya peran serta pemerintah sehingga memberikan wawasan baru tentang upaya penangkapan agar mendapat hasil tangkapan yang lebih optimum (Suwardjo et al. 2010). Salah satunya adalah dengan pembuatan peta DPI yang mudah digunakan nelayan dan mengadakan pelatihan dan sosialisasi terhadap peta DPI yang diterbitkan.

Musim penangkapan sangat berkaitan dengan keberadaan ikan setiap tahunnya. Musim puncak penangkapan pada suatu wilayah pengelolaan perikanan umumnya sama terhadap jenis ikan tertentu. Variabel ini berkaitan dengan kondisi cuaca dan faktor lingkungan perairan seperti suhu, klorofil dan salinitas. Penyebaran ikan akan dipengaruhi oleh parameter-parameter tersebut, sehingga seyogianya dapat diprediksi. Musim penangkapan ikan menjadikan aktivitas nelayan semakin sibuk, karena hasil tangkapan akan semakin tinggi dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Proses-proses yang terjadi karena faktor lingkungan perairan seperti upwelling dan front biasanya menjadi indikator daerah potensial saat musim penangkapan. Hutabarat dan Evans (2008) menyatakan bahwa area-area upwelling merupakan suatu tempat yang subur bagi populasi ikan karena adanya fitoplankton sebagai dasar dari rantai makanan. Populasi ikan, khususnya ikan cakalang yang berada di sekitar daerah upwelling saat musim penangkapan memiliki ukuran yang relatif sama.

Aspek kelayakan melaut dan ukuran kapal mempunyai peranan yang penting terhadap keberhasilan operasi penangkapan dan keselamatan nelayan. Keselamatan kapal penangkap ikan merupakan interaksi faktor-faktor yang kompleks, yakni human factor (nakhoda dan ABK), machines (kapal dan peralatan keselamatan) dan enviromental (cuaca dan pengelolaan SDI). Permasalahan keselamatan atau kecelakaan akan timbul apabila minimum satu elemen dari human factor, machines atau enviromental factor tersebut tidak berfungsi (Lincoln 2002). Kapal tonda di Prigi dioperasikan untuk menangkap ikan tuna dan cakalang. Ross (2011) menyatakan bahwa alat tangkap pancing

tonda di Prigi memberikan kontribusi terhadap hasil tangkapan ikan cakalang sebesar 57 %, sedangkan purse seine sebesar 30 % dan gillnet sebesar 11 %. Ukuran panjang kapal tonda berkisar 15-16 m; lebar 3.25-3.5 m; tinggi 1.3-1.6 m; dengan daya mesin antara 54-80 PK. ABK kapal tonda berjumlah 5 orang. Selain mengoperasikan pancing tonda, unit ini juga membawa rawai dan pancing ulur.

Teknologi alat penangkapan yang terdiri dari penambahan alat, bahan, rumpon dan cahaya mempunyai pengaruh dalam produktivitas nelayan tonda. Penambahan alat dan penggunaan lampu dilakukan oleh nelayan tonda lokal yang sebagian besar tidak mempunyai rumpon. Hal ini dapat meningkatkan jumlah hasil tangkapan dan menghemat jarak tempuh operasi penangkapan. Pengadaan rumpon sangat mempengaruhi peningkatan hasil tangkapan ikan. Menurut Nurdin (2011), rumpon di Perairan Prigi pertama kali dibawa oleh nelayan dari Makassar pada tahun 1999 dan kemudian mulai banyak digunakan tahun 2004. Penggunaan rumpon ini meningkatkan hasil tangkapan ikan tuna dan cakalang sehingga banyak nelayan payang dan jaring insang beralih menjadi nelayan tonda. Nelayan- nelayan yang memiliki modal besar lebih memilih membuat rumpon, sedangkan nelayan yang kurang modal usahanya lebih memilih menggunakan cahaya dan menambahkan alat tangkap lain di dalam kapal. Penggunaan cahaya lampu ini juga dilakukan nelayan mini purse seine yang beroperasi di sekitar teluk pada malam hari dengan target ikan tongkol dan cakalang.

Variabel-variabel pada aspek SDM, SDI, teknologi alat penangkapan dan kapal dianalisis pada diagram lingkar sebab-akibat untuk melihat keterkaitan antara komponen dalam sistem sehingga sistem dapat bekerja. Sistem pemetaan pada perikanan tangkap seharusnya mencakup aspek SDI, ekologi, sosial, teknologi dan etik. Fauzi dan Anna (2005) menyatakan bahwa dari setiap aspek tersebut terdapat beberapa atribut atau variabel yang harus dipenuhi, karena merupakan indikator pembangunan perikanan tangkap dan sekaligus menjadi indikator keberlanjutannya. Budaya yang terdapat di wilayah tertentu harus diperhatikan dan diawasi dengan adanya peraturan undang-undang dari pemerintah. Hal ini bertujuan untuk mengatasi kebiasaan nelayan yang dapat merusak sistem perikanan yang berkelanjutan dan menghindari terjadinya konflik antar nelayan. Peraturan yang menyangkut metode penangkapan, ukuran kapal, teknologi alat penangkapan dan harga ikan akan menghasilkan perikanan yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan nelayan melalui peningkatan produktivitas nelayan. Yonvitner (2007) menyatakan bahwa produktivitas nelayan dapat dilihat dari tiga aspek yaitu aspek jumlah nelayan, jumlah kapal perikanan dan jumlah alat tangkap. Produktivitas nelayan di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia sangat berbeda. Kemudian, juga dinyatakan bahwa produktivitas di Perairan Samudera Hindia masih bisa ditingkatkan. Namun, perlu adanya manajemen perikanan untuk mengawasi sistem perikanan tangkap yang bersifat tradisional sehingga konflik nelayan, kualitas hasil tangkapan dan lama trip operasi dapat diatasi. Hal ini tentunya akan menjaga kelestarian potensi perikanan.

Analisis terhadap aspek-aspek yang mempengaruhi hasil tangkapan dapat diterapkan untuk membuat model sistem pemetaan DPI potensial. Hasil tangkapan yang tinggi diperoleh dari keberhasilan operasi penangkapan. Keberhasilan operasi penangkapan ikan sangat ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain (1) nelayan atau sumber daya manusia, (2) alat penangkapan ikan, (3) kapal dan perlengkapannya, (4) metode penangkapan, (5) tingkah laku ikan atau sumber

daya ikan dan (6) daerah penangkapan ikan (Simbolon et al. 2009). Analisis terhadap aspek-aspek tersebut dilakukan dengan pendekatan sistem sehingga dapat dilihat kebutuhan-kebutuhan dan batasan pada sistem. Melalui pendekatan sistem dan rekayasa model, dihasilkan model deskriptif yang telah melalui uji permulaan pada proses pomodelan abstrak. Tahap implementasi komputer, validasi, analisis sensitivitas dan analisis stabilitas dalam pendekatan sistem tidak dilakukan dalam pemodelan ini. Eriyatno (2003), menyatakan model deskriptif banyak dipakai untuk mempermudah penelaahan suatu permasalahan dan dapat diselesaikan secara eksak serta mampu mengevaluasi hasilnya dari berbagai pilihan data input melalui persamaan regresi multivariate. Selanjutnya, yang dinyatakan juga bahwa tahapan rekayasa model sudah mampu mendeskripsikan model rancangan suatu sistem. Tahap pengujian model deskriptif dilanjutkan dengan analisis SEM yang hampir sama dengan persamaan regresi multivariate. Penggunaan analisis SEM ini didasarkan pada bentuk model yang dihasilkan dari pendekatan sistem. Teori dan model dalam ilmu sosial dan perilaku umumnya diformulasikan menggunakan konsep-konsep teoritis yang tidak dapat diukur atau diamati secara langsung.

Sistem pemetaan DPI cakalang di Perairan Prigi

Nilai-t dari analisis SEM mempunyai nilai negatif pada aspek-aspek SDM dan SDI yang memperlihatkan bahwa jumlah, keterampilan, pendidikan dan umur nelayan tidak mempengaruhi hasil tangkapan ikan cakalang di Perairan Prigi. Hal ini disebabkan adanya pola pikir yang beranggapan bahwa menjadi nelayan itu tidak membutuhkan keahlihan khusus dan semua masyarakat bisa menjadi nelayan dan biasanya merupakan pekerjaan turun temurun. Selain itu, kemampuan nelayan membaca peta dan budaya yang sudah melekat mengenai operasi penangkapan secara tradisional sangat mempengaruhi signifikansi pada model. Jika hal tersebut tidak terjadi, kemungkinan SDM akan memberikan nilai positif terhadap sistem pemetaan. Ross (2011), menyatakan nelayan di Prigi sebagian besar nelayan yang berusia tua dengan tingkat pendidikan SD tetapi memiliki banyak pengalaman dalam hal operasi penangkapan ikan sehingga pola pikir nelayannya yang hampir sama dengan nelayan yang berpendidikan SMA. Pendidikan nelayan sangat berperan dalam penggunaan peta DPI. Kemampuan mereka dalam membaca dan memahami peta DPI tentunya dipengaruhi tingkat pendidikan nelayan. Jumlah nelayan dalam satu kapal tonda tidak memiliki pengaruh karena adanya keterbatasan dalam operasi penangkapan. Selain itu, pengaruh pemerintah atau dinas perikanan juga belum optimal dalam peningkatan hasil tangkapan. Kelompok nelayan yang ada belum berperan secara optimal karena jarangnya pengadaan penyuluhan, pelatihan dan juga pertukaran informasi antara dinas perikanan dengan kelompok nelayan. Pemerintah yang membuat peta DPI melalui dinas BPOL seharusnya menerbitkan peta prakiraan yang mudah dipahami oleh nelayan tradisional dengan ruang lingkup yang sederhana.

Musim penangkapan tidak berpengaruh terhadap operasi penangkapan ikan. Hal ini kemungkinan disebakan oleh musim penangkapan hampir terjadi sepanjang tahun. Nelayan tonda tetap melakukan operasi penangkapan sepanjang cuaca tidak buruk. Walaupun hasil tangkapan sedikit, nelayan terus beroperasi karena tidak ada pekerjaan lain yang bisa dilakukan. Secara umum, kondisi ini terjadi pada nelayan di Indonesia yang beranggapan bahwa nelayan itu adalah

pekerjaan pilihan terakhir untuk mencari nafkah. Puncak musim penangkapan terjadi pada musim timur (Juli dan Agustus) dimana kondisi perairan pada bulan tersebut relatif tenang hingga musim peralihan II (September–November). Pada bulan Desember terjadi perubahan musim menuju ke musim barat yang memiliki kondisi alam perairan kurang baik sehingga nelayan tidak melaut dan mengakibatkan penurunan trend musim penangkapan ikan. Musim peralihan I (Maret–Mei) kondisi perairan masih dalam penyesuaian menuju musim timur sehingga masih terjadi kondisi alam yang buruk, pada bulan-bulan ini walaupun terlihat trend nilai indeks musim penangkapan masih dibawah normal tetapi terjadi kenaikan trend yang menuju nilai normal (Nurdin 2011). Nelayan-nelayan juga menangkap semua ukuran ikan karena tetap bisa dijual kepada juragan. Pengaruh parameter oseanografi sama sekali tidak berpengaruh dalam operasi

Dokumen terkait