• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

5.2 Saran

Berisi tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap bidang yang diteliti baik secara teoritis maupun secara praktis.

DAFTAR PUSTAKA

Memuat daftar referensi (literature) lainnya yang dipergunakan dalam penelitian.

LAMPIRAN

Menyajikan lampiran-lampiran yang dianggap perlu dan penting oleh peneliti, yang berhubungan dengan data penelitian, dan tersusun secara berurutan.

PENELITIAN

2.1 Deskripsi Teori

Dengan penggunaan teori akan ditemukan cara yang tepat untuk mengelola sumber daya, waktu yang singkat untuk menyelesaikan pekerjaan, dan alat yang tepat untuk meringankan pekerjaan. Maka dari itu pada bab ini peneliti akan menjelaskan beberapa teori yang berkaitan dengan masalah penelitian ini.

2.2 Evaluasi Kinerja

2.2.1 Pengertian Evaluasi

Istilah Evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian (assesment). Evaluasi kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dalam menghasilkan pelayanan publik. Akuntabilitas bukan sekedar kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan, akan tetapi meliputi apakah uang tersebut dibelanjakan secara ekonomis, efektif, dan efisien.

Pendapat Dunn (2003:608), istilah evaluasi mempunyai arti yaitu: “Secara umum istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian (assessment), kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya. Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan”.

Pengertian di atas menjelaskan bahwa evaluasi merupakan hasil kebijakan dimana pada kenyataannya mempunyai nilai dari hasil tujuan atau sasaran kebijakan. Bagian akhir dari suatu proses kerja adalah evaluasi kinerja. Evaluasi kinerja membantu pimpinan untuk mengambil keputusan dalam suatu kebijakan, nilai yang dihasilkan dari evaluasi membuat suatu kebijan bermanfaat bagi pelayanan publik.

Menurut Dunn (2003:608-609), Evaluasi mempunyai karakteristik yang membedakannya dari metode-metode analisis kebijakan lainnya yaitu:

1. Fokus nilai. Evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari sesuatu kebijakan dan program.

2. Interdependensi Fakta-Nilai. Tuntutan evaluasi tergantung baik ”fakta” maupun “nilai”.

3. Orientasi Masa Kini dan Masa Lampau. Tuntutan evaluatif, berbeda dengan tuntutan-tuntutan advokat, diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu, ketimbang hasil di masa depan.

4. Dualitas nilai. Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai kualitas ganda, karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa karakteristik evaluasi terdiri dari empat karakter. Pertama, yaitu fokus nilai, karena evaluasi adalah penilaian dari suatu kebijakan dalam ketepatan pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan. Kedua, yaitu interdependensi fakta-nilai, karena untuk menentukan nilai dari suatu kebijakan bukan hanya dilihat dari tingkat kinerja tetapi juga dilihat dari bukti atau fakta bahwa kebijakan dapat memecahkan masalah tertentu. Ketiga, yaitu orientasi masa kini dan masa lampau, karena tuntutan

evaluatif diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu sehingga hasil evaluasi dapat dibandingkan nilai dari kebijakan tersebut. Keempat, yaitu dualitas nilai, karena nilai-nilai dari evaluasi mempunyai arti ganda baik rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai yang ada maupun nilai yang diperlukan dalam mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan lain.

Tabel 2.1

KRITERIA EVALUASI

Tipe Kriteria Pertanyaan Ilustrasi Efektivitas Apakah hasil yang

diinginkan telah dicapai?

Unit pelayanan

Efisiensi Seberapa banyak usaha diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan? Unit biaya Manfaat bersih Rasio biaya-manfaat

Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan masalah? Biaya tetap (masalah tipe I) Efektivitas tetap (masalah tipe II) Perataan Apakah biaya dan

manfaat didistribusikan dengan merata kepada kelompok-kelompok tertentu? Kriteria Pareto Kriteria kaldor-Hicks Kriteria Rawls

Responsivitas Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan,

preferensi atau nilai kelompok-kelompok tertentu?

Konsistensi dengan survai warga negara

Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar berguna atau bernilai?

Program publik harus merata dan efisien

(Sumber: Dunn, 2003:610)

Berdasarkan kriteria di atas, evaluasi membagi beberapa tipe kriteria diantaranya: efektivitas merupakan suatu alternatif mencapai hasil (akibat) yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan.

Intinya adalah efek dari suatu aktivitas. Kedua yaitu efisiensi, berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Ketiga, kecukupan merupakan sejauhmana tingkat efektivitas dalam memecahkan masalah untuk memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan yang menumbuhkan masalah.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa evaluasi merupakan hasil kebijakan dimana pada kenyataannya mempunyai nilai dari hasil tujuan atau sasaran kebijakan. Bagian akhir dari suatu proses kerja adalah evaluasi kinerja. Evaluasi dilakukan untuk mengukur serta membandingkan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan yang telah dicapai dengan hasil yang seharusnya menurut rencana, sehingga diperoleh informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan, serta dapat dilakukan perbaikan bila terjadi penyimpangan di dalamnya, sehingga dapat disimpulkan dengan analisa akhir apakah suatu kebijakan harus direvisi atau dilanjutkan.

2.2.2 Pengertian Kinerja

Istilah kinerja menurut Keban (2004:191), merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan oleh para cendekiawan sebagai “penampilan”, “unjuk kerja”, atau “prestasi”. Secara etimologis, kinerja adalah sebuah kata yang dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar “kerja” yang menerjemahkan kata dari bahasa asing prestasi, bisa pula berarti hasil kerja.

Menurut Mangkunegara (2001:67), mengemukakan bahwa kinerja merupakan :

“Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan padanya.”

Sedangkan Bernadin, John dan Russel dalam Sedarmayanti (2007:260), menyatakan bahwa :

“Performance is defined as the record of outcomes producted on a

specific job function or activity during a specific time period.”

Dimana kinerja merupakan hasil dari pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh beberapa orang yang terkait demi tercapainya tujuan dalam kurun waktu tertentu.

Selain itu, menurut Hasibuan (2005:34) mengemukakan bahwa kinerja adalah :

“Suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.”

Sedangkan menurut Veithzal (2004:309) mengemukakan bahwa kinerja merupakan :

“Perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.”

Lain hal menurut Mahsun (2006:25) mengungkapkan bahwa kinerja adalah mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi.

Dari beberapa definisi di atas, maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan potensi seseorang atau kelompok dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan atas kemampuan dan pengalamannya yang kemudian dapat menghasilkan hasil kerja yang efektif dan efisien dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi dalam organisasi. Visi dan misi merupakan suatu acuan bagi para pegawai untuk menjalankan tugasnya. Bila visi dan misi dapat tercapai, maka kinerja yang dilakukan dapat tercapai dengan baik.

Kinerja (job performance) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral ataupun etika. Setiap pekerjaan yang efisien tentu juga efektif, karena dilihat dari segi hasil, tujuan dan akibat yang dikehendaki dan perbuatan itu telah dicapai secara maksimal.

Pada umumnya kinerja diberi batasan sebagai kesuksesan seseorang adalam melaksanakan suatu pekerjaan yang diperoleh dari perbuatannya. Pengertian kinerja dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dikatakan bahwa kinerja berarti : (1) suatu yang tercapai; (2) prestasi yang diperlihatkan; dan (3) kemampuan kerja. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikemukakan bahwa kinerja dapat dilihat dari dimensi yang berbeda. Kinerja juga bisa diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh

seseorang/sekelompok orang yang menurut ukuran tertentu, dalam kurun waktu tertentu untuk pekerjaan yang bersangkutan.

Pada dasarnya dalam setiap organisasi dikenal ada 3 (tiga) macam kinerja yaitu kinerja organisasi, kinerja proses dan kinerja pegawai. Kinerja organisasi merupakan kinerja yang ditunjukan oleh organisasi. Kinerja proses adalah kinerja yang ditunjukan oleh proses yang terjadi dalam organisasi. Sedangkan kinerja pegawai adalah kinerja yang ditunjukan oleh pegawai atau sekelompok pegawai. Hubungan ketiga kinerja ini sangat erat, karena kinerja organisasi tergantung pada kinerja proses dan kinerja proses sangat tergantung pada kinerja pegawai. (Apa itu Kinerja Organisasi?, diakses dari: http://karaengmonga.net/apa-itu-kinerja-organisasi/, pada tanggal 13 September 2014, pukul 23.00 WIB.)

Dwiyanto (2006:50) mengatakan bahwa :

“Dalam mengukur kinerja organisasi pemerintah (birokrasi publik) disesuaikan dengan tugas dan fungsi yang dijalankan. Selanjutnya dikatakan bahwa indikator kinerja yang komprehensif karena mencakup dimensi-dimensi : kualitas pelayanan, produktivitas, responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas.”

Sedangkan Kumorotomo dalam Dwiyanto (2006:52) mengemukakan bahwa untuk menilai kinerja organisasi dapat digunakan beberapa kriteria sebagai pedoman penilaian kinerja organisasi pelayanan publik, antara lain :

a. Efisiensi

Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimmbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis. b. Efektivitas

Apakah tujuan dari didirikannya organisasi pelayanan publik tercapai? Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi, serta fungsi agen pembangunan.

c. Keadilan

Keadilan mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan. Keduanya mempersoalkan apakah tingkat efektivitas tertentu, kebutuhan dan nilai-nilai dalam masyarakat dapat terpenuhi. Isu-isu yang menyangkut pemerataan pembangunan, layanan pada kelompok pinggiran dan sebagainya, akan mampu dijawab melalui kriteria ini.

d. Daya Tanggap

Berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta, organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap negara atau pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat. Oleh sebab itu, kriteria organisasi tersebut secara keseluruahan harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan demi memenuhi kriteria daya tanggap ini.

Dwiyanto (2006:50) mengukur kinerja birokrasi publik berdasar adanya indikator yang secara lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut : a. Produktivitas

Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dengan output. Konsep produktivitas dirasa terlalu sempit dan kemudian General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan satu ukuran produktivitas yang lebih luas dengan memasukkan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting.

b. Kualitas Layanan

Isu mengenai kualitas layanan cenderung semakin menjadi penting dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi publik.

c. Responsivitas

Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas disini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu indikator kinerja karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara pelayanan dengan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukkan kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi publik. Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek pula.

d. Responsibilitas

Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit. Oleh sebab itu, responsibilitas bisa saja pada suatu ketika berbenturan dengan responsivitas.

e. Akuntabilitas

Akuntabilitas Publik menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat publik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan selalu merepresentasikan kepentingan rakyat.

Dari berbagai macam indikator pengukuran kinerja yang diungkapkan oleh para pakar di atas, peneliti memilih untuk menggunakan indikator pengukuran kinerja yang dikemukakan oleh Agus Dwiyanto (2006). Penulis memilih menggunakan teori tentang pengukuran kinerja yang dikemukakan oleh Agus Dwiyanto (2006) tersebut karena dipandang sesuai, lebih tepat dan lebih mampu mengukur kinerja Komisi Informasi Provinsi Banten dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik.

Senada dengan pendapat di atas dikemukakan oleh Lenville (dalam Dwiyanto 2006:50) yang mengusulkan bahwa paling tidak ada tiga konsep

yang dapat digunakan sebagai indikator kinerja organisasi pemerintah yaitu; responsibility (responsibilitas), responsives (responsif) dan accountability (akuntabilitas).

Berdasarkan konsep-konsep yang dikemukakan para ahli di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa pengertian kinerja adalah keberhasilan dalam mencapai tujuan tertentu dalam suatu organisasi atau institusi. Kata kinerja (performance) dalam konteks tugas, sama dengan prestasi kerja. Diperoleh gambaran bahwa suatu pekerjaan itu dikatakan efektif, jika proses yang dilakukan sesuai dengan hasil yang diinginkan. Sedangkan, pekerjaan yang cenderung banyak menggunakan biaya dan waktu, maka hasilnya kurang optimal dan tidak dapat dikatakan sebagai suatu pekerjaan yang efektif.

Definisi kinerja menurut Mangkunegara (2000:67) adalah :

“Kinerja Karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.

Berdasarkan definisi di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa kinerja Sumber Daya Manusia adalah prestasi kerja atau hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai Sumber Daya Manusia persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Menurut Mangkunegara (2005:20), mengemukakan bahwa :

“Manajemen kinerja merupakan proses perencanaa, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian terhadap pencapaian kinerja dan dikomunikasikan secara terus menerus oleh pimpinan kepada karyawan, antara karyawan dengan atasannya langsung”.

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh Mangkunegara di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa manajemen kinerja adalah suatu proses perencanaan dan pengendalian kerja para aparatur dalam melaksanakan pekerjaannya.

2.2.3 Pengertian Evaluasi Kinerja

Evaluasi kinerja disebut juga “Performance evaluation” atau

“Performance appraisal”. Appraisal berasal dari kata Latin “appratiare”

yang berarti memberikan nilai atau harga. Evaluasi kinerja berarti memberikan nilai atas pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang untuk diberikan imbalan, kompensasi atau penghargaan. Evaluasi kinerja merupakan cara yang paling adil dalam memberikan imbalan atau penghargaan kepada pekerja. Setiap orang pada umumnya ingin berprestasi dan mengharapkan prestasinya diketahui dan dihargai orang lain.

Leon C. Mengginson dalam Mangkunegara (2005:10), mengemukakan bahwa:

“Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi adalah penilaian prestasi kerja (Performance appraisal), suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seseorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.”

Berdasarkan pendapat di atas, maka evaluasi kinerja merupakan suatu proses penilaian kinerja aparatur yang dilakukan untuk melihat tanggung jawab pekerjaannya setiap hari apakah terjadi peningkatan atau penurunan sehingga pemimpin bisa memberikan suatu motivasi penunjang untuk melihat kinerja aparatur kedepannya. Evaluasi harus sering dilakukan agar masalah yang di hadapi dapat diketahui dan dicari jalan keluar yang baik.

Evaluasi kinerja yang dikemukakan Simanjuntak (2005:103) adalah:

“suatu metode dan proses penilaian pelaksanaan tugas (performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam satu perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan lebih dahulu.”

Berdasarkan pengertian tersebut maka evaluasi kinerja merupakan suatu proses yang digunakan oleh pimpinan untuk menentukan prestasi kerja seorang karyawan dalam melakukan pekerjaannya menurut tugas dan tanggung jawabnya. Evaluasi kinerja kemudian di definisikan oleh Society for Human Resource Management dalam Wirawan (2009:12), yaitu:

The process of evaluting how well employees perform their jobs when compared to a set of standards, and then communicating that information to employees. (Proses mengevaluasi sejauh mana kinerja aparatur dalam bekerja ketika dibandingkan dengan serangkaian standar, dan mengkomunikasikan informasi tersebut pada aparatur).”

Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan pegawai dan kinerja organisasi. Evaluasi kinerja merupakan suatu proses untuk mengetahui sejauh mana kinerja aparatur bila dibandingan dengan serangakaian standarisasi yang dilakukan untuk bekerja sesuai komunikasi informasi yang telah diberikan oleh pimpinan, untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada pegawai sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih baik di masa mendatang. Selanjutnya, evaluasi kinerja dilakukan juga untuk menilai seberapa baik aparatur bekerja setelah menerima informasi dan berkomunikasi dengan aparatur yang lain agar pekerjaan sesuai dengan kemauan pimpinan dan kinerja para aparatur itu sendiri dapat terlihat secara baik oleh pimpinan dan masyarakat selaku penilai.

Selanjutnya E. Sikula (1981:2005) yang dikutip oleh Mangkunegara (2000:69) mengemukakan bahwa :

”Penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa obyek orang ataupun sesuatu (barang)”. Selanjutnya Menurut Siswanto (2001:35) penilaian kinerja adalah : “Suatu kegiatan yang dilakukan oleh Manajemen/penyedia penilai untuk menilai kinerja tenaga kerja dengan cara membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian / deskripsi pekerjaan dalam suatu periode tertentu biasanya setiap akhir tahun.”

Mangkunegara (2005:47) menyimpulkan bahwa :

“pengukuran atau penilaian kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada peruisahaan. Hasil pengukuran tersebut digunakan sebagai umpan balik yang memberikan informasi tentang prestasi, pelaksanaan suatu rencana dan apa yang diperlukan perusahaan dalam penyesuaian-penyesuaian dan pengendalian.”

Dari beberapa pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Disamping itu, juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal promosi jabatan atau penentuan imbalan.

Untuk mengevaluasi kinerja organisasi bisa dilakukan dengan indikator-indikator sebagai berikut :

1. Visi dan misi, yang diukur dari tingkat pencapaiannya.

2. Pemberdayaan pegawai, yang diukur yaitu sampai sejauh mana pegawai diberdayakan dalam rangka proses pencapaian visi dan misi, motivasi dilakukan terhadap individu-individu di dalam organisasi.

3. Fleksibel dan menyesuaikan dengan kondisi yang baru, yang diukur yaitu sejauhmana organisasi menyesuaikan dengan perubahan dan sejauhmana pula learning organization/penciptaan iklim belajar terus menerus dilakukan. 4. Selalu berkomunikasi dengan stakeholders/pihak terkait

dengan kinerja organisasi (customer-driven excellence), yang diukur adalah sejauh mana organisasi/individu organisasi dapat memenuhi kebutuhan masyarakat/ pelanggan.

5. Menetapkan hasil yang akan dicapai dan berfokus pada pencapaian keberhasilan tersebut (focus on results and creating value), yang diukur adalah sampai sejauh mana pengukuran kinerja dilakukan dalam mencapai visi dan misi. 6. Selalu berkompetisi meningkatkan kinerja, yang diukur adalah

sejauh mana pemupukan semangat berusaha dilakukan, ketangguhan pegawai menghadapi masalah dan semangat pegawai yang senantiasa berusaha dan tidak mudah menyerah. (Evaluasi Kinerja Organisasi (Diklat Teknis LAN), diakses dari :

https://alisadikinwear.wordpress.com/2012/05/13/evaluasi-kinerja-organisasi/, pada tanggal 13 September 2014, pukul 22.00 WIB)

Evaluasi kinerja merupakan sistem formal yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja pegawai secara periodik yang ditentukan oleh organisasi, adapun tujuan dari evaluasi kinerja menurut Ivancevich dalam Darma (2009:14), antara lain :

1. Pengembangan

Dapat digunakan untuk menentukan pegawai yang perlu dtraining dan membantu evaluasi hasil training. Dan juga dapat membantu pelaksanaan Conseling antara atasan dan bawahan sehingga dapat dicapai usaha-usaha pemecahan masalah yang dihadapi pegawai. 2. Pemberian Reward

Dapat digunnakan untuk proses penentuan kenaikan gaji, insentif dan promosi. Berbagai organisasi juga menggunakan untuk membarhentikan pegawai.

3. Motivasi

Dapat digunakan untuk memotivasi pegawai, mengembangkan inisiatif, rasa tanggungjawab sehingga mereka terdorong untuk meningkatkan kinerjanya.

4. Perencanaan SDM

Dapat bermanfaat bagi pengembangan keahlian dan keterampilan serta perencanaan SDM.

5. Kompensasi

Dapat memberikan informasi yang digunakan untuk menentukan apa yang harus diberikan kepada pegawai yang berkinerja tinggi atau rendah dan bagaimana prinsip pemberian kompensasi yang adil.

6. Komunikasi

Evaluasi merupakan dasar untuk komunikasi yang berkelanjutan antara atasan dan bawahan menyangkut kinerja pegawai.

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa sistem evaluasi kinerja sebagaimana yang dikembangkan di atas sangat membantu sebuah manajemen kerja instansi pemerintah untuk memperbaiki kinerja pegawai yang kurang maksimal, tujuan evaluasi kinerja ini untuk membangun semangat kerja para pegawai dan mempertahankan kinerja yang baik dan memperbaiki komunikasi kerja.

Selanjutnya, fungsi evaluasi kinerja yang dikemukakan Wirawan (2009:24), sebagai berikut :

1. Memberikan balikan kepada aparatur ternilai mengenai kinerjanya. Ketika merekrut pegawai (ternilai), aparatur harus melaksanakan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya sesuai dengan uraian tugas, prosedur operasi, dan memenuhi standar kinerja.

2. Alat promosi dan demosi. Hampir disemua sistem evaluasi kinerja, hasil evaluasi digunakan untuk mengambil keputusan memberikan promosi kepada aparatur ternilai yang kinerjanya memenuhi ketentuan pembarian promosi. Promosi dapat berupa kenaikan gaji, pemberian bonus atau komisi, kenaikan pangkat atau menduduki jabatan tertentu. Sebaliknya, jika kinerja aparatur ternilai tidak memenuhi standar atau buruk, instansi menggunakan hasilnya

Dokumen terkait